Anda di halaman 1dari 16

LK 0.

1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Indonesia MAsa Orde Baru dan


Reformasi
Judul Kegiatan Belajar (KB) KB 1. Kondisi Politik dan
Pemerintahan Orde Baru
KB 2. Kondisi Sosial dan
Ekonomi Pada MAsa Orde Baru
KB 3. Pemerintahan Masa
Reformasi
KB 4. Politik Luar Negeri
Indonesia dan Perannya Dalam
Perdamaian Dunia
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang KB 1. Kondisi Politik dan Pemerintahan
dipelajari Orde Baru
1) Lahirnya Orde Baru
Salah satu fase penting dalam sejarah
Indonesia adalah masa peralihan dari
pemerintahan Sukarno ke Soeharto.
Tahapan ini dimulai setelah meletusnya
peristiwa penculikan para pemimpin
Angkatan Darat (AD) pada 1 Oktober 1965.
Akibat peristiwa 1 Oktober 1965 itu,
terjadi berbagai goncangan dalam berbagai
aspek kehidupan di Indonesia. Hal ini
kemudian menyulut gerakan massa yang
dimotori oleh para mahasiswa yang
terbabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI) pada 25 Oktober 1966.
Setelah itu, banyak bermunculan kesatuan
aksi lain dari berbagai lapis kelompok
masyarakat. Munculnya kesatuan aksi ini
bermuara pada demonstari besar-besaran
yang mulai dilakukan pada Januari 1966.
Dari sinilah lahir aspirasi bertajuk Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura) kepada
pemerintah yang berisikan (1) bubarkan PKI,
(2) retool kabinet Dwikora, dan (3) turunkan
harga/perbaikan ekonomi (Kartasasmita,
dkk., 1995).
Serangkaian peristiwa pada akhir tahun
1965 sampai awal tahun 1966 bermuara
pada dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar). Supersemar lahir dari
kegentingan situasi yang telah mencapai
klimaks.
Dampak dari Supersemar sangatlah
terasa. Tidak lama setelah Soeharto
menerimanya, keluarlah Keputusan
Preseden/Panglima Tertinggi
ABRI/Mandataris MPRS/Pemimpin besar
Revolusi Nomor 1/3/1966 tanggal 12 Maret
1966 yang menetapkan pembubaran dan
pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI),
termasuk semua bagian-bagian
organisasinya dari tingkat pusat sampai ke
daerah.
Tindakan kedua yang segera dilakukan
oleh Soeharto adalah dikeluarkannya
Keputusan Presiden Nomor 5 tanggal 18
Maret 1966. Keputusan ini berisikan
penahanan terhadap 15 menteri yang
dianggap terlibat dalam peristiwa Gerakan
30 September atau memperlihatkan iktikad
tidak baik dalam rangka penyelesaian
masalah itu.
Telah dikukuhkannya Supersemar sering
ditandai sebagai pembuka babakan baru
dalam kehidupan bernegara. Babakan
sejarah ini sering disebut sebagai Orde Baru.
Setelah sidang istimewa dilaksanakan,
pada 25 Juli 1966 Sukarno membubarkan
kabinet Dwikora dan membentuk kabinet
Ampera.
Program utama kabinet Ampera terdiri
atas empat aspek atau disebut catur karya,
yakni
a) memperbaiki peri-kehidupan Rakyat
terutama dibidang sandang dan
pangan;
b) melaksanakan Pemilihan Umum
dalam batas waktu seperti
dicantumkan dalam Ketetapan MPRS
No XI/MPRS/1966, tanggal 5 Juli
1966;
c) melaksanakan politik luar negeri yang
bebas dan aktif untuk kepentingan
nasional sesuai dengan Ketetapan
MPRS No. XII/MPRS/1966, tanggal 5
Juli 1966;
d) melanjutkan perjuangan anti
imperialisme dan kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya.
Setelah itu, posisi Sukarno semakin
terdesak dan melemah.Melemahnya posisi
Sukarno telah mendorong upaya penyerahan
kekuasaan kepada Soeharto selaku
pengemban Ketetapan MPRS No
IX/MPRS/1966.Posisi Soeharto sebagai
pejabat presiden makin dikuatkan dengan
diselengarakannya Sidang Umum V MPRS
pada 21-30 Maret 1968. Pada sidang itu
Seharto diangkat sebagai Presiden Republik
Indonesia hingga terpilihnya Presiden oleh
MPR hasil pemilihan umum. Soeharto
dilantik oleh MPRS pada tanggal 27 Maret
1968 dan berhasil membentuk kabinet pada
10 Juni 1968.

