PENGERTIAN PERS
A. Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti
menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
B. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers berarti: 1) alat cetak untuk mencetak
buku atau surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau memadatkan, 3) surat kabar dan majalah
yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.
C. Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
FUNGSI PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai
berikut :
A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang
peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena
memerlukan informasi.
B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers
memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah
pengetahuan dan wawasannya.
C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi
berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek,
cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
E. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pers
dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai
lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk
kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.
PERANAN PERS
Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, peran pers adalah sebagai berikut :
PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK
a. Distorsi peraturan perundang-undangan, contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah sangat jelas
menjamin kebebasan pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel, setiap warganegar dapat malakukan
perusahaan pers (UU No. 11 tahun 1966). Namun muncul UU No. 21 tahun 1982 tentang pokok
pers. Di dalamnya mengatur tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) serta menteri
penerangan dapat membatalkan SIUPP walaupun tidak menggunakan istilah breidel.
b. Perilaku Aparat, yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur, mengirimkan teguran
tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan majalah, kekerasan fisik pada
wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh wartawan.
c. Pengadilan Massa, Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapat
menimbulkan pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri, menteror,
penculikan pengrusakan kantor media massa, dll.
d. Perilaku pers sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian berita yang
berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-iming keuntungan yang lebih
besar.
Ad.2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti penyajian berita atau informasi yang tidak akurat,
tidak objektif, bias, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah, menyebarkan kebohongan,
fornografi, menyebarkan permusuhan, mengeksploitasi kekerasan, dll.
1.Teori pers otoritarian : Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertinggi dari pada
kelompok manusia, yang mengungguli masyarakat dan individu. Negara adalah hal yang sangat
penting yang dapat membuat manusia menjadi manusia seutuhnya anpa Negara manusia menjadi
primitif tidak mencapai tujuan hidupnya. Oleh karena itu pers adalat alat penguasa untuk
menyampaikan keinginannya kepada rakyat.
Prinsip-prinsipnya :
2. Teori Pers Libertarian : Teori menganggab bahwa pers merupakan sarana penyalur hati nurani
rakyat untuk mengawasi dan menetukan sikap terhadap kebijakan pemerintah. Pers berhadapan
dengan pemerintah Pers bukanlah alat kekuasaan pemerintah. Teori ini menganggab sensor sebagai
hal yang Inkonstitusional.
Tugas-tugasnya :
e. Memberi hiburan.
Ciri-cirinya :
3. Pers Tanggung Jawab Sosial, mengemukakan bahwa kebebasan pers harus disertai dengan
tanggung jawab kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati
nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu harus disertai tanggung jawab kepada masyarakat.
4. Teori Pers komunis, menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang berkuasa dan
bagian integral dari negara sehingga pers itu tunduk kepada negara. Ciri-ciri pers Komunis adalah :
a. Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang
benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalisti:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa
campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
c. tidak menyuap;
e. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan
atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan
secara berimbang;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi
kepentingan publik.
Pasal 3
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan
gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan
orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas
informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui
identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan
“off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi
keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau
diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan
atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa
serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
jelas.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Penafsiran
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait
dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak
akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
teguran dari pihak luar.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.