Anda di halaman 1dari 104

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

DIPA TAHUN 2016

PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DINAS

KESEHATAN KOTA/ KABUPATEN DAN PUSKESMAS DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

DI 5 PROVINSI INDONESIA

Oleh
RAHARNI, DKK

PUSAT SUMBER DAYA DAN PELAYANAN KESEHATAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JAKARTA
2016

1
SUSUNAN TIM PENELITI

1. Susunan Tim Peneliti


Ketua Pelaksana : Dr. Raharni, Apt.,M.Kes

Anggota : Dr. Sudibyo Supardi, Apt.,M.Kes

Dr. dr.Harimat Hendrawan, Mkes

Dra. Rini Sasanti Handayani, Apt.,M.Kes

Drs. Max. Joseph Herman, Apt.,M.Kes

Yuyun Yuniar, S.Si.,Apt.,MA

Heny Lestary, SKM, MKM

Ida Diana Sari, S.Si, Apt., M.kes

Andi Leny Susyanty S.Si, Apt., MKM

Mujiati, SKM, MKM

Totih Ratna Sondari, SKM

Amir Su’udi, SKM, MKM

Siti Masithoh, SKM

Administrasi : Winda Lesdiana, AMD

Nara Sumber : BPJS

Kementerian Kesehatan

i
Surat Keputusan Penelitian

ii
Surat Ijin Etika Penelitian

iii
Surat Ijin Kemendagri

iv
Surat Ijin Penelitian ke BPJS

v
Surat Pemberhentian Penelitian karena Effisiensi

vi
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas berkat rahmat-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian yang berjudul
Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota/ Kab dan
Puskesmas di 5 Provinsi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pengelolaan obat dan Perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dan
Puskesmas dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional(JKN) di 4 Provinsi di
Indonesia.
Penelitian ini dilatarbelakangi diberlakukannya Program JKN 1 Januari 2014 yang
duikuti dengan adanya perubahan pembiayaan di puskesmas, sehingga merubah pola
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di puskesmas. Dengan diberlakukannya system
Pembiayaan Kapitasidi FKTP termasuk Puskesmas, sehingga Puskesmas harus melakukan
pengadaan obat sendiri bersumber dana kapitasi, di sisi lain Instalasi Farmasi di Dinkes
Kota/ Kab juga masih melakukan pengadaan obat bersumber dana APBD. Permasalahan
yang terjadi selanjutnya adalah bagaimana pengelolaan obat termasuk pengadaan obat di
puskesmas dan Instalasi Farmasi di Dinkes kabupaten/Kota.
Penelitian ini kami lakukan dengan harapan dapat bermanfaat sebagai masukan
untuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia khususnya Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alkes dalam upaya perbaikan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
khususnya dalam hal pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusinya di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan di
Puskesmas.
Kami mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi landasan pengambilan
kebijakan bagi Kementerian Kesehatan maupun Pemerintah Daerah dalam hal perbaikan dan
peningkatan kualitas pelayanan Program JKN utamanya dalam hal pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan baik di Dinas Kesehatan maupun di Puskesmas.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan akhir penelitian
yang Kami buat, namun demikian Kami berharap hasil yang diperoleh dapat memberi
masukan dalam hal peningkatan pelayanan program JKN khusunya dalam hal pengelolaan
obat.
Jakarta, Desember 2016

Tim Penyusun

vii
Ringkasan Eksekutif

Judul Penelitian :
Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dan
Puskesmas dalam pelaksanaan Program jaminan Kesehatan Nasional di 4 Provinsi di
Indonesia

Ketua Pelaksana : Raharni

1. Ringkasan Eksekutif
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. (Perpres no. 32, th. 2014)
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai dilaksanakan pada bulan
Januari 2014 merupakan kebijakan nasional bidang kesehatan yang memberikan banyak
perubahan pada aspek-aspek sistem kesehatan nasional termasuk bidang obat dan perbekalan
kesehatan.
Berdasar Permenkes no. 75 th 2014 tentang Puskesmas, Pusat Kesehatan Masyarakat
yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Berdasar Kepmenkes RI no: 128/Menkes/SK/ii/2004), Puskesmas mempunyai konsep
dasar bahwa pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. (KepMenkes no. 128/Menkes/ii/2004)
Dengan adanya Perpres no 32 tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan dana
Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik
pemerintah dan Permenkes nomor 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi JKN
maka terjadi perubahan dalam pembiayaan khususnya puskesmas. Ketentuan tersebut juga
mengatur bahwa dana kapitasi dari BPJS harus diturunkan langsung ke puskesmas dan

viii
dikelola oleh puskesmas dengan pembagian dana kapitasi sekurang kurangnya 60% untuk
jasa pelayanan dan 40% untuk operasional pelayanan kesehatan. Obat merupakan masuk
dalam sebagian dari 40% dana operasional yang berasal dar dana Kapitasi. Hal ini
menyebabkan terjadi pembiayaan ganda (double budget) untuk operasional puskesmas
khususnya pengadaan obat, sehingga dimungkinkan terjadi perubahan dalam pengelolaan
obat di Puskesmas. Karena pengadaan obat di puskesmas telah dilayani oleh instalasi farmasi
kabupaten/kota (IFK) atau UPT Farmasi melalui perencanaan tahun 2013. Demikian pula
tahun 2015, IFK dan UPT telah melakukan perencanaan pada tahun 2014 untuk pengadaan
tahun 2015.
Ketentuan bahwa dana kapitasi harus diturunkan langsung ke puskesmas telah
menimbulkan permasalahan terkait aturan keuangan daerah. Dana kapitasi untuk puskesmas
yang belum berstatus BLUD seharusnya dimasukkan dulu ke Kas Daerah (Kasda), dan untuk
menurunkan dana tersebut ke puskesmas harus melalui proses revisi keuangan sesuai dengan
Permenkes no. 19 tahun 2014, tentang Penggunaan dana kapitasi JKN. Sedangkan pihak
dinas kesehatan tidak memiliki kewenangan terhadap dana kapitasi untuk digunakan dalam
proses pengelolaan tersebut.
Perubahan pembiayaan di puskesmas ini mengubah pola pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan di puskesmas. Puskesmas harus melakukan pengadaan obat sendiri
tetapi IFK/UPT Farmasi di Dinas Kesehatan Kota/ Kab juga masih melakukan pengadaan
obat bersumber dana APBD. Permasalahan yang terjadi selanjutnya adalah bagaimana
pengelolaan obat termasuk pengadaan obat di puskesmas dan Instalasi Farmasi di Dinkes
kabupaten/Kota. Beberapa permasalahan tersebut diatas melatarbelakangi pentingnya dan
perlunya penelitian pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan kota/
kabupaten dan Puskesmas dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, sehingga
penelitian ini penting untuk dilakukan.
Hasil penelitian diperoleh sistem pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di
Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/Kota dan Puskesmas menunjukkan bahwa Kebijakan
daerah terkait dengan pengelolaan obat, belum ada di 4 Provinsi yaituDIY, Bali, Kaltim dan
NTT, kebijakan daerah hanya terbatas pada Perda terkait pembagian jasa Kapitasi .
Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi, sarana dan prasarana serta pelatihan SDM.
 Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten/ kota berasal dari usulan
Puskesmas di daerahnya berupa Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Sedangkan

ix
Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas berdasar Kebutuhan dan
memperhitungkan Pola Penyakit yang ada di wilayah yang di bawahi oleh Puskesmas.
 Pengadaan Obat dan Perbekalan kesehatan yang ada di formularium nasional melalui
mekanisme e purchasing dengan e catalog, untuk obat dan perbekalan kesehatan yang
di luar e catalog melalui mekanisme penunjukan langsung utuk nominal < 200 juta
dan untuk obat dan perbekes diatas 200 juta pengadaan melalui ULP.
 Penyimpanan Obat dan perbekalan kesehatan menurut system FIFO dan FEFO.
Tempat penyimpanan di Tingkat Provinsi dan Kota/ Kabupaten cukup memenuhi
standar penyimpanan. Sedangkan penyimpanan obat di Puskesmas masih memerlukan
tempat yang lebih memenuhi syarat, baik sarana ruang maupun kelembaban udara.
 Pelaporan dan Monev Obat dan perbekalan kesehatan melalui system e logistic,
pelaporan obat hanya untuk 20 item obat indicator.Hasil identifikasi terhadap
Monitoring dan evaluasi menunjukkan bahwa Monitoring sudah dilakukan oleh
Dinkes Provinsi kepada Dinkes Kabupaten/Kota dan Dinkes Kabupaten/Kota kepada
Puskesmas namun belum berkala. Anggaran Bimtek di salah satu Provinsi masih
terbatas, bimtek dapat dilakukan dengan cara Petugas Puskesmas mengunjungi
Dinkes Kab/Kota atau sebaliknya.

