Anda di halaman 1dari 18

Dosen Pengampu : IBU Dian Ekawaty, S.KM.,M.

Kes
Mata Kuliah : PENYULUHAN RUMAH SAKIT

HIV/AIDS

OLEH :
KELOMPOK 1
Yusni Juniarti (202103100)
ST. Khadijah Syam (202103097)
Nurul Reski Aulia (202103088)
Rhiryn Prakusyanthi (202103093)
Nur Azisah Rahman (202103077)
Andi Nurul Fadilah (202103055)
Sri Lestari Yulianingsih (202103095)
Nur Afni Oktavia (202103076)
Nurfaini Syahril (202103083)

S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpah rahmat dan hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “HIV/AIDS” dan menjadi
salah satu tugas mata kuliah PENYULUHAN RUMAH SAKIT ini dengan baik.
Penyusunan makalah tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh
sebab itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kami ingin mengucapkan terimakasih.
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini selaku penyusun dan penulis makalah ini pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai referensi tambahan di mata kuliah
Penyuluhan Rumah Sakit.

Makassar, 1 Desember 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Pengertian HIV/AIDS..............................................................................................2
B. Etiologi HIV/AIDS..................................................................................................2
C. Tanda dan gejala HIV/AIDS...................................................................................3
D. Diagnosa HIV/AIDS................................................................................................4
E. Cara tes HIV/AIDS..................................................................................................5
F. Penularan HIV/AIDS...............................................................................................6
G. Faktor resiko HIV/AIDS.........................................................................................7
H. Perjalanan infeksi HIV/AIDS di dalam tubuh manusia...........................................9
I. Upaya pencegahan penyakit HIV/AIDS..................................................................11
J. Pengobatan penyakit HIV/AIDS.............................................................................12
BAB III PENUTUP.............................................................................................................13
KESIMPULAN...................................................................................................................13
SARAN................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu
penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit
ini bukan penyakit keturunan atau diwarisi. Ia menyerang kekebalan tubuh (immune
system), yaitu sistem pertahanan alami tubuh terhadap serangan organisme yang
merupakan musuh. Penyakit ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh dalam
memerangi infeksi. Penyakit AIDS sampai saat ini masih menjadi ancaman terbesar bagi
kesehatan penduduk dunia. Proses penularan yang begitu cepat dan belum ada yang bisa
menahan laju perkembangan AIDS dalam tubuh.

AIDS merupakan penyakit baru dan unik yang ditemukan pertama kali tahun
1981 di kalangan pria homoseksual Amerika Serikat. Kala itu ditemukan gejala
pneumonia yang disebabkan parasit yang disebut pneumocystis carinii. Ternyata gejala
ini disertai dengan penurunan berat badan. Barulah pada tahun 1983, para ilmuwan
menjawab misteri penyebab penyakit ini dan pada tahun 1986, WHO menetapkan HIV
(Human Immunodeficiency Virus) sebagai penyebabnya.

Seperti kita ketahui, jumlah penderita AIDS semakin meningkat dari waktu ke
waktu. Kenyataan tersebut tentunya menjadi sesuatu yang memprihatinkan bagi kita
semua. Meskipun demikian, masih banyak di antara kita yang kekurangan informasi
mengenai penyakit yang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hiv/Aids?
2. Apa Etiologi Hiv/Aids?
3. Bagaimana Tanda Dan Gejala Hiv/Aids?
4. Apa Diagnose Hiv/Aids?
5. Bagaimana Cara Tes Hiv Aids?
6. Bagaimana Proses Penularan Hiv/Aids?
7. Apa Faktor Resiko Hiv/Aids ?
8. Bagaimana Perjalanan Infeksi Hiv/Aids Di Dalam Tubuh Manusia ?
9. Bagaimana Upaya Pencegahan Penyakit Hiv/Aids ?
10. Bagaimana Cara Pengobatan Penyakit Hiv/Aids?

iv
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab AIDS. HIV
dalam tubuh manusia hanya berada di sel darah putih tertentu yaitu sel tempat yang
terdapat pada cairan tubuh. HIV juga dapat ditemukan dalam jumlah kecil pada air mata,
air liur, cairan otak, keringat, air susu ibu (Kemenkes, 2012).
Virus ini menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan
kemampuan tubuh kita untuk melawan segala penyakit yang datang. Namun demikian
orang yang tertular HIV tidak berarti langsung sakit. Seseorang bisa hidup dengan HIV
dalam tubuhnya bertahun-tahun lamanya tanpa merasa sakit atau mengalami gangguan
kesehatan yang serius. Lamanya masa sehat ini sangat dipengaruhi oleh keinginan yang
kuat dari kita sendiri dan bagaimana kita menjaga kesehatan dengan pola hidup yang
sehat. Walaupun tampak sehat, kita dapat menularkan HIV pada orang lain melalui
hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara
bergantian.
Virus adalah jasad renik hidup yang amat kecil dan hanya dapat dilihat dengan
Mikroskop electron dan virus merupakan Organisme yang bersifat parasitik dan hidup
dalam sel tubuh manusia (Kemenkes, 2012).
Acquired Immune Deficiency Sydrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit Yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Seseorang Yang
terinfeksi virus HIV atau menderita AIDS sering disebut Odha singakatan dari Orang
yang hidup dengan HIV/AIDS.
Penderita infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita ketika menunjukkan gejala
atau penyakit tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang
disebabkan virus HIV atau tes darah menunnjukkan Jumlah CD4< 200/mm³ (Depkes RI,
2006).

