Anda di halaman 1dari 10

Memahami Ilmu Pengetahuan

Secara
Filosofis & Teologis

Memenuhi Tugas Matakuliah Filsafat

Kepada Dosen :

Pdt. James Mangaronda, M.Pd.K

PROGRAM STUDI TEOLOGI

ISRAEL IRVAN ADU

LAPORAN
PENELITIAN SEMBOYAN

SEMESTER II
SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN LENTERA BANGSA MANADO
2022

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I..................................................................................................................................2
Pendahuluan...................................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
Epistemologi dalam Konsep Filosofis...........................................................................4
Empirisme......................................................................................................................4
Rasionalisme..................................................................................................................4
BAB III...............................................................................................................................5
Korelasi Teologi dan Epistemologi...............................................................................5
BAB III...............................................................................................................................7
Penutup..........................................................................................................................7
Kepustakaan...................................................................................................................8

2
BAB I

Pendahuluan

Akal budi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia merupakan


alat yang disediakan untuk mengenal-Nya, mempermuliakan-Nya, serta
berrelasi dengan dunia disekitar manusia itu. Dengan akal, kita mampu
menganalisa kebenaran firman Tuhan dan dengan akal pula kita
memahami suatu kebenaran yang pada akhirnya kita pegang sebagai
pedoman hidup. Akal budi menjadi instrumen mendasar dalam kajian
Teologi dan Epistemologi.

Mengenal akan Tuhan berarti kita berbicara mengenai suatu


pemahaman/pengetahuan Teologis, sementara bagaimana kita dapat
mengenal Tuhan dan apa yang menjadi keyakinan kita itu, itulah yang
disebut sebagai Epistemologis. Kedua hal ini berkaitan satu dengan yang
lain baik dalam usaha pengenalan iman Orang percaya maupun dalam
praktek disiplin ilmu sekuler lainnya.

Secara etimologi (asal usul kata), istilah “Epistemologi” berasal dari


bahasa Yunani yang disusun oleh dua kata dasar yaitu, Episteme dan
Logos. Kata pertama berarti pengetahuan (knowledge) dan yang kedua
adalah ilmu atau teori. Dengan demikian epistemologi dapat disimpulkan
sebagai teori pengetahuan atau suatu teori yang mengkaji dan berusaha
untuk menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia.
Singkatnya, epistemologi merupakan suatu studi komprehensif tentang
bagaimana manusia dapat mengetahui tentang suatu pengetahuan, dan
apakah pengetahuan yang ia tahu itu layak menjadi suatu pengetahuan
atau tidak.

Sementara “Teologi” juga dibentuk dari akar kata Yunani dengan dua
kata dasar yaitu Theos dan Logos. Theos berarti “Tuhan”, sementara Logos
memiliki makna yang sama dengan istilah pertama di atas yaitu “Ilmu,
teori, atau kata”. Secara sederhana Teologi berarti “Pengetahuan/teori

3
tentang Tuhan”. Namun pemahaman demikian terlalu umum karena istilah
“teologi” dapat disandangkan kepada siapa saja yang sedang berbicara
mengenai isu ke-Tuhanan, baik bagi mereka yang ber-Tuhan maupun
tidak. Hal ini menggambarkan suatu pesan implisit bahwa semua manusia
dalam konteks ini dapat menjadi seorang teolog, namun tidak semua
adalah teolog.

Seperti teologi, epistemologi pun bereksistensi dalam dialektik dunia


ide dan tindakan praktek manusia. Tidak ada manusia yang tidak memiliki
semacam prinsip dasar epistemologi. Karena ia memiliki semacam
pengetahuan tentang dirinya dan dunia di sekitarnya, maka pastilah ia juga
memiliki semacam epistemologi sebagai metodologi yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan tersebut. Entahkah benar maupun keliru.

BAB II

Epistemologi dalam Konsep Filosofis

Pada umumnya Epistemologi manusia dihubungkan dengan dua


aliran besar filsafat. Pertama, Empirisisme dan kedua, Rasionalisme.

