A - Kelompok 12 - KORELASI STUDI ETNOMATEMATIKA DENGAN TRADISI SEDEKAH LAUT (NYADRAN) DI DESA TRATEBANG WONOKERTO
A - Kelompok 12 - KORELASI STUDI ETNOMATEMATIKA DENGAN TRADISI SEDEKAH LAUT (NYADRAN) DI DESA TRATEBANG WONOKERTO
Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan tugas penelitian yang berjudul “Korelasi Studi Etnomatematika
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Alimatus Sholihah, M. Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah Etnomatematika. Yang telah membentuk penyusun dalam
mengerjakan tugas penelitian ini. Penyusun juga mengucapkan kepada Bapak Casmari sebagai
Tugas penelitian ini disusun guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
penelitian ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
penelitian ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... ii
2.1.1 Etnomatematika...................................................................................................... 3
LAMPIRAN..................................................................................................................................... 28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak ragam budaya.
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata buddyah yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi (akal). Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang
Berdasarkan buku karya Harsojo, banyaknya ritual atau upacara sebuah tradisi yang
dilakukan oleh masyarakat terlepas dari adanya pengaruh budaya luar serta tantangan sosial
Masyarakat dan kebudayan keduanya tidak dapat dipisahkan karena masyarakat dan
budaya merupakan satu kesatuan dalam sistem sosial budaya. Keduanya melekat erat
dalam suatu kehidupan dan dijadikan sebagai tradisi turun temurun. Tradisi yang
diwariskan leluhur Jawa sangatlah banyak, salah satunya tradisi sedekah laut (nyadran).
Tradisi ini bertujuan untuk ucapan rasa syukur atas hasil laut yang diperoleh masyarakat
setempat.
Dalam pembelajaran berbasis budaya menjadi suatu cara bagi siswa untuk
mentransformasikan hasil observasi ke dalam bentuk yang kreatif tentang bidang ilmu.
1
Koentjaningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta : P. D Aksara, 1969), hlm. 76
2
Astri Wahyuni, Ayu Aji, dan Budiman Sani, 2013, Peran Etnomatematika Dalam Membangun
Karakter Bangsa, Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.Yogyakarta,09
1
Terdapat korelasi antara tradisi sedekah laut (nyadran) dengan pembelajaran
1. Apa saja etnomatematika yang dapat dihasilkan dari Tradisi Sedekah Laut (Nyadran) ?
2. Materi matematika apa yang terkait dengan Tradisi Sedekah Laut (Nyadran) ?
1. Untuk mengetahui etnomatematika yang dapat dihasilkan dari Tradisi Sedekah Laut
(Nyadran).
2. Untuk mengetahui materi matematika apa yang terkait dengan Tradisi Sedekah Laut
(Nyadran).
November, hlm.64
2
BAB II
2.1 KajianTeori
2.1.1 Etnomatematika
Etnomatematika terdiri atas dua kata yaitu Etno (budaya) dan matematika. atau
dalam arti sempitnya adalah matematika di dalam budaya. Etnomatika pertama kali
Brazil, menurutnya istilah etno menggambarkan semua hal yang berhubungan dengan
identitas budaya, misalnya bahasa, makanan, pakaian, jargon, kode, dan fisik.
digunakan oleh suatu kelompok budaya atau masyarakat tertentu dalam aktivitas
3
Silviyani Hardiarti, “Etnomatematika: Aplikasi Bangun Datar Segiempat pada Candi Muaro
Jambi”, Jurnal Aksioma, Vol. 8 No. 2, (November, 2017), hal. 100.
4
Sarwoedi, dkk “Efektifitas Etnomatematika dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman
Matematika Siswa”, Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia, Vol. 3 No. 2, (Desember, 2018), hal. 173.
3
yang biasanya bersifat tetap.5
dan akan baru dipahami oleh siswa jika diberikan penguatan, agar mereka
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara
2.1.3 Tradisi
Menurut R. Redfield tradisi itu dibagi menjadi dua, yaitu great tradition (tradisi
besar) dan little tradition ( tradisi kecil). Tadrisi besar yaitu tradisi yang berasal dari
masyarakat yang memikirkan secara mendalam pada tradisi yang dimiliki, sehingga
mereka peka dan peduli dengan budaya mereka sendiri. Sedangkan tradisi kecil
kata adat dalam pandangan masyarakat dan dipahami sebagai struktur sama. Hal ini
5
Thobroni,Belajar dan Pembelajaran Teori dan Praktek. Jakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2016,
hlm.35.
