Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PLASENTA PREVIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.  (Sarwono Prawirohardjo. 2007.
hal 365) 
Plasenta previa adalah posisi plasenta yang berada di segmen bawah uterus, baik
posterior maupun anterior, sehingga perkembangan plasenta yang sempurna menutupi
os serviks.  (Helen Varney. 2007. hal 641) 
2. Etiologi
Mengapa plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat
diterangkan. Bahwa vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atrofi pada desidua
akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa didapati untuk
sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa
apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada
kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan
permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan
lahir. (Sarwono Prawirohardjo. 2007. 367) 
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan – keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya
vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada : 
a. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek. 
b. Mioma uteri.
c.  Kuretasi yang berulang. Umur lanjut. 
d. Bekas seksio sesarea. 
e. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakaian
kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari
20 batang sehari). 
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi
luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati
atau menutup ostium uteri internum.  Endometrium yang kurang baik juga dapat
menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang
rendah dekat ostiumuteri internum.  Plasenta previa juga dapat terjadi plasenta yang besar
dari yang luas, seperti pada eritroblastis, diabetes mellitus, atau kehamilan
multiple. (Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2005. hal 85 – 86) 

3. Klasifikasi

Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui


pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa totalis apabila seluruh
pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta. Plasenta previa parsialis apabila sebagian
pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta, dan Plasenta previa marginalis apabila
pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya abnormal
pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir,
disebut Plasenta letak rendah. Pinggir plasenta berada kira – kira 3 atau 4 cm di atas
pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Karena
klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka
klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa totalis pada
pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada
pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi seperti ini akan terjadi dengan penanganan yang
baik.  (Sarwono Prawirohardjo. 2007. hal 365 – 366) 

4. Tanda & Gejala


Tanda utama plasenta previa adalah perdarahan pervaginam yang terjadi tiba – tiba
dan tanpa disertai nyeri. Ini terjadi selama trimester ketiga dan kemungkinan disertai atau
dipicu oleh iritabilitas uterus. Seorang wanita yang tidak sedang bersalin, tetapi
mengalami perdarahan pervaginam tanpa nyeri pada trimester ketiga, harus dicurigai
mengalami plasenta previa.Malpresentasi (sungsang, letak lintang, kepala tidak
menancap) adalah kondisi yang umum ditemukan karena janin terhalang masuk ke
segmen bawah rahim. (Helen Varney. 2007. hal 642) 
Gejala – gejala 
1. Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri. Pasien mungkin berdarah
sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun; baru waktu ia bangun, ia merasa
bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul
setelah bulan ketujuh. Hal ini disebabkan oleh : 
a. Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus. 
b. Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim. Keterangannya sebagai berikut :  Setelah bulan ke-4 terjadi
regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari
rahim sendiri; akibatnya istmus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus
uteri yang disebut segmen bawah rahim. 
Pada plasenta previa, tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta
dan dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan
kekuatan tarikan pada istmus uteri. Jadi, dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk
menimbulkan perdarahan, tetapi sudah jelas dalam persalinan his pembukaan
menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas atau dekat ostium akan
terlepas dari dasarnya.
Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya plasenta dari
dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang – ulang karena setelah
terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan
dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan
regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru. Darah terutama berasal
dari ibu ialah dari ruangan intervilosa, tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot
terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka. 
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul. 
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plsenta previa
lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa
lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah,
robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta. (FKUP. 2005. hal 86)
4. Perdarahan berulang.
5. Warna perdarahan merah segar
6. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
7. Timbulnya perlahan-lahan.
8. Waktu terjadinya saat hamil
9. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
10. Denyut jantung janin ada
11. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
12. Presentasi mungkin abnormal.
5. Gambaran Klinis
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama
dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa.
Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan
tetapi, perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak daripada sebelumnya,apalagi
kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering
dikatakan terjadi pada triwulan ketiga , akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak
kehamilan 20 minggu karena sejak itu SBR telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, SBR akan lebih melebar lagi, dan serviks
mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada SBR, pelebaran SBR dan pembukaan
serviks tidak dapat di ikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian
plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya
berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta
yang berwarna kehitam – hitaman. Sumber Perdarahanan ialah sinus uterus yang terobek
karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot SBR
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang terletak normal. Makin
rendah letak plsenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu perdarahan pada
plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang
mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.Turunnya bagian terbawah janin ke
dalam PAP akan terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin
dalam presentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk PAP yang mungkin
karena plasenta previa sentralis: mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis :
menonjol diatas simpisis karena plasenta previa posterior : atau bagian terbawahh janin
sukar di tentukan karena plasenta previa anterior. Tidak Jarang terjadi kelainan letak,
seperti letak lintang atau letak sungsang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan dan tuanya kehamilan pada waktu
persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfusi darah, akan tetapi
persalinan terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih premature tidak selalu dapat
dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering
mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir,
perdarahan postpartum sering kali terjadi karena kekurang- mampuan serabut otot SBR
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta atau karena
perlukaan serviks dan SBR yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar ,
yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung per vaginam. (Sarwono
Prawiroharjo.2007.hal.360 – 361 )

