Anda di halaman 1dari 10

PERANAN PERS

PENGERTIAN PERS

A. Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti
menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
B. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers berarti: 1) alat cetak untuk mencetak
buku atau surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau memadatkan, 3) surat kabar dan majalah
yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.
C. Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.

FUNGSI PERS

Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai
berikut :

A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang
peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena
memerlukan informasi.
B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers
memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah
pengetahuan dan wawasannya.
C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi
berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek,
cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
E. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pers
dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai
lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk
kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

PERANAN PERS

Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, peran pers adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.


2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak
asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

PERKEMBANGAN PERS DI INDONMESIA

A. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang


Penjajah Belanda sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat indonesia,
karena itu mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pers
Indonesia karena merupakan momok yang harus diperangi.
Menuru Suruhum pemerintah mengeluarkan selain KUHP tetapi belanda mengeluarkan aturan
yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau majalah Indonesia yang dianggap
berbahaya. Kemudian belanda juga mengeluarkan Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen,
yaitu berisi pasal-pasal yang mengancam hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan
perasaan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia
Belanda, serta terhadap sesuatu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda.
Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan pasistis, dimana orang-orang surat
kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan
dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan, politik. Hal ini menunjukkan
bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan.
Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :
1. Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers indonesia bertambah. Terutama dalam
penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman belanda.
2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh
sumber-sumber resmi Jepang.
B. Di Masa Orde Lama
Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah konstitusi RIS
1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD Sementara 1950.
Awal pembatasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan terhadap pers Belanda dan
Cina, namun pemerintah tidak membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers
nasional.
Pers di masa demokrasi terpimpin (1956-1966), tindakan tekanan terhadap pers terus
berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita
Indonesia dan Sin Po di Jakarta. Upaya untuk pembatasan kebebasan pers tercermin dari
pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi yang menyatakan .....Hak kebebasan individu
disesuaikan denga hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak
berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD
1945 harus ada batasnya yaitu keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian
indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan YME.
C. PERS DI MASA ORDE BARU
Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi
terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua
tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut sidang pleno ke 25 Dewan
Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan
tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila
adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya
sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial
yang konstruktif.
Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya pristiwa malari
(Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa
malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas. Pers pasca peristiwa malari
cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara. Pers tidak
pernah melakukan kontrol sosial disaat itu. Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers
adalah institusi politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai
politik.
D. PERS DI ERA REFORMASI
Kalngan pers kembali bernafas lega karena pmerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut
dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara (pasal 4) dan
terhadap persnasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran
(pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak
menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur apabila demimkepentingan
dan ketertiban umum, keselamatan negara yang dinyatakan oleh pengadilan.

PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK

A. Landasan Hukum Pers Indonesia


1. Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
2. Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan 21 yang bebunyi:
 Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
 Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
4. UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 :
 Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
 Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
5. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 :
 Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
 pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara.
B. DEWAN PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan Dewan Pers yang
independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional. Fungsi-fungsi dewan pers adalah :
 Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
 Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.
 menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
 Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
 Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
 Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyususn peraturan di bidang pers dan
meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
 Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2).
C. ANGGOTA DEWAN PERS
Keangotaan dewan pers terdiri dari :
 Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan
 Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers.
 Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh
arganisasi perusahaan pers;
 ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata.
 Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden.
 Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode.
D. LANDASAN PERS NASIONAL :
 Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
 Landasan Konstitusi adalah UUD 1945
 Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999.
 Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik
 Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat.
E. KEBEBASAN PERS
Kebebasan pers di Indonesia merupakan hal yang baru sehingga rawan gangguan. Secara
umum ada dua macam gangguan :
1. Masih adanya pihak-pihak yang tidak suka dengan adanya kebebasan pers, sehingga mereka
ingin meniadakan kebebasan pers.
2. Penyalahgunaan kebebasan pers yaitu insan pers memamfaatkan kebebasan yang
dimilikinya untuk melakukan kegiatan Jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi dan
peranan yang diembannya. Oleh karena itu tantangan terberat bagi wartwan adalah
kebebasan pers itu sendiri.
Ad 1 Pengendalian Kebebasan Pers : ada 4 faktor ayng menyebabkan terjadinya pengendalian
kebebasan pers, yaitu :