6
Een Unaenah, dkk, “Teori Brunner pada Konssep Bangun Datar Sekolah Dasar”, Nusantara :
Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial, Vol. 2, No. 2, Juli 2020, h. 330.
7
A Suyitno, Dasar-dasar Proses Pembelajaran 1, (Semarang: UNNES Press, 2004), hal. 2
8
Robert Redfield. Masyarakat Kebudayaan dan Kebudayaan, (Jakarta: CV Rajawali Press. 1999),
hal. 79
9
Muhaimin AG, Islam dalam Bingkai Budaya Lokal : Potret dari Cirebon, Terj. Suganda
(Ciputat: PT. Logos wacana ilmu, 2001), hal. 11
4
Menurut Koentjaraningrat (1997: 29) tradisi adalah suatu kegiatan yang
bermanfaat dan berguna bagi kehidupan masyarakat, dimana keberadaan suatu tradisi
tetap bertahan hidup di masa kini dan yang masih kuat hubungannya dengan
2.1.4 Nyadran
Nyadranan adalah salah satu warisan budaya dan keyakinan bahwa tempat-
tempat tertentu yang dianggap suci atau keramat . keyakinan ini sudah ada sejak
zaman nenek moyang atau sejak belum mengenal agama (animisme dinamisme).
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan
Dalam adat masyarakat Jawa, tradisi nyadran dilakukan setiap bulan sura.
Menurut Poerwadarminta (2007) nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan kang
kramat (selametan memberi sesaji di tempat keramat). Atau dapat diartikan pula
leluhur.11
observasi, dokumentasi, dan studi literature. Dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk
menguji hipotesis tertentu hanya menggambarkan apa adanya suatu variabel, gejala, atau
10
Iin Afriani, Tradisi Nyadran Di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara, Skripsi thesis,
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG, 2019, h. 20.
11
Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. (Jakarta: Balai Pustaka,2007) , hal.
259.
5
keadaan.12
Dengan bersumber pada literatur-literatur dari jurnal, buku, maupun ebook dapat
12
Suharsini Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian : Suatu Pendektan Praktek, Jakarta:PT. Rineka
Cipta, hlm 243.
6
BAB III
Tradisi nyadran sudah ada sejak zama Hindu-Budha sebelum agama Islam masuk di
Indonesia. Zaman Kerajaan Majapahit tahun 1284 terdapat pelaksanaan seperti nyadran
yaitu tradisi craddha. Kesamaan dari tradisi tersebut pada kegiatan manusia dengan leluhur
yang sudah meninggal seperti sesaji dan ritual sesembahan untuk penghormatan terhadap
leluhur yang telah meninggal. Tradisi nyadran merupakan sebuah ritual yang berupa
penunggu laut.
Menurut hasil wawancara dengan Bapak Casmuri selaku perangkat desa Tratebang,
Wonokerto menuturkan bahwa Tradisi Nyadran telah ada sejak zaman Nabi Adam a.s,
ketika Qabil sebagai petani dan Habil sebagai peternak. Keduanya akan dinikahkan oleh
Nabi Adam a.s. dengan saudara kandungnya sendiri. Qabil dengan adiknya Habil yang
bernama Labuda, sedangkan Habil akan dinikahkan dengan adiknya Qabil yang bernama
Iqlima. Namun, Qabil menolaknya dan terkena rayuan iblis. Akhirnya Nabi Adam
menyuruh mereka untuk memepersembahkan korban (sesaji). Saat itu Qabil yang bekerja
sebagai petani mempersembahkan hasil pertanian berupa gandum yang terjelek. Sedangkan
Dengan demikian, mereka telah mengenal ritual sesembahan namun dengan bentuk dan
13
Suyitno, Mengenal Upacara Tradisional Masyarakat Suku Tengger, Satu Buku,Tengger, 2021,
hlm.107
7
pelaksanaan yang berbeda.
