Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS PERBEDAAN TARIF RUMAH SAKIT DAN TARIF

INA-CBG PELAYANAN RAWAT INAP DI


RSU PANTI BAKTININGSIH

Makalah,
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang dibimbing oleh
Safarina Aulia Rahmi, SKM, M.Kes

Disusun oleh,
Nadia Lailin Nafiah 190103007
Neha Tulada 190103008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAMENANG PARE


S1 ADMINISTRASI KESEHATAN
Jalan Soekarno-Hatta Nomor 15 Bendo-Pare-Kediri Telp. (0354)393102/399840
April 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunianya kami bisa menyelesaikan makalah ini sesuai dengan harapan. Tak lupa
pula kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut andil dalam
tersusunnya makalah ini dan pihak yang memberikan bantuan baik materiil
maupun non materiil.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca tentang Analisis Perbedaan Tarif Rumah Sakit
Dan Tarif Ina-Cbg Pelayanan Rawat Inap Di Rsu Panti Baktiningsih. Saya harap
pembaca dapat terinspirasi dan mampu mengembangkan inovasi terhadap sistem
Pembiayaan INA-CBGs di daerah masing-masing.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, masih terdapat
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun,
ABSTRAK

Kata Kunci: Tarif INA CBGs, Tarif RS


Penelitian oleh Yohana Susanti ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif Indonesian Case Based Groups (INA-
CBG) pada pembayaran klaim pasien rawat inap peserta Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Penelitian dilakukan di RSU Panti Baktiningsih, dengan tujuan
untuk mengetahui selisih, faktor penyebab perbedaan.
Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumen. Metode
penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis data dengan
membandingkan tarif riil rumah sakit dan tarif paket INA-CBG menggunakan
analisis deskriptif, data dalam penelitian ini berorentsi pada biaya riil klaim BPJS
peserta JKN pada bagian pelayanan kesehatan rawat inap kelas tiga.
Menurut analisis, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
tarif rumah sakit dengan tarif INA-CBG. Dari 176 kasus penyakit, selisih positif
terdapat pada pihak rumah sakit, baik pada spesialis penyakit dalam, spesialis
penyakit syaraf, spesialis obsgyn (kebidanan) dan spesialis penyakit anak,
sedangkan pada spesialis bedah, rumah sakit mengalami kerugian (selisih negatif).
Faktor-faktor penyebab perbedaan tarif riil rumah sakit dan tarif paket INA-CBG
pada pelayanan pasien rawat inap kelas tiga di RSU Panti Baktiningsih yaitu: (1)
Standar tarif riil rumah sakit dengan tarif paket INA-CBG; (2) Ketepatan
pengkodean diagnosis.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tanggal 26 Oktober 2016 Pemerintah Indonesia memberlakukan
Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBG). Sistem ini merupakan
aplikasi pengajuan klaim Rumah sakit, balai dan klinik yang melayani
peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Peraturan Menteri Kesehatan
2016: 76). Sistem ini mempunyai kaitan dengan tarif yang ditentukan oleh
pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 69 tahun
2013 tentang standar tarif pelayanan kesehatan. Dengan demikian tarif
Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) merupakan besaran
pembayaran klaim oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial
(BPJS) Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan
diagnosis penyakit dan prosedur.
Menurut Hernowo, dkk (2018) Badan Pengelola Jaminan Sosial
Kesehatan atau yang lebih dikenal dengan BPJS Kesehatan, digulirkan oleh
Pemerintah sejak tanggal 1 Januari 2014, merupakan program JKN, sesuai