Empirisme

Istilah “Empirisisme” ini berasal dari kata Yunani empeiria


(=pengalaman), emperikos (=berpengalaman). Sejak abat ke-19 dan
seterusnya, kata tersebut telah digunakan untuk menunjuk pada macam-
macam filsafat yang menekankan pengalaman sebagai sumber
pengetuhuan yang mutlak. Ciri khas dari empirisisme adalah pembuktian
suatu klaim pengetahuan/kebenaran yang diakui valid, hanya jika dapat
dikonfirmasikan melalui data dan fakta empiris/pengalaman indrawi. Tiga
4
tokoh utama dalam kajian filsafat modern yang menggagas konsep ini
adalah John Locke, David Hume dan Aguste Comte.

Rasionalisme

Epistemologi yang kedua adalah “Rasionalisme”. Jika Empirisisme


bertumpu pada bukti-bukti data empiris sebagai petunjuk menuju suatu
kebenaran dari pengetahuan yang valid, Rasionalisme (Rasio = akal budi +
"Isme" = mazab) justru sebaliknya bertumpu pada penalaran rasio manusia
sebagai penentu kebenaran dari suatu pengetahuan yang diterima.
Rasiolaisme modern tidak dapat dilepaskan dengan nama Rene Descartes
dengan slogannya, Cogito ergo sum, "aku berpikir maka aku ada".

Kedua klaim epistemologi ini berusaha untuk menemukan suatu


pengetahuan dan kebenarannya dengan dua metode yang berbeda.
Empirisisme menggunakan data empiris/pengalaman indrawi sebagai
penentu kebenaran sedangkan Rasionalisme menggunakan akal pikiran
sebagai penentu suatu kebenaran. Kecenderungan dasar epistemologi
demikian yang mengakibatkan penolakan para saintis terhadap keyakinan-
keyakinan doktrinal Agama mengenai Tuhan karena dianggap tidak dapat
dibuktikan dengan data indrawi serta tidak masuk akal. 

BAB III

Korelasi Teologi dan Epistemologi

Teologi dan epistemologi merupakan dua disiplin ilmu yang saling


terkait antara satu dengan yang lain. Di dalam suatu kajian teologi pasti
terdapat suatu epistemologi sebagai metodenya. Karena sifat epistemologi
sebagai metode untuk mencapai suatu pengetahuan yang valid, maka

5
apapun disiplin ilmu yang dibangun, pastilah memuat semacam
epistemologi di dalamnya termasuk Teologi.

Dalam disiplin ilmu Teologi, kajian-kajian Empiris dan Rasional


(Bedakan dengan "Isme"11 yang merupakan suatu akstreme) tetap
digunakan. Hal ini terlihat jelas dari berbagai hal, salah satu yang paling
jelas adalah pada peristiwa kebangkitan dan penampakan Tuhan Yesus
kepada Tomas dalam Injil Yohanes 20:26-29,

Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam


rumah itu danTomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-
pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka
dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu!" Kemudian Ia berkata
kepada Tomas: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku,
ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan
jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah. "Tomas
menjawab Dia: "Ya Tuhanku dan Allahku!" Kata Yesus kepadanya:
"Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya.
Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."

Dalam peristiwa ini Tomas mewakili kaum Empiris sekaligus


Rasionalis dan juga skeptis. Ia membutuhkan bukti nyata dan yang masuk
akal sebelum mempercayai kebangkitan Tuhan Yesus. Dan hal ini pun
ditanggapi oleh Tuhan Yesus dengan menantangnya untuk membuktikan
kebenaran faktual melalu penelitian singkat pada bekas luka-luka Tuhan.
Hal ini membuktikan bahwa konsep Epistemologi dalam kajian filsafat dan
sains modern sesungguhnya tidak bertentangan dengan iman Kristen,
bahkan telah hadir dalam suatu metologi penelitian empiris dan rasional
yang sangat eksplisit. Selain itu, kekristenan juga dituntut untuk
mengkritisi semua kebenaran secara kristis (1 Tes. 5:21), serta memperoleh
pertimbangan-pertimbangan rasional atas apa yang dipercayai. Prinsip

1 Istilah “Isme” pada akhir kata dalam kedua konsep filsafat tersebut (Empiris-isme dan
Rasional-isme) menerangkan suatu mazab filsafat. Dengan demikan, kedua aliran tersebut
menekankan pada suatu objek tertentu (Fakta empiris bagi empirisisme dan Rasio manusia bagi
Rasionalisme) sebagai penentu dari suatu kebenaran yang diterima dan diyakini.