Masyarakat Jawa Kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal sejatinya masih ada
dan mempengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya. Sebenarnya para walisongo
ingin melarang adanya kegiatan nyadran. Akan tetapi, tradisi tersebut telah melekat pada
masyarakat, sehingga adat dan tradisi ini masih tetap ada hingga sekarang, namun
dilaksanakan dan dalam bentuk yang sesuai dengan syariat Agama Islam dan
Tradisi nyadran ini semakin lama semakin mengalami perubahan yang lebih baik
dibanding terdahulu. Pada zaman dulu, yang di larung adalah kepala manusia. Hal ini
terjadi karena adanya oknum – oknum tertentu yang sesat dan memanfaatkan tradisi ini
untuk melakukan perbuatan yang tercela, seperti penyembahan kepada makhluk halus,
pesugihan, dan sejenisnya. Akan tetapi semenjak Islam hadir ditengah – tengah masyarakat.
Yang pada mulanya menggunakan kepala manusia kemudian diubah dengan menggunakan
kepala hewan. Perkembangan pola piker masyarakat, sumber daya alam, dan perubahan
Nyadran.14
Nyadran atau tradisi sesaji ada berbagai macam bentuk. Seperti sesaji yang
diletakkan di perempatan jalan, sesaji yang berbentuk air gentong yang diletakkan di depan
Tradisi nyadran atau sedekah laut sendiri mengalami perubahan setiap zamannya.
Dahulu tradisi ini merupakan ritual larung sesaji di laut dengan menggunakan kepala sapi.
14
Sri Widati, “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kabupaten Pekalongan : Kajian Perubahan Bentuk
dan Fungsi”, Jurnal PP, Vol. 1, No. 2, Desember 2011, h. 142.
8
Namun, zaman sekarang telah diganti dengan kepala hewan, berupa kepala kerbau.
Alasannya, para masyarakat meyakini bahwa hewan tersebut yang paling kuat dan dapat
hidup dimana saja, baik di laut maupun di darat serta dapat membantu pekerjaan petani di
sawah.
satunya dapat ditemui pada objek kajian yang telah kami lakukan, yaitu Tradisi Nyadran
hasil penelitian ini, dapat ditemukan unsur etnomatematika dalam objek kajian yaitu
Tradisi sedekah laut atau nyadran adalah satu tradisi yang mana didalamnya terdapat
prosesi membuang atau yang dikenal dengan istilah melarung ke tengah – tengah laut.15
Tradisi upacara sedekah laut ini merupakan salah satu warisan Indonesia yang
berbentuk kegiatan upacara. Tradisi ini hanya dilakukan oleh sebagian masyarakat
Indonesiaa yang memiliki kepentingan tertentu. Biasanya tradisi ini dilakukan oleh
masyarakat yang berada di daerah pesisir pantai, seperti di daerah Pesisir Wonokerto.
Upacara sedekah laut (nyadran) yang ada di Desa Tratebang, Kecamatan Wonokerto
diadakan setahun sekali, yaitu pada bulan Sura (Kalender Jawa). Tujuan pengadaan upacara
sedekah laut ini yaitu sebagai bentuk rasa syukur terhadap Allah SWT atas hasil laut yang
telah diperoleh karena mayoritas didaerah pesisir pantai masyarakatnya memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan dan menjadikan laut sebagai sumber penghidupan. Selain itu,
dilakukannya sedekah laut yaitu untuk memohon keselamatan bagi para nelayan dan
keluarganya agar ketika melakukan tugasnya mencari nafkah dapat lancar tanpa gangguan
15
Sri Widati, “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kabupaten Pekalongan : Kajian Perubahan
Bentuk dan Fungsi”, Jurnal PP, Vol. 1, No. 2, Desember 2011, h 143.