x
Abstrak

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Obat dan Perbekalan
kesehatan adalah sediaan farmasi yang digunakan dalam program JKN yang tidak bias
tergantikan. dana operasional yang berjumlah 40% dari dana kapitasi. Diperkirakan hanya
sekitar 15-20% dari dana tersebut digunakan untuk pengadaan obat dan alkes (perbekalan
kesehatan lainnya). Perubahan pembiayaan di puskesmas ini mengubah pola pengadaan obat
dan . perbekalan kesehatan di puskesmas. Puskesmas harus melakukan pengadaan obat
sendiri tetapi IFK/UPT Farmasi juga masih melakukan pengadaan obat.
Tujuan Penelitian ini adalah mengidentifikasi pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan di Dinkes kabupaten/ kota dan Puskesmas dalam pelaksanaan program JKN.
Desain penelitian potong lintang (cross sectional), merupakan studi operasional
dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam untuk mengetahui
pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas
di 4 Provinsi di Indonesia. Kuantitatif dengan form isian kepuasan kinerja petugas pengelola
obat dan perbekalan kesehatan.
Hasil penelitian diperoleh sistem pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di
Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/Kota dan Puskesmas menunjukkan bahwa Kebijakan
daerah terkait dengan pengelolaan obat, belum ada di 4 Provinsi yaituDIY, Bali, Kaltim dan
NTT, kebijakan daerah hanya terbatas pada Perda terkait pembagian jasa Kapitasi
.Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi, sarana dan prasarana serta pelatihan SDM.
 Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten/ kota berasal dari usulan
Puskesmas di daerahnya berupa Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Sedangkan
Perencanaan obat dan perbealan kesehatan di Puskesmas berdasar Kebutuhan dan
memperhitungkan Pola Penyakit yang ada di wilayah yang di bawahi oleh Puskesmas.
 Pengadaan Obat dan Perbekalan kesehatan melalui mekanisme e purchasing dengan e
catalog, untuk obat dan perbekalan kesehatan yang di luar e catalog melalui
mekanisme penunjukan langsung utuk nominal < 200 juta dan untuk obat dan
perbekes diatas 200 juta pengadaan melalui ULP.
 Penyimpanan Obat dan perbekalan kesehatan menurut system FIFO dan FEFO.
Tempat penyimpanan di Tingkat Provinsi dan Kota/ Kabupaten sudah sedemikian
memenuhi standar penyimpanan. Sedangkan penyimpanan obat di Puskesmas masih
memerlukan tempat yang lebih memnuhi syarat, baik sarana ruang maupun
kelembaban udara.
 Pelaporan dan Monev Obat dan perbekalan kesehatan melalui system e logistic,
pelaporan obat hanya untuk 20 item obat indicator.Hasil identifikasi terhadap
Monitoring dan evaluasi menunjukkan bahwa Monitoring sudah dilakukan oleh
Dinkes Provinsi kepada Dinkes Kabupaten/Kota dan Dinkes Kabupaten/Kota kepada
Puskesmas namun belum berkala. Anggaran Bimtek di salah satu Provinsi masih
terbatas, bimtek dapat dilakukan dengan cara Petugas Puskesmas mengunjungi
Dinkes Kab/Kota atau sebaliknya.

Kata Kunci : pengelolaan, obat, perbekalan kesehatan, dinas kesehatan, puskesmas, JKN.

xi
DAFTAR ISI

Hal.
JUDUL
SUSUNAN TIM PENELITI ........................................................................................ i
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................ vii
ABSTRAK .................................................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... .......... xv
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
I.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT....................................................................... 11
III.1 Tujuan ................................................................................................. 11
III.2 Manfaat ............................................................................................... 11
BAB IV METODE........................................................................................ ............ 12
IV.1 Kerangka konsep ............................................................................... 12
IV.2 Tempat dan waktu penelitian ............................................................. 12
IV.3Jenis Penelitian .................................................................................... 13
IV.4 Desain penelitian ................................................................................ 14
IV.5Populasi dan sampel ............................................................................ 15
IV.6Prosedur sampling .............................................................................. 15
IV.7Cara Pengumpulan Data dan Instrumen .............................................. 16
IV.8 Manajemen Data ............................................................................... 17
IV.9Analisis Data ....................................................................................... 17
IV.10 Ijin Etik dan Pelaksanaan Penelitian................................................. 18
IV.11 Definisi Operasional ......................................................................... 19

xii
BAB V HASIL .............................................................. ........................................... 22
V.1 Kebijakan daerah terkait pengelolaan obat dan perbekes .................... 22
V.2 Pengelolaan obat dan perbekes (perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi}di Dinas kesehatan ...................................... 27
V.3 Monitoring dan Evaluasi ...................................................................... 42
V.4 Kekosongan obat dan perbekalan kesehatan ........................................ 47
V.5 Kekosongan obat dan perbekalan kesehatan ........................................ 47
V.6 Kepuasan Petugas Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehata ............. 53
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 56
VI.1 Kebijakan Pengelolaan obat dan Perbekalan kesehatan... .................. 56
VI.2 Pengelolaan Pengelolaan obat dan Perbekalan kesehatan ................ 60
VI.3 Monitoring dan Evaluasi .................................................................... 64
VI.4 Kekosongan Obat dan Perbekalan kesehatan ..................................... 66
VI.5 Kepuasan petugas Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan .......... 66
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 66
VII.1 Kesimpulan ....................................................................................... 66
VII.2 Saran ................................................................................................. 67
UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................................... 68
DAFTAR KEPUSTAKAAN ........................................................................................ 69
LAMPIRAN .................................................................................................................. 70

xiii
DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel No. Hal


Tabel 2.1 9
Tabel 5.1.1 Kebijakan daerah terkait pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan 21
dalam program JKN
Tabel 5.1.2 Pembiayaan terkait Pengelolaan obat dan Perbekes dalam Program JKN

24
Tabel 5.2.1 Gambaran Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas 25
(Perencanaan)

Tabel 5.2.2 Gambaran Pengelolaan Obat dan Perbekes di Dinas Kesehatan Provinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas (Pengadaan) 26

Tabel 5.2.3 Gambaran Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Dinas


Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas 27
(Penyimpanan dan Distribusi)

Tabel 5.2.4 Informasi Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan
perbekalan Kesehatan 30

Tabel 5.3.1 Kekosongan Obat dan Perbekalan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
47
Tabel 5.4.1 Kepuasan Kerja Petugas Pengelola Obat dan Perbekalan Farmasi (MSQ) 69
Tabel 5.4.2 Kepuasan Kerja Petugas Pengelola Obat dan Perbekalan Farmasi 69

DAFTAR ISTILAH

xiv
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BPJS : Badan Pelaksana Jaminan Sosial
BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
IFK : Instalasi farmasi
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
Perbekes : Perbekalan Kesehatan
ULP : Unit layanan dan Pengadaan
UPT : Unit Pelaksana Teknis
UKM : Upaya Kegiatan Masyarakat
UKP : Upaya Kegiatan Perorangan
UPTD : Unit Pelaksana Teknis daerah

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Etik ........................................................................................... 81

Lampiran 2. Rekomendasi Penelitian Kementerian Dalam Negeri .................................. 82

Lampiran 3. Contoh SOP Pengelolaan Obat di Dinkes dan Puskesmas .......................... 84

Lampiran 4. Matriks Transkrip wawancara ...................................................................... 92

Lampiran 5.Tabel Ketersediaan dan kekosongan obat dan perbekes ............................... 128

Lampiran 6 Penjelasan Tentang Penelitian 143

Lampiran 7. Kuesioner Penelitian..................................................................................... 165