dengan visi BPJS diharapkan pada tanggal 1 Januari 2019 seluruh
masyarakat Indonesia harus menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Saat ini pemerintah menjalin kerjasama dengan berbagai Rumah sakit
termasuk Rumah sakit Umum (RSU) Panti Baktiningsih. Rumah sakit ini
menjalin kerjasama dengan BPJS sejak tanggal 16 Januari 2014. RSU Panti
Baktiningsih telah menjalankan program INA-CBG sebagai pedoman
penghitungan biaya klaim pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan
Nomor: HK/MENKES/31/1/2014 yang ditujukan kepada Direktur Rumah
sakit Umum Panti Baktiningsih. Dengan demikian, sejak tanggal 16 Januari
2014 RSU Panti Baktiningsih sudah memberlakukan sistem pembayaran
klaim pasien peserta Jamkesmas dengan paket INA-CBG.
Dengan masuknya RSU Panti Baktiningsih dalam kerjasama dengan
BPJS, Pedoman INA-CBG dalam Pelaksanaan JKN menjadi acuan bagi
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan BPJS Kesehatan, dan pihak lain yang
terkait mengenai metode pembayaran INA-CBG dalam penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan. JKN sendiri adalah program pelayanan kesehatan dari
pemerintah dalam bentuk BPJS Kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2016
tentang petunjuk teknis sistem INA-CBG, metode pembayaran di Rumah
sakit yang ditetapkan oleh BPJS adalah metode prospektif casemix INA-
CBG. Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur
dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan menggunakan
sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama. Dengan adanya metode
pembayaran tersebut, besaran tarif telah ditetapkan sebelum pelayanan
kesehatan diberikan kepada pasien. Sementara itu RSU Panti Baktiningsih
menetapkan besaran tarif yang ditagihkan kepada pasien setelah pelayanan
diberikan kepada pasien.
Ternyata, perbedaan sistem ini menimbulkan masalah keuangan di
RSU Panti Baktininggsih. Rumah sakit mengeluhkan besaran tarif
pembiayaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59
Tahun 2014. Besaran tarif dalam peraturan tersebut dianggap tidak
sebanding dengan jasa medis dan non medis, harga obat dan bahan habis
pakai terkini. Akibatnya, para pasien memandang bahwa pihak Rumah
sakit kurang memberikan pelayanan yang maksimal dan cenderung
mempersulit para pasien, hal ini juga berdampak bagi nama baik Rumah
sakit.
Berdasarkan masalah di atas, peneliti kemudian tertarik untuk
menganalisis perbedaan tarif rumah sakit dan tarif INA-CBG. Analisis ini
penting dilakukan agar rumah sakit dapat memperoleh masukan untuk
mengatasi selisih antara tarif yang ditentukan oleh BPJS dan tarif
pelayanan kesehatan Rumah sakit. Atas dasar inilah, penelitian ini diberi
judul: “Analisis Perbedaan Tarif rumah sakit dan Tarif INA-CBG Pada
Pelayanan Rawat Inap” dengan model studi kasus di RSU Panti
Baktiningsih.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah ada perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif paket
INA-CBG pada pembayaran klaim peserta JKN pasien rawat
inap di RSU Panti Baktiningsih, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta?
1.2.2 Apakah ada perbedaan yang benilai dan tidak bernilai antara tarif
riil rumah sakit dengan tarif paket INA-CBG pada pembayaran
klaim peserta JKN pasien rawat inap di RSU Panti Baktiningsih,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
1.2.3 Apa saja faktor-faktor yang menimbulkan perbedaan tarif rumah
sakit dengan tarif INA-CBG di RSU Panti Baktiningsih,
Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
1.2.4 Apakah RSU Panti Baktiningsih sudah memiliki clinical
pathway?