9
ataupun hambatan apapun.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, kami menemukan fakta mengenai Tradisi
Konsep-konsep matematika tersebut dapat ditemui mulai dari persiapan acara, penentuan
waktu pelaksanaan, alat dan bahan yang digunakan, sesaji yang akan dilarung, dan lain
sebagainya. Berikut konsep matematika yang kita temukan dalam Tradisi Sedekah Laut
(Nyadran) :
1. Persiapan Upacara
kurang lebih sejak satu tahun sebelum pelaksanaan, terutama persiapan mengenai dana
yang akan digunakan. Para nelayan umumnya memberikan iuran rutin setiap bulan
untuk menyambut upacara adat sedekah laut. Besarnya iuran dari para nelayan
adat sedekah laut sangat panjang dan sangat rumit. Hal ini karena membutuhkan banyak
sesaji untuk prosesi upacara sehingga peralatan yang dibutuhkan juga banyak. Seperti
Konsep matematika yang terkandung adalah Anuitas. Anuitas merupakan suatu rangkaian
pembayaran yang mana dalam pelaksanaannya dilakukan dengan jangka tertentu. (Kellison,
1991).16 Anuitas atau yang dikenal dalam bahasa Latin yaitu Annus memiliki arti tahun,
merupakan pembayaran pada interval tertentu. Contoh anuitas yaitu pembayaran bulanan, tiga
bulanan, setiap setengah tahun, dan sebagainya. Anuitas ini ada dua jenisnya, yang pertama
adalah anuitas yang setiap periode pembayarannya adalah sama, sedangkan jenis yang kedua
16
Devni Prima Sari, “Variasi Pembayaran Anuitas dengan Pola Deret Aritmatika”, Jurnal LEMMA, Vol. 1,
No. 1, November 2014, h. 10.
10
yaitu pembayaran tiap periodenya tidak sama.17
Nelayan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bulan 1 50.000 100.000 75.000 150.000 50.000 100.000 200.000 150.000 50.000 150.000
Bulan 2 50.000 100.000 75.000 150.000 100.000 90.000 50.000 150.000 100.000 100.000
Bulan 3 50.000 100.000 75.000 150.000 150.000 150.000 150.000 100.000 50.000 50.000
Bulan 4 50.000 100.000 75.000 150.000 75.000 150.000 100.000 100.000 200.000 100.000
Bulan 5 50.000 100.000 75.000 150.000 50.000 100.000 50.000 50.000 200.000 100.000
Bulan 6 50.000 100.000 75.000 150.000 100.000 50.000 100.000 100.000 50.000 100.000
Bulan 7 50.000 100.000 75.000 150.000 90.000 80.000 50.000 100.000 80.000 100.000
Bulan 8 50.000 100.000 75.000 150.000 100.000 150.000 50.000 100.000 90.000 100.000
Bulan 9 50.000 100.000 75.000 150.000 150.000 50.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Bulan 50.000 100.000 75.000 150.000 100.000 50.000 75.000 100.000 150.000 100.000
10
Bulan 50.000 100.000 75.000 150.000 50.000 200.000 80.000 50.000 50.000 100.000
11
Bulan 50.000 100.000 75.000 150.000 200.000 50.000 100.000 200.000 50.000 100.000
12
Dari tabel hasil iuran diatas dapat dihasilkan jumlah total keseluruhan iuran yang
dilaksanakan oleh para nelayan setiap tahunnya yaitu sekitar Rp15.000.000 dalam satu tahun.
Dana yang dihasilkan tersebut dapat membeli berbagai peralatan dan mengadakan acara
seperti wayang kulit atau lainnya. Semakin banyak dana yang dihasilkan, semakin meriah
17
Ibid., h.10.
11
pula acara tradisi sedekah laut yang diadakan.
Jika dilihat berdasarkan datanya, maka dapat disimpulkan bahwa pembayaran atau
iuran ini merupakan konsep anuitas yang pembayaran tiap periodenya berbeda – beda. Hal
ini menunjukkan bahwa proses persiapan Tradisi Nyadran mengandung unsur konsep
etnomatematika.