2) Karakteristik Orde Baru


Menurut Prof. Dwight Y King, pakar
politik dari Amerika, pemerintahan Orde
Baru memiliki karakteristik bureaucratic
authoritarian. Ciri-cirinya adalah:
1) kewenangan tertinggi di tangan militer,
2) adanya mentalitas teknokratik yang
merata,
3) adanya proses untuk menciptakan
massa mengambang, menciptkan
konsensus dan konformitas,
4) upaya untuk mencapai tujuan melalui
represi.
Pada awal Orde Baru, militer
memainkan lebih banyak peran dalam
aspek politik dibandingkan dengan masa
sebelumnya.

3) Kehidupan Politik dan Pemerintahan


Pada Masa Orde Baru
Dalam masa pemerintahannya, Soeharto
senantiasa mengutamakan stabilitas
politik. Hal ini menjadi prasyarat
terjadinya pembangunan secara lebih
tertata. Di satu sisi, langkah ini telah
berhasil menciptakan pemerintahan
yang stabil dalam menjalankan program-
programnya. Akan tetapi stabilitas
tersebut dilakukan secara berlebihan,
sehingga lebih mengarah kepada represi
dan mengakibatkan partisipasi semu di
kalangan masyarakat di bidang politik.
4) Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Permasalahan mulai muncul pada
pertengahan tahun 1997. Saat itu,
terjadi krisis moneter di Thailand karena
debaluasi baht terhadap dollar Amerika
Serikat. Hal tersebut kemudian menjalar
ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Ada beberapa faktor yang turut
memperparah krisis yang terjadi di
Indonesia. Permasalahan tersebut
meliput
1) besar dan meningkatnya modal
swasta, yang kebanyakan bersifat
jangka pendek dan tidak dilindungi;
2) pertambahan yang cepat dan
volalitas (kerentanan) arus masuk
modal swasta;
3) kelemahan manajemen
makroekonomi dengan
dijalankannya kebijakan nilai tukar
mata uang yang tetap atau semi
tetap, sementara terjadi arus modal
bergerak yang besar.
Respon pemerintah yang tidak
menghiraukan aspirasi masyarakat telah
memicu munculnya protes secara besar-
besaran pada Mei 1998. Protes ini juga yang
telah menyulut terjadinya kerusuhan di
berbagai kota. Peristiwa-peristiwa ini pada
akhirnya telah memaksa Soeharto untuk
meletakkan jabatan sebagai Presiden
Republik Indonesia.

KB 2. Kondisi Sosial dan Ekonomi Pada


Masa Orde Baru
1. Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Orde
Baru
Penerapan paradigma ini terlihat dari
strategi yang diterapkan dalam menerapkan
krisis tahun 1966. Pada tahun 1966,
diterapkan paket Oktober 1966 tentang
stabiliasi dan rehabilitasi ekonomi. Paket ini
dilakukan untuk mengatasi hiperinflasi yang
tinggi. Ada empat fokus kebijakan dalam
paket tersebut (Kementerian Koordinator
bidang Perekonomian RI, 2017).
a) Kebijakan dikontrol, merombak
sistem komando menjadi mekanisme
pasar. Dalam hal ini dilakukan upaya
investasi asing dan dalam negeri
dengan menerbitkan UU Penanaman
Modal Asing tahun 1967 dan UU
Penanaman Modal Dalam Negeri
tahun 1986.
b) Disiplin fiskal dan anggaran
berimbang. Ini dilakukan dengan
enghematan belanja pemerintah dan
subsidi.
c) Kebijakan moneter sebagai pengendali
uang beredar. Ini dilakukan dengan
menaikkan suku bunga bank. Untuk
suku bunga kredit naik 6-9% per
bulan. Bunga simpanan rata-rata
naik 5% per bulan.
d) Memulihkan neraca pembayaran. Ini
dilakukan dengan memperlancar
ekspor-impor melalui penerapan
sistem kurs tunggal dengan
mekanisme pasar. Selain di bidang
ekspor impor dilakukan dengan
meningkatkan arus dana masuk
melalui negosiasi utang luar negeri
Dalam rangka menguatkan
pembangunan, Orde Baru mengembangkan
Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita). Repelita merupakan pola
perencanaan pembangunan lima tahunan
secara berkesinambungan untuk
mewujudkan program-program jangka
menengah dan jangka panjang. Sepanjang
Orde Baru, terdapat 6 periode pelaksanaan
Repelita.