1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui besaran dan perbedaan tarif riil rumah sakit dengan
tarif paket INA-CBG pada pembayaran klaim peserta JKN pasien
rawat inap di RSU Panti Baktiningsih, Kabupaten Sleman,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.3.2 Mengetahiu pebedaan yang benilai dan tidak bernilai antara tarif
riil rumah sakit dengan tarif paket INA-CBG pada pembayaran
klaim peserta JKN pasien rawat inap di RSU Panti Baktiningsih,
Kabupaten Sleman, Propinsi.
1.3.3 Mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan perbedaan tarif
rumah sakit dengan tarif INA-CBG di RSU Panti Baktiningsih,
Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.3.4 Mengetahui apakah RSU Panti Baktiningsih sudah
menggunakan clinical pathway.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Jaminan Kesehatan Nasional


Pada bab ini penulis akan memaparkan teori-teori berkaitan dengan
sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Indonesian Case Base Groups
(INA-CBG), dan Penetapan Tarif. Dengan teori ini, penulis akan semakin
mengetahui dasar-dasar penetapan tarif yang akan diberlakukan dalam
kerjasama dengan Rumah sakit – Rumah sakit.
Pertama – tama akan dibicarakan tentang asuransi kesehatan. Dalam
buku panduan sosial JKN yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2012, dijelaskan bahwa asuransi kesehatan
bertujuan untuk mengurangi masyarakat menangung biaya kesehatan dari
kantong sendiri, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan terkadang
memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu, diperlukan suatu jaminan
dalam bentuk asuransi kesehatan, dimana pembiayaan kesehatan
ditanggung bersama secara gotong royong oleh keseluruhan peserta,
sehingga tidak memberatkan secara orang per orang (Febriani, 2016).
JKN bukanlah suatu asuransi kesehatan yang mengedepankan
profit, melainkan Jaminan Kesehatan Nasional yang bersifat sosial
diberikan secara merata oleh pemerintah kepada seluruh rakyat Indonesia.
Penerapan jaminan kesehatan sosial ini dipandang penting untuk diterapkan
di Indonesia karena memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan pertama
adalah memberikan manfaat yang komprehensif dengan tarif yang
terjangkau. Kedua, menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu
sehingga peserta bisa mendapatkan pelayanan yang bermutu dengan biaya
yang memadai dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau “terserah
Rumah sakit”. Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin pembiayaan
pelayanan kesehatan yang berkelanjutan. Keempat, asuransi kesehatan
sosial bisa digunakan diseluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
melindungi seluruh warga, kepesertaan JKN bersifat wajib pemerintah
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesiatahun 2012 dalam Febriani
2016):
JKN juga merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), yang diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang – Undang
nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Penerapan
sistem JKN ini bertujuan agar semua penduduk Indonesia terlindungi
dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat yang layak.
Ada beberapa prinsip jaminan kesehatan nasional yang ditetapkan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesiatahun tahun 2012:
a. Prinsip Gotong Royong
Prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta
yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang
beresiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Dengan
demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat
menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip Nirlaba
Dana yang dikumpulkan dari masyrakat adalah amanat, sehingga hasil
pengembangannya akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.
c. Prinsip Portabilitas
Prinsip ini dimaksudkan untuk memberika jaminan yang berkelanjutan
kepada peserta meskipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
e. Prinsip Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan
dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
f. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta.
2.2 Indonesian Case Base Group (INA-CBG)
Sistem pembayaran INA-CBG’s merupakan pembayaran berdasarkan
tarif pengelompokan diagnosis yang mempunyai kedekatan secara klinis
dan homogenitas sumber daya yang dipergunakan. umah sakit akan
mendapat pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh
suatu kelompok diagnosis. Sistem ini telah diterapkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonsesia dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan khususnya untuk masyarakat miskin sejak tahun 2010. Sistem ini
bersifat dinamis yang artinya total jumlah CBG (Case Based Groups) bisa
disesuaikan berdasarkan kebutuhan sebuah Negara. Sistem ini juga dapat
digunakan jika terdapat perubahan dalam pengkodean diagnosa dan
prosedur sesuai dengan sistem klarifikasi baru (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013). Pengelompokan ini dilakukan dengan
menggunakan kode-kode tertentu yang terdiri dari 14.500 kode diagnose
(ICD-10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD-9CM). Untuk
mengkombinasi ribuan kode tersebut tidak mungkin dilakukan secara
manual. Perangkat yang digunakan untuk mengkombinasi kode tersebut
disebut Grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke
dalam banyak kelompok atau group yang terdiri dari 23 MCD
(MajorDiagnotic Category), terdiri pula dari 1077 kode INA-DRG yang
terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode untuk rawat jalan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2016
yang berlaku sejak tanggal 26 Oktober 2016 tentang Pedoman INA-
CBG dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan acuan
bagi fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan, dan pihak lain
yang terkait mengenai metode pembayaran INA-CBG dalam
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam
implementasi JKN. Pembiayaan kesehatan difasilitas kesehatan diperoleh
dengan dilakukannya pembayaran oleh penyelenggara asuransi kesehatan
atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta, yang bertujuan
untuk mendorong peningkatan mutu, mendorong layanan berorientasi
pasien, mendorong efisiensi dengan tidak memberikan reward terhadap
Grouper yang melakukan over treatment, under treatment maupun
melakukan adverse eventdan mendorong pelayanan tim. Dengan sistem
pembiayaan yang tepat diharapkan tujuan diatas bisa tercapai.
Terdapat dua metode pembayaran Rumah sakit yang digunakan yaitu
metode pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif.
Metode pembayaran retrospektif adalah metode pembayaran yang
dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasar
pada setiap aktifitas layanan yang diberikan, semakin banyak layanan
kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus dibayarkan.
Contoh pola pembayaran retrospektif adalah Fee For Services (FFS).
Metode pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan
atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum
pelayanan kesehatan diberikan. Contoh pembayaran prospektif adalah
global budget, perdiem, kapitasi dan case based payment.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer
76 tahun 2016 Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia
pada Tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia-Diagnosis Related
Group). Implementasi pembayaran dengan INA-DRG dimulai pada 1
September 2008 di 15 Rumah sakit milik Kementerian Kesehatan RI, dan
pada 1 Januari 2009 diperluas untuk seluruh Rumah sakit yang bekerja
sama menjadi penyedia pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas.
Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari
INA-DRG menjadi INA-CBG(Indonesia Case Based Group) seiring dengan
perubahan Grouper dari 3M Grouper ke UNU (United Nation University)
Grouper. Kemudian, dengan implementasi JKN yang dimulai 1 Januari
2014, sistem INA-CBG kembali digunakan sebagai metode pembayaran
pelayanan baik rawat jalan maupun rawat inap kepada Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