Tradisi Sedekah Laut (Nyadran) biasanya dilaksanakan pada bulan Syuro atau
Musyarawarah ini dilakukan untuk menentukan tanggal dan hari baik agar
upacara Nyadran dapat berjalan dengan baik dan tanpa gangguan. Perhitungan
pelaksanaan waktu ini sesuai dengan konsep operasi matematika yang diterapkan
masyarakat Desa Tratebang dalam menentukan hari baik dengan menggunakan operasi
3. Persiapan Peralatan
yang diperlukan dalam proses upacara, begitupun dengan Tradisi Nyadran. Pada tradisi
a. Perahu tempel
yang akan dilarung ke tengah laut. Perahu ini disebut dengan perahu tempel karena
perahu ini menggunakan mesin tempel. Perahu ini jika ditilik berdasarkan konsep
18
Setiawati, Riska and Sunarto, Sunarto and Yusra, Dela Amrina, 2020, “Identifikasi Unsur Matematika
dalam Kebudayaan Jawa yang Masih Digunakan di Desa Pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun
Provinsi Jambi”, Skripsi thesis, UIN Sulthan Tahaha Saifuddin Jambi,hlm 2
12
matematika memiliki yaitu berbentuk seperti bangun datar.
yaitu panjang dan lebar namun tidak memiliki tinggi dan juga ketebalan.19
kedalam jenis bangun datar trapesium. Sebagaimana dengan konsep trapesium yang
trapesium adalah segiempat yang memiliki dua sisi sejajar, yaitu sisi atas dan sisi
bawah.20
Sumber : https://images.app.goo.gl/H2nSGttz7y6jz54f7
b. Ancak Bambu
Ancak merupakan alat yang digunaakan sebagai tempat atau alas sesaji
dalam proses pelaksanaan Nyadran. Alat ini terbuat dari anyaman bambu yang
memiliki bentuk segiempat. Hal ini sesuai dengan konsep matematika bangun datar
segi empat. Persegi merupakan segiempat yang memiliki sisi dan sudut yang sama
19
Een Unaenah, dkk, “Teori Brunner pada Konssep Bangun Datar Sekolah Dasar”, Nusantara :
Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial, Vol. 2, No. 2, Juli 2020, h. 327.
20
Fara Virgianita Pangandongan, “Konsepsi Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar Terhadap
Segiempat”, Dwija Cendekia : Jurnal Riset Pedagogik, Vol. 3, No. 2, 2019, h. 148.
13
panjang.21
Sumber :https://images.app.goo.gl/Hv3uLkJDfRoxQX1F7
c. Jodhang
Jodhang ialah salah satu alat yang digunakan dalam Tradisi Nyadran.
jodhangterbuat dari kayu jati dengan warna dan motif yang memiliki makna
tertentu. Cara penggunaan alat ini yaitu dengan dipikul beberapa orang.
Jika dilihat, jodhang ini didalamnya terdapat salah satu unsur dalam
datar persegi panjang. Persegi panjang yaitu segiempat dengan sisi yang
21
Pangandongan, Fara Virgianita. 2019. Konsepsi Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar
Terhadap Segiempat”, Dwija Cendekia : Jurnal Riset Pedagogik, Vol. 3, No. 2. h. 150.
22
Ibid., h. 150.
14
Gambar 3. Jodhang
Sumber : https://images.app.goo.gl/BYpRZbFN8r6AZ4y19
d. Tampah/ tambir
berbentuk lingkaran dan terbuat dari anyaman bambu. Tampah memiliki ukuran
80 cm. Tampah juga bisa digunakan sebagai tempat tumpeng pada proses upacara
Nyadran. Alat ini masih banyak digunakan masyarakat Indonesia hingga sekarang
lingkaran karena mempunyai ciri - ciri seperti lingkaran, salah satu cirinya
memiliki diameter.
15
Gambar 4. Tampah
e. Pengaron
tempat nasi. Pengaron terbagi menjadi dua macam, yaitu pengaron besar dan kecil.
Pengaron besar memiliki dimeter lingkaran atas sekitar 50 cm dengan tinggi 20 cm,
sedangkan pengaron kecil memiliki diameter sekitar 35 cm, dan tingginya 19 cm.
Pengaron ini terbuat dari tanah liat dan memiliki bentuk seperti kuali. Pengaron
Bagian ruang yang dibatasi himpunan titik – titik yang berada pada seluruh
kedalam bentuk silinder/ tabung karena memiliki ciri – ciri seperti tabung, yaitu
mempunyai dua sisi berbentuk lingkaran dan satu sisi lengkung, rusuknya terdiri
23
Agus Suharjana, Mengenal Bangun Datar Ruang dan Sifat – Sifatnya di Sekolah Dasar,
(Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika,
2008, h. 26.