2. Kondisi Sosial Ekonomi di Masa Orde


Baru
Di awal pemerintahan Soeharto, kondisi
perekonomian semakin memburuk. Ia
mendapatkan warisan utang luar negeri
sejumlah 2,4 milyar dolar dan laju inflasi
mencapai 20-30% sebulan.
Permasalahan ini kemudian bermuara
kepada pergeseran sistem perekonomian.
Perubahan tersebut adalah terdapatnya
pergeseran corak perekonomian yang semula
tertutup dan bersifat nasionalis menjadi
perekonomian terbuka terhadap masuknya
modal asing dan pinjaman luar negeri.
Liberalisasi dalam bidang ekonomi ini
dilatarbelakangi keinginan untuk dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi secara
cepat dalam rangka pemiluhan
makroekonomi.
Pada masa kabinet Ampera, Presidium
menetapkan serangkaian kebijakan di
bidang ekonomi dan keuangan pada 3
Oktober 1966.
Langkah-langkah yang diambil adalah
sebagai berikut.
a) Penyesuaian pengeluaran negara
dengan pendapatan negara, sehingga
terdapat kesimbanan antara
pengeluaran dan penerimaan
(balanced budget);
b) Pendundaan pembayaran hutng-
hutang dari luar negeri dan di lain
pihak berusaha mendapatkan kredit
baru;
c) Pengenduran pengaturan dan
penguasaan Pemerintah atas kegiatan
perdagangan, terutama dalam
masalah harga, tarif, dan subsidi;
d) Perbaikan kembali alat-alat prasarana
sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan; dan
e) Penyederhanaan dan penertiban
aparatur pemerintah.
Ada beberapa faktor yang turut
memperparah krisis yang terjadi di
Indonesia. Permasalahan tersebut meliputi
(1) besar dan meningkatnya modal swasta,
yang kebanyakan bersifat jangka pendek
dan tidak dilindungi; (2) pertambahan yang
cepat dan volalitas (kerentanan) arus masuk
modal swasta; (3) kelemahan manajemen
makroekonomi dengan dijalankannya
kebijakan nilai tukar mata uang yang tetap
atau semi tetap, sementara terjadi arus
modal bergerak yang besar. Di satu sisi
krisis di Thailand telah menyebabkan
kepanikan akibat perubahan besar dalam
sentimen. Pelepasan rupiah besar-besaran
telah menyebabkan kepanikan berlipat
dalam arus modal (Van Zanden dan Marks,
2012).

KB 3. Pemerintahan Masa Reformasi


1. Sistem Pemerintahan Era Reformasi
Mundurnya Soeharto dari jabatannya
pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai
tanda akhirnya Orde Baru, untuk
kemudian digantikan "Era Reformasi".
Semangat baru reformasi telah
menghasilkan berbagai perubahan dalam
struktur ketatanegaraan dan pemerintahan
di Indonesia. Sepanjang periode reformasi,
telah terdapat empat kali perubahan atau
amandemen terhadap Undang-Undang
Dasar. Beberapa hal fundamental
mengalami perubahan. Salah satunya
adalah dengan pembatasan maja jabatan
presiden yang hanya boleh sebanyak dua
kali. Beberapa lembaga pemerintah baru
didirikan untuk menjaga proses bernegara
berjalan secara lebih akuntabel.