2.3 CLINICAL PATHTWAY


Menurut Hernowo, dkk (2018) merupakan dasar penyusunan paket
tarif yang diberlakukan oleh BPJS kesehatan adalah, konsep clinical
pathtway. Konsep tarif Clinical pathway (CP) adalah perencanaan
pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah pelayanan yang
dilaksanakan pada pasien mulai masuk sampai pasien keluar berdasarkan
standar pelayanan kedokteran, standar asuhan keperawatan dan tenaga
kesehatan lainnya berbasiskan bukti (diagnosa) dengan hasil yang dapat
diukur dalam jangka waktu tertentu (long ofstays/LOS) selama di Rumah
sakit (UU No.29 Tahun 2009 Praktik Kedokteran Pasal 44 ayat 3 dan
PermenKes No. 148/IX/2010).
(Basmala dalam Hernowo. 2018) Clinical pathway dapat membantu
Rumah sakit dalam hal :
a. Memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis
tertentu untuk setiap pasien, setiap tindakan klinis dapat ditelusuri dan
dimonitor.
b. Memberikan rencana tata laksana hari demi hari dengan standar
pelayanan yang dianggap sesuai.
c. Pelayanan dalam Clinical pathwaybersifat multidisiplin, perkembangan
pasien dapat dimonitor setiap hari, baik intervensi maupun
outcomenya.
d. MembantuRumah sakit mengembangkan sistem kendali pelayanan.
e. Dapat digunakan untuk keperluan perhitungan harga pokok layanan
(penghitungan pembiayaan).

