Anda di halaman 1dari 6

UJIAN TENGAH SEMESTER

EKONOMI MONETER

Disusun oleh :
Anastasia Az-Zahra Kusumastuti

NIM : A1B020038

Kelas : I MSDM

Dosen Pengampu : Siti Sriningsih, SE.,ME

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2022
1. Jumlah Uang Beredar Di Indonesia Periode Tahun 2014-2020.

Berdasarkan tabel diatas bahwa jumlah uang beredar terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya selama periode tahun 2014-2020. Jumlah uang beredar pada tahun 2014 sebesar
4,173,327 Miliyar Rupiah. Tahun 2015 jumlah uang beredar sebesar 4,548,800 Miliyar
Rupiah dan tahun 2016 sebesar 5,004,976 Miliyar Rupiah. Penyebaran jumlah uang
beredar terus mengalami peningkatan hingga tahun 2020 yaitu sebesar 6,900,049.
Kondisi ini menandakan bahwa kebutuhan masyarakat akan uang terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.

2. PERANAN LEMBAGA KEUANGAN

Proses Makro Ekonomi Tanpa Lembaga Keuangan


Ketika kelompok yang ada di masyarakat hanya terdiri dari kelompok rumah
tangga/konsumen dan kelompok perusahaan/produsen tanpa ada lembaga keuangan,
maka proses kegiatan ekonomi nya dapat digambarkan sebagai berikut;
Perusahaan menghasilkan barang/jasa dengan membeli atau menyewa faktor produksi
tenaga, modal, tanah dari rumah tangga, dan rumah tangga memperoleh pendapatan Upah
Bunga Sewa yang dibayarkan perusahaan. Nilai total barang dan jasa yang dihasilkan
(GDP) sama dengan pendapatan upah keuntungan sewa  barang = uang.

Proses Makro Ekonomi Dengan Lembaga Keuangan


Apabila sektor rumah tangga tidak membelanjakan semua pendapatannya, maka
timbulah dana (Tabungan), Disisi lain perusahaan juga membutuhkan dana (
meminjam/kredit ) untuk mengembangkan usahanya ( Investasi). Untuk mempertemukan
kedua belah pihak ini munculah lembaga keuangan ( Intermediasi ) yang bermanfaat bagi
rumah tangga, perusahaan dan pertumbuhan ekonomi.

3. Contoh kasus yang ditangani oleh OJK : Asuransi Jiwa “PT Golden Trade Investasi
Syariah (GTIS)”
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku menerima banyak pengaduan tentang apa
yang dewasa ini dikenal sebagai investasi bodong. Banyaknya pengaduan itu menyusul
terungkapnya penipuan berkedok investasi emas yang dilakukan oleh PT Golden Trade
Investasi Syariah (GTIS). Perusahaan ini ditengarai telah membawa kabur dana nasabah
berupa emas dan uang tunai mencapai Rp 10 triliun. “Memang kita banyak menerima
telepon (soal investasi bodong). Terutama setelah kasus GTIS, kita banyak menerima
pengaduan. Juga pertanyaan, karena kita sudah punya call center di OJK, dan kita sudah
jawab,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, ketika hal ini
ditanyakan kepadanya seusai menghadiri seminar yang diselenggarakan Ikatan Akuntan
Indonesa (IAI) di Jakarta, hari ini (6/3).
Berkaitan dengan itu, OJK telah membentuk Satgas untuk mengusut dan
menyelesaikan kasus ini. “Dalam Satgas itu ada OJK, Bank Indonesia, Kepolisian dan
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Dalam waktu dekat akan
kita selesaikan masalah ini,” tutur Muliaman. Muliaman menambahkan, terungkapnya
kasus investasi bodong tersebut mendorong OJK mengedepankan tiga isu penting dalam
program- programnya terkait investasi. “Pertama isu edukasi. Perlu didorong edukasi
sehingga investor tidak mudah diiming-imingi. Kalau kita sudah berikan edukasi tetapi
mereka masih tertipu, itu urusan mereka. Kedua, pencegahan terutama dengan
mengedepankan pengawasan terhadap perusahaananya. Ketiga, berhubungan dengan
penegakan hukum.

Untuk itu kami sudah membentuk Satgas,” tambah Muliaman. Ada pun mengenai
pengawasan, Muliaman mengutarakan, bahwa perusahaan-perusahaan investasi seperti
GTIS izinnya seringkali berupa PT. Mereka umumnya hanya memiliki Surat Izin Usaha
Perusahaan (SIUP) dan tidak masuk dalam lembaga keuangan. Oleh karena itu mereka
tidak bisa masuk dalam pengawasan Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia
maupun OJK nantinya.
Keterangan : Kasus ini, oleh masyarakat dikenal sebagai kasus Investasi Bodong atau
Investasi yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu dengan iming-iming
hasil dan return yang besar dalam waktu singkat dengan resiko yang sangat kecil bahkan
hingga tidak ada resiko sama sekali. Kasus ini dilakukan Oleh PT. Golden Trade
Investasi Syari’ah, yang mana PT ini mengaku sebagai perusahaan investasi padahal
hanya memiliki SIUP dan tidak terdaftar di bawah OJK selaku otoritas pemegang dan
pengendali kegiatan keuangan.
Dalam hal ini, saya menangkap permasalahan sebetulnya ini bukan cakupan dari
OJK, akan tetapi menjadi wilayah atau bagian dari Kementerian Perdagangan karena
yang mengeluarkan ijin adalah Bapetti atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi. Sehingga yang menangani permasalahan ini harus Kementerian Perdagangan.
Akan tetapi karena ini menyangkut masalah Keuangan, OJK dipercaya untuk
menyelesaikan permasalahan ini. Kemudian OJK membentuk Satgas yang terdiri dari
Bank Indonesia, Bapetti, OJK, Kejaksaan, dan Polri.
Saran saya :
Memang masalah ini bukan berada pada domain dari OJK, karena PT. GTIS
hanya memiliki SIUP dan tidak memiliki ijin investasi di pasar modal. Yang menjadi
ranah dari OJK adalah lembaga yang terdaftar sebagai peserta di Pasar Modal atau
Lembaga Keuangan. Akan tetapi karena ini menyangkut masalah Keuangan seharusnya
masalah tersebut masuk ke dalam ranah OJK. Saran kami Pemerintah harus membahas
masalah ini, agar tidak saling lempar tanggung jawab, atau harus ada kepastian hukum
siapa pihak yang harus menangani masalah- masalah tersebut jika kemudian ada hal
serupa yang terjadi di masyarakat.