2. Pemerintahan BJ Habibie (1998-1999)


Mundurnya Soeharto pada 21 Mei 1998
diikuti dengan pelantikan B.J. Habibie
menjadi Presiden Republik Indonesia.
Terdapat lima isu pokok masa kepresidenan
Habibie yang harus dituntaskan. Isu
tersebut adalah (1) masa depan reformasi,
(2) masa depan ABRI, (3) masa depan
wilayah-wilayah konflik yang berusaha
memisahkan diri dari NKRI, (4) masa depan
Soeharto, keluarganya, harta kekayaan serta
kroni-kroni mereka, dan (5) masa depan
perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Terdapat beberapa hal yang
menyebabkan penolakan
pertanggungjawaban Habibie. Permasalahan
yang melatarbelakangi penolakan adalah
masalah Timor Timur, masalah Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme, permasalahan
ekonomi, dan masalah hak azasi manusia.
Selain itu, proses pengadilan terhadap
Soeharto juga tidak menemukan titik terang.
Akibat penolakan ini, Habibie yang
dicalonkan oleh Fraksi Golkar menyatakan
mundur dari bursa calon presiden.

3. Pemerintahan Abdurrahman Wahid


(1999-2001)
Abdurrahman Wahid atau yang kerap
disapa Gus Dur (Lahir di Jombang 4
Agustus 1940) merupakan salah satu
tokoh penting yang mengawal proses
reformasi. Ia dikenal sebagai tokoh oposisi
Islam pada masa Orde Baru. Sebagai ketua
umum Nahdlatul Ulama, ia memiliki basis
pendukung yang loyal dari kalangan Islam
tradisional. Di awal reformasi, Gus Dur
bersama dengan Amien Rais, Megawati
Soekarnoputri, dan Sri Sultan
Hamenghkubuwono IX mengadakan
pertemuan di kediaman Gus Dur di
Ciganjur pada 10 November 1998.
Pertemuan ke empat tokoh tersebut
akhirnya menghasilkan Deklarasi Ciganjur
yang berisi beberapa pemikiran, antara lain
(1) kewajiban mempertahankan keutuhan
NKRI dari berbagai ancaman dengan
semangat bhineka tunggal ika; (2)
mengembalikan kedaulatan rakyat dan
memberdayakan lembaga perwakilan
untuk menyuarakan aspirasi rakyat; (3)
mendrong desentralisasi pemerintahan dan
perimbanangan pembangunan; (4)
mendorong pelaksanaan pemilihan umum
secepatnya; (5) penghapusan Dwi Fungsi
ABRI secara bertahap; (6) pemberantan
KKN dan membawa pelaku-pelakunya,
terutama Soeharto dan kroninya ke meja
hukum; (7) mendesak seluruh pengamanan
PAM Swakarsa Sidang Istimewa MPR
untuk membubarkan diri. (Aning S., 2005;
Chairudin, 2011b)
Satu capaian penting dalam hal sosial
budaya ditorekhan oleh Abdurrahman
Wahid. Ia dikenal sebagai sosok yang
mendorong pluralisme dan keterbukaan.
Perhatiannya kepada kelompok minoritas
telah membawanya tampil sebagai sosok
penting pembawa perdamaian bangsa.
Salah satunya adalah perhatian besar Gus
Dur terhadap masyarakat Tionghoa.

4. Pemerintahan Megawati
Soekarnoputri (2001-2004)
Saat Megawati menggantikan Gus Dur
sebagai presiden, duduk sebagai wakilnya
adalah Hamzah Haz.
Hasilnya adalah pada tanggal 9 Agustus
2001, presiden bersama wakil
mengumunmakn susunan kabinet yang
dinamakan Kabinet Gotong Royong.Dalam
menjalankan pemerintahan, program kerja
kabinet meliputi
a) Menpertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa dalam kerangka
keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b) Meneruskan proses reformasi dan
demokratisasi dalam seluruh aspek
kehidupan nasional, melalui kerangka,
arah dan agenda yang lebih jelas,
dengan terus mingkatkan
penghormatan terhadap HAM;
c) Normalisasi kehidupan ekonomi, dan
memperkuat dasar bagi kehidupan
perekonomian rakyat;
d) Melaksanakan penegakan hukum
secara konsisten, mewujudkan rasa
aman, serta tenteram dalam kehidupan
masyarakat, dan melanjutkan
pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN)
e) Melaksanakan politik luar negeri yang
bebas dan aktif, memulihkan martabat
bangsa dan negara serta kepercayaan
luar negeri termasuk lembaga-lembaga
pemberi pinjaman dan kalangan
investor terhadap Pemerintah; dan f.
Mempersiapkan penyelenggaranan
Pemilihan Umum tahun 2004 yang
aman, tertib, bebas, rahasia, dan
langsung.
Pergantian pemerintahan dari Gus Dur
ke Megawati ternyata cukup memberi
kepercayaan dan optimisme di kalangan
masyarakat dan ivestor. Dalam
pembangunan stabilitas makroekonomi,
pemerintahan Megawati dinilai cukup
berhasil. Hal ini disebabkan kebijakan
pengembangan kelembagaan, independensi
Bank Indonesia dalam mengambil
kebijakan moneter, serta penataan ulang
Kementerian Keuangan.