2.4 TARIF INA-CBG’s


Penghitungan tarif INA-CBG’s berbasis pada data costing dan koding
rumah sakit.
a. Data costing
Data costing adalah data yang didapat dari Rumah sakit terpilih (rumah
sakit sempel) referensi dari kelas uumah sakit, jenis rumah sakit maupun
kepemilikan rumah sakit (rumah sakit swasta maupun pemerintah),
meliputi seluruh data baiaya yang dikeluarkan oleh Rumah sakit, tidak
termasuk obat yang sumber pembiayaanya dari program pemerintah.
b. Data koding
Data koding adalah data yang diperoleh dari data koding rumah sakit
peyedia pelayanan kesehatan (PPK) Jamkesmas untuk penyusunan tarif
JKN digunakan data costing 137 Rumah sakit pemerintah dan swasta
serta 6 juta data koding (kasus).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif paket INA-CBG pada
pembayaran klaim peserta JKN pasien rawat inap di RSU Panti
Baktiningsih
Perbedaan selisih antara paket BPJS dan biaya yang dikeluarkan oleh
Rumah sakit kemungkinan besar terjadi karena kenyataan di lapangan
dengan teori bisa saja berbeda. Penanganan pasien di rumah sakit tidak
semuanya ditanggung oleh pemerintah melalui paket-paket yang telah
ditetapkan. Ada kekurangan yang harus dibayar oleh pasien. Namun
demikian, penjelasan atas perbedaan ini akan sangat membantu pihak
Rumah sakit dan pihak pasien serta pemerintah.
Perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif paket INA-CBG pada
pembayaran klaim peserta JKN pasien rawat inap di RSU Panti
Baktiningsih, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak pada stadar
tarif yang diterapkan, berdasarkan hasil wawancara dengan petugas
verifikator bahwa tarif riil Rumah sakit dihitung per rincian jenis pelayanan
setelah melakukan tindakan, utuk standar tarif umah sakit sudah ditentukan
dalam peraturan Direksi RSU Panti Baktiningsih dengan menggunakan
sistem pembayaran retrospektif. Sedangkan penghitungan tarif INA-CBG
berdasarkan paket yaitu penggabungan kode diagnosis dan kode prosedur
pada tindakan ke dalam sebuah kode CBG yang standar tarifnya sudah
ditetapkan oleh Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Terdapat perbedaan
total antara tarif riil Rumah sakit dan tarif paket INA-CBG dalam
pembayaran klaim JKN pasien rawat inap kelas tiga padaperiode bulan Mei
hingga Juli tahun 2018 di RSU Panti Baktiningsih, biaya tarif pake INA-
CBG lebih besar dari biaya tarif riil Rumah sakit dalam artian Rumah sakit
memperoleh selisih positif sebesar Rp61.459.076,00; (100%)

3.2 Perbedaan Bernilai dan Perbedaan Tidak Bernilai


a. Terdapat perbedaan yang berarti antara tarif riil rumah sakit dan tarif
paket INA-CBG dalam pembayaran klaim JKN pasien rawat inap kelas
tiga periode bulan Mei hingga Juli tahun 2018 di RSU Panti
Baktiningsih, dibagian penyakit dalam, biaya tarif pake INA-CBG lebih
besar dari biaya tarif riil rumah sakit dalam artian rumah sakit
memperoleh selisih positif sebesar sebesar Rp39.051.151,00; (64%).
b. Tidak terdapat perbedaan yang berarti pada pembayaran klaim JKN
pasien rawat inap kelas tiga pelayanan spesialis penyakit Obsgyn
(kebidanan), syaraf dan anak di RSU Panti Baktiningsih. Terdapat
selisih yang merugikan dipihak rumah sakit pada pembayaran klaim
JKN pasien rawat inap kelas tiga sebesar Rp1.578.975,00; (-3%)