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. ( Perpres no. 14, th.
2014).
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Sedangkan perbekalan kesehatan adalah
semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
(UU 36/ 2009)
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. (UU 36/ 2009)
Salah satu sub sistem dalam sistem Kesehatan Nasional adalah farmasi, alat
kesehatan dan makanan, merupakan kegiatan untuk menjamin: aspekkeamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; aspek
ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; serta aspek
penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri (SKN, 2012)
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai dilaksanakan pada bulan
Januari 2014 merupakan kebijakan nasional bidang kesehatan yang memberikan banyak
perubahan pada aspek-aspek sistem kesehatan nasional termasuk bidang obat dan
perbekalan kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa awal penerapan program
JKN terjadi peningkatan “demand” masyarakat terhadap pelayanan kesehatan baik di
fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik dan praktek dokter layanan
pribadi atau dokter keluarga maupun di fasilitas kesehatan tingkat lanjut yaitu rumah
1
sakit. Sehingga puskesmas diharapkan berperan optimal sebagai gatekeeper dalam
pelayanan kesehatan, dan sedapat mungkin dituntut untuk memberikan pelayanan
terbaik, yang dalam hal ini dinyatakan dalam kriteria 144 penyakit yang tidak boleh
dirujuk ke Rumah Sakit..
Menurut Perpres no. 32 th. 2014, disebutkan bahwa fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) merupakan fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan obsevasi, diagnosis,
perawatan, pengobatan dan/atau yankes lainnya. Sedangkan Badan Layanan Umum
daerah (BLUD) adalah unit kerja pada SKPD dilingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas.
Berdasar Permenkes no. 75 th 2014 tentang Puskesmas, Pusat Kesehatan
Masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Sedangkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah satuan kerja pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
bidang kesehatan di kabupaten/kota. Kegiatan puskesmas meliputi upaya kesehatan
masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan
sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Disamping itu ada kegiatan upaya
kesehatan perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat. (Permenkes no. 75/ th 2014)
Berdasar Kepmenkes RI no: 128/Menkes/SK/ii/2004), Puskesmas mempunyai
konsep dasar bahwa pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas
2
teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana
tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Secara
nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja
dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah
(desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional
bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan Dinas
Kesehatan merupakan penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya
pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota, sedangkan puskesmas
bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya. (SK Menkes no. 128/ th
2004)
Telah ditetapkan peraturan presiden No 32 tahun 2014 tentang pengelolaan dan
pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama milik pemerintah daerah. Kemudian disusul dengan keluarnya peraturan Menteri
kesehatan No 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan
nasional untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah.
Dari dua peraturan tersebut, salah satunya akan membuat kepala puskesmas
menghadapi permasalahan dan menjadi galau seperti yang dialami kepala Puskesmas di
salah satu daerah di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan puskesmas diberi pilihan untuk
BLUD oleh pemda. Dengan puskesmas berubah menjadi BLUD, kapitasi akan
diturunkan langsung ke puskesmas dan tidak lagi melalui kas daerah. Sehingga
konsekwensinya puskesmas diberi kewenangan untuk mengatur dana kapitasi sesuai
dengan peraturan presiden. Namun untuk mengelola dana sendiri dibutuhkan kompetensi
yang sesuai, misalnya bendahara pemegang keuangan harus mendapatkan pelatihan
tertentu yang berkaitan dengan penggunaan dana. Selain itu di tingkat puskesmas
berkaitan dengan pengadaan obat secara e purchasing, ada pejabat pengadaan yang
bersertifikat.
Di sisi lain, dengan BLUD, puskesmas akan lebih berkembang karena bisa
menggunakan dana sesuai dengan kebutuhan dan tidak tergantung dari dinas kesehatan.
Sehingga BLUD puskesmas lebih fleksibel mengelola keuangan,termasuk dalam hal
pengadaaan obat.

3
Peraturan presiden ini diperuntukan untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) milik pemerintah yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD.
Untuk penganggaran, kepala FKTP diminta menyampaikan rencana pendapatan dan
belanja dana kapitasi JKN tahun berjalan yang mana mengacu pada jumlah peserta yang
terdaftar di FKTP dan besaran kapitasi JKN kepada kepala SKPD dinas kesehatan.
Dengan adanya Perpres no 32 tahun 2014 tentang alokasi dana jasa pelayanan
kesehatan dan Permenkes nomor 19 tahun 2014 tentang pengelolaan dana kapitasi maka
terjadi perubahan dalam pembiayaan khususnya puskesmas.
Ketentuan tersebut juga mengatur bahwa dana kapitasi dari BPJS harus
diturunkan langsung ke puskesmas dan dikelola oleh puskesmas dengan pembagian dana
kapitasi sekurang kurangnya 60% untuk jasa pelayanan dan 40% untuk operasional. Hal
ini menyebabkan terjadi pembiayaan ganda (double budget) untuk operasional
puskesmas khususnya pengadaan obat, sehingga dimungkinkan terjadi perubahan dalam
pengelolaan obat di Puskesmas.
Dana kapitasi untuk puskesmas yang belum berstatus BLUD seharusnya
dimasukkan dulu ke Kas Daerah (Kasda), dan untuk menurunkan dana tersebut ke
puskesmas harus melalui proses revisi keuangan sesuai dengan penggunaan dana kapitasi
JKN. Selain itu pihak dinas kesehatan tidak memiliki kewenangan terhadap dana kapitasi
untuk digunakan dalam proses pengelolaan tersebut.
Berdasarkan data penelitian pelayanan kesehatan pada FKTP tahun 2014 di 8
kabupaten kota (Kab. Serang, Kota Tangsel, Kota Yogyakarta, Kab. Bantul, Kab.
Sragen, Kota Solo, Kota Bekasi dan Kab. Bogor) pada bulan Mei-Juni ke-8 kab/kota di
atas masih dalam proses pembuatan perwal/perbup untuk menurunkan dana kapitasi
terutama untuk puskesmas non BLUD. Sebagian kab/kota merencanakan perubahan
seluruh puskesmas di wilayahnya dari non BLUD menjadi BLUD untuk mempermudah
penyaluran dana kapitasi ke puskesmas.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian tentang pengelolaan obat baik di Dinas
kesehatan Kota/ Kabupaten dan di puskesmas merupakan hal yang penting dan perlu
dilakukan.

5.1.Perumusan Masalah
Ketentuan bahwa dana kapitasi harus diturunkan langsung ke puskesmas telah
menimbulkan permasalahan terkait aturan keuangan daerah. Dana kapitasi untuk
puskesmas yang belum berstatus BLUD seharusnya dimasukkan dulu ke Kas Daerah
4
(Kasda), dan untuk menurunkan dana tersebut ke puskesmas harus melalui proses revisi
keuangan sesuai dengan Permenkes no. 19 tahun 2014, tentang penggunaan dana kapitasi
JKN. Pihak dinas kesehatan tidak memiliki kewenangan terhadap dana kapitasi untuk
digunakan dalam proses pengelolaan tersebut.
Permasalahan terjadi pada dana operasional yang berjumlah 40% dari dana
kapitasi. Diperkirakan hanya sekitar 15-20% dari dana tersebut digunakan untuk
pengadaan obat dan alkes (perbekalan kesehatan lainnya). Di sisi lain, pada tahun 2014
hal ini menyebabkan terjadinya double budget karena pengadaan obat di puskesmas telah
dilayani oleh instalasi farmasi kabupaten/kota (IFK) atau UPT Farmasi melalui
perencanaan tahun 2013. Demikian pula tahun 2015, IFK dan UPT telah melakukan
perencanaan pada tahun 2014 untuk pengadaan tahun 2015.
Perubahan pembiayaan di puskesmas ini mengubah pola pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan di puskesmas. Puskesmas harus melakukan pengadaan obat sendiri
tetapi IFK/UPT Farmasi juga masih melakukan pengadaan obat. Permasalahan yang
terjadi selanjutnya adalah bagaimana pengelolaan obat termasuk pengadaan obat di
puskesmas dan Instalasi Farmasi di Dinkes kabupaten/Kota.
Selain itu permasalahan terkait kelanjutan pembiayaan untuk pengadaan obat
antara BPJS dengan Kemenkes, karena beberapa perbekalan kesehatan masih ditangani
oleh Kemenkes melalui APBN, seperti pengadaan obat program seperti AIDS, TB dan
Malaria serta vaksin.

5.2. Pertanyaan Penelitian


Pertanyaan penelitian adalah :
1. Bagaimana kebijakan daerah terkait pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan
Instalasi farmasi kabupaten/ kota dan puskesmas (BLUD dan non BLUD) ?
2. Bagaimana pengelolaan obat (perencanaan, pengadaan obat s/d distribusi) dan
perbekalan kesehatan di Puskesmas dan Instalasi Farmasi/UPT farmasi di Kabupaten/
Kota?
3. Bagaimana kepuasan dari petugas pengelola obat dalam pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan di Puskesmas terhadap pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional ?

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa isu pokok pembangunan kesehatan yang tertuang dalam Rencana


Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014 antara lain adalah belum
optimalnya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial, penggunaan
obat yang tidak rasional, dan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang berkualitas,
masih tingginya kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular serta
permasalahan manajerial dalam sinkronisasi perencanaan kebijakan, program, dan
anggaran serta masih terbatasnya koordinasi dan integrasi Lintas Sektor. Untuk Program
Obat dan Perbekalan Kesehatan, pengadaan obat sering terkendala DIPA sehingga
berpotensi terputusnya ketersediaan obat dan vaksin.1
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. ( Perpres no. 14, th.
2014).
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Sedangkan perbekalan kesehatan adalah
semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
(UU 36/ 2009)
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. (UU 36/ 2009)
Obat dan Perbekalan kesehatan merupakan komponen yang sangat penting dalam
pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan hak azasi
manusia. Sehingga pemerintah berkewajiban mendukung pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Dalam pelaksanaan JKN, sistem pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan
selayaknya menjadi lebih baik, terpadu dan komprehensif. Pengelolaan obat meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian dan
pencatatan/pelaporan. (Kementerian Kesehatan, 2013)
6
Salah satu sub sistem dalam sistem Kesehatan Nasional adalah farmasi, alat
kesehatan dan makanan, merupakan kegiatan untuk menjamin: aspekkeamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; aspek
ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; serta aspek
penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri (SKN, 2012)
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai dilaksanakan pada bulan
Januari 2014 merupakan kebijakan nasional bidang kesehatan yang memberikan banyak
perubahan pada aspek-aspek sistem kesehatan nasional termasuk bidang obat dan
perbekalan kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa awal penerapan program
JKN terjadi peningkatan “demand” masyarakat terhadap pelayanan kesehatan baik di
fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik dan praktek dokter layanan
pribadi atau dokter keluarga maupun di fasilitas kesehatan tingkat lanjut yaitu rumah
sakit. Sehingga puskesmas diharapkan berperan optimal sebagai gatekeeper dalam
pelayanan kesehatan, dan sedapat mungkin dituntut untuk memberikan pelayanan
terbaik, yang dalam hal ini dinyatakan dalam kriteria 144 penyakit yang tidak boleh
dirujuk ke Rumah Sakit.
Menurut Perpres no. 32 th. 2014, disebutkan bahwa fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) merupakan fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan obsevasi, diagnosis, perawatan,
pengobatan dan/atau yankes lainnya. Sedangkan Badan Layanan Umum daerah (BLUD)
adalah unit kerja pada SKPD dilingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas.
Berdasar Permenkes no. 75 th 2014 tentang Puskesmas, Pusat Kesehatan Masyarakat
yang selanjutnya disebut puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Sedangkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah satuan kerja pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
bidang kesehatan di kabupaten/kota. Kegiatan puskesmas meliputi upaya kesehatan
7
masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan
sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Disamping itu ada kegiatan upaya
kesehatan perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat. (Permenkes no. 75/ th 2014)
Berdasar Kepmenkes RI no: 128/Menkes/SK/ii/2004), Puskesmas mempunyai konsep
dasar bahwa pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas
teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana
tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Secara
nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja
dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah
(desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional
bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan Dinas
Kesehatan merupakan penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya
pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota, sedangkan puskesmas
bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya. (SK Menkes no. 128/ th
2004)
Telah ditetapkan peraturan presiden No 32 tahun 2014 tentang pengelolaan dan
pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama milik pemerintah daerah. Kemudian disusul dengan keluarnya peraturan Menteri
kesehatan No 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan
nasional untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah.
Dari dua peraturan tersebut, salah satunya akan membuat kepala puskesmas
menghadapi permasalahan dan menjadi galau seperti yang dialami kepala Puskesmas di
8
salah satu daerah di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan puskesmas diberi pilihan untuk
BLUD oleh pemda. Dengan puskesmas berubah menjadi BLUD, kapitasi akan
diturunkan langsung ke puskesmas dan tidak lagi melalui kas daerah. Sehingga
konsekwensinya puskesmas diberi kewenangan untuk mengatur dana kapitasi sesuai
dengan peraturan presiden. Namun untuk mengelola dana sendiri dibutuhkan kompetensi
yang sesuai, misalnya bendahara pemegang keuangan harus mendapatkan pelatihan
tertentu yang berkaitan dengan penggunaan dana. Selain itu di tingkat puskesmas
berkaitan dengan pengadaan obat secara e purchasing, ada pejabat pengadaan yang
bersertifikat.
Di sisi lain, dengan BLUD, puskesmas akan lebih berkembang karena bisa
menggunakan dana sesuai dengan kebutuhan dan tidak tergantung dari dinas kesehatan.
Sehingga BLUD puskesmas lebih fleksibel mengelola keuangan,termasuk dalam hal
pengadaaan obat.
Peraturan presiden ini diperuntukan untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) milik pemerintah yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD.
Untuk penganggaran, kepala FKTP diminta menyampaikan rencana pendapatan dan
belanja dana kapitasi JKN tahun berjalan yang mana mengacu pada jumlah peserta yang
terdaftar di FKTP dan besaran kapitasi JKN kepada kepala SKPD dinas kesehatan.
Dengan adanya Perpres no 32 tahun 2014 tentang alokasi dana jasa pelayanan
kesehatan dan Permenkes nomor 19 tahun 2014 tentang pengelolaan dana kapitasi maka
terjadi perubahan dalam pembiayaan khususnya puskesmas.
Ketentuan tersebut juga mengatur bahwa dana kapitasi dari BPJS harus
diturunkan langsung ke puskesmas dan dikelola oleh puskesmas dengan pembagian dana
kapitasi sekurang kurangnya 60% untuk jasa pelayanan dan 40% untuk operasional. Hal
ini menyebabkan terjadi pembiayaan ganda (double budget) untuk operasional
puskesmas khususnya pengadaan obat, sehingga dimungkinkan terjadi perubahan dalam
pengelolaan obat di Puskesmas.
Dana kapitasi untuk puskesmas yang belum berstatus BLUD seharusnya
dimasukkan dulu ke Kas Daerah (Kasda), dan untuk menurunkan dana tersebut ke
puskesmas harus melalui proses revisi keuangan sesuai dengan penggunaan dana kapitasi
JKN. Selain itu pihak dinas kesehatan tidak memiliki kewenangan terhadap dana kapitasi
untuk digunakan dalam proses pengelolaan tersebut.
Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek
perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan monef, dengan memanfaatkan sumber-
9
sumber seperti tenaga, dana, sarana dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pengelolaan obat meliputi :
1. Perencanaan/ seleksi Obat meliputi kegiatan penetapan masalah kesehatan, keadaan
sosial ekonimi masyarakat, pemilihan jenis obat, serta penetapan jenis obat apa yang
harus tersedia
2. Pengadaan meliputi perhitungan kebutuhan dan perencanaan pengadaan, pemilihan
cara pengadaan, pelaksanaan pembelian, penerimaan dan pemeriksaan serta melakukan
jaminan mutu
3. Pendistribusian meliputi kegiatan pengendalian persediaan obat, dan penyimpanan
4. Monitoring dan evaluasi merupakan monitoring informasi penggunaan obat

10
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT

III.1. Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan di Dinkes kabupaten/ Kota dan Puskesmas dalam pelaksanaan
program JKN

Tujuan khusus yaitu :


1. Mengidentifikasi kebijakan daerah terkait pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan di puskesmas pada pelaksanaan JKN
2. Mengidentifikasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota dan Puskesmas
3. Mengidentifikasi kepuasan kerja petugas pengelola obat dan perbekalan kesehatan
di Dinas Kesehatan dan Puskesmas

Manfaat :
Sebagai masukan untuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia khususnya
Direktorat Jenderal Farmasi dan Alkes dalam upaya perbaikan pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional khususnya dalam hal pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan
mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusinya di Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dan di Puskesmas.

11
BAB IV
METODE

IV.1. Kerangka Konsep

Pengelolaan
obat/ Perbekalan
Kesehatan di
Dinkes kab/Kota

Pengelolaan Obat/
Perbekalan
kesehatan di Dinkes
Pengelolaan dan Puskesmas
Program Jaminan
Obat Program
Kesehatan Nasional
(Pusat) (JKN)

Rekomendasi Kebijakan
pengelolaan Obat/
Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan Obat
/Perbekalan
kesehatan di
Puskesmas

Berdasar peraturan dan kebijakan yang mendasari Program Jaminan Kesehatan Nasional
yang ada, disusunlah kerangka teori seperti tersebut diatas, bahwa dalam pelaksanaan
JKN, komponen dana kapitasi untuk operasional khususnya pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan melibatkan Dinas kesehatan kota/ kabupaten, pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan di puskesmas maupun pengelolaan obat program yang selama ini
dianggarkan dari dana APBN.

12
Kerangka Konsep penelitian :

PROSES

INPUT Perencanaan OUTPUT


Pengadaan OUTCOME
SDM Farmasi Penerimaan Pengelolaan obat
Sarana/prasarana Penyimpanan dan perbekes sesuai Kepuasankerja
Anggaran Pendistribusian/ prosedur/pedoman SDM Farmasi
Prosedur/ pelayanan
pedoman Pencatatandanpel
aporan
Pengadaanobat

IV. 2. Tempat dan Waktu Penelitian


Berdasarkan surat Penghentian penelitian yang di tandatangani Kepala Pusat Sumber
Daya dan Pelayanan Kesehatan, tanggal 22 September 2016, bahwa dalam rangka
menindaklanjuti Inpres No. 8 rahun 2016 tentang langkah langkah penghematan belanja
kementerian/ lembaga dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan tahun anggaran 2016 dan surat Sekjen Kementerian Kesehatan No.
PR.02.01/1/1923/2016 tanggal 31 Agustus 2016, penelitian ini di hentikan aktivitasnya
per 1 September 2016, sehingga hanya 4 Provinsi yang bisa dilakukan pengambilan
datanya yaitu Provinsi DIY, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Kaltim. Kegiatan penelitian
Provinsi Papua dan semua stakeholder yang ada di pusat tidak dilakukan.