16
Gambar 5. Pengaron
Sumber : https://images.app.goo.gl/FfKJAMzpxLDCKQpy7
f. Takir
Takir terbuat dari daun pisang dengan bagian ujungnya ditusuk dengan lidi
kecil. Takir biasanya digunakan sebagai tempat makanan, seperti jenang, bubur,
nasi, dan lainnya. Takir memiliki makna filosofi yaitu kesederhanaan, kreativitas,
Gambar 6. Takir
24
Dinas Pariwisata, Gelar BudayaTradisional Sedekah LautCilacap. (Cilacap : Dinas Pariwisata Cilacap,
1999), h. 78.
17
Sumber : https://images.app.goo.gl/rECgNqmzmdvxcRuN7
g. Centong
mengambil atau mengaduk nasi saat memasak. Centong terbuat dari batok kelapa
dan kayu. Saat ini, centong tidak hanya digunakan untuk alat rumah tangga saja,
Gambar 7. Centong
Sumber : https://images.app.goo.gl/7ULXkn6SFmxCDuZE6
4. Persiapan Sesaji
Kembang telon merupakan salah satu bahan sesaji pada prosesi Tradisi
25
Lilyk Eka Suranni, “Peralatan Dapur Tradisional Sebagai Warisan Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia”,
Jurnal Arkeologi Papua, Vol. 7, No. 1, Juni 2015, h. 56.
18
Nyadran. Telon dalam bahasa Jawa berarti terdiri dari tiga warna, sesuai dengan
jumlah kembangnya yaitu tiga jenis bunga, yaitu mawar merah, melati, dan
Adapula yang namanya kembang prapatan, yang terdiri dari lima macam
bunga yaitu kembang kanthil (cempaka), mawar putih, bunga sedap malam, dan
Kembang telon dan prapatan jika dijumlahkan menjadi tujuh rupa, atau
masyarakat sering menyebutnya dengan bunga tujuh rupa. Hal ini berkaitan
dengan materi operasi penjumlahan, yaitu tiga ditambah lima sama dengan tujuh.
Sumber : https://images.app.goo.gl/J7PLceZhfDPSdMZT9
b. Jajan Pasar
19
dan apem, poci, risol, kue lapis, nagasari, onde – onde, dan lain sebagainya.
melakukan kesalahan. Aneka jajan tersebut memiliki bentuk yang beragam, dan jika
ditelusuri satu per satu bentuknya menyerupai konsep matematika bangun ruang.
Misalnya, onde – onde bentuknya serupa dengan bangun ruang bola, risol menyerupai
bentuk silinder/tabung, kue lapis seperti balok, kue poci berbentuk kerucut, wajik dan
jenang seperti belah kerupat dan terkadang berbentuk jajar genjang. Hal itu
Sumber : https://images.app.goo.gl/hdtM9CdETxVVZUi99
Sebuah tradisi atau acara tentunya ada makanan yang bisa disantap
bersama-sama, hal ini juga berlaku pada saat acara nyadranan. Makanan yang
ada di acara nyadranan banyak sekali jenisnya, mulai dari nasi, ayam ingkung,
lalapan, dan masih banyak jenis lauk pauk. Saat acara makan-makan inilah yang
paling ditunggu oleh masyarakat. Nasi, lauk pauk, dan lalapan memiliki konsep
20
terkandung konsep etnomatematika, yaitu perkalian dan konversi satuan.