3.3 Faktor – faktor perbedaan tarif rumah sakit dan tarif paket INA-CBG
Faktor – faktor yang menimbulkan perbedaan tarif riil rumah sakit
dengan tarif klaim JKN tarif paket INA-CBG pada pelayanan pasien rawat
inap di RSU panti Baktiningsih yaitu:
a. Perbedaan standar tarif riil rumah sakit dengan tarif paket INA-CBG
- Tarif INA-CBG
Perbedaan yang ditemukan pada penghitungan tarif INA-CBG di
RSU Panti Baktininggsih. Penghitungan tarif INA-CBG adalah
dalam bentuk paket yang didasarkan pada pengelompokan kode
diagnosis (ICD-10) yang digabungakan ke kode diagnosis (ICD-9)
yaitu kode prosedur atau tindakan ke dalam sebuah kode CBG
sehingga menghasilkan Grouping, dengan menggunakan metode
pembayaran prospektif. Metode pembayaran prospektif adalah
metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang
besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan
kepada pasien. Standar tarifnya sudah ditetapkan oleh Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan dibagi sesuai dengan
regional wilayah dan tipe rumah sakit. RSU Panti Baktininggsih
masuk dalam regional satu dengan tipe Rumah sakit kelas D.
- Tarif Rumah sakit
Tarif RSU Panti Baktininggsih, tarif dihitung menggunakan sistem
pembiayaan berdasarkan kebijakan tarif yang ditetapkan oleh
Direksi Rumah sakit, menggunakan metode pembayaran
restrospektif. Metode pembayaran retrospektif adalah metode
pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang diberikan.
Perbedaan tarif yang menguntungkan memang terjadi pada pihak
Rumah sakit. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa tarif kebijakan
Rumah sakit yang ditetapkan oleh Direksi Rumah sakit
memperhatikan beberapa hal yaitu:
a. Kemampuan membayar masyarakat setempat
b. Pelayanan rumah sakit ditetapkan atas dasar jenis pelayanan
tingkat kecanggihan pelayanan dan kelas perawatan.
c. Memiliki Cinta Kasih yang tanpa batas dengan tetap memberi
keringanan biaya pada pasien tidak mampu berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
d. Adanya ikatan kerjasama dengan pihak BPJS dan selalu diperharui
setahun sekali.
e. Penetapan besaran tarif pelayanan Rumah sakit dilakukan dengan
mempertimbangkan adanya subsidi silang bagi tarif pelayanan
pasien kelas tiga.
f. RSU Panti Baktiningsih memiliki strategi dengan petetapan tarif
atau harga yang sepenuhnya memperhatikan biaya yang
dikelurkan baik biaya medis maupun non medis, mengingat
kondisi permintaan bukan tingkat biaya, dasar tarif juga masih
menyesuaikan dengan tarif yang ditetapkan oleh para pesaing.
Perbedaan standar tarif yang terjadi pada akhirnya akan
mempengaruhi besaran nominal taraif pelayanan kesehatan di RSU
Panti Baktiningsih yang memiliki rata - rata menguntungkan bila
dibandingkan dengan nominal pada klaim JKN dengan
menggunakan tarif paket INA-CBG. Maka dari itu, hal tersebut akan
menjadi peluang yang sangat baik bagi Rumah sakit untuk lebih
meningkatkan kembali mutu pelayanan kesehatannya kepada
masyarakat sacara khusus peserta JKN dan tetap melanjutkan
kerjasamanya dengan pihak PBJS. Beberapa pengaruh akibat
perbedaan standar tarif yang terjadi yaitu:
a. Lama Pasien dirawat, lama dirawat sangat mempengaruhi
perbedaan pada tarif riil Rumah sakit dengan tarif INA-CGB.
b. Lamanya pasien yang dirawat di Rumah sakit bisa mempengaruhi
perbedaan tarif riil dengan tarif INA-CBG, perbedaan tarif muncul