a. Distorsi peraturan perundang-undangan, contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah sangat jelas
menjamin kebebasan pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel, setiap warganegar dapat malakukan
perusahaan pers (UU No. 11 tahun 1966). Namun muncul UU No. 21 tahun 1982 tentang pokok
pers. Di dalamnya mengatur tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) serta menteri
penerangan dapat membatalkan SIUPP walaupun tidak menggunakan istilah breidel.

b. Perilaku Aparat, yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur, mengirimkan teguran
tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan majalah, kekerasan fisik pada
wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh wartawan.

c. Pengadilan Massa, Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapat
menimbulkan pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri, menteror,
penculikan pengrusakan kantor media massa, dll.

d. Perilaku pers sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian berita yang
berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-iming keuntungan yang lebih
besar.

Ad.2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti penyajian berita atau informasi yang tidak akurat,
tidak objektif, bias, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah, menyebarkan kebohongan,
fornografi, menyebarkan permusuhan, mengeksploitasi kekerasan, dll.

VII. TEORI-TEORI TENTANG PERS

1.Teori pers otoritarian : Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertinggi dari pada
kelompok manusia, yang mengungguli masyarakat dan individu. Negara adalah hal yang sangat
penting yang dapat membuat manusia menjadi manusia seutuhnya anpa Negara manusia menjadi
primitif tidak mencapai tujuan hidupnya. Oleh karena itu pers adalat alat penguasa untuk
menyampaikan keinginannya kepada rakyat.

Prinsip-prinsipnya :

a. Media selamanya tunduk pada penguasa

b. Sensor dibenarkan tak dapat diterima.

c. Kecaman terhadap penguasa dan penympangannya kebijakannya d.


Wartawan tidak memiliki kebebasannya

2. Teori Pers Libertarian : Teori menganggab bahwa pers merupakan sarana penyalur hati nurani
rakyat untuk mengawasi dan menetukan sikap terhadap kebijakan pemerintah. Pers berhadapan
dengan pemerintah Pers bukanlah alat kekuasaan pemerintah. Teori ini menganggab sensor sebagai
hal yang Inkonstitusional.

Tugas-tugasnya :

a. Melayani kebutuhan ekonomi (iklan)


b. Melayani kehidupan politik

c. Mencari keuntungan (kelangsungan hidupnya)

d. Menjaga hak warga Negara (control social)

e. Memberi hiburan.

Ciri-cirinya :

a. Publikasi bebas dari penyensoran

b.Tidak memerlukan ijin penerbitan, pendistribusian

c. Kecaman terhadap pejabat, partai politik tidak dipidana

d.Tidak adak kewajiban untuk mempublikasikan segala hal . e.


Publikasi kesalahan dilindungi sama dengan publikasi kebenaran sepanjang menyangkut opini dan
keyakinan.

f. Tidak ada batas hukum dalam mencari berita

g. Wartawan mempunyai otonomi professional.

3. Pers Tanggung Jawab Sosial, mengemukakan bahwa kebebasan pers harus disertai dengan
tanggung jawab kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati
nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu harus disertai tanggung jawab kepada masyarakat.

4. Teori Pers komunis, menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang berkuasa dan
bagian integral dari negara sehingga pers itu tunduk kepada negara. Ciri-ciri pers Komunis adalah :

a. Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut.

b. Media tidak dimiliki secara pribadi.

c. Masyarakat berhak melakukan sensor.

VIII. KODE ETIK JURNALISTIK

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang
benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalisti:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa
campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi;

c. tidak menyuap;

e. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan
atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan
secara berimbang;

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi
kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak


mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan
gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan
orang lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas
informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui
identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan
“off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi
keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau
diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan
atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa
serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait
dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak
akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.

Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau
perusahaan pers.

Anda mungkin juga menyukai