II. Etiologi HIV/AIDS


Penyebab HIV/AIDS adalah golongan virus Retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan Pada tahun 1983 sebagai
retrovir Kusmira Disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retro virus
baru yang diberi Nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen
dibandingkan dengan HIV- 1. Maka untuk memudahkan keduanya Disebut HIV.
Trasmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari Lima fase yaitu :
 Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala
 Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu.
 Infeksi asimtomatik. Lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
 Supresi imun simtomatik. Di atas 3 Tahun dengan demam, keringat malam hari,
Berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, ras, limfa denopati, lesi mulut.

v
 AIDS. Lamanya bervariasi antara 1 –5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.

III. Tanda Dan Gejala HIV/AIDS


Tanda perilaku seseorang yg terkena penyakit HIV, sistem kekebalan tubuhnya
menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Seseorang yang menderita AIDS pertama kali akan mengalami gejala - gejala
umum seperti influenza. Kemudian penyakit AIDS ini akan menjadi bervariasi pada
kurun waktu antara 6 bulan sampai 7 tahun, atau rata - rata 21 bulan pada anak - anak dan
60 bulan pada orang dewasa. Di samping itu perlu diperhatikan pula gejala - gejala non
spesifik dari penyakit AIDS yaitu yang disebut ARC (AIDS Related Complex) yang
berlangsung lebih dari 3 bulan, dengan gejala - gejala sebagai berikut:
 Berat badan turun lebih dari 10%
 Demam lebih dari 38 derajat Celcius
 Berkeringat di malam hari tanpa sebab
 Diare kronis tanpa sebab yang jelas lebih dari 1 bulan
 Rasa lelah berkepanjangan
 Bercak – bercak putih pada lidah (hairy leukoplakia)
 Penyakit kulit (herpes zoster) dan penyakit jamur (candidiasis) pada
mulut.
 Pembesaran kelenjar getah bening (limfe), anemia (kurang darah),
leukopenia (kurang sel darah putih), limfopenia (kurang sel – sel
limphosit) dan trombositopenia (kurang sel –sel trombosit / sel pembekuan
darah
 Ditemukan antigen HIV atau antibodi terhadap HIV
Gejala klinis lainnya antara lain kelainan pada:
 Kulit dan rambut kepala
 Kulit muka dan kulit bahagian tubuh Lainnya
 Mata
 Hidung
 Rongga mulut (langit – langit, gusi dan Gigi)
 Paru – paru
 Alat kelamin (Hawari, 2006)
Menurut (Noviana, 2013) ada 2 gejala yaitu Gejala Mayor (umum terjadi), antara lain :
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
 Diare kronisyang berlangsung lebih dari 1 bulan.
 Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
 Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Sedangkan gejala minornya (tidak umum Terjadi) adalah :

vi
 Batuk menetap >1 bulan
 Dermatitis pruritis (gatal)
 Herpes simpleks yang meluas dan berat
 Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

IV. Diagnosis HIV/AIDS


Diagnosis infeksi HIV ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan
petunjuk gejala klinis atau adanya perilaku berisiko tinggi. AIDS merupakan stadium
akhir dari infeksi HIV, pasien dinyatakan sebagai AIDS bila dalam perkembangan infeki
HIV selanjutnya menunjukkan infeksi dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa
penderita. Diagnosis HIV pada umumnya baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut dan
merupakan masalah yang paling sering di bidang klinik. Untuk mengubah hal ini perlu
ditingkatkan kepedulian terhadap infeksi HIV, perluasan fasilitas diagnosis, serta
diterapkan PITC (Provider Treatment and Conceling).
Diagnosis ditujukan kepada dua hal, yaitu keadaan terinfeksi HIV dan AIDS.
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan dua metode:
1. Langsung, yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan
menggunakan mikroskop electron dan deteksi antigen virus. Salah satu
cara deteksi antigen virus ialah PCR (Polymerase Chain Reaction).
2. Tidak Langsung, dengan melihat respon zat anti bodi spesifik, misalnya
dengan ELISA (enzyme linked immunosorbent assay), IFA (immuno
flurestcent assay), RIPA (radio immuno precitation assay),45 NAT
(nucleic acid amplification technologies), dan Western blot.
Untuk diagnosis HIV yang lazim dipakai adalah:
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay),
merupakan uji serologis yang umum digunakan diberbagai laboratoriun
imunologi untuk menetapkan kadar imun dan mnganalisis adanya interaksi
antigen dan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim. Uji
ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif
sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi.47 Tinggi
sensitivitas ELISA adalah 98,1%-100%. Biasanya memberikan hasil positif
2-3 bulan sesudah infeksi. Dahulu, hasil positif dikonfirmasi dengan
pemeriksaan Western blot. Tetapi sekarang menggunakan tes berulan dengan
tingkat spesifisitas
2. PCR (Polymerase Chain Reaction),
merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara
enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat
dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga
memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA.49 Tes ini
banyak digunakan pada bayi, karena ini dapat meminimalkan kerja dari zat
antimaternal yang dapat mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah

vii
ada infeksi pada bayi tersebut.50 Penggunaan PCR antara lain untuk
menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok resiko
tinggi, tes pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonversi, tes
konfirmasi untuk HIV-2 (sebab ELISA sensitivitasnya rendah untuk HIV-2)
3. Western Blot, merupakan tes konfirmasi uji pemastian terhadap komponen
protein HIV. Spesitasnya tinggi, yaitu sekitar sebesar 99,6%-100%.
Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
Tes HIV mengungkapkan status infeksi dengan mendeteksi kehadiran atau
ketidakhadiran antibodi HIV dalam darah. Tes HIV harus dilakukan secara
sukarela dan hak penolakan tes harus dihormati, hal ini dikenal dengan
sebutan VCT (Voluntary Counseling Test). Mewajibkan atau memaksa tes
pada fasilitas kesehatan yang tersedia, otoritas atau dengan izin pasangan atau
keluarga tidak diterima sebagai praktik kesehatan masyarakat yang baik dan
melanggar hak asasi manusia.53 Tes HIV adalah suatu tes darah yang
digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV
atau tidak, yaitu dengan mendeteksi adanya antibodi HIV di dalam sampel
darah. Masing-masing alat memiliki sensitivitas (kemampuan untuk
mementukan seseorang terinfeksi HIV) dan spesitivitas (kemampuan untuk
menentukan seseorang tidak terinfeksi HIV)

V. Cara Tes HIV AIDS


AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrom disebut sebagai sindrom yang
merupakan kumpulan gejala-gejala berbagai penyakit dan infeksi akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular
berbagai penyakit, hal itu terjadi karena system kekebalan di dalam tubuh menurun.
Tes HIV/AIDS sering disebut dengan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
atau dalam Bahasa Indonesia disebut Konseling dan Tes Sukarela (KTS) merupakan
salah satu strategi kesehatan masyarakat yang efektif untuk melakukan pencegahan
sekaligus pintu masuk untuk mendapatkan layanan manajemen kasus serta perawatan,
dukungan, dan pengobatan bagi Orang dengan HIV-AIDS (ODHA).
Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah
seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan mendeteksi adanya
antibodi HIV di dalam sampel darah. Masing-masing alat memiliki sensitivitas
(kemampuan untuk mementukan seseorang terinfeksi HIV) dan spesitivitas (kemampuan
untuk menentukan seseorang tidak terinfeksi HIV).

Ada beberapa rangkaian tes untuk menegakkan diagnosis HIV/AIDS, yaitu:


1. Deteksi Awal Hal
Yang perlu diperhatikan pada deteksi awal adalah periode sejak tubuh terinfeksi
HIV sampai terbentuknya antibodi. Antibodi spesifik diproduksi pada awal
setelah setelah terjadi infeksi HIV dan dapat dideteksi dalam 6-12 minggu.
Sehingga dalam tes awal ini dapat menunjukkan hasil negatif pada orang yang

viii
sebenarnya telah terinfeksi HIV. Untuk itu apabila ada kecurigaan resiko tinggi
terinfeksi maka diperlukan tes ulang dalam tiga bulan kemudian.
2. Tes Screening Tes screening menggunakan metode ELISA (enzyme linked
immunosorbent assay).
Metode ini bereaksi terhadap adanya antibodi dalam serum dengan memberikan
hasil warna yang lebih jelas apabila terdeteksi virus dalam jumlah banyak.56
Antibodi HIV dideteksi dengan teknis penangkapan berlapis, antibodi akan
terperangkap dalam lapisan antara antigen dan HIV, yang melekat dalam tes dan
enzim yang ditambahkan dalam tes. Kemudian dilakukan pencucian untuk
melepas enzim yang tidak terikat dan ditambahkan reagen pewarna untuk
mengkatalisis enzim-enzim yang terikat sehingga dapat terjadi perubahan warna
pada reagen.57 Hasil positif-palsu kemungkinan dapat ditemukan dan dapat
menimbulkan respon psikologis yang bermakna, sehingga pada pemeriksaan
ELISA dengan hasil positif, maka perlu dilakukan tes ulang, dan jika dari uji
ulang menunjukkan positif maka perlu dilakukan tes yang lebih spesifik lagi,
yaitu Western Blot.
3. Tes Klasik Sebagai Alternatif
Tes Klasik yang dapat dijadikan sebagai alternative ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Tes menggunakan cairan dari mulut atau saliva Menurut Widyanto dan
Triwibowo, cara ini merupakan cara mudah dan non invasive. Cairan
yang digunakan adalah cairan yang berasal dari cervicular dari
pembuluh darah kapiler pada yang terdapat di bawah gusi yang
merupakan transudate darah. Konsentrasi antibodi dalam cairan ini
hanya dapat mendeteksi antibodi dalam jumlah kecil karena adanya
proses difusi dari air liur
b. Tes Urine Penggunaan uji urin dalam pemeriksaan HIV kurang efektif,
karena apabila hasil tes ini menunjukkan reaktif masih perlu dilakukan
pemeriksaan ELISA dan Western Blot

VI. Penularan HIV/AIDS


Virus HIV dapat diisolasikan dari cairan Semen, sekresi serviks / vagina, limfosit,
sel-Sel dalam plasma bebas, cairan Serebrospinal, air mata, saliva, air seni dan Air susu
ibu. Namun tidak berarti semua Cairan tersebut dapat menjalarkan infeksi Karena
konsentrasi virus dalam cairan –Cairan tersebut sangat variasi. Sampai saat ini Hanya
darah dan air mani / cairan semen dan Sekresi serviks / vagina yang terbukti sebagai
Sumber penularan serta ASI yang dapat Menularkan HIV dari ibu ke bayinya. Karena Itu
HIV dapat tersebar melalui hubungan Seks baik homo maupun hetero seksual,
Penggunaan jarum yang tercemar pada penyalahgunaan NAPZA, kecelakaan kerja pada
sarana pelayanan kesehatan misalnya tertusuk jarum atau alat tajam yang tercemar,
transfusi darah, donor organ, Tindakan medis invasif, serta in utero, Perinatal dan
pemberian ASI dari ibu ke anak. Tidak ada petunjuk / atau bukti bahwa HIV dapat
menularkan melalui kontak social, Alat makan, toilet, kolam renang, udara Ruangan,
maupun oleh nyamuk / serangga (Depkes RI, 2006).

ix
Salah satu penularan HIV dan AIDS yaitu melalui penggunaan jarum suntik,
penggunaan pisau cukur secara bersama, dan lingkungan. Astarindi (2014) menunjukan
dalam peneliatiannya yaitu penularan HIV dan AIDS dapat terjadi akibat pemakaian
jarum suntik yang tidak steril atau menggunakan kembali alat suntik yang telah dipakai.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2012) di Surakarta juga mendapatkan
hasil bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan perilaku seksual remaja. Perilaku
seksual remaja akan cenderung mengarah kepada pergaulan bebas yang akan merujuk
kepada seks bebas. Seks bebas masih menjadi faktor risiko utama dalam penyebaran
HIV. Survey yang dilakukan oleh Jayani tahun 2019 menjelaskan bahwa kebiasaan
perilaku seks bebas, menurunnya nilai agama dan kebiasaan budaya, mempunyai risiko
terhadap terjangkitnya penyakit HIV/AIDS
HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal,
horizontal, dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung
dan diperantai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara
tidak langsung melalui kulit dan mukosa seperti yang terjadi saat kontak seksual. Begitu
mencapai atau berada dalam sirkulasi sistematik, 1-11 hari sejak paparan pertama HIV
dapat dideteksi dalam darah.

VII. Faktor Resiko HIV/AIDS


Terdapat beberapa faktor yang berisiko terjadinya kejadian HIV di Indonesia, yaitu :
a. Jenis Kelamin
Menurut penelitan Yunior dan Ika (2018), didapatkan bahwa jenis kelamin laki-
laki lebih berisko terinfeksi HIV/AIDS sebesar 1,77 kali dibandingkan perempuan
(16).
b. Usia
Berdasarkan penelitian Amelia dkk (2016), usia 28-44 tahun berisiko 5,4 kali
berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS pada laki-laki. Selain itu, menurut
Yunior dan Ika (2018), usia <40 tahun berisiko berusia terinfeksi HIV/AIDS
7,252 kali lebih besar dibandingkan dengan yang berusia ≥40 tahun.
c. Status Menikah
Menurut Sumini dkk (2017), status menikah ternyata lebih mungkin terjadi
HIV/AIDS sebesar 2,54 kali dibanding individu yang statusnya belum menikah
(17). Selain itu, usia pertama menikah pada wanita yang usia pertama menikah
≥20 tahun.
d. Pendidikan
Kejadian HIV juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat
pendidikan yang rendah berisiko 4,709 kali lebih besar berpengaruh terhadap
kejadian HIV/AIDS . Pada Wanita yang pendidikannya ≤9 tahun memiliki risiko
HIV/AIDS 15 kali lebih besar dibanding wanita yang pendidikannya >9 tahun .
Menurut Yunior dan Ika (2018), responden yang berpendidikan rendah beresiko
terinfeksi HIV/AIDS 1,872 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
berpendidikan tinggi . Menurut Susilawati, Muchlis, dan Ana (2018), individu
yang berpendidikan rendah berisiko terinfeksi HIV/AIDS sebesar 4,70 kali

x
e. Riwayat Tindik
Menurut Susilawati, Muchlis dan Ana (2018), riwayat melakukan tindik dengan
jarum suntik yang tidak steril dapat berisiko terhadap kejadian HIV/AIDS sebesar
3,42 kali dibandingkan dengan tindik yang menggunakan jarum suntik steril
f. Riwayat HIV/AIDS Pada Keluarga atau Pasangan
Selain memiliki riwayat infeksi menular seksual, HIV berisiko terjadi pada
individu yang memiliki riwayat HIV/AIDS dalam keluarga ataupun pasangannya.
Hal ini didukung oleh Susilowati (2011) bahwa keluarga yang memiliki riwayat
HIV/AIDS berisiko 2,59 kali terjadi penularan HIV. Selain itu, menurut
Susilawati, Muchlis, dan Ana (2018), riwayat keluarga yang positif HIV/AIDS
dapat berisiko terjadinya penularan sebesar 2,95 kali. Bahkan, menurut
Musyarofah (2017) riwayat HIV/AIDS pada suami memiliki risiko terjadi
HIV/AIDS 83,74 kali lebih besar dibanding wanita yang suaminya tidak ada
riwayat HIV/AIDS .
g. Riwayat Penyakit Menular Seksual
Peningkatan risiko HIV selanjutnya adalah riwayat penyakit menular seksual pada
penderita atau pasangan, berdasarkan penelitian Susilowati (2011), penyakit
menular seksual berisiko 2,67 kali lebih besar berpengaruh terhadap kejadian
HIV/AIDS . Didukung pula oleh Susilawati, Muchlis, dan Ana (2018), individu
yang memiliki riwayat penyakit menular seksual berisiko 2,56 kali terinfeksi
HIV/AIDS . Selain itu, Murtono et al (2018) menyatakan bahwa riwayat infeksi
menular seksual memiliki risiko 2,92 kali lebih besar dibanding tidak memiliki
riwayat infeksi menular seksual . Bahkan, individu yang terdiagnosa infeksi
menular seksual (IMS) dalam 12 bulan terakhir berisiko terinfeksi HIV 1,7 kali
dibanding yang tidak terinfeksi menular seksual. Dan ketika individu terinfeksi
sifilis, berisiko terjadi HIV sebesar 2,6 kali . Infeksi menular seksual sangat
berisiko ketika melakukan hubungan seksual dengan pasangan selain melalui
vagina, oral, ataupun anal, hal ini didukung oleh Murtono et al (2018) bahwa
bentuk kombinasi aktivitas seksual lebih berisko 4,89 kali terjadinya HIV/AIDS
dibanding melakukan aktivitas seksual tanpa kombinasi (hanya oral, anal, atau
vaginal).
h. Pasangan Seksual Lebih dari Satu
Peningkatan risiko HIV dipengaruhi juga oleh individu yang memiliki pasangan
seksual lebih dari satu, menurut Muchimba dkk (2013) dalam Musyarofah dkk
(2017), semakin banyak jumlah pasangan seksual akan meningkatkan
kemungkinan bahwa salah satu tindakan berhubungan seks secara acak akan
mengakibatkan infeksi. Hal ini didukung oleh penelitian Sumini dkk (2017),
bahwa melakukan hubungan seksual dengan jumlah pasangan ≥ 2 orang berisiko
2,36 lebih mungkin terjadi HIV. Selain itu, Musyarofah dkk (2017) menyatakan
bahwa ada hubungan antara perempuan yang memiliki pasangan seksual lebih
dari satu berisiko terjadinya HIV/AIDS 23,32 kali lebih besar dibanding wanita
yang punya pasangan seksual hanya satu.
i. Hubungan Seks Tanpa Kondom

xi
Selain pasangan seksual lebih dari satu, ternyata risiko HIV juga dipengaruhi oleh
hubungan seks anal atau vaginal tanpa kondom. Menurut Murtono et al (2018),
ketika berhubungan seksual, banyak pasangan yang tidak menggunakan kondom
secara konsisten, hal ini berisiko terjadinya HIV/AIDS 5,34 kali dibanding
memakai kondom secara konsisten. Selain itu, ternyata hubungan seksual melalui
anal tanpa menggunakan perlindungan, berisiko terinfeksi HIV 2 kali.
j. Pengguna Narkoba Suntik (Penasun)
Terdapat beberapa populasi yang mengalami peningkatan risiko HIV, yaitu
penggunaan jarum suntik yang tidak aman secara bersama-sama di antara
pengguna narkoba suntik, hal ini didukung oleh penelitian Susilowati (2011),
bahwa status penggunaan narkoba suntik berisiko 4,51 kali lebih besar
berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS. Menurut Inggariwati dan Sudarto
(2018), perilaku sharing jarum suntik 2,42 kali lebih berisiko terjadinya infeksi
HIV pada kelompok penasun.
Lama menjadi Penasun sekitar 120- 240 bulan berisiko 1,78 kali terinfeksi HIV.
(20). Bahkan pada penggunaan narkoba suntik (Penasun) >5 tahun berisiko 5,31
kali lebih besar berisiko HIV, dan dalam seminggu lebih dari 6 kali menyuntik
napza memiliki risiko 4,02 lebih mungkin terjadi HIV (17). Faktor risiko utama
kejadian HIV pada penasun adalah pemakaian jarum suntik yang bergantian. Agar
terlindung dari HIV, penasun tidak boleh sekalipun menggunakan alat suntik
bekas atau selalu menggunakan alat suntik baru.

VIII. Perjalanan Infeksi HIV/AIDS Di Dalam Tubuh Manusia


a. Fase Terinfeksi HIV/AIDS
Sebelum mengetahui fase HIV/AIDS, ada perbedaan antara fase HIV dan
fase AIDS, Pertama, fase HIV adalah fase dimana virus masuk ke dalam tubuh
dan tubuh mulai melakukan perlawanan dengan menciptakan antibodi. Pada fase
ini, sebagian besar orang tidak merasakan gejalanya sehingga disebut fase tanpa
gejala. Kedua, fase AIDS adalah fase dimana saat tubuh sudah tidak melawan
penyakit-penyakit yang masuk dan menginfeksi tubuh. Biasanya dikatakan fase
AIDS setelah muncul 2 atau lebih gejala. Misalnya, flu yang sulit sembuh diiringi
mencret dan menurunnya berat badan hingga >10%.
Selanjutnya tahap infeksi HIV hingga menjadi AIDS dibagi dalam 4
stadium/ fase perkembangan, yaitu:
 Fase Pertama “Window Periode/ Masa Jendela”
Virus HIV masuk kedalam tubuh menyerang sistem kekebalan tubuh,
sampai akhir bulan kedua atau awal bulan ketiga setelah virus HIV masuk
ke dalam tubuh, meskipun belum ditemukan antibodi HIV dalam darah.
Apabila darahnya diperiksa hasil tes HIV akan negatif, namun pengidap
virus HIV ini sudah dapat menularkannya kepada orang lain. Pemeriksaan
virus harus diulang 3 bulan kemudian, maka hasilnya akan positif.8
Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIV menjadi positif disebut Window Period atau Periode

xii
Jendela. Lama window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada
yang berlangsung hingga enam bulan.9 Pada umur infeksi 1-6 bulan ciri-
ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Bisa saja
terlihat mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan
sembuh sendiri)
 Fase Kedua “Fase Tanpa Gejala”
Infeksi HIV atau Asimtomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh
terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini
dapat berlangsung selama 5-10 tahun. 11 Namun, pada fase kedua ini atau
fase setelah terinfeksi HIV ini, pada individu bisa saja terlihat/ mengalami
gejala-gejala ringan. 12 Seperti influenza, batuk, nyeri sendi, nyeri
tenggorokan dan lain-lain.13 Biasanya pada pasien yang gaya hidup tidak
beresiko tinggi, masih belum mengetahi bahwa dirinya sudah terinfeksi
sehingga mereka tidak melakukan pemeriksaan darah, dan otomatis tidak
memperoleh pengobatan dini untuk menghindari persignifikanan masuk
ke stadium infeksi HIV berikutnya.
 Fase Ketiga “ARC (AIDS Related Complex)”
Pada fase ini, mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut
sebagai gejala AIDS. Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat
yang berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan
kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu makan
berkurang, dan berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini, sistem
kekebalan tubuh sudah mulai berkurang.15 Pembesaran kelenjar pada fase
ini sudah menetap dan merata (persistent generalized lymphadenophaty),
tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih dari satu
bulan
 Fase Keempat
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat didiagnosa setelah
kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul
penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC,
infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan
bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi,
infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan
infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
b. Gejala Terinfeksi HIV/AIDS
Pasien AIDS secara khas punya riwayat dan tanda penyakit. Pada infeksi
HIV primer akut yang lamanya 1-2 minggu pasien akan merasakan penyakit
seperti flu. Awal infeksi HIV mungkin tidak menunjukkan gejala, bila ada
mungkin gejala seperti flu singkat dengan demam atau ruam kulit. Banyak orang
yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sampai sistem imun mereka menjadi
sangat lemah dan muncul penyakit yang parah. Sebagian orang mungkin
mengalami infeksi ringan berulang, sepertii infeksi herpes simplex, flu, infeksi

xiii
pada bagian dada, kehilangan berat badan, kelesuan, kuliat kering, dan gatal,
sebelum penyakit menjadi serius.
Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya
diikuti adanya peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta
penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang
menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh
tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun.
Kendati Infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi
HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya
cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui
tes HIV.Gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari 2 gejala,
yaitu gejala Mayor (umum terjadi) dan gejala Minor (tidak umum terjadi):
Gejala Mayor:
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
 Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
 Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
 Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
 Demensia/HIV ensefalopati

Gejala Minor
 Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
 Dermatitris generalisata (peradangan hebat pada permukaan kulit yang
ditandai dengan rasa gatal).
 Adanya herpes zostermultisegmental (infeksi pada saraf kulit) dan herpes
zoster (infeksi pada kulit yang menimbulkan rasa seperti terbakar) secara
berulang.
 Kandidias orofaringeal (tanda peringatan bagi ODHA yang mengalami
penurunan kekebalan tubuh yang terjadi karena jumlah CD4-nya kurang).
 Herpes simpleks kronis progresif (penyakit mulut, kulit, dan kelamin).
 Limfadenopati generalisata (penyakit pada nodus limfa, nodus limfa
adalah filter untuk partikel-partikel asing dan berisi sel darah putih yang
berfungsi untuk mengumpulkan dan menghancurkan bakteri virus)
 Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
 Retinitis virus sitomegalo (peradangan yang terjadi pada retina mata yang
dapat menyebabkan kebutaan).

IX. Upaya Pencegahan Penyakit HIV/AIDS


Pencegahan HIV/AIDS dengan metode ABCDE adalah Abstinence, Be Faithful,
Condom, Drug No, Education. Pengertian dari ABCDE adalah:

xiv
 A (Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang
belum menikah.
 B (Be Faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak beganti-
ganti pasangan).
 C (Condom): Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom.
 D (Drug No): Dilarang menggunakan narkoba.
 E (Education): Pemberian edukassi dan informasi yang benar mengenai HIV, cara
penularan, pencegahan dan pengobatannya.

X. Pengobatan Penyakit HIV/AIDS


Menurut WHO (2010), pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan,
keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-teori, keyakinan, dan
pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau
tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa,
perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.
Penggunaan obat tradisional pada penderita HIV/AIDS sebagai supportive
treatment sangat minim dilakukan. Penggunaannyapun dengan alasan untuk coba-coba
dan tidak berkelanjutan. Pengunaan obat tradisional berupa buah-buahan, jahe, jeruk
nipis, obat herbal China, supplement. Minimnya penggunaan obat tradisional karena
informasi penggunaan ARV telah secara passif didapatkan serta akses untuk
mendapatkan ARV sudah semakin gampang diperoleh.
Sampai sekarang belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan penderita
AIDS secara total. Pengobatan yang dibutuhkan seorang penderita AIDS diperlukan tidak
saja untuk melawan infeksi sampingan yang muncul, tetapi juga untuk mencegah
komplikasi virus ini lebih lanjut dan untuk memperbaiki fungsi tubuh penderita akibat
sistem kekebalannya yang sudah rusak. Ada beberapa jenis obat yang telah ditemukan
yang berfungsi hanya untuk menghambat perkembangan virus HIV. Obat-obat tersebut
adalah:
AZT (Azidothimidine).
DDI (Dideoxynosine).
DDC (Dideoxycytidine).
Akan tetapi obat AZT, DDI, DDC ini belum menjamin proses penyembuhan. Ini
mungkin hanya memperpanjang hidup penderita untuk 1 atau 2 tahun saja. Karena
sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus ini secara total. Demikian
juga cara perawatan yang optimal untuk menyempurnakan kembali sistem kekebalan
penderita AIDS belum ditemukan. Penelitian-penelitian menemukan vaksin dan obat
AIDS terus dilakukan oleh para dokter, terutama di negara-negara maju namun di
samping itu pengidap HIV atau penderita AIDS membutuhkan cara
perawatan/pengobatan lain yaitu psikoterapi, konseling, keluarga, dan terapi kelompok.

xv
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS
merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit pada seseorang karena berkurangnya sistem
kekebalan tubuh akibat serangan HIV. HIV mempunyai kemampuan mengubah diri
sehingga mudah melakukan mutasi bila suatu kondisi tidak menguntungkan hidupnya.
HIV hanya bisa hidup pada cairan/jaringan tubuh manusia. HIV masuk ke dalam
pembuluh darah melalui “pintu masuk” berupa luka pada tubuh, kemudian menyerang
sel-sel kekebalan tubuh sehingga sistem pertahanan tubuh penderita mengalami
kelumpuhan.
Bila seseorang terinfeksi HIV maka hampir di seluruh cairan tubuhnya
mengandung HIV tetapi dengan jumlah berbeda-beda. Walaupun demikian, yang terbukti
dapat menularkan adalah HIV yang terdapat di darah, air mani, dan cairan serviks atau
vagina. HIV menular melalui “pintu masuk” berupa luka, luka borok, dan yang
memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh yang mengandung virus ke peredaran
darah orang yang belum terinfeksi.
Virus HIV mengalami perkembangan di dalam tubuh penderita. Setelah 5–10
tahun tertular HIV, penderita mulai menunjukkan gejala bermacam penyakit yang
disebabkan oleh rendahnya daya tahan tubuh sehingga ia menderita penyakit AIDS
(Acuired Immuno Deficiency Syndrome). Penyakit AIDS bukan merupakan penyakit
keturunan, tetapi penyakit ini diperoleh akibat terinfeksi HIV. Dalam tubuh manusia,
terdapat sel-sel darah putih yang berfungsi melawan dan membunuh kuman atau bibit
penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Jika seseorang terserang virus HIV, sel-sel darah
putih dihancurkan oleh virus tersebut sehingga tidak mampu lagi melawan kuman
penyakit dan mudah terserang penyakit infeksi lain.

B. SARAN
Melihat kondisi-kondisi di atas, yang bisa kita lakukan untuk pencegahan penyebaran
HIV adalah berperilaku yang bertanggung jawab baik bagi diri kita sendiri maupun orang
lain, dan berperilaku sesuai dengan tuntutan norma agama dan sosial yang berlaku
dimasyarakat. Di samping itu, menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS adalah cara
lain untuk melindungi teman, keluarga, dan lingkungan dari penyebaran HIV/AIDS. Hal
ini dapat diwujudkan dalam kegiatan sederhana:

1. Di Dalam Lingkungan Masyarakat

xvi
Berikan informasi yang benar dan tepat yang sudah diterima kepada lingkungan sekitar.
Misalnya: keluarga, teman-teman, tetangga dan lain-lain. Jika dalam percakapan sehari-
hari mendengar informasi yang salah tentang HIV/AIDS, langsung diperbaiki dengan
cara yang benar.
2. Di Dalam Lingkungan Sekolah antar Institusi Pendidikan
Mengusulkan adanya diskusi dan seminar atau kegiatan lainnya yang berhubungan
dengan kegiatan pencegahan HIV/AIDS. Mengadakan kegiatan lain yang berkaitan
dengan masalah HIV/AIDS, misalnya lomba poster, lomba mengarang, dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Susanti, Romy Wahyuny Dewi. "Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Tentang HIV/AIDS Di
Universitas Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu." Jurnal Martenity and Neonatal 7.1
(2019): 341-349.
Susanti, R. W. D. (2019). Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Tentang HIV/AIDS Di Universitas
Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Martenity and Neonatal, 7(1), 341-349.
SUSANTI, Romy Wahyuny Dewi. Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Tentang HIV/AIDS Di
Universitas Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Martenity and Neonatal, 2019, 7.1:
341-349.
Tanjung, Tiara Nanda Puspita, et al. "Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Metode
“ABCDE” dI SMK Gelora Jaya Nusantara Medan Tahun 2022." PubHealth Jurnal Kesehatan
Masyarakat 1.1 (2022): 63-68.
Tanjung, T. N. P., Nurzannah, S., Munawarah, V. R., Damayanti, D., & Sitorus, R. A. (2022).
Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Metode “ABCDE” dI SMK Gelora Jaya Nusantara
Medan Tahun 2022. PubHealth Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(1), 63-68.
TANJUNG, Tiara Nanda Puspita, et al. Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Metode
“ABCDE” dI SMK Gelora Jaya Nusantara Medan Tahun 2022. PubHealth Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 2022, 1.1: 63-68.
Rohmatullailah, Diah, and Dina Fikriyah. "Faktor Risiko Kejadian HIV Pada Kelompok Usia
Produktif di Indonesia." Jurnal Biostatistik, Kependudukan, dan Informatika Kesehatan 2.1
(2021): 45-59.
ROHMATULLAILAH, Diah; FIKRIYAH, Dina. Faktor Risiko Kejadian HIV Pada Kelompok
Usia Produktif di Indonesia. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, dan Informatika Kesehatan,
2021, 2.1: 45-59.
Rahman, Asep, Angela FC Kalesaran, and Jainer P. Siampa. "Kajian Penggunaan Makatan (Obat
Asli Minahasa) sebagai Supportive Treatment pada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di Kota
Manado." KESMAS 8.7 (2019).
Purba, Deasy Handayani, et al. Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS. Yayasan Kita Menulis,
2021.

xvii
xviii

Anda mungkin juga menyukai