dikarenakan lama dirawat pada tarif riil Rumah sakit dihitung
perhari, sehingga semakin lama pasien dirawat sekain tinngi
biayanya. Sedangkan pada tarif INA-CBG lama pasien dirawat
tidak mempengaruhi besaran biaya yang dikeluarakan, hal tersebut
terjadi karena lama dirawat pasien diRumah sakit pada tarif INA-
CBG sudah ditentukan standarnya, sehingga pasien yang dirawat
lama atau sebantar tarifnya akan tetap sama sesuasi kode diagnosis
dank ode prosedurnya.
Lamanya pasien yang dirawat di Rumah sakit bisa mempengaruhi
perbedaan tarif riil dengan tarif INA-CBG, perbedaan tarif muncul
dikarenakan lama dirawat pada tarif riil Rumah sakit dihitung
perhari, sehingga semakin lama pasien dirawat sekain tinngi
biayanya. Sedangkan pada tarif INA-CBG lama pasien dirawat tidak
mempengaruhi besaran biaya yang dikeluarakan, hal tersebut terjadi
karena lama dirawat pasien diRumah sakit pada tarif INA- CBG
sudah ditentukan standarnya, sehingga pasien yang dirawat lama
atau sebantar tarifnya akan tetap sama sesuasi kode diagnosis dan
kode prosedurnya.
Dalam aspek ekonomis semakin lama pasien dirawat mengakibatkan
semakin besar biaya yang meski ditanggung oleh pasien dan biaya
tersebut diberikan kepada pihak Rumah sakit dimana pasien dirawat.
Hal tersebut hanya berlaku pada tarif riil Rumah sakit saja,
sedangkan pada paket tarif INA-CBG lama atau sebentarnya pasien
dirawat tidak berpengaruh terhadap besaran biaya. Berdasarkan
pemahaman hal tersebut bisa diketahui bahwa pemberian pelayanan
kesehatan di RSU Panti Baktiningsih untuk lama dan sebentarnya
dirawat bisa diatasi dengan baik dan bisa dijalankan secara efektif
dan efisien sehingga memperoleh selisih positif bila dibandingkan
dengan tarif paket INA-CBG.
b. Ketepatan Pengodean Diagnosis
Ketepatan dalam pengkodean diagnosis sangat diperlukan untuk
memmenuhi kesesuaian tarif paket INA-CBG, dokter memiliki
kewajiban untuk mengisi CP dan melakukan penegakan diagnosis yang
tepat dan jelas sesuai dengan International Code Diseases Ten (ICD-10)
dan International Code Diseases Nine (ICD-9) serta Clinical
Modification (CM). Ketepatan pengodean diagnosis dan prosedur akan
mempengaruhi ketepatan penghituungan tarif paket INA-CBG, maka
bisa dipastikan perbedaan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG
juga akan ditentukan pada ketepatan pengodean tersebut.
Ketepatan pengkodeaan dan prosedur akan sangat mempengaruhi
ketepatan pada hasil data paket tarif pada software INA-CBG, karena
dari ketepatan pengkodean akan diperoleh perbedaan selisih pada tarif
paket INA-CBG dan tarif riil rumah sakit yang sesuai dengan standar.
Dengan adanya pengkodean dan penetuan diagnosis primer dan skunder
yang tepat, hal tersebut akan menentukan hasil tarif paket INA-CBG
yang keluar juga sesuai dengan derajad keparahan dari kode diagnosis
dan prosedur.
3.4 CLINICAL PATHWAY
RSU Panti Baktinigsih untuk menentukan diagnosis dan prosedur
pelayanan sudah mulai mengunakan CP dalam menentukan diagnose
penyakit pada kasus penyakit yang berbeda – beda, pelayanan kesehatan
tersebut diberikan kepada pasien untuk memperoleh hasil grouping dan yang
menentukan CP adalah dokter yang menagani tindakan pada saat proses
pelayanan dilakukan. Dengan adanya CP maka akan mempermudah dalam
penetuan tarif paket INA-CBG.
RSU Panti Baktiningsih sudah memiliki Clinical pathway. RSU Panti