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Ultasonografi ( USG )
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi
palsenta terhadap ostium
o Bila tidak dijumpai plasenta previa, lakukan pemeriksaan inspekulo untuk
melihat sumber perdarahan lain (serviks, fornik, atau dinding vagina ).
(Sarwono Prawiroharjo.2006.163 – 164)
o USG: Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak
menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan
rasa nyeri.(Sarwono Prawiroharjo.2007.hal.369)
o Pemeriksaan darah: Hemoglobin dan hematokrit (Kapita Selekta
Kedokteran. 2006. 277 )
7. Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan,anemia karena
perdarahan, plasentitis, endometritis pascasalin. Pada Janin biasanya terjadi persalinan
premature dan komplikasi seperti asfiksia berat. (Kapita Selekta Kedokteran
1.2005.hal.277 )
Plasenta akreta. Pada kondisi ini, plasenta implantasi terlalu dalam dan kuat pada
dinding uterin, yang menyebabkan sulitnya plasenta terlepas secara spontan plasenta saat
melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat dan perlu operasi histerektomi.
Keadaan ini jarang, tetapi sangat khas mempengaruhi wanita dengan plasenta previa atau
wanita dengan sesar sebelumnya atau operasi uterus lainnya. Bahaya untuk ibu pada
plasenta previa, yaitu :
- Syok hipovolemik
- Infeksi – sepsis
- Emboli udara ( jarang )
- Kelainan Koagulopati sampai syok
- Kematia
Bahaya untuk anak, yaitu :
- Hipoksia
- Anemi
- Gawat janin
(FKUP.2005.hal 86 -87)

8. Penatalaksanaan
1. Perawatan konservatif berupa :
 Istirahat.
 Memberikan hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia.
 Memberikan antibiotik bila ada indikasi.
 Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit 
2. Pemantauan tanda – tanda vital.
3. Terapi, Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
 Ekspektatif: Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di
dunia luar banginya kecil sekali.
Syarat terapi ini:
- Keadaan ibu dan anak masih baik (Hb- nya normal)
- Perdarahan tidak banyak.(Obstetri Patologi.Unpad.2005.hal.89 )
- Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit.
- Belum ada tanda – tanda inpartu. 
Pada terapi ini, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak ± 2500 gram
atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi dilakukan pemeriksaan
USG untuk menentukan letak plasenta.Pemberian antibiotic mengingat
kemungkinan terjadi infeksi yang besar akibat perdarahandan tindaka – tidakan
intrauterine serta diberikan Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
 Terminasi : Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang
membawa maut, miksalnya : kehamilan cukup bulan, perdaraha banyak,parturien,
dan anak mati.Dengan cara :
- Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Tujuan seksio sesarea :
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak
vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis
dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi
sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan serabut otot
dengan korpus uteri. Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada
serviks uteri, jika janin dilahirkan pervaginam. Persiapan darah pengganti
untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pascabedah
termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-
keluar.
- Melahirkan pervaginam 
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
o Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis
dengan pembukaan >3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah
ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan
oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah,
akselerasi dengan infus oksitosin 
o Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan
tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton
Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
o Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri
beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang
efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan
pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikejakan pada
janin yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif. (Obstetri
patologi.FKUP. 2005. hal.88 – 91)
9. Kriteria Diagnosis

1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan
berlangsung tanpa sebab.
2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala
belum masuk pintu atas panggul.
3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
4. USG untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis
servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja
operasi.