5. Pemerintahan Susilo Bambang


Yudhoyono (2004-2014)
Dalam masa kepemimpinannya bersama
Jusuf Kalla, beliau didukung oleh koalisi
dari Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai
Amanat Nasional, Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan
Bintang (Lesmana, 2013). Pada periode
kepemimpinannya yang pertama, SBY
membentuk Kabinet Indonesia Bersatu yang
merupakan kabinet pemerintahan
Indonesia pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bersama Wakil
Presiden Muhammad Jusuf Kalla. Pada
periode kepemimpinannya yang kedua, SBY
membentuk Kabinet Indonesia Bersatu II
yang merupakan kabinet pemerintahan
Indonesia pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bersama Wakil
Presiden Boediono. Konsep Trias Politika
(Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) pada masa
pemerintahan SBY mengalami perubahan
progresif, dimana konsep tersebut berusaha
menempatkan posisinya berdasarkan
prinsip structural Sistem Politik Indonesia,
yakini berdasarkan kedaulatan rakyat.
Di Indonesia sendiri, selama masa
pemerintahan SBY di tahun 2004-2009,
sistem kepartaian mengalami perubahan
yang signifikan, dimana partai politik bebas
untuk didirikan asalkan sesuai dengan
persyaratan dan ketentuan yang berlaku,
serta tidak menyimpang dari hakikat
pancasila secara universal.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah
bahwa Indonesia masih memerlukan
banyak perbaikan. Namun apa yang telah
dicapai selama ini merupakan hasil dari visi
dan perencanaan pemerintahan SBY. Dapat
dibayangkan hal-hal lain yang akan terjadi
dalam pemerintahan yang akan berjalan
untuk beberapa tahun ke depan lagi.

6. Masalah Pertahanan dan Keamanan


serta Ancaman Disintegrasi
Pada bidang pertahanan dan keamanan,
serangkaian konflik dan kekerasan pecah.
Selain itu ancaman disintegrasi juga
mengintai. Tiga wilayah di awal reformasi
menjadi rentang untuk memisahkan diri,
yakni Timor Timur, Aceh, dan Irian Jaya.
Pemisahan wilayah akhirnya terjadi dengan
dilakukannya referendum di Timor Timur.
Untungnya, perpecahan tersebut tidak
merembet ke daerah lain. Penyelesaian
konflik pada tiap kepemimpinan hampir
tidak pernah tuntas, terutama pada masa
awal Reformasi. Hal ini tidak lain karena
jalannya pemerintahan sangatlah singkat.

KB 4. Politik Luar Negeri Indonesia dan


Perannya Dalam Perdamaian Dunia
1. Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Yang dimaksud dengan "bebas aktif"
adalah politik luar negeri yang pada
hakikatnya bukan merupakan politik
netral, melainkan politik luar negeri yang
bebas menentukan sikap dan
kebijaksanaan terhadap permasalahan
internasional dan tidak mengikatkan diri
secara apriori pada satu kekuatan dunia
serta secara aktif memberikan sumbangan,
baik dalam bentuk pemikiran maupun
partisipasi aktif dalam menyelesaikan
konflik, sengketa dan permasalahan dunia
lainnya, demi terwujudnya ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial
(Muina, 2011: 43).