Baktiningsih sudah mulai menggunakan clinical pathway dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN, sehingga pemberian
pelayanan kesehatan pada pasien dengan kasus penyakit yang sama tidak
akan berbeda-beda oleh dokter yang menanganinya, maka dengan adanya
clinical pathaway tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan dalam CP, hal tersebut mengakibatkan
pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien bisa terkendali dan relevan
sesuasi dengan penyakit yang diderita oleh pasien karena tindakan
pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pada pelayanan kesehatan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, adanya Clinical pathway memiliki
pengaruh besar terhadap selisih antara tarif riil dengan tarif paket INA- CBG.
sistem pembayaran paket (Cased Base Groups) dapat dikurangi, yaitu
dengan mengurangi harga yang dibayar untuk sumber daya/input,
mengurangi lama dirawat pasien, mengurangi intensitas pelayanan yang
disediakan, serta meningkatkan efisiensi produksi/pelayanan. Dengan
adanya Clinical pathway sebagai sarana pengendali dan standar pemberian
pelayanan kesehatan maka hal ini sangat membantu Rumah sakit dalam
meningkatkan mutu pelayanannya
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil penelilitian analisis perbedaan tarif rumah sakit dan tarif INA-CBG
pada pelayanan rawat inap kelas tiga bagian asuransi, RSU Panti
Baktiningsih menyimpulkan bahwa proses penghitungan tarif rumah sakit
dan paket tarif INA-CBG mengalami berbedaan antara lain:
Terdapat perbedaan antara tarif riil rumah sakit dan tarif paket INA-CBG
pada pembayaran klaim JKN pasien rawat inap kelas tiga periode Mei
hingga Juli tahun 2018 di RSU Panti Baktiningsih, biaya tarif paket INA-
CBG lebih besar dari biaya tarif riil rumah sakit dalam artian rumah sakit
memperoleh selisih positif sebesar Rp61.459.076,00; (100%)
Terdapat perbedaan yang berarti (bernilai) antara tarif riil rumah sakit dan
tarif paket INA-CBG pada pembayaran klaim JKN pasien rawat inap kelas
tiga pada bulan Mei – Juli 2018 di RSU Panti Baktiningsih, dibagian
spesilais penyakit dalam, biaya tarif paket INA-CBG lebih besar dari biaya
tarif riil rumah sakit dalam artian rumah sakit memperoleh selisih positif
sebesar sebesar Rp39.051.151,00; (64%) dan pada spesialis penyakit syraf
sebesar Rp15.648.600,00; (25%).
Tidak terdapat perbedaan yang berarti pada pembayaran klaim JKN
pasien rawat inap pelayanan Obsgyn (Kebidanan) tarif rumah sakit lebih
kecil dari pada tarif paket INA-CBG dalam artian rumah sakit
memperoleh selisih positif sebesar Rp 360.700,00; (1%), pada spesialis
penyakit anak memperoleh selisih positif sebesar Rp7.977.600,00; (13%),
serta pada spesialis penyakit bedah RSU Panti Baktiningsih mengalami
kerugian sebesar Rp1.578.975,00; (-3%)
Faktor-faktor yang menimbulkan perbedaan tarif Rumah sakit dengan
tarif INA-CBG pada pelayanan pasien rawat inap di RSU Panti Baktiningsih
yaitu:
a. Perbedaan standar tarif riil rumah sakit dengan tarif paket
b. INA-CBG
c. Ketepatan pengodean diagnosis;
RSU Panti Baktiningsih sudah memiliki Clinical pathway
DAFTAR PUSTAKA
Susanti, Yohana. 2019. Analisis Perbedaan Tarif Rumah Sakit Dan Tarif Ina-Cbg
pelayanan Rawat Inap Di Rsu Panti Baktiningsih. Universitas Sanata Dharma.

Anda mungkin juga menyukai