Tempat dan Waktu penelitian


Penelitian dilakukan pada tahun 2016 di kabupten/ Kota pada 4 Provinsi di
Indonesia dari 5 Provinsi yaitu :
1. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
2. Bali
3. Kalimantan Timur
4. Nusa Tenggara Timur (NTT)

Kabupaten/kota yang dipilih 4 Provinsi, tiap provinsi diambil 1 kota dan 1 kabupaten
lain. Pemilihan daerah sesuai regional ini diharapkan dapat mewakili pola geografis dan
kepadatan penduduk yang terkait dengan kapitasi puskesmas. Tiap kabupaten dipilih 3
Puskesmas terkait Status (BLUD dan Non BLUD/ kapitasi tinggi dan rendah). Jumlah

13
keseluruhan puskesmas adalah 24 puskesmas yang mewakili dari 4 provinsi yaitu
Provinsi Bali, DIY, Kalimantan Timur, NTT

IV. 3. Jenis Penelitian


Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

IV.4 Desain Penelitian


Penelitian menggunakan desain potong lintang (cross sectional), merupakan studi
operasional dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam
untuk mengetahui pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di dinas kesehatan
kabupaten/kota dan puskesmas di 4 Provinsi di Indonesia. Kuantitatif dengan form isian
kepuasan kinerja petugas pengelola obat dan perbekalan kesehatan.

IV. 5. Populasi dan Sampel


Populasi Dinas Kesehatan, Puskesmas di Indonesia. Sampel diambil secara purposif
terdiri dari 4 Provinsi di Wilayah Jawa, Bali, Kalimantan dan NTT yaitu Provinsi DIY,
Bali, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur. Penelitian mencakup institusi sektor
kesehatan pemerintah. Tiap provinsi diambil 1 kabupaten dan 1 kota. Pemilihan daerah
diharapkan dapat mewakili pola geografis dan kepadatan penduduk yang terkait dengan
kapitasi puskesmas.
No Provinsi Kabupaten/ Kota
1 DIY Kota Yogyakarta
Kabupaten Bantul
2 Bali Kota Denpasar
Kabupaten Gianyar
3 Kalimantan Timur Kota Samarinda
Kabupaten Kutai Kertanegara
4 Nusa Tenggara Kota Kupang
Timur Kabupaten Timor Tengah Selatan

Tiap kabupaten dipilih 3 Puskesmas terkait Status (BLUD dan Non BLUD/ kapitasi
tinggi dan rendah). Jumlah keseluruhan puskesmas adalah 24 puskesmas yang mewakili
dari 4 Provinsi di Indonesia yaitu Provinsi DIY, Bali, Kalimantan Timur, NTT.
Kemudian dilakukan pendataan kepuasan kinerja petugas pengelola obat di puskesmas,
instalasi farmasi dinas kesehatan kabupaten/ kota dan UPT/ Gudang Farmasi.

14
IV.6. Prosedur Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif dengan Informan yaitu Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, pengelola obat dan perbekalan kesehatan di provinsi, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota, Instalasi Farmasi Kabupaten atau pengelola obat dan
perbekes di kabupaten/kota, Kepala Puskesmas, pengelola obat dan perbekes program
JKN di Puskesmas.

Dilakukan wawancara mendalam terkait pengelolaan obat pada pelaksanaan JKN di


Dinas kesehatan kabupaten/ kota. Institusi yang menjadi informan untuk pengumpulan
data yaitu :
1. Di tingkat pusat : BPJS, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dirjend Pelayanan
Kesehatan, Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) tidak dilakukan,
karena kegiatan penelitian dihentikan.
2. Di tingkat provinsi : dinkes provinsi
3. Di tingkat kabupaten/kota : dinkes kabupaten/ kota dan puskesmas, BPJS di
kabupaten/kota

Diikumpulkan berupa data primer dan data sekunder


1. Data primer : wawancara dan observasi dengan institusi-institusi terkait
2. Data sekunder : dokumen terkait dengan pengelolaan obat yaitu dokumen
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pelaporan obat
3. Dilakukan penilaian kepuasan kerja petugas pengelola obat dan perbekalan kesehatan.
di dinas kesehatan kab/ kota (Instalasi farmasi, UPT/ gudang farmasi kabupaten/ kota)
dan puskesmas.

Prosedur Penelitian :
1. Pengurusan ijin penelitian Penelitian di Pusat dan daerah
1. Pengurusan Ijin Etik ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
2. Uji Coba Lapangan di Kota Bekasi
3. Pengumpulan data Pengelolaan Obat dan perbekalan Kesehatan dilakukan
dengan wawancara mendalam di Dinas Kesehatan kabupaten/ Kota
termasuk Instalasi farmasi, UPTD Gudang Obat Kota/Kabupaten dan
Puskesmas. Pada saat melakukan wawancara mendalam dengan informan,
seluruh pembicaraan akan direkam, sebelumnya meminta izin kepada
15
informan untuk merekamnya. Selain itu peneliti akan mencatat hal hal
penting yang terjadi selama proses wawancara berlangsung agar tidak ada
informasi yang terlewatkan.
4. Pengumpulan data Kepuasan Kinerja Petugas Pengelola Obat dan
Perbekalan Kesehatan.
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan

Informan
Informan bukan perorangan, akan tetapi mewakili institusi sebagai pengelola obat dan
perbekalan kesehatan di daerah dalam hal ini dinas kesehatan kabupaten/ kota dan
Puskesmas serta jajarannya. Di tingkat pusat : BPJS, Dirjen Farmalkes, Drjend
Pelayanan Kesehatan; Di tingkat provinsi: Dinkes Provinsi; Di tingkat kabupaten/kota
Dinkes Kabupaten/ Kota (Instalasi Farmasi/ UPTD Gudang Obat) dan Puskesmas

IV.7. Cara Pengumpulan Data dan Instrumen


a. Cara Pengumpulan Data:
1. Data Primer dikumpulkan dengan melakukan Wawancara mendalam menggunakan
pedoman wawancara dan tape recorderserta melakukan pengamatan dengan
menggunakan formulir observasi.
2. Data Sekunder dikumpulkan dengan menggunakan daftar isian.
b. Instrumen menggunakan Pedoman Wawancara, daftar isian dan Formulir observasi

IV. 8. Manajemen Data


Manajemen data Kualitatif meliputi proses
- Transkrip data, coding data
- Triangulasi data
- Analisa data

16
Data yang Informasi yang Informan Cara
Dikumpulkan dikumpulkan pengumpulan
data
Data sekunder : Data primer :  Dinas Kesehatan  Wawancara
Provinsi mendalam
 Dokumen kebijakan  Data pengelolaan obat  Dinas Kesehatan  Form/Daftar
terkait pengelolaan dan perbekes di Kabupaten/Kota isian
obat dan perbekes dinkes provinsi  Unit Layanan  Form
 Data pengelolaan obat Pengadaan (ULP) kepuasan
 SOP pengelolaan di dinkes kab/ kota  BPJS petugas
obat dan perbekes di (perencanaan sd Divre/Cabang/KLOK pengelola obat
dinkes kota/ kab monev)  UPT/Gudang Farmasi
 Data pengelolaan obat  Pengelola obat dan
 SOP pengelolaan di puskesmas perbekes di
obat dan perbekes di  Data pengadaan obat puskesmas
puskesmas
dan perbekes oleh  Petugas pengelola
ULP obat dan perbekes di
 Laporan  Data pengelolaan dinkes kota/kab dan
obat oleh BPJS puskesmas
Ketersediaan dan
sebagai Payer
kekosongan obat di  Data ketersediaan dan
dinas kesehatan kekosongan obat dan
perbekes.
 Laporan
Ketersediaan dan
kekosongan obat di
puskesmas

IV.9. Analisis data


Analisis data dilakukan secara manual. Hasil wawancara dalam rekaman dan data
sekunder diubah kedalam bentuk tulisan transkrip kemudian disarikan dalam bentuk matriks.
Untuk menjamin validitas data penelitian, maka dilakukan triangulasi.Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
- Triangulasi sumber data yaitu dengan melakukan cross check data dari sumber yang
lain dengan informan yang berbeda serta membandingkan hasil temuan data dari
informan satu dengan lain ditempat dan waktu yang berbeda.
- Triangulasi metode, dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi
terhadap dokumentasi data sekunder.

17
- Triangulasi data/analisis yaitu dengan melakukan analisis data oleh peneliti lain
maupun orang yang ahli dalam analisa data kualitatif, sehingga didapatkan interpretasi
yang sama dengan peneliti lain. Selain itu juga dengan meminta umpan balik dari
informan yang berguna untuk perbaikan penellitian di masa yang akan datang.
Kemudian disusun dan dibuatkan matriks untuk dilakukan analisa konten. Data yang
terkumpul dianalisa menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna.
Data dibaca berulang kali, sehingga peneliti dapat mengidentifikasi data untuk dilakukan
analisis sesuai dengan tujuan penelitian. Tahap berikutnya adalah mengelompokkan
berdasarkan tema, pada langkah kedua ini peneliti mengelompokkan data yang ada ke dalam
suatu tema masing-masing sehingga menjadi suatu keteraturan data menjadi terlihat secara
jelas. Kemudian dilakukan eksplanasi data, untuk memberikan keterangan yang masuk akal
terhadap data dan peneliti menjelaskan data tersebut didasarkan pada hubungan logika makna
yang terkandung dalam data tersebut, sehingga dapat digunakan untuk mendiskripsikan data
dan hasil analisa.