4. Irving Fisher mengemukakan bahwa dalam teori kuantitas uang, jumlah peredaran uang
berbanding lurus dengan perubahan harga. Menurutnya, perubahan jumlah uang yang
beredar akan memengaruhi harga barang. Selain itu, Fisher juga menjelaskan bahwa
peningkatan jumlah uang dapat menyebabkan inflasi, begitu pula sebaliknya. Pernyataan
tersebut dituliskan sebagai berikut:
MV = PT
Keterangan: M = jumlah uang yang beredar (penawaran uang)
V = tingkat kecepatan perputaran yang (velocity), yaitu berapa kali uang
berpindah tangan dari satu pemilik ke pemilik lainnya dalam periode
tertentu
P = harga barang atau jasa yang ditukarkan
T = jumlah (volume) barang atau jasa yang menjadi obyek transaksi.
CONTOH : Dalam suatu perekonomian terdapat 4,000,000 unit barang. Harga setiap
barang adalah Rp 100,000.-. Jumlah uang yang beredar adalah Rp 50,000,000.-.
a. Berapa kali perputaran uang selama setahun?
b. Jika investasi mengalami stagnasi dan tidak dapat menambah jumlah barang,
perputaran uang tetap, sedang uang yang beredar meningkat 2 kali lipat. Bagaimana
perubahan harga barangnya?

Penyelesaian :
a. Diketahui :
T = 4,000,000
P = Rp 100,000.-
M = Rp 50,000,000.-
V=?
Jawab :
M.V = P.T
50.000.000 x V = 100.000 x 4.000.000
V= (100.000 x 4.000.000) / 50.000.000
= 8.000

Jadi, perputaran uang selama satu tahun di perekonomian itu adalah 8000 kali.

b. Diketahui :
M = meningkat 2x
T = tetap
V = tetap
P’= ?
Jawab :
M.V = P.T
2M.V = P’. T
P’ = (2M.V)/ T
P’ = (2 x 50.000.000 x 8000)/ 4.000.000
P’ = 800.000.000.000/4.000.000
P’ = 200.000
jika P1 = 100.000 dan P’ = 200.000 ==> P’ = 2 P1

Jadi, harga barang naik 2 kali dari harga seula atau naik sebesar 100%. Hal ini
membuktikan bahwa jumlah uang beredar dalam perekonomian berbanding lurus dengan
perkembangan harga dengan kondisi yang lain tetap.

Teori Persediaan Kas (Cash Balance Theory) dicetuskan oleh Alfred Marshal dari
Cambridge yang sering juga disebut dengan teori sisa tunai. Pada prinsipnya teori ini
merupakan pengembangan dari teori kuantitas Irving Fisher. Dalam teori ini dinyatakan
bahwa tinggi rendahnya nilai uang tergantung dari jumlah uang yang di tahan/disimpan
masyarakat untuk persediaan kas. Dan persediaan kas masyarakat akan sangat tergantung
pada jumlah pendapatan yang diterima dan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar.
Maka berdasarkan ketentuan tersebut teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = K.P.Y
Keterangan : M = Money (jumlah uang beredar)
K = Koefisien (keinginan untuk menahan uang sebagai persediaan kas)
P = Tingkat harga-harga umum
Y = Income (pendapatan)

CONTOH : Data perekonomian negara adalah GNP nominal nilainya 6000 triliun rupiah
dengan kecepatan peredaran uang dalam perekonomian sama dengan 2, tentukan desired
cash atau uang tunai yang diinginkan masyarakat?

Penyelesaian :
M=KxPxY
Diketahui bahwa GNP nominal adalah
GNP = P x Y sehingga
M = k x GNP
dengan demikian jumlah uang yang diinginkan masyarakat adalah
M = 1/2 x 6.000 triliun
M = 3.000 triliun rupiah

Jika GNP nominal naik dua kali lipat, maka nilai uang yang diinginkan oleh masyarakat
adalah
GNP nominal = 2 x 6.000
GNP nominal = 12.000 triliun rupiah
Maka jumlah uang yang diinginkan masyarakat M dapat dihitung dengan rumus berikut
M = ½ x 12.000
M = 6.000 triliun rupiah.
Jadi, uang yang diinginkan masyarakat adalah 6.000 triliun rupiah.

Anda mungkin juga menyukai