2. Konferensi Asia Afrika


Di akhir perang Dunia II, ada keinginan
yang besar di kalangan dunia untuk
memperoleh kemerdekaan, terutama di
kawasan Asia dan Afrika. Di satu sisi,
kecemasan dunia semakin meningkat
akibat persingan senjata antara Blok Barat
dan Blok Timur. Untuk itulah, pada 18-25
April 1955 di Bandung diselenggarakan
Konferensi Asia Afrika (KAA) (Kartasasmita
dkk., 1995, Prihantono, 2007: 54).
Berdasarkan Konferensi Bogor (28-31
Desember 1954), terdapat empat tujuan
pokok pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
a) Memajukan kemauan baik dan kerja
sama antara bangsa-bangsa Asia-Afrika
dalam menjelajah dan memajukan
kepentingan-kepentingan bersama
mereka serta memperkukuh hubungan
persahabatan dan tetangga baik;
b) Menunjau masalah-masalah hubungan
sosial, ekonomi, dan kebudayaan dari
negara-negara yang diwakili;
c) Mempertimbangkan masalah-masalah
sosial, ekonomi, dan kebudayaan dari
negara-negara yang diwakili;
d) Mempertimbangkan masalah-masalah
kepentingan khusus dari bangsabangsa
Asia-Afrika, seperti masalah kedaulatan
nasional, rasialisme, dan koonialisme;
e) Meninjau kedudukan Asia-Afrika dan
rakyatnya, serta memberikan
sumbangan yang dapat mereka berika
dalam usaha memajukan perdamaian
dan kerja sama dunia.
Isi teks Dasasila Bandung adalah sebagai
berikut.
1) Menghormati hak-hak asasi manusia
dan menghormati tujuan-tujuan dan
prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan keutuhan
wilayah semua negara.
3) Mengakui persamaan derajat semua ras
serta persamaan derajat semua negara
besar dan kecil.
4) Tidak campur tangan di dalam urusan
dalam negeri negara lain.
5) Menghormati hak setiap negara untuk
mempertahankan dirinya sendiri atau
secara kolektif, sesuai dengan Piagam
PBB.
6) (a) Tidak menggunakan pengaturan-
pengaturan pertahanan kolektif untuk
kepentingan khusus negara besar mana
pun; (b) Tidak melakukan tekanan
terhadap negara lain mana pun.
7) Tidak melakukan tindakan atau
ancaman agresi atau menggunakan
kekuatan terhadap keutuhan wilayah
atau kemerdekaan politik negara mana
pun.
8) Menyelesaikan semua perselisihan
internasional dengan cara-cara damai,
seperti melalui perundingan, konsiliasi,
arbitrasi, atau penyelesaian hukum,
ataupun cara-cara damai lainnya yang
menjadi pilihan pihak-pihak yang
bersangkutan sesuai dengan Piagam
PBB.
9) Meningkatkan kepentingan dan kerja
sama bersama.
10) Menjunjung tinggi keadilan dan
kewajiban-kewajiban internasional.

3. Gerakan Non Blok


Tujuan utama GNB semula difokuskan
pada upaya dukungan bagi hak
menentukan nasib sendiri, kemerdekaan
nasional, kedaulatan, dan integritas
nasional negara-negara anggota. Tujuan
penting lainnya adalah penentangan
terhadap apartheid; tidak memihak pada
pakta militer multilateral; perjuangan
menentang segala bentuk dan manifestasi
imperialisme; perjuangan menentang
kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme,
pendudukan, dan dominasi asing;
perlucutan senjata; tidak mencampuri
urusan dalam negeri negara lain dan hidup
berdampingan secara damai; penolakan
terhadap penggunaan atau ancaman
kekuatan dalam hubungan internasional;
pembangunan ekonomi-sosial dan
restrukturisasi sistem perekonomian
internasional; serta kerja sama
internasional berdasarkan persamaan hak.

4. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda yang ditetapkan pada
1957 memberikan pengaruh terhadap
dunia internasional tentang bagaimana
penanganan masalah negara kepulauan
(archipelagic state). Wilayah perairan
selama ini rawan mengundang konflik,
terutama terkait masalah batas negara.
Dengan dikeluarkannya deklarasi Djuanda,
batas-batas wilayah perairan Indonesia
menjadi lebih jelas dan mencegah
terjadinya persengketaan terkait batas
wilayah dengan negara-negara tetangga.
Konsep tentang wilayah peraritan
membawa Indonesia aktif untuk
mengampanyekan pentingnya pembahasa
tentang batas wilayah perairan dalam
forum-forum internasional.

