2
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok
menggunakan Permendagri nomor 13 tahun 2006 terbit Permenkes 19 tahun 2014, yang direvisi oleh
dan perencanaannya melalui Permenkes nomor Permenkes 21 tahun 2016 tentang Penggunaan
44 tahun 2016, dengan acuan standar layanan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk
dan sumberdaya yaitu Permenkes 75 tahun 2014. Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya
Permenkes 21 tahun 2016 sebagai kebijakan Operasional Pada FKTP Milik Pemerintah Daerah.
yang dibahas pada penelitian ini, didasari oleh Karena distribusi penyakit dan biaya
Pencasila sila ke-5, yang mengamanatkan pengobatan sebagian besar penyakit tidak
perlindungan keadilan sosial bagi seluruh rakyat bervariasi besar, pembayaran dokter/dokter gigi
Indonesia serta kaidah konstitusi Bangsa Indonesia primer layak dilakukan dengan cara kapitasi,
yaitu UUD NKRI tahun 1945, pasal 28H ayat atau bayar borongan (Thabrany, 2014). Konsil
1sampai 3 serta pasal 34 ayat 1 sampai 3. Kaidah Kedokteran Indonesia (KKI) menyebutkan jumlah
abstraknya adalah UU RI Nomor 40 Tahun 2004 dokter yang tercatat sampai dengan Maret 2017
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah: jumlah dokter umum: 118.173, dokter gigi:
Pasal 24 ayat 2. Sedangkan kaidah konkritnya 28.710, dokter spesialis: 32.947 dan dokter gigi
adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia spesialis: 3.178 orang. Jumlah keseluruhan dokter
Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan dokter gigi menjadi 183.008 orang (KKI, 2017).
dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa BPJS Kesimpulan evaluasi JKN tahun 2015, Rasio
Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP dokter per peserta 1:6.708 peserta (lebih dari rasio
secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah ideal sebesar 1 : 5.000 peserta) (P2JK, 2015).
peserta yang terdaftar di FKTP. Sebagai perbandingan, pada penelitian di India,
Peraturan Presiden RI nomor 32 tahun 2014, tahun 2013 rasio dokter dengan penduduk sudah
mengatur dana kapitasi FKTP Puskesmas sekurang- mencapai 1:1.800 penduduk (Deo, 2013). Evaluasi
kurangnya 60% untuk jasa pelayanan dan sisanya juga menyebutkan bahwa peserta yang terdaftar
untuk dukungan operasional lainnya. Kemudian di setiap FKTP serta besaran rentang kapitasi
Tabel 1. Aspek Temuan Investigasi KPK Dalam Pemanfaatan Dana Kapitasi oleh FKTP Puskesmas tahun 2014
1. Aturan pembagian 1. Potensi fraud atas 1. Lemahnya pemahaman dan 1. Tidak adanya
jasa medis dan biaya diperbolehkannya kompetensi petugas kesehatan anggaran
operasional berpotensi perpindahan dalam menjalankan regulasi pengawasan
menimbulkan moral peserta Penerima 2. Proses verifikasi eligibilitas dana kapitasi di
hazard dan ketidak Bantuan Iuran kepesertaan di FKTP belum berjalan daerah.
wajaran (PBI) dari dengan baik 2. Tidak adanya
2. Belum mengatur puskesmas ke 3. Pelaksanaan mekanisme rujukan alat pengawasan
mekanisme FKTP swasta berjenjang belum berjalan baik dan
pengelolaan sisa lebih 2. perubahan 4. Potensi petugas FKTP menjadi pengendalian
3. Aturan kurang kualitas layanan pelaku penyimpangan (fraud) dana kapitasi
mengakomodasi puskesmas secara 5. Petugas puskesmas rentan menjadi oleh BPJS
kebutuhan keseluruhan korban pemerasan berbagai pihak Kesehatan
Puskesmas. belum terlihat 6. Sebaran tenaga kesehatan yang
secara nyata. tidak merata.
kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang kapitasi dikembangkan menggunakan biaya lokal dan
terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan pemanfaatan rata-rata layanan dan karena itu dapat
jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. bervariasi dari satu wilayah negara lain.
Puskesmas layak dibayar dengan cara kapitasi Tarif kapitasi di Indonesia ditentukan
disebabkan pusksmas melakukan administrasi berdasarkan seleksi dan kredensial oleh BPJS
pelayanan; pelayanan promotif dan preventif; Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten /
pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis; Kota dengan mempertimbangkan sumbedaya
tindakan medis non spesialistik, baik operatif manusia, kelengkapan sarana dan prasarana,
maupun non operatif; pelayanan obat dan bahan lingkup pelayanan dan komitment pelayanan.
medis pakai habis, termasuk pil dan kondom Besarana tarif kapitasi yang ditetapkan untuk FKTP
untuk pelayanan Keluarga Berencana; dan Puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan
pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium yang setara adalah sebesar Rp. 3.000,- sampai
tingkat pertama. (Kemenkes, 2014). dengan Rp. 6.000,-.
Sedangkan (Alguire, 2016) menyatakan bahwa Menurut (Alguire, 2016), sebagian besar
kapitasi adalah jumlah uang yang tetap per pasien rencana pembayaran kapitasi untuk layanan
per unit waktu dibayar di muka untuk dokter untuk perawatan primer adalah Pencegahan, diagnostik,
pemberian pelayanan kesehatan. Jumlah aktual uang dan pengobatan, Suntikan, imunisasi, dan obat-
yang dibayarkan ditentukan oleh rentang layanan obatan diberikan di kantor, Tes laboratorium Rawat
yang disediakan, jumlah pasien yang terlibat, dan Jalan dilakukan baik di kantor atau di laboratorium
periode waktu di mana jasa tersebut diberikan. Tarif yang ditunjuk dan Pelayanan pendidikan kesehatan
Gambar 3. Tujuan sistem kesehatan dan tujuan kebijakan pembiayaan kesehatan Kerangka konsep diadopsi
dari model yang dikembangkan oleh Kutzin (2013), dengan sistem pembiayaan meliputi 3 komponen pokok yaitu
pengumpulan dana (revenue collection), pengepulan dana (pooling) dan pembayaran (purchasing) khusus kepada
FKTP milik pemerintah yaitu puskesmas. Beberapa aspek yang akan dikaji dari dana kapitasi yang terkumpul di FKTP
tersebut meliputi alokasi/perolehan dana kapitasi dari BPJS, penggunaan (utilization) dana kapitasi oleh FKTP dan
kesesuaian antara perolehan dana dengan penggunaannya.
Gambar 4. Kerangka Konsep Pemanfaatan Dana Kapitasi FKTP Puskesmas dimodifikasi dari Kutzin, 2013 yang
diadopsi dari WHO 2010
dan konseling dilakukan di kantor. Menurut Permenkes yang berkaitan dengan topik penelitian dan
21 tahun 2016, dana kapitasi pada FKTP milik wawancara dilakukan oleh peneliti sampai tidak ada
pemerintah Daerah non BLUD dapat dipergunakan lagi informasi yang baru yang didapat (saturated).
sekurang-kurangnya 60% untuk pembayaran jasa key informan dalam penelitian ini adalah 4 orang
pelayanan dan sisanya untuk dukungan operasional pejabat dan staf di Dinas Kesehatan, kepala
lainnya yang dialokasikan untuk pengadaan obat, FKTP Puskesmas dan 1 orang dokter pelaksana
alat kesehatan dan bahan medis pakai habis dan di 2 FKTP Puskesmas dan pejabat di stakeholder
biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya yang lainnya meliputi pejabat di Bappeda, BPS, BPJS
bersifat upaya kesehatan perorangan. dan Dinas Sosial Kabupaten Bogor.
Sistem pembiayaan kesehatan di pengaruhi Pengumpulan data primer berasal dari
oleh beberapa fungsi yaitu pengurusan dan wawancara mendalam, sedangkan sekunder
pengawasan oleh pemerintah/pimpinan, dikumpulkan dengan melakukan telaahan terhadap
sumberdaya fisik dan manusia, pelayanan dokumen yang berhubungan dengan kebijakan
kesehatan dan pembiayaan. Secara spesifik pada pemanfaatan dana kapitasi JKN pada FKTP
fungsi sistem pembiayaan kesehatan, mencakup Puskesmas. Pengumpulan data awal dilakukan
pengumpulan pendapatan, penggabungan dalam dengan wawancara dengan pejabat Dinas
anggaran dan belanja anggaran yang secara Kesehatan dan pengumpulan literatur.
langsung bermanfaat untuk pelayanan sesuai Analisa data melalui analisa isi (content
dengan kebutuhan, efisiensi, kualitas serta analysis) dengan metode triangulasi diakukan
transparansi dan akuntabilitas (Kutzin, 2013). untuk validitas data, meliputi triangulasi sumber dan
Sistem kesehatan dan kebijakan pembiayaan triangulasi metode. Pengumpulan data dilakukan
mempunyai tujuan antara dan tujuan akhir sebagai setelah keluar surat lolos kaji etik dan dimulai
berikut : dengan memberikan penjelasan pada informan
Metode yang identitasnya disamarkan serta dilakukan
Penelitian ini merupakan penelitian dengan prosedur pengamanan data hasil penelitian.
metode kualitatif dengan desain Rapid Assessment
Procedure (RAP) dilakukan pada bulan Mei sampai Hasil
dengan Juni 2017. Informan didapatkan dengan Data dana kapitasi pada FKTP Puskesmas di
teknik non-probabilitas (purposive), dengan Kabupaten Bogor tahun 2016 menunjukkan variasi
prinsip kesesuaian (appropriateness) berdasarkan cukup besar dengan standar deviasi sebesar Rp.
pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki 660,4 juta. Norma kapitasi bervariasi yaitu berkisar
oleh informan dan prinsip kecukupan (adequacy) antara Rp 4.500 sampai dengan Rp. 6.000, dengan
dimana informan yang dipilih memenuhi kategori jumlah peserta sangat bervariasi dengan standar
deviasi sebesar 7.952 peserta. Rasio dokter puskesmas itu sendiri. Selain itu, penentuan point
terhadap peserta juga memiliki variasi yang cukup daerah dalam menentukan jaspel terkendala oleh
besar, dengan standar deviasi satu orang dokter perbedaan persepsi antar puskesmas.
untuk 6.426 peserta, dengan rata-rata 6.765
..adanya gap tinggi banget terendah mungkin
peserta untuk 1 orang dokter. dilevelan 1 juta rupiah, di banding dengan misalnya
Besaran dana kapitasi JKN pada FKTP dokter bisa 1000% perbedaannya. (5)
Puskesmas didapatkan dari jumlah peserta
dikalikan dengan norma kapitasi perbulan di dokter dengan yang perawat di wilayah lain
sama (7)
puskesmas. Terkait kepesertaan, data kepesertaan
masih banyak yang belum valid sehingga harus kewenangan daripada Kepala Puskesmas kita
dilakukan verifikasi. Di tingkat kabupaten, verifikasi menambahkan porsi daerah / Point daerah yang
dilakukan oleh Dinas Sosial dengan data dasar dari kita SK kan, ada SK nya (4)
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Masalah tidak ada kewenangan kepala FKTP untuk
lainnya yaitu jumlah peserta yang sangat tidak memberikan reward punishment (5)
merata antar FKTP Puskesmas dan jumlah dan
sebaran dokter tidak merata. Penganggaran dana kapitasi pada porsi
40%, untuk puskesmas dengan kapitasi kecil
... Dinas Sosial itu, mereka yang setiap saat
mendapatkkan data dari desa, yah (1) rasio
sulit dalam penganggaran karena dananya kecil.
dokter peserta hanya 1 per 1000 an di tempat lain Namun pada puskesmas dengan dana kapitasi
26.000 .. (3) besar, kesulitan menentukan kegiatan ketika
anggaran kapitasi bertambah besar. Kesulitan
Makaya di tiap puskesma tidak sama, ada jumlah
peserta dia 32.000, ada yang 16.000 ada 10.000 ada
puskesmas lainnya adalah dalam penganggaran
8.000 (9) kegiatan promotif dan preventif yang dapat
Terkait dengan tarif kapitasi, kondisi overlap dengan kegiatan bersumberdana
menunjukkan disparitas antar puskesmas yang Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), meski
menunjukkan kualitas dan kuantitas sumber daya dapat juga saling melengkapi.
di puskesmas yang berbeda. Tapi di jasinga ini Alhamdulillah dilengkapi dengan
dana operasional dan BOK untuk sementara ini
Jadi kita inginnya, kalo semua di puskesmas
cukup.. (5)
standar, maka kapitasi yang diterima juga akan
sama, saat ini masih ada ketimpangan (1)
Sekarang banyak overlapping karena JKN sekarang
boleh promotif preventif. (5) Kan dari kapitasi gak
apa kekurangan SDM, apa kekurangan alat
ada buat operasional ke lapangan (7)
atau apakah ada hitungannya itu kenapa dia dapat
sekarang sudah terpenuhi harusnya sudah
kapitasinya per orang 4.500 ... (12)
mulai ada mutasi,perubahan persentase anggaran
... Mungkin setiap lima tahun harus ada evaluasi
Pada tahap awal perencanaan, beberapa mendasar (5)
puskesmas telah melakukan proses perencanaan
melalui analisis kebutuhan mengacu kepada kalo dari segi pengadaan barang sih, pasti
numpuk-numpuk terus. Misal di kita mungkin 2
Permenkes 44 tahun 2016 tentang Manajemen sampai 3 tahun ke depan semua terpenuhi. (6)
Puskesmas, namun belum semua puskesmas
melakukannya sesuai dengan pedoman ini. Prinsip efisiensi dalam penggunaan dana
mapping kegiatan , dasarnya dari tahun
kapitasi sangat penting, agar dengan dana yang
kemarin. Mereka bikin anggaran per bidang tersedia, puskesmas mampu memenuhi kuantitas
per program...kegiatan utama pengembangan dan kualitas yang maksimal dalam memenuhi
butuhnya berapa anggarannya. Sumbernya itu nanti, kebutuhannya.
yang penting berapa total anggaran, baru setelah itu
diplot dari mana sumber anggarannya. (2) Barang yang diadakan puskesmas harus yang
berkualitas, kegiatan juga. (2) jangan karena
tidak semua puskesms melakukan analisis, gengsi dan kebutuhan yang tidak perlu (5)
kadang-kadang ada mereka langsung membuat
RKA (4) Efisien iya, tapi tidak mampu memenuhi kebutuhan
kami dalam memberikan pelayanan. (7)
Dalam penganggaran jasa pelayanan, gap
besaran jasa pelayanan yang diterima, terjadi Saat ini, pemanfaatan fasilitas pelayanan
baik antar FKTP Puskesmas, maupun internal kesehatan di Puskesmas oleh peserta BPJS masih
cukup kecil, terutama di daerah perkotaan. Hal 26.000 jelas dampaknya pada kualitas pelayanan
ini berbeda pada daerah rural, masyarakat yang pada peserta. (3)
memanfaatkan pelayanan kesehatan cukup tinggi. Terhendel, terhendel, cuman kualitasnya jelek,
Selain pemanfaatan, angka rujukan puskesmas juga jujur saja, karena saya tidak bisa lebih teliti dalam
masih cukup tinggi. memeriksa (6)
kunjungan peserta JKN itu tidak melebihi 5%... 15%, Terus terang di sentul ini, masyarakatnya, terutama
akses yang bagus. (3) selama ini imagenya pendidikan kesehatannya masih kurang sekali,
faskes swasta lebih bagus dimata masyarakat (3) jadi kita mendapatkan kesempatan juga untuk
memberikankesempatan arahan untuk supaya lebih
mereka yang punya BPJS pun yang PBI sehat. (8)
enggak mau datang ke puskesmas... (7)
Pemanfaatan dana kapitasi untuk obat-obatan
Masyarakat sudah terimage bahwa, saya sudah di puskesmas tahun 2016 tidak berjalan dengan baik
terbiasa ke rumah sakit. Jadi kalo diatur dengan
sistem rujukan berjenjang, masih reject (1) karena kendala di pengadaan. Hal ini terjadi pada
puskesams dengan dana kapitasi yang besar maupun
Masalah rujukan orang malas masukan ke aplikasi kecil. Kekurangan obat mengakibatkan pemberian
Pcare, kurangnya pemahaman masyarakat obat oleh dokter menjadi kurang rasional
pasien nya rewel, RS yang rewel minta lagi
rujukan. (6) e-katalog, saya pengadaan obat 380 jutaan, tapi
realiasasi hanya 20 juta. (5)
Yang paling berefek pada pemanfaatan
dana kapitasi adalah peningkatan performance satu, masih baru dalam pengadaan online.
puskesmas, terutama pada puskesmas dengan Kedua keterbatasan stok di online, yang ketiga,
ketersediaan obat Yang keempat pengaturan
dana kapitasi besar, meski pada puskesmas persen untuk obat (6)
dengan dana kapitasi kecil tetap sulit.
Ya sudah kita kurangi obatnya yang harusnya
Masyarakat merasakan pelayanan berbeda dulu misalnya harusnya untuk 3 hari kita potong jadi
dengan sekarang. (2) dua hari, jadi satu hari... Yang kedua kita lakukan
substitusi kita potong saving dari pemerintah, dari
puskesams sekarang sudah bagus bagus, pemerintah tidak ada ya kita ambil dari kapitasi
sarana juga udah banyak yang terpenuhi kemudian terakhir ya menyarankan pasien untuk beli sendiri...
pelayanannya juga sudah ada peningkatan gitu (4) (6)
Disini gak ada ya. Untuk packaging luarnya, untuk Kalo untuk obat, untuk yang 2016 kemarin kita
seluruhnya pun tidak ada, dana kita terbatas. Paling malah kurang dan itu ditenderkan dari dinasnya
jaspel aja ya (8) itu lambat turun.. (7)
Masalah terkait dengan sumberdaya ... kita kasih dulu segini, nanti ibu balik lagi ya
berapa hari kita cek lagi. (7)
aparatur, baik kualitas dan kuantitas diantaranya
yaitu terbatasnya jumlah dan sebaran dokter serta Sangat tidak rasional pak, misal kita resepkan
upaya peningkatan kapasitas bersumber dana antibiotic amoksisilin sehari 3 kali, mau tidak mau
kapitasi masih belum maksimal meski jumlah jadi sehari 2 kali. (8)
pelatihan bertambah, terutama pada puskesmas
Terbatasnya dana kapitasi pada puskesmas
dengan dana kapitasi kecil. Jumlah dokter yang
dengan peserta JKN sedikit, menyebabkan
terbatas disbanding peserta JKN menyebabkan
puskesmas tidak mampu melengkapi sarana yang
rasio dokter dengan peserta pun tinggi, hal ini tentu
penting di Puskesmas, misalnya laboratorium.
dapat menurunkan kualitas layanan karena dokter
Akibatnya, puskesmas tersebut merujuk
memeriksa pasien melebih kemampuannnya, hal
pemeriksaan laboratorium ke puskesmas lain,
sebaliknya pada puskesmas dengan rasio dokter
bahkan ke puskesmas di bawahnya yang dana
dengan peserta kecil, dokter memiliki waktu banyak
kapitasinya lebih besar.
untuk memeriksa pasien.
di sentul ini kebetulan banyak yang belum
Cuma karena biaya nya lumayan besar, untuk terpenuhi, seperti Lab, kita belum, kita gak punya
pelatihan-pelatihan itu, kita kurang dananya...2016, lab (7)
kita malah cuma satu pelatihan (7)
si pasien dilayani dengan baik, kalaupun tidak ada
Jadi kalo misalnya di satu puskesmas, rasio lab, puskesams wajib merujuk lab ke puskesmas
dokter peserta hanya 1 per 1000 an di tempat lain lain (9)
Pemanfaatan dana kapitasi untuk pengadaan survey kepuasan pelanggan sederhana kami
alat penunjang lainnya terutama untuk puskesmas memperlihatkan 87,3% puas, nah ini 13
% yang jadi penyakit (5)
dengan dana kapitasi besar, sebagian besar
kebutuhan mereka sudah terpenuhi, seperti komputer, Sistem pengelolaan anggaran di Pukesmas
AC, TV, kursi meja rapat dan sebagainya. Bahkan yang mengacu pada pengelolaan keuangan daerah
seluruh ruangan mereka sudah terpasang AC. secara umum, dengan porsi anggaran mengikuti
Jadi untuk jasinga, semua ruangan sudah ada Permenkes 21 tahun 2016, mengakibatkan
computer, sudah terkoneksi dengan LAN, termasuk puskesmas tidak fleksibel dalam pelaksanaanya.
dengan e puskesmas, sudah terkoneksi dengan Hasil wawancara menunjukkan jalan keluarnya
dinas (5) adalah penerapakan Pola Pengelolaan Keuangan
AC pun sudah cukup semua ruangan saya pasang, Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
cuma masalahanya, kita pasang AC listrik tidak Dengan PPK-BLUD puskesmas akan lebih
kuat (5) fleksibel, bertanggungjawab, inovatif dan lebih
leluasa dalam pengelolaan anggaran serta dapat
Secara umum kursi, meja rapat, dll sekarang sudah
dipenuhi. Sekarang saya tinggal dipercantik, missal mengangkat pegawai sendiri, sehingga kekurangan
ruang aula nanti pake wallpaper. (5) dokter dapat teratasi.
Pada upaya promotif dan preventif, upaya lebih fleksibel memanfaatkan dan dia memiliki
tanggungjawab yang lebih besar (1) ...dengan
yang dilakukan adalah penyelenggaraan keluarga BLUD, dia bisa berinovasi untuk lebih meningkat
sehat, kunjungan sehat, kelompok lansia, kelompok lagi (1)
risiko. Kegiatan dalam gedung dan luar gedung Sehingga lebih leluasa dalam pengelolaan
dapat dibiayai oleh dana JKN, meski pada keuangan, gitu... (3)
Di BLUD kan bisa ada flkesibilitas, karena bisa...
puskesmas dengan dana kapitasi kecil tetap pengadaan sendiri. (5)
sulit. Namun kegiatan-kegiatan ini belum terlihat
berdampak terhadap capaian indikator kesehatan puskesmas bisa rekrut dokter sendiri, kesulitan
masyarakat. tenaga dokter supaya rasio dokter dengan peserta
itu bisa berkurang ya (7)
Yang permenkes 21 kan lebih kea rah UKM nya,
dulu kan UKP tok. (2) Pembahasan
Disparitas kepesertaan JKN terjadi karena
BPJS sudah merasakan bahwa klaim dari rumah penempatan peserta JKN PBI sesuai dengan
sakit semakin besar, itu karena UKM nya gak jalan.
(2) wilayah tempat tinggalnya serta sebaran
penduduk miskin yang menjadi peserta PBI yang
target capaianya itu nggak terlalu signifikan ya persentasenya tidak merata. Hal ini sesuai dengan
dengan uang yang banyak itu (4) hasil evaluasi Kementerian Kesehatan tahun 2015,
kegiatan untuk kuratif seperti home visit kasus bahwa peserta JKN yang terdaftar pada FKTP
kusta, TB paru, filariasis, dll, demam berdarah, Puskesmas belum ideal. Rasio dokter dengan
kita semua bisa masukkan ke JKN, khususnya peserta JKN sebesar 1: 6.765, masih lebih tinggi
untuk kegiatan transportnya. Untuk pertemuan, dari standar nasional sebesar 1:5.000 peserta,
rakor misalnya saya ada rakor tentang DBD, rakor
tentang KIA, bahkan masih lebih besar dari rata-rata nasional
yaitu sebesar 1: 6.708 peserta. Maksimum rasio
rakor tentang TB Paru, HIV,AIDS, dll, yang tadinya dokter per peserta JKN di Kabupaten Bogor
di BOK sekarang saya masukkin ke JKN (5) mencapai 1:30.006 peserta.
Tingginya rasio peserta berakibat pada
Berdasarkan uraian kesesuaian pemanfaatan
penurunan kualitas waktu pelayanan. Angka 1:5.000
dana kapitasi diatas, meskipun belum pernah
didapatkan bila 1 orang dokter melayani pasien
dilakukan survei kepuasan masyarakat di tingkat
selama 10 menit per pasien, dengan pemeriksaan
Kabupaten, namun beberapa puskesmas telah
selama 5 jam dan 25 hari kerja (MKEKI, 2002),
melakukan survei kepuasan yang hasilnya cukup
maka bila lamanya dokter memeriksakan setiap
memuaskan.
pasien yang berkunjung idealnya 15 20 menit
survey kepuasan itu kan di puskesmas, tapi kita ga (Linzer et al., 2015) atau 18 20,9 menit (Abbo,
pernah tahu apakahmasyarakat itu puas dengan Zhang, Zelder, & Huang, 2008), bila diambil 20
pelayanan di Puskesmas (4) menit saja dengan kunjungan peserta 15%, maka
Tabel 3. perbedaan pemanfaatan dana kapitasi pada puskesmas dengan dana kapitasi besar dan kecil
idealnya rasio dokter dengan peserta maksimum dapat menimbulkan potensi overlapping alokasi
sebesar 1 : 2.500 peserta. dana. Hambatan lain yang ada yaitu dana kapitasi
Dengan rata-rata rasio dokter dengan peserta yang terbatas, potensi sisa anggaran menumpuk
1:6.765 peserta, bila standar kunjungan 15% dari dan regulasi yang ada tidak memungkinkan untuk
peserta dan jam kerja dokter 5 jam per hari serta mengalihkan porsi anggaran.
25 hari kerja, maka waktu pemeriksaan dokter Pada kesesuaian pemanfaatan dana kapitasi,
terhadap pasien rata-rata hanya sekitar 7,4 menit terdapat perbedaan yang cukup jauh antara
per pasien dibawah standar waktu pemeriksaan. puskesmas dengan dana kapitasi besar dengan
Bahkan pada puskesmas yang rasionya tinggi, dana kapitasi kecil, seperti yang dapat dilihat pada
waktu pemeriksaan akan semakin lebih singkat. tabel berikut :
Pada rasio maksimal 1:30.006 dokter per peserta Tabel diatas menunjukkan bahwa kesesuaian
dengan standar kunjungan dan jam kerja dokter pemanfaatan dana kapitasi dengan hasil yang
yang sama, maka waktu pemeriksaan per pasien dicapai berbeda antara puskesmas dengan
hanya sebesar 1,67 menit. Waktu pemeriksaan dana kapitasi besar dan puskesmas dengan
yang semakin singkat ini, tentu akan menurunkan dana kapitasi kecil. puskesmas dengan dana
kualitas pelayanan dokter. Belum lagi jika ditambah kapitasi besar lebih dapat memenuhi tujuan antara
dengan pasien non peserta JKN, tentu akan kebijakan UHC menurut WHO yaitu kualitas
semakin berat lagi. layanan terhadap peserta, namun berisiko aspek
Pemanfaatan dana kapitasi masih terkendala efisiensi tidak tercapai bila dalam penganggaran
dengan banyaknya puskesmas yang tidak tidak disesuaikan dengan kebutuhan yang
melakukan proses perencanaan sesuai dengan sebenarnya sesuai dengan situasi dan kondisi serta
mekanisme pada aturan yang berlaku yaitu kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat
Permenkes 44 tahun 2016. Kendala yang dihadapi terhadap layanan kesehatan. Sebaliknya pada
oleh pusksemas adalah terbatasnya sumberdaya puskesmas dengan dana kapitasi kecil, tujuan
yang memahami perencanaan, komitment yang peningkatan kualitas layanan masih sulit untuk
rendah dari kepala dan personil puskesmas tercapai mengingat anggarannya sangat terbatas.
terhadap perencanaan, belum maksimalnya Namun pada puskesmas dengan dana kapitasi kecil
dukungan pembinaan dari Dinas Kesehatan dan ini bisa lebih efisien karena memang dana mereka
tidak adanya petunjuk pelaksanaan yang aplikatif juga terbatas.
di puskesmas. Secara teknis, hambatan dalam Beberapa hal yang memiliki kesamaan antara
penyusunan perencanaan anggaran dana kapitasi puskesmas dengan dana kapitasi besar maupun
yaitu adanya peruntukkan yang sama dari dua dana kapitasi kecil, yaitu : angka rujukan tinggi; tidak
sumber anggaran yaitu kapitasi JKN dan BOK yang bisa mengangkat pegawai; obat- obatan kurang
dapat membiayai upaya promotif dan preventif yang karena mekanisme pengadaan online yang belum
maksimal; kontribusi terhadap capaian indikator Permenkes 21 ini menimbulkan perbedaan yang
rendah dan belum pernah ada survei kepuasan sangat besar jasa pelayanan yang di terima di
oleh kabupaten ataupun Kementerian Kesehatan. internal puskesmas.
Pemanfaatan dana kapitasi porsi 40%
Kesimpulan untuk penunjang operasional lainnya sesuai
Puskesmas dengan dana kapitasi besar dengan Permenkes 21 tahun 2016, sangat
memiliki keleluasaan lebih dalam pengelolaannya, bervariasi tergantung jumlah dana kapitasi yang
sedangkan puskesmas dengan dana kapitasi diterima oleh puskesmas. Permasalahan yang
kecil, sangat terbatas. Sejak awal tahun 2014, cukup besar ada pada pengelolaan obat-obatan,
pertama kali program JKN dilaksanakan sampai yang menurut Permenkes 21, obat berasal dari
dengan saat ini masih banyak permasalahan dari dana kapitasi dapat dipergunakan oleh seluruh
berbagai aspeknya. Masalah muncul bukan hanya pasien di Puskesmas. Adanya transisi proses
pada aspek pendanaan seperti yang menjadi fokus pengadaan obat secara online menimbulkan
penelitian, namun juga pada masih terbatasnya kegagalan pengadaan obat baik pada puskesmas
sumberdaya puskesmas dan rendahnya kualitas dengan dana kapitasi besar maupun kecil. Hal
layanan kesehatan yang peningkatannya juga ini mengakibatkan puskesmas kekurangan obat
sangat diperngaruhi oleh pembiayaan kesehatan. yang berdampak pada pengobatan pasien yang
Pemasalahan sumberdaya yang muncul kurang rasional. Selain pada pengadaan obat,
diantaranya yaitu diisparitas yang tinggi dalam pada puskesmas dengan dana kapitasi kecil
jumlah dan sebaran tenaga kesehatan, khususnya tidak mampu mengadakan fasilitas memadai
rasio dokter dengan peserta JKN yang menunjukkan untuk penunjang medik, terutama laboratorium.
dalam proses penempatan tenaga kesehatan yang Dampaknya adalah puskesmas tersebut merujuk
kurang memperhatikan jumlah penduduk. Rasio pemeriksaan laboratorium ke fasilitas kesehatan
dokter dengan peserta yang tinggi berdampak pada lainnya. Pemenuhan fasilitas penunjang lainnya,
waktu pelayanan yang semakin singkat. Selain seperti pemeliharaan sarana prasarana dan
jumlah dan sebaran tenaga kesehatan, kualitas pengadaan peralatan kantor dan rumah tangga
sumberdaya juga masih sangat tidak merata. Upaya juga sangat berbeda antara puskesmas dengan
peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur telah dana kapitasi besar dan dana kapitasi kecil yang
dilakukan menggunakan dana kapitasi, namun sangat terbatas.
hasilnya masih belum maksimal terutama pada Pemanfaatan dana kapitasi untuk peningkatan
puskesmas dengan dana kapitasi kecil. upaya promotif dan preventif dilakukan dengan
Pemenuhan standar kualifikasi puskesmas upaya pelayanan dalam gedung dan luar gedung
mengacu pada Permenkes 75 tahun 2014 yang tidak bermasalah pada puskesmas dengan
banyak terkendala pada puskesmas dengan dana kapitasi besar, meski tetap terbatas pada
dana kapitasi kecil karena keterbatasan jumlah puskesmas dengan dana kapitasi kecil. Namun,
dana. Meski demikian, pada puskesmas dengan upaya promotif dan preventif yang pelaksanaannya
dana kapitasi besar pun sangat dipengaruhi terutama didanai oleh sumber dana lain yaitu BOK,
oleh proses perencanaan awal kegiatan yang menimbulkan kesulitan puskesmas dalam tahap
banyak diantaranya belum menerapkan proses perencanaan awal yang dikhawatirkan overlapping
perencanaan menggunakaan standar Permenkes dengan dana kapitasi JKN.
44 tahun 2016. Dalam proses pengaanggaran, Dua hal penting lainnya terkait masalah
semua puskesmas telah melaksanakan pembagian pemanfaatan dana kapitasi adalah potensi sisa
porsi anggaran dengan menggunakan Permenkes anggaran menumpuk dan fleskibilitas penggunaan
21 tahun 2016. dana. Pada puskesmas dengan dana kapitasi
Pemanfaatan dana kapitasi porsi 60% besar, potensi sisa anggaran menumpuk juga
untuk jasa pelayanan sesuai dengan Permenkes akan semakin besar. Bila puskesmas tidak cerdik
21 tahun 2016, terkendala pada perbedaan dan tidak mampu inovatif dalam penganggaran
persepsi penentuan point tambahan yang menjadi dan pemanfaatan dana maka mereka akan
kewenangan kepala puskesmas. Perbedaan kesulitan dalam mengalokasikan sisa anggaran
besarnya dana kapitasi yang diterima, menyebabkan ini secara tepat, efektif dan efisien. Penyebab
perbedaan penerimaan jasa pelayanan antar lainnya dari sisa dana yang menumpuk adalah
puseksmas dengan jenis tenaga yang sama. kurang fleksibelya penggunaan dana, sehingga
Sementara, pembagian point sesuai dengan puskesmas tidak dapat menyerap anggaran yang