Tepatnya saat pengukuran berat dan jumlah makanan yang akan dibuat harus
diperkirakan sesuai dengan jumlah masyarakat yang ikut serta dalam Tradisi
Nyadran. Misalnya, ingin membuat 100 porsi untuk 100 orang maka perlu
mengkalikan sejumlah orangnya yaitu seratus. Saat meracik makanan juga aka
nada resepnya, dan bahan – bahan resep tersebut memiliki satuan berat,
contohnya 500 gram, 200 gram, 5 kg, dan sebagainya yang mana hal ini ada
Sumber : https://images.app.goo.gl/hBaUuLiCLCB6uy6Y6
21
Gambar 11. Lauk Pauk
Sumber : https://images.app.goo.gl/s8M7oZAKmwf9r4qn9
Sumber : https://images.app.goo.gl/KwAQ4Uci5XaqGMwk6
masyarakat Jawa laut itu tidak ada ujungnya yang bisa mengalirkan sesuatu
sampai jauh. Kepala hewan tersebut jika diamati ternyata memilki konsep
matematika berupa satuan berat, karena tentunya kepala hewan tersebut memilki
22
Gambar 13. Kepala Kerbau dan Alat Timbang
https://images.app.goo.gl/GsXLZmGC2rVBWDF68
e. Pisang
Pisang yang harus ada di tardisi nyadranan, yaitu pisang sanggan dan
pisang raja pulut, pisang yang dipilih adalah pisang yang kualitasnya nomer satu,
bilangan genap.
Sumber : https://images.app.goo.gl/bwp4pWHzHjBau4bW7
23
Gambar 15. Raja Pulut
Sumber : https://images.app.goo.gl/gQBSS96tUPzmUXSs9
24
BAB IV
4.1 KESIMPULAN
Tradisi sedekah laut atau yang biasa disebut nyadran yang diadakan oleh masyarakat
Desa Tratebang, Wonokerto merupakan tradisi atau adat yang diselenggarakan masyarakat
nelayan Wonokerto satu kali dalam setahun, yaitu setiap Bulan Suro (kalender Jawa).
Upacara ini mengandung makna religius, yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas hasil
tangkapan ikan nelayan dan permohonan do’a keselamatan serta kelimpahan hasil
tangkapan ikan pada tahun berikutnya. Upacara adat ini juga mengandung konsep
matematika didalamnya, seperti pada proses pelaksanaannya, peralatan, hingga sesaji yang
4.2 SARAN
dasarnya penelitian ini berjalan baik. Namun bukan suatu kekeliruan apabila peneliti ingin
pendidikan pada umumnya. Adapun saran yang peneliti ajukan adalah sebagai berikut :
25
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Iin. 2019. Tradisi Nyadran Di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara.
AG, Muhaimin. 2001. Islam dalam Bingkai Budaya Lokal : Potret dari Cirebon, Terj. Suganda.
Arikunto, Suharsini. 2002, Prosedur Penelitian : Suatu Pendektan Praktek. Jakarta:PT. Rineka
Cipta.
Eka Suranni, Lilyk. 2015. Peralatan Dapur Tradisional Sebagai Warisan Kekayaan Budaya
Hardiarti, Silviyani. 2017. Etnomatematika: Aplikasi Bangun Datar Segiempat pada Candi
Pangandongan, Fara Virgianita. 2019. Konsepsi Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar Terhadap
Pariwisata, Dinas. 1999. Gelar Budaya Tradisional Sedekah Laut Cilacap. Cilacap: Dinas
Pariwisata Cilacap.
Poerwadarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Redfield, Robert. 1999. Masyarakat Kebudayaan dan Kebudayaan. Jakarta: CV Rajawali Press.
Sari, Devni Prima. 2014. Variasi Pembayaran Anuitas dengan Pola Deret Aritmatika. Jurnal
Setiawati, dkk. 2020. Identifikasi Unsur Matematika dalam Kebudayaan Jawa yang Masih
26
Digunakan di Desa Pasar Singkut Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun Provinsi
Suharjana, Agus. 2008. Mengenal Bangun Datar Ruang dan Sifat – Sifatnya di Sekolah Dasar.
Kependidikan Matematika).
Suyitno. 2021. Mengenal Upacara Tradisional Masyarakat Suku Tengger. Satu Buku: Tengger
Thobroni. 2016. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Praktek. Jakarta : AR-RUZZ MEDIA.
Unaenah, Een. 2020. Teori Brunner pada Konsep Bangun Datar Sekolah Datar. Nusantara :
Wahyuni, Astri, Ayu Aji, dan Budiman Sani. 2013. Peran Etnomatematika Dalam Membangun
UNY.Yogyakarta
Widati, Sri. 2011. Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kabupaten Pekalongan : Kajian
27
LAMPIRAN
28