5. Misi Garuda
Misi Garuda merupakan langkah nyata
Indonesia untuk terjun langsung ke area
yang tengah memanas akibat konflik. Hal
ini dilatarbelakangi tujuan untuk
menciptakan perdamaian dunia dengan
mewujudkan prinsip kemanudiaan yang
adil dan beradab. Sejak 1956, Indonesia
selalu mengambil bagian menjadi pasukan
perdamaian dunia di bawah komando
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

6. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)


Sebagai negara dengan penduduk
muslim terbesar di dunia, Indonesia secara
aktif mengikuti kegiatan Organisasi Kerja
sama Islam (OKI). Organisasi ini
menempati posisi strategis isu-isu tentang
keamanan dunia dan kerawanan akibat
perebutan sumber daya minyak lebih
banyak membawa negara-negara Islam.

7. ASEAN
ASEAN merupakan organisasi regional
untuk wilayah Asia Tenggara. Organisasi
ini lahir dari semangat hidup
berdampingan yang dibutuhkan untuk
menjaga perdamaian dunia dan mencapai
kesejahteraan bersama. Keterlibatan
Indonesia dalam organisasi ini sangat
tampak dengan ikutnya Adam Malik selaku
menteri negara dalam penandatanganan
pendirian ASEAN. Selanjutnya, Indonesia
juga dijadikan sebagai kantor pusat untuk
ASEAN. Saat ini perkembangan ASEAN
semakin mmperlihatkan kecenderungan
yang positif dengan penguatan kerjasama
antarnegara dan pengembangan komunitas
masyarakat ASEAN.

8. Jakarta Informal Meeting


Sebagai negara yang besar dan
berpengaruh di kawasan Asia Tenggara,
Indonesia memiliki tanggung jawab dalam
menjaga hubungan antarnegara di sini
berjalan dengan baik dan konstruktif. Oleh
karena itu, ketika terjadi konflik yang
melibatkan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara, Indonesi tampil sebagai aktor
perdamaian. Pada konflik Vietnam
Kamboja, melalui Jakarta Informal Meeting
Indonesia menginisiasi tercapaianya
kesepakatan damai antara ke dua negara
dan penyelesaian masalah tanpa
pertempuran.

9. Peran Indonesia di PBB


Indonesia memiliki perwakilan tetap
untuk PBB di New York, sekaligus satu
perwakilan tetap untuk PBB, WTO dan
organisasi-organisasi internasional lainnya
di Jenewa. Misi di New York dikepalai oleh
seorang wakil tetap, sedangkan misi di
Jenewa dikepalai oleh seorang duta besar.
Pemerintah Republik Indonesia menunjuk
Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil
Tetap untuk PBB pertama dari Indonesia.
Palar telah memainkan peran penting
dalam upaya mencari dukungan dan
pengakuan internasional tentang
kedaulatan Indonesia pada masa sulit
dengan Belanda pada tahun 1947, di mana
saat itu Indonesia memiliki status
Pengamat dalam Majelis Umum PBB.
Berbicara di dalam sidang Majelis Umum
PBB pada tahun 1950, Palar berterima
kasih untuk setiap dukungan yang
diberikan untuk kemerdekaan Indonesia,
dan berjanji bahwa negaranya akan
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
negara anggota dari PBB. Tanggung jawab
dari perwakilan diplomatik Indonesia ini
adalah untuk mewakilkan seluruh
kepentingan Indonesia di PBB termasuk
dalam berbagai isu keamanan
internasional, perlucutan senjata, hak
asasi manusia, masalah kemanusiaan,
lingkungan hidup, buruh, kerjasama
ekonomi dan pembangunan internasional,
perdagangan internasional, kerjasama
Selatan-Selatan, transfer teknologi, hak
kekayaan intelektual, telekomunikasi,
kesehatan dan meteorologi.
2 Daftar materi yang sulit 1. 3 versi Supersemar
dipahami di modul ini 2. Kebijakan Sosial Ekonomi Mas Orde
Baru
3 Daftar materi yang sering 1. Masalah Pertahanan dan Keamanan
mengalami miskonsepsi serta Ancaman Disintegrasi
2. Peran Indonesia di PBB

Anda mungkin juga menyukai