Anda di halaman 1dari 2

NARANTARA SITEPU (KIRI) DAN JANUAR KRISTIANTO (KANAN)

SAHABAT KARIB BERKAT KECINTAAN TERHADAP INDIE ROCK.

VICE: Bagaimana awalnya kalian ketemu?


Narantara Sitepu: Awalnya aku ngontak Jan lewat twitter, dia temannya teman gitu. Waktu
itu aku pengen masukin Jan ke sebuah lookbook. Kami akrab karena kami punya hobi yang
sama. Mendengarkan indie rock dan ngolok-olok kaum ekstremis. Barangkali itu hal yang
paling aku suka dari Jan. Dia engga pernah menyembunyikan kebenciannya—atau cintanya
—pada apapun.

Pernah engga kalian sadar ada perbedaan budaya di antara kalian?


Narantara Sitepu: Di lingkaran pertemananku, engga ada tuh yang brengsek apalagi bigot.
Jan engga pernah dianggap orang Cina. Jan ya Jan, cowok yang tahu segalanya. Pernah suatu
kali, Jan diancam lewat facebook gara-gara pernah nge-troll temannya yang bigot. Aku sama
beberapa teman langsung ngebelain dia. Mungkin cuma begitu cara melawan bigot. Mereka
engga bisa dilawan secara rasional. Jadi, lebih baik mengolok-olok mereka biar sadar kalau
mereka tuh culun.
Januar Kristianto: Kayaknya sih gitu emang cara terbaik melawan bigot. Kita olok-olok
cara pandang mereka.

Apa yang kamu suka dari sobat kentalmu?

Januar Kristianto: Yang aku suka dari Tara [Narantara] adalah aku bisa ngajak dia mencoba semua
cemilan kesukaan. Aku doyan banget chinese food terutama mi. Terus, Tara gak taat-taat amat
beragama. Kami jadi akrab gara-gara kami tak begitu suka agama-agama besar terorganisir gitu. Bisa
engga sih perkawanan kalian dianggap mewakili keragaman budaya di Indonesia?

Narantara Sitepu: Bhinneka Tunggal Ika. Kita memang harus menerima perbedaaan, bukan malah
menganggapnya sebagai kelemahan. Aku bangga dilahirkan di negara multikultur yang kaya akan
tradisi dan nilai sosial. Cuma, ada sekumpulan orang, otak mereka ditaruh di dengkul, berusaha
merusak kekayaan budaya kita.

Januar Kristianto: Unity in diversity alias Bhinneka Tunggal Ika y’all. Gak ada cara lainnya. Ini penting
banget. Sebagai seorang yang terpapar banyak budaya dan punya teman dari seluruh penjuru dunia,
aku bangga bisa hidup dalam keragaman budaya Indonesia. Mereka yang maunya hidup dalam
masyarakat seragam bikin malu aja. Maksud gue, ayolah, yang bener aja! Pernah mikir kalau
hubungan multikultural susah ditemui di Indonesia?

Narantara Sitepu: Aku sih pernah mikir begitu, apalagi kalau lihat bagaimana kota-kota di Indonesia
ditata. Kita harus mengakui, kita ini sengaja dipisah-pisahkan. Banyak mal dibangun di Jakarta
misalnya, seakan bikin kita susah keluar dari “zona nyaman” merasakan hidup sepenuhnya. Tapi, ini
yang bikin aku suka dari Jan dan kegilaannya jajan. Kami jadinya sering keluyuran, menjalajahi
Jakarta. Bagiku, wajib hukumnya menjelajahi kota tempat tinggalmu.

Januar Kristianto: Kalau dipikir-pikir, kita dipersatukan sekaligus dipecah belah di saat yang sama.
Tinggal kitanya saja, mau gak keluar dari zona nyaman, menemui orang lain, bicara dengan mereka,
melampui sudut pandang kita, jalan-jalan melihat dunia. Dengan melakukan ini semua, baru kamu
bisa memahami keragaman di sekitar. Bagiku ini proses yang penting menjadi manusia. Jadi, kalau
ada yang menjelek-jelekkan orang lain berdasarkan latar belakang budayanya, kalian bakal ngomong
apa?
Narantara Sitepu: Dewasa dikit dong.

Januar Kristianto: Iya, dewasa dong.

EDY SAPUTRA (KIRI) Dan ISHAK TANOTO (KANAN) BERTEMAN


SETELAH SEKIAN LAMA BEKERJA DI PERUSAHAAN 5BEAT.

VICE: Bagaimana kalian menggambarkan pertemanan kalian?


Ishak Tanoto: Awalnya sebatas hubungan profesional. Tapi, setelah beberapa lama bekerja
bersama, aku makin menghargai segala arahan yang Edy berikan. Lama-lama, kerja kami jadi
makin mengasikkan setelah kami makin kenal. Aku sih kagum banget sama kegigihan Edy.
Jadi musisi di Indonesia saja sudah PR banget, apalagi kalau ditambah dengan tanggung
jawab sebagai kepala keluarga. Respect!
Edy Saputra: Kami banyak ngobrol tentang agama dan hubungan antar ras. Pertemanan
kami makin erat justru karena obrolan-obrolan itu. Intinya, kita memang
punya background yang berbeda. Tapi kan kami sama-sama manusia? Jadi, bagaimana,
atau tepatnya kapan, kalian menyadari latar ada perbedaan latar belakang budaya?
Ishak Tanoto: Tiap kali aku makan siang, aku selalu milih restoran cina biar bisa mesen
babi. Trus aku sadar, tiap kali aku pergi makan siang, Edy engga pernah ikut. Saat itu bary
aku menyadari kalau udah bego banget. Dia kan muslim, mana boleh makan babi. Aku mulai
mengubah kebiasaan dan memesan menu halal. Trus aku mulai mencicipi makanan halal
yang tertera di menu. Ada yang kamu sukai dari latar belakang budaya dan agama
temanmu?
Ishak Tanoto: Sebelumnya, aku engga pernah melihat seorang muslim yang getol solat. Edy
solat lima waktu, tiap hari. Luar biasa. Dedikasinya mendirikan solat engga usah ditanya.
Pernah suatu hari dia bilang, kalau kita menginginkan sesuatu tapi engga melihat ada satupun
cara mendapatkannya, berdoalah. Doa selalu membukakan pintu, apapun agamamu.
Edy Saputra: Gue gatel pengen ngucapin kalimat ini ke mereka yang punya prasangka jelek
sama agama lain: "kalau lo pengen maksa orang lain percaya hal yang lo percaya, mendingan
lo hidup di tempat yang cuma punya satu agama."

Anda mungkin juga menyukai