6
dasar ini membuktikan bahwa iman Kristen bukanlah “suatu lompatan
dalam kegelapan”, namun merupakan iman yang didasari atas
pertimbangan fakta-fakta logis.

Meski demikian, Teologi tidak selalu berjalan beriringan dengan


Epistemologi dalam konsep filsafati karena terdapat beberapa bagian yang
tidak dapat dijangkau oleh epistemologi. Misalnya mengenai konsep
Kristologi (natur Ilahi dan natur Insani dalam satu Pribadi), Tritunggal, Roh
Kudus sebagai Pribadi, hal-hal yang akan datang (akhir zaman) dan juga
menyangkut eksistensi kekekalan. Hal-hal ini tidak terjangkau oleh indrawi
dan akal manusia karena sifat dari pengetahuan tersebut yang melampaui
akal serta indra (supra) manusia. sebagaimana yang diungkapkan
Pemazmur, Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak
sanggup aku mencapainya (Maz. 139:6). Maka dalam kajian Teologis,
Epistemologi yang digunakan bukan hanya pada pengalaman indrawi dan
keakuratan rasio manusia, namun juga suatu konsep epistemologi yang
"Supra rasio" dan "Supra Empiris".

Titik singgung dan perbedaan yang kedua terletak pada sumber


otoritas dari kedua disiplin ilmu. Teologi bercirikan/berpusat pada Allah
(Tehosentris), sementara Epistemologi berpusat pada manusia. Teologi,
Allah menyatakan pewahyuan kebenaran kepada manusia, sementara
epistemologi, manusia mencari kebenaran berdasarkan serangkaian metode
serta analisa-analisa data. Hal ini yang kemudian menyebabkan persamaan
pada titik singgung objek kajian, sekaligus perbedaan pada titik jangkau
keduanya mengenai isu kebenaran dari kedua disiplin ilmu.

Pada titik yang tidak terjangkau oleh kajian epistemologi tersebut,


Iman berdiri sebagai jembatan (Bdk. dgn. Ibr. 11:3) untuk menggapai apa
yang tidak tergapai oleh keterbatasan epistemologi manusia. Meskipun hal
ini ditentang oleh kalangan pengkaji filsafat dan saintis sekuler (yang
bertolak dari dua metodologi filsafat di atas), namun mereka pun tidak
dapat membantah akan keterbatasan rasio untuk menggapai suatu bentuk

7
pengetahuan valid yang eksis di atas pengetahuan manusia. Bukankah
pengetahuan manusia itu terbatas? Dengan demikian maka pastilah
terdapat suatu pengetahuan lain di atas pengetahuan manusia yang
terbatas tersebut. Dan pengetahuan yang sempurna ini adalah
pengetahuan Allah. untuk itu epistemologi Kristen tidak berhenti pada
kedua bentuk epistemologi yang umum digunakan, namun melanjutkan
pada epistemologi yang berpusat pada pengetahuan Allah, epistemologi
supra rasio.

8
BAB III

Penutup

Pemahaman yang benar akan eksistensi kita sebagai manusia ciptaan


yang berdosa dan terbatas, serta pentingnya iman sebagai pondasi yang
menghubungkan antara apa yang tidak tergapai oleh kajian filsafat
epistemologi, akan membawa kita pada kerendahan hati dan kekaguman
pada Tuhan. Sebaliknya, mencoba keluar dari konsepsi iman sebagai
instrumen epistemologi Kristen yang supra rasio, kemudian menggantinya
dengan serangkaian metodedologi filsafat dalam bentuk dan aliran apapun,
akan berdampak pada kesesatan dan ateisme.

9
Kepustakaan.

Alkitab Terjemahan Baru (TB) (Jakarta: LAI, 2008).

Akyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer (Jakarta:


Raja Grafindo Persada, 2014).

Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen. Vol. 1. pen. Lena Suryana dan
Sutjipto Subeno (Surabaya: Momentum, 2011).

Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


2000).

Sudarminta, Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan


(Yogyakarta: Kanisius, 2002).

10

Anda mungkin juga menyukai