V.10 Ijin Etik dan Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini telah mendapat ijin etik penelitian dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Badan Litbangkes dengan Peretujuan Etik (Ethical Approval) No.
LB.02.01/5.2/KE 357/2016 dan ijin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri no. 070/1160/POL/PUM

18
IV.11 Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Informasi Jenis data
Operasional
1 Regulasi peraturan – peraturan yang Kebijakan yang ada sekunder/
mendukung pengelolaan obat dan di daerah
perbekes dalam pelaksanaan JKN, kualitatif
termasuk peraturan dari pemerintah
pusat, peraturan pemerintah daerah
(SOP/Pedoman/Juklak/Juknis) serta
data kepatuhannya dari tiap Instansi.
2 Pembiayaan / Besaran pembiayaan terkait kegiatan Persepsi pemerintah Sekunder/
Anggaran pengelolaan obat dan perbekes daerah dan
Termasuk biaya perencanaan, pengelolaa program kualitatif
pengadaan, distribusi dan terhadap
pengelolaan. pengelolaan obat
dan perbekes
2 SOP/Pedoman Memiliki SOP/Pedoman pengelolaan Dokumen SOP sekunder
Pengelolaan obat dan perbekes sebagai berikut:
obat dan  SOP perencanaan obat dan perbekes
vaksin  SOP Pengadaan obat dan perbekes
 SOP Penyimpanan obat dan
perbekes
 SOP Pendistribusian obat dan
perbekes
 SOP Monitoring dan Evaluasi
3 Kepuasan Kepuasan Petugas pengelola obat dan Skoring :
Petugas perbekalan kesehatan dalam Sangat tdk puas=0
melaksanakan tugas sehari hari dalam Tidak puas =1
pengelolaan obat, meliputi ; Ragu ragu =3
 Mampu focus dalam pekerjaan Puas =4
 Kesempatan menylesaikan Sangat puas =5
pekerjaan
 Kesempatan melakukan hal yang
berbeda dari waktu ke waktu
 Kesempatan mengaktualisasi diri
di lingkungan kerja
 Cara pimpinan menangani pegawai
 Kompetensi atasan dalam
membuat keputusan
 Mampu melakukan sesuatu yang
tidak bertentangan hati nurani
 Pekerjaan cukup mapan
 Kesempatan melakukan sesuatu
untuk orang lain
 Kesempatan untuk menyampaikan
kepada orang lain tentang apa yang
harus dikerjakan

19
 Kesempatan melakukan sesuatu
dengan menggunakan kemampuan
saya
 Cara penerapan aturan/ kebijakan/
prosedur
 Kesesuaian gaji dan banyaknya
pekerjaan yang dilakukan
 Kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan
dalam pekerjaan
 Kebebasan memberikan penilaian
sendiri dalam lingkup tanggung
jawab
 Kesempatan mencoba metode
sendiri untuk menyelesaikan
pekerjaan
 Kondisi kerja
 Cara teman teman bekerjasama
 Pujian yang didapat ketika
melakukan pekerjaan dengan baik
 Perasaan berprestasi yang saya
dapatkan dari pekerjaan saya.
Kepuasan Kepuasan Petugas farmasi atau Skoring :
Petugas pengelola obat dan perbekalan Sangat tdksetuju=0
kesehatan dalam melaksanakan tugas Tidak setuju =1
sehari hari dalam pengelolaan obat, Ragu ragu =3
meliputi ; setuju =4
 Tenaga farmasi jumlahnya Sangat setuju =5
mencukupiuntuk pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan
 Tenaga farmasi mendapat
pembinaan/pelatihan yang
memadai untuk pengelolaan obat
dan perbekes
 Sarana dan prasarana mencukupi
untuk pengadaan obat dan
perbekes
 Sarana dan prasarana mencukupi
untuk penyimpanan obat dan
perbekes
 Sarana dan prasarana mencukupi
untuk pendistribusian/ pelayanan
obat dan perbekes
 Sarana dan prasarana mencukupi
untuk pencatatan dan pelaporan
obat dan perbekes
 Obat dan alat kesehatan tersedia
untuk pasien yang membutuhkan
 Anggaran mencukupi untuk

20
pengelolaan obat
 Tersedia prosedur/pedoman untuk
perencanaan obat dan perbekes
 Tersedia prosedur/pedoman untuk
pengadaan obat dan perbekes
 Tersedia prosedur/ pedoman untuk
penyimpanan obat dan perbekes
 Tersedia prosedur/pedomanuntuk
pendistribusian obat dan perbekes
 Tersedia prosedur/pedoman untuk
pencatatan dan pelaporan obat dan
perbekes.

21
BAB. V
HASIL

V.1 Kebijakan dan Pembiayaan Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

Data kebijakan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di peroleh melalui


wawancara dengan kepala dinas kesehatan dan pengelola obat di dinas kesehatan provinsi,
kepala dinas kesehatan dan di dinas kesehatan kabupaten/kota serta kepala puskesmas dan
pengelola obat dan perbekalan kesehatan obat di puskesmas. Data kebijakan yang ditanyakan
meliputi ada tidaknya kebijakan daerah terkait dengan pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN), serta sejauh mana
sosialisasi peraturan/ pedoman pengelolaan obat dan perbekes dilakukan. Hasil wawancara
yang telah dibuat matriks dapat dilihat pada Tabel 5.1.1

Tabel 5.1.1
Kebijakan daerah terkait pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dalam program JKN
Kebijakan Dinkes Prov Dinkes Kab Puskesmas
Pengelolaan Obat
dan Perbekes
DIY Ada Kebijakan Secara umum belum ada Tidak ada kebijakan
Gubernur terkait kebijakan khusus dari khusus pengelolaan
program JKN yaitu Pemkab/pemkot terkait obat dan perbekes di
Jaminan Kesehatan pengelolaan obat dan Puskesmas. Kebijakan
Semesta. Tidak ada Perbekes dalam mengacu pada
kebijakan daerah pelaksanaan JKN, kebijakan dari Pusat
khusus untuk kabupaten/ kota dan Kebijakan
pengelolaan obat dan menggunakan kebijakan Gubernur terkait
perbekalan pusat dan kebijakan Jaminan Kesehatan
kesehatan. Kebijakan daerah/ gubernur terkait Semesta. Puskesmas
mengacu ke Pusat. Program Jaminan sebagian memiliki
Sosialisai Program Kesehatan Semesta. SOP (terutama
Jaminan Kesehatan Advokasi dari dinas kab/ Puskesmas yang sudah
Semesta Ke Kab/ kota dilakukan ke tingkat terakreditasi),
Kota . Puskesmas. Sudah ada sedangkan Puskesmas
SOP terkait pengelolaan yang belum akreditasi
obat dan perbekes di belum memiliki SOP
Dinkes Kab/kota. pengelolaan obat dan
perbekes. Dinkes
sosialisasi di saat
Bimtek ke Puskesmas
3 kali setahun.

Bali Kebijakan terkait Kebijakan di kab/kota Tidak ada kebijakan


Pengelolaan obat mengacu pada kebijakan khusus pengelolaan
terkait Program JKN dari Pusat dan kebijakan obat dan perbekes di
di daerah ada yaitu Gubernur yaitu Puskesmas. Kebijakan
Balimandera, tapi hal Balimandera. mengacu pada

22
tersebut tidak khusus Dinkes kab/kota yang kebijakan dari pusat
untuk pengelolaan mempunyai SOP terkait dan keebijakan
obat, namun pengelolaan obat dan Gubernur terkait
pelayanan JKN perbekes. Jaminan Kesehatan
secara umum. Nasional yaitu Bali
Sosialisai dan Mandera. Advoksi
advokasi terkait Bali melalui bimtek.
Mandera Ke Kab Puskesmas sebagian
Kota . memiliki SOP
Kalimantan Timur Perda terkait Perda khusus untuk Perda belum ada
pengelolaan obat pengelolaan obat tidak namun ada surat
belum ada. ada, namun SOP ada. edaran/ rambu rambu
Sosialisasi untuk APBD II untuk pengelolaan
Pengelolaan obat
khusus di intern dinkes. obat di Puskesmas.
harus satu pintu, Untuk puskesmas ada Penggunaan dana
Perda belum ada. beberapa surat edaran tahun kemarin untuk
Program dari pusat sebagai rambu-rambu apa pembelian obat belum
harus terintegrasi saja yang boleh dibeli ada permenkesnya.
dengan binfar “one Tapi tahun 2016 sudah
gate policy” belum ada.
Ketika beli obat dari
ada payung
dana BPJS harus
hukumnya. Belum sesuai fornas. Ada
ada NSPK, tapi sudah pedoman kefarmasian
dilaksanakan. dari Permenkes
30/2014. Formularium
puskesmas dibuat
karena di fornas
itemnya banyak
sekali. Formularium
puskesmas dibuat
bersama dengan tim
yang terdiri dari
apoteker, bendahara,
pptk dan nakes yang
menggunakan bmhp

Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 ada Tidak ada kebijakan Tidak ada kebijakan
kebijakan one gate daerah khusus yang dijalankan,
policy, mengacu pada pengelolaan obat dan pengelolaan obat
Permenkes tentang perbekes. yang. selama ini masih sama
instalasi farmasi Mengacu pada saja dengan yang
Kabupaten. kebijakan pusat yaitu lama, yang sudah
Kebijakan daerah keppre, kebijakan seperti biasanya.
khusus untuk daerah berupa perbup Puskesmas tidak
pengelolaan obat tentang itu, yaitu perbup membeli obat sendiri,
tidak ada. Yang ada no. 44 tahun 2015 tapi semua di serahkan
SK kepala dinas tentang juknis ke dinas kesehatan
kesehatan tentang pengelolaan dan kota/kab untuk
pembentukan tim pemanfaatan dana mengurus pengadaan
perencanaan terpadu kapitasi JKN dan obat.
untuk internal dinas Jamkesda, yang antara tidak ada sosialisasi
kesehatan. lain menyebutkan kebijakan
Sosialisasi mengenai bahwa 15% anggaran
one gate policy dan kapitasi disetorkan ke

23
permenkes sudah dinas kesehatan untuk
lama, langkahnya pengadaan obat, bmhp,
masih valid strategy. dan alat medis
sosialisasi ke sederhana.
pengelola program, Sosialisasi hingga ke
dengan adanya one tingkat puskesmas,
gate policy program seperti pada pertemuan
tidak mengelola kepala puskesmas dan
sendiri, semua pengelola obat pada
dikelola di gudang desember 2015 dan
oleh apoteker. semua februari 2016 dengan
dinas kesehatan mengundang seluruh
kabupaten kota dan puskesmas. (35
puskesmas mengelola puskesmas).
obat dengan sistem
one gate policy.

Tabel 5.1.1 menjelaskan bahwa dari 4 Provinsi yaitu Provinsi DIY, Bali, Kaltim dan
NTT, kebijakan pengelolaan obat masih mengacu pada kebijakan di Pusat. Tidak ditemukan
kebijakan daerah berupa Perda, Pergub, Perwal ataupun Perbup yang khusus mengatur
pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dalam pelaksanaan JKN. Yang ditemukan adalah
kebijakan daerah yang mengatur pembagian kapitasi dalam pelaksanaan JKN.
Dukungan kebijakan daerah di 2 Provinsi yaitu DIY dan Bali ada peraturan daerah,
namun tidak khusus untuk pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yaitu di Provinsi DIY
berupa Perturan Gubernur Jaminan Kesehatan Semesta, sedangkan di Provinsi Bali berupa
perda yaitu Bali Mandera sudah ada dan dilaksanakan sampai tingkat kabupaten/kota dan
Puskesmas. Kebijakan daerah lebih terkait dengan pembagian jasa kapitasi pada pelaksanaan
JKN. Sedangkan untuk 2 Provinsi lain yaitu NTT dak Kaltim Perda belum ada , pengelolaan
obat dan perbekes masih mengacu pada kebijakan pusat, dan terkait one gate policy.
Sosialisasi dan advokasi terkait kebijakan pengelolaan obat dalam pelaksanaan JKN sampai
ditingkat Kab/Kota dan Puskesmas. Provinsi yang belum mengeluarkan Perda terkait
pengelolaan obat daam pelaksanaan program JKN, dan masih mengacu pada kebijakan pusat,
baik dinkes kab/ kota dan puskesmas, dalam pelaksanaan pengelolaan obat mengacu pada
rambu rambu one gate policy yang merupakan kebijakan dari pusat.
Pada umumnya, untuk melakukan pengelolaan obat di daerah di dukung dengan
Pedoman/ SOP untuk pengelolaan obat dalam pelaksanaan program JKN. Puskesmas yang
sudah terakreditasi rata rata sudah memiliki SOP terkait pengelolaan obat dalam pelaksanaan

24
JKN, Sedang untuk puskesmas yang belum terakreditasi, belum mempunyai SOP terkait
pengelolaan obat dan perbekes.

Tabel 5.1.2
Pembiayaan terkait Pengelolaan obat dan Perbekes dalam Program JKN
Pembiayaan obat Dinkes Prov Dinkes Kab/ Kota Puskesmas
dan perbekes

DIY Biaya dari DAK Dana pembelian obat dari Sumber biaya obat
APBD I (Buffer). DAK, APBD II dan dari APBD dan
tidak ada dana Hibah. APBD I. Kapitasi JKN
Bali Pembiayaan dari DAK, APBD II dan APBD dan Kapitasi
DAK dan bantuan APBD I.
buffer pusat

Kalimantan Timur Sumber dana hanya APBD II untuk obat e- APBD dan JKN,
dari APBD I. DAK catalogue dan non e- pengadaan obat oleh
baru minta di 2017 catalogue. Untuk dinkes kota/kab
itupun baru untuk pengadaan obat
kelengkapan sarana menggunakan APBD II
prasarana. Selama ini dan buffer stock provinsi.
tidak pernah diberi,
terbantu dengan
implementasi OGP.

Nusa Tenggara Timur Pembiayaan lebih Dana pembelian obat dari Sumber biaya obat
banyak dari DAK dan DAK, DAU, APBD II dan dari DAK dan
bantuan buffer pusat, APBD I. Sejak tahun Kapitasi, yang
APBD tidak terlalu 2014 sudah tidak ada lagi melakukan pembelian
difungsikan untuk loan. Proporsi DAK dan dinas kesehatan kota.
pembiayaan obat dan DAU adalah proporsi Pembiayaan
alkes. Kabupaten terbesar. APBD II tahun bersumber kapitasi
menggunakan dana lalu tidak cukup, tahun sejumlah 15% dari
DAK untuk ini dinaikkan. Dana JKN 40% dana kapitasi
pembiayaan obat. hanya kecil saja, hanya yang dialokasikan
Pembiayaan obat untuk obat yang tidak ada untuk operasional.
berasal dari APBD saja, atau untuk BMHP
dan bantuan buffer yang selalu tidak cukup.
pusat. E-catalogue
tidak mempengaruhi
pembiayaan, karena
merupakan sistem
pengadaan obat.
Pembiayaan tidak
membedakan e-
catalogue dan non e-
katalog.

25
Di Provinsi Kalimantan Timur karena sifatnya buffer jadi hanya mengambil yang e-
catalogue, provinsi hanya mengatasi kekosongan obat esensial. Sumber dana hanya dari
APBD I. DAK baru minta di 2017 itupun baru untuk kelengkapan sarana prasarana. Selama
ini tidak pernah diberi, terbantu dengan implementasi OGP. Kendala sebenarnya RKO sudah
dibuat sesuai kebutuhan, namun setelah keluar anggaran definitive terpaksa harus
memangkas anggaran. Untuk kabupaten di Kalimantan Timur terkait penmbiayaan obat
berasal dari APBD II untuk obat e-catalogue dan non e-catalogue. Untuk pengadaan obat
menggunakan APBD II dan buffer stock provinsi. Bila ada kekurangan bisa minta ke
provinsi. Dana JKN digunakan untuk pembelian di puskesmas. Proporsi tahun kemarin 5 M
dari APBD kesehatan 178 M dan APBD Kab 4T. Sebelum dan sesudah JKN hampir tidak ada
perbedaan karena tidak ada dana di kab. Kalau di puskesmas bisa nutup obat yang tidak ada
di kita. Kendala hanya sebagaian obat belum masuk e-catalogue atau belum masuk fornas
sehingga memakai dana JKN di puskesmas. Untuk UPT/ Gudang Farmasi pada prinsipnya
hanya menerima, menyimpan dan mendistribusikan.
Di Provinsi NTT pembiayaan obat wajib dianggarkan di dinas kesehatan,
menggunakan dana dasar DAK, semua kabuapaten menggunakan dana DAK untuk
pembiayaan obat. Pembiayaan obat berasal dari APBD 500 juta dan bantuan buffer pusat. E-
catalogue tidak mempengaruhi pembiayaan, karena merupakan sistem pengadaan obat.
Pembiayaan tidak membedakan e-catalogue dan non e-katalog. Pembiayaan lebih banyak dari
DAK dan bantuan buffer pusat, APBD tidak terlalu difungsikan untuk pembiayaan obat dan
alkes. Tidak memperhatikan besaran proporsi, yang penting rencana kebutuhan obat
terpenuhi. Sama saja sebelum dan sesudah JKN. Pembiayaan obat sama saja sebelum dan
sesudah JKN.
Sumber dana dari BPJS belum sepenuhnya membiayai obat, pengadaan obat dan
perbekes, masih lewat DAK, rencana kebutuhan obat harus terpenuhi 100%, jika selama ini
DAK 100%, maka jika DAK turun menjadi 90 maka harus dipenuhi dari kapitasi 10%.
Kendalanya ada factor kesulitan dalam pembelanjaan kapitasi di Prov NTT, karena jumlah
puskesmas yang memiliki Apoteker ataupun tenaga pengadaan yang bersertifikasi masih
sedikit, sementara untuk melakukan proses pembelanjaan dari kapitasi ada aturan aturan yang
harus dipenuhi.