10. Pathway
Zigot menempel pada dinding rahim yang abnormal
(endometrium belum matang)

Vaskularisasi < pada residua,


Karena atropi & peradangan yang persisten

Perdarahan

Terbentuk segmen rahim bawah

Terbuka ostium / manipulasi intravaginal

Pembuluh darah robek, plasenta lepas


Perdarahan banyak

Syok

Kematian

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
A. Data Subjektif
Biodata Klien
Umur : - Plasenta Previa paling banyak terjadi pada wanita hamil usia
lebih dari 35 tahun. ( Helen Varney. 2007.hal.641)
- Frekuensi Plasenta Previa pada primigravida yang berusia lebih dari
35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibanding primigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun.
- Pada Grandemulti yang berumur lebih dari 35 tahun kira – kira 4
kali lebih sering di banding dengan grandemulti yang berusia kurang
dari 25 tahun. (Sarwono Prawiroharjo.2007.hal 369)
Gejala :
-Perdarahan bersifat berulang tanpa rasa nyeri ,darah merah segar,
perdarahan hanya bercak / ringan dan berhenti secara spontan,terjadi
setelah usia kehamilan 22 minggu, perdarahan biasanya terjadi saat
bangun tidur. (sarwono Prawiroharjo. 2006.hal.162 -163 )
- Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak
berberda dengan abortus. (Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.2005.hal.86)
Riwayat Kesehatan :
- Plasenta Previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan luas ,
seperti pada eritroblastocis, Diabetus Melitus atau Kehamilan Multipel.
(FKU Padjadjaran.2005.hal. 85 – 86 )
Perilaku Kesehatan :
- Dapat terjadi pada perokok berat (lebih dari 20 batang perhari) (FKU
Padjdjaran.2005.hal. 85 )
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
- Kaji tanda – tanda syok jika ada perdarahan
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan Frekuensi nadi
- Kulit berkeringat dingin
- Muka pucat
(Asuhan Keperawatan Ibu – Bayi. IKAPI.2006.hal.60 )
2. Inspeksi
- Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal
- Pada perdarahan yang banyak, ibu tampak anemis.
3. Palpasi
- Bagian terendah janin biasanya belum masuk PAP, ada kelainan
letak janin. (Kapita Selekta 1. 2005. 277)
- Abdomen lembek , tidak keras, relaksasi diantara kontraksi (jika
ada) (Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir.2005.251 ) 
- Dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim
terutama pada ibu yang kurus.
4. Pemeriksaan Inspekulo: Perdarahan berasal dari ostium uteri
internu.
5. PDMO:
- Perabaan Fornik.Hanya bermakna bila janin presentasi
kepala
- Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, setelah pada
perabaan fornik dicurigai adanya plasenta previa.
6. Pemerikasaan Penunjang :
- USG untuk diagnosis pasti, yaitua menentukan letak plasenta.
- Pemeriksaan darah: hemoglobin,hematokrit. (Kapita Selekta
1.2005. 277)
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus.
2.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
3.      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4.      Kecemasan berhubungan dengan keadaan yang dialami.
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri perut

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Dx1     : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi
uterus.
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri
Kriteria hasil :
1.      Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
2.      Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
Intervensi :
1.      Jelaskan penyebab nyeri pada klien
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif
terhadap tindakan
2.      Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
1. Bantu dan ajarkan distraksi relaksasi
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang
dirasakan.
4.      Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan.
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
5.      Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung
Rasional : memberi dukungan mental.
6.      Libatkan suami dan keluarga
Rasional : memberi dukungan mental
7.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
Rasional : pemberian analgesik dapat membantu gurangi nyeri yang
dirasakan
Dx 2                :Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
perdarahan.
Tujuan             : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuh
Kriteria hasil    : Conjunctiva tidak anemis, acral hangat, Hb normal muka
tidak pucat, tidak lemas.
Intervensi :
1.      Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
2.      Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
3.      Monitor tanda-tanda vital
Rasional : tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
4.      Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
5.      Catat intake dan output
Rasional : produksi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.
6.      Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang
hilang akiba perdarahan. Rasional : tranfusi darah mengganti
komponen darah yang hilang akibat perdarahan.
Dx 3    : Resti defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan
output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria Hasil :
1.      TTV dalam keadaan normal
2.      Perdarahan berkurang sampai dengan berhenti
3.      Kulit tidak pucat
Intervensi :
1.      Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus
memiliki karekteristik bervariasi
2.      Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
3.      Catat haluaran dan pemasukan
Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel
darah merah.
4.      Observasi Nadi dan Tensi
Rasional : Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).
5.      Berikan diet halus
Rasional : Memudahkan penyerapan diet
6.      Nilai hasil lab. HB/HT
Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena  proliferasi sel
darah merah.
7.      Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif

Dx 4                : Kecemasan berhubungan dengan keadaan yang dialami.


Tujuan             : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
Kriteria hasil    : penderita tidak cemas, penderita tenang, klien tidak
gelisah.
Intervensi :
1.      Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
Rasional : Dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi
beban pikiran.
2.      Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentang kondisi janin.
3.      Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
4.      Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
5.      Anjurkan untuk menghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
6.      Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : agar pasien kooperatif
Dx 5    : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri perut
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
1.      Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
2.      Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi :
1.      Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol
diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
2.      Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
3.      Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri
sesuai kondisi keterbatasan klien.
4.      Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
Rasional : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan
(dekubitus, atelektasis, penumonia)
5.      Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi
urinarius dan konstipasi.
6.      Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
Rasional : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun
program aktivitas fisik secara individual.
7.      Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.

C. Daftar Pustaka
 FKUI. 2005.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius
 Ladewig, Patricia W. 2006.Buku Saku Asuhan Ibu & Bayi Baru
Lahir,Ed.5.Jakarta :EGC
 Prawiroharjo,Sarwono.2006.Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta :YBP – SP
 Prawiroharjo,Sarwono.2007.Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
 Stright,Barbara R.2005.Keperawatan Ibu – Bayi Baru Lahir.E / 5.Jakarta : EGC
 Varney,Helen.2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan,Ed.4 Vol.1.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai