Anda di halaman 1dari 2

Sistem INA-CBG’S adalah aplikasi Yang digunakan sebagai aplikasi pengajuan Klaim Rumah Sakit,

Puskesmas dan semua Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi Masyarakat miskin Indonesia. Case
Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran Perawatan pasien berdasarkan diagnosis- diagnosis
atau kasus-kasus yang relatif Sama. Rumah Sakit akan mendapatkan Pembayaran berdasarkan rata-
rata biaya Yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok Diagnosis.

INA-CBG’S untuk Optimalkan Pelayanan BPJS Kesehatan Rokom by Rokom 08 Januari 2014Reading
Time: 2 mins read A A Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggunakan tarif
INA-CBG’s (Indonesia Case Based Groups) versi terbaru yakni versi 4.0 pada pola pembayaran
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Versi ini mulai diberlakukan pada 2014. Ketentuan ini sesuai
dengan Peraturan Presiden No 111 Tahun 2013 sebagai revisi dari Perpres No 12 Tahun 2013
mengenai Jaminan Kesehatan.

Seperti sebelumnya, Ina CGB’s versi 4.0 berdasarkan pada data-data dari rumah sakit. Sesuai dengan
regulasi, di dalam INA CBG’s ini ada kendali mutu di dalamnya. Kendali mutu ini terkait baik dari
profesi, akademisi, pakar, asosiasi, hingga dinas kesehatan. Diharapkan, dengan pola pembayaran ini
bisa mendorong efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Seperti sebelumnya, Ina CGB’s versi 4.0 berdasarkan pada data-data dari rumah sakit. Sesuai dengan
regulasi, di dalam INA CBG’s ini ada kendali mutu di dalamnya. Kendali mutu ini terkait baik dari
profesi, akademisi, pakar, asosiasi, hingga dinas kesehatan. Diharapkan, dengan pola pembayaran ini
bisa mendorong efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

RS tipe A, B, C, dan D memang sangat jauh pada INA-CBG’s 3.1, tetapi yang sekarang sudah diberikan
solusi yaitu kenaikan 29-54%. Yang 54% adalah RS tipe D, sedangkan yang tipe A adalah 29%. Artinya
apa? Disparitas RS tipe A, B, C, dan D itu semakin sempit. Dijelaskan, tarif tersebut berbentuk paket
yang mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit berdasarkan penyakit yang diderita. Di
dalamnya mencakup jenis obat dan kelas perawatan bila harus menjalani rawat inap, berikut
pengobatannya sampai dinyatakan sembuh.

Dengan penerapan INA-CBG’s, RS akan memiliki peran terhadap ketersediaan pelayanan kesehatan,
termasuk ketersediaan obat. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada
fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan pada
paket INA-CBG’s,” katanya.

Tarif INA-CBG’s hampir tiap tahun mengalami pemutakhiran sesuai dengan perkembangan atau
mengikuti laju inflasi. INA-CBG’s 4.0 yang digunakan dalam pelaksanaan JKN dikelompokan dalam
enam jenis RS, yaitu RS kelas D, C, B, dan A, serta RS Umum dan RS Khusus rujukan nasional. Tarif
INA-CBG’s juga disusun berdasarkan perawatan kelas 1, 2, dan 3.

Implementasi INA-CBG’s pada JKN berguna dalam standardisasi tarif sehingga lebih memberikan
kepastian. “Perhitungan tarif pelayanan lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya. Melalui
INA-CBG’s, diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efesiensi rumah sakit.

Tarif paket itu mencakup seluruh komponen biaya RS yang berbasis pada data costing dan coding
penyakit, yang mengacu pada International Classification of Diseases (ICD) yang disusun WHO.
Penggunaan ICD 10 untuk mendiagnosis 14.500 kode dan ICD 9 Chlinical Modifications yang
mencakup 7.500 kode. Adapun tarif INA-CBG’s terdiri atas 1.077 kode CBG, yakni 789 rawat inap dan
288 rawat jalan dengan tiga tingkat keparahan.
Di Indonesia, INA-CBG’s bukan sistem baru karena telah dibangun sejak 2006 oleh Kemenkes. Pada
2008, INA-CBG’s diimplementasikan dalam program Jamkesmas. Sampai 2013, jumlah pemberi
pelayanan kesehatan Jamkesmas yang menggunakan INA-CBG’s meliputi 1.273 RS.

Anda mungkin juga menyukai