26
V.2. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan,


penerimaan, penyimpanan, dan pencatatan/monitoring evaluasi. Data pengelolaan obat dalam
pelaksanaan JKN diperoleh melalui wawancara dan observasi dokumen baik dinkes provinsi,
kab/ kota maupun di puskesmas. Informasi pengelolaan obat diperoleh dari wawancara
dengan kepala dinas, pengelola obat, baik di dinas kesehatan kab/kota, puskesmas, Unit
Layanan Pengadaan (ULP) dan BPJS. Data pengelolaan obat meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan monitoring/ evaluasi terkait obat dalam
pelaksanaan JKN, termasuk keberadaan pedoman / SOP sebagai pedoman dalam pengelolaan
obat dalam pelaksanaan JKN.
Hampir semua kab/ kota mempunyai SOP terkait pengelolaan obat. Puskesmas yang
sudah terakreditasi rata rata sudah memiliki SOP pengelolaan obat, sedangkan puskesmas
yang belum terakreditasi rata rata belum memiliki SOP terkait pengelolaan obat.

Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan


Dinas Kesehatan Provinsi melakukan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan
setiap tahun, yang dituangkan dalam format RKO dan mengacu pada harga e catalog tahun
berjalan, dengan penambahan 10 – 15% tiap satuan. Perencanaan obat program juga
dilakukan setiap tahun, beroordinasi dengan penanggung jawab program di provinsi dan
farmasi di dinas kesehatan kota/ kabupaten.
Kegiatan perencanaan obat dan perbekes dapat terlihat pada tabel 5.2.1.
Tabel 5.2.1
Gambaran Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas (Perencanaan)
Dinkes Prov Dinkes Kab Puskesmas
Perencanaan Obat dan Perbekes
DIY Perencanaan di Provinsi Perencanaan Kab/kota Perencanaan di
berdasarkan rencana berdasar perencanaan obat Puskesmas berdasar
kebutuhan yang dan perbekalan kesehatan kebutuhan dan Pola
disampaikan kabupaten oleh puskesmas (RKO) di Penyakit (10 besar
dan obat program. kab/ kota. penyakit).
Perencanaan obat
program dilakukan oleh
pengelola program,
berdasarkan laporan stok
yang dikirimkan gudang
dan data kebutuhan
program.

27
Bali Perencanaan oleh Provinsi Perencanaan obat dan Perencanaan obat
berdasarkan rencana perbekes Kab/Kota : Puskesmas untuk obat
kebutuhan yang Perencananan obat dari dan perbekes, dibuat
disampaikan kabupaten APBD berdasar berdasar kebutuhan dan
dan kebutuhan obat perencanaan yang dibuat pola penyakit yang ada di
program. Perencanaan oleh puskesmas. Sedangkan
wilayahnya.
dilakukan setiap tahun perencanan obat dan
oleh seksi perbekalan perekes yang bersumber
kesehatan berdasar kapitasi perencanaan dari
metode konsumsi/ laporan puskesmas, melalui PPK
pemakaian obat dalam
format RKO, mengacu e
catalog tahun berjalan
dengan penambahan 10 -
15%/ satuan. Perencanaan
obat program setiap
tahun, koordinasi dengan
penanggung jawab
program di provinsi dan
darmasi di dinkes kab/
kota. Perencanaan obat
program berdasar
epidemiologi diusulkan ke
farmasi dan diverivikasi
denga stock yang
tersedeia untuk
menghindari over stock
obat, kemudian di ajukan
ke dirjend farmalkes.

Kaltim Perencanaan obat dan Perencanaan di kabupaten Perencanaan semua


perbekalan kesehatan , Tingkat Kabupaten/ Kota berdasar LPLPO. Di lihat
Alokasi dari pusat, perencanaan obat dan obat yang kurang, trend
Provinsi menyusun perbekalan kesehatan pada penyakit apa.
kebutuhan pelaksanaan JKN dengan
usulan obat dan perbekes melibatkan puskesmas
laporan berdasar (RKO Puskesmas)
pemakaian obat dalam
format RKO Untuk
APBD untuk obat e-
catalogue ada PPTK
sendiri. Obat buffer sesuai
kebutuhan dinas kab/kota,
kalau ada KLB di
rencanakan kebutuhan
obat.

NTT Perencanaan di tingkat Perencanaan di tingkat Perencanaan obat PKD dan


provinsi pada bulan Juli Kabupaten/ Kota obat program ada
menggunakan stok 30 perencanaan obat dan pertemuan khusus,
juni untuk persediaan 18 perbekalan kesehatan pada perencanaan berdasarkan
bulan berdasarkan pelaksanaan JKN dengan perhitungan sisa stok dan
rencana kebutuhan yang melibatkan puskesmas. pemakaian tahun lalu.
disampaikan kabupaten Dibuat RKO setiap bulan Perencanaan dilakukan oleh
dan obat program. UPT dari puskesmas, dan RKO apoteker/pengelola obat

28
menyampaikan data, dinas setiap tahun. Ada tim dengan melihat kondisi stok
laporan triwulan, yang perencanaan obat terpadu dan sesuai kebutuhan
lain merencanakan sesuai kadis sebagai ketua, semua puskesmas. Disamping itu
kebutuhan, laporan program masuk termasuk perencanaan obat
diinfokan ke program. gudang farmasi. Setahun melibatkan dokter umum,
Perencanaan obat PKD pengadaan 2x. Kebutuhan poli, rawat inap serta
pasti menggunakan e- 2017 sudah harus masuk bergantung situasi masing-
katalog, jika e-katalog perencanaannya di Juli masing penyakit tertentu.
tidak bisa baru beralih 2016. Dari daftar tersebut
dengan pengadaan non e- dipilah mana yang ada di e-
catalog, biasanya catalogue mana yang tidak
menggunakan tender. ada. Perencanaan obat
Perencanaan obat program (AIDS, TB dan
program dilakukan oleh Malaria) pada pelaksanaan
pengelola program, JKN direncanakan oleh
berdasarkan laporan stok masing – masing program,
yang dikirimkan gudang perencanaan setahun sekali
dan data kebutuhan di awal tahun.
program. Obat program
sudah dintegralkan
dengan obat lainnya,
Rencana kebutuhan obat
(RKO) lainnya
disampaikan oleh
puskesmas dan RS. RKO
yang wajib baru RKO
obat generic, baik RS dan
puskesmas.

Dari Tabel 5.2.1 terlihat bahwa Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di 4
Provinsi perencanaan berdasarkan rencana kebutuhan yang disampaikan kabupaten dan
kebutuhan obat program. Perencanaan obat program dilakukan oleh pengelola program,
berdasarkan laporan stok yang dikirimkan gudang dan data kebutuhan program. Perencanaan
dilakukan setiap tahun oleh seksi perbekalan kesehatan berdasar metode konsumsi/ laporan
pemakaian obat dalam format RKO. Sedangkan Perencanaan di kabupaten/ kota. Sedangkan
perencanaan di tingkat Kabupaten/ Kota perencanaan obat dan perbekalan kesehatan pada
pelaksanaan JKN dengan melibatkan puskesmas (RKO Puskesmas) yang ada di daerahnya.
Sedangkan perencanaan obat dan perbekalan di Puskesmas berdasar kebutuhan dan
mempertimbangkan pola penyakit yang ada di wilayahnya.
Di Provinsi DIY perencanaan obat dan perbekalan kesehatan berdasar kebutuhan
yang diusulkan oleh kabupaten. Untuk obat program perencanaan dari masing masing
pemegang program. Perencanaan Kab/kota berdasar perencanaan obat dan perbekalan
kesehatan oleh puskesmas (RKO). Perencanaan di Puskesmas berdasar kebutuhan dan
Pola Penyakit (10 besar penyakit).

29
Di Provinsi Bali UPT Farmasi Denpasar, sebelum adanya e catalog tidak pernah ada
kekosongan obat dari perencanaan, tetapi dengan adanya e catalog kadang obat tidak
didapatkan di rekanan meskipun uang ada dan kadang obat terlalu singkat batas
kadaluarsanya. Obat JKN PKM juga harus beli melalui e catalog. Dalam perencanaan
sesungguhnya tidak ada kendala.
Di Provinsi Kalimantan Timur perencanaan obat dan perbekalan kesehatan pada
pelaksanaan JKN, Alokasi dari pusat, kita menyusun kebutuhan barang. Dari sini sampai
usulan. Untuk APBD di sini, untuk obat e-catalogue ada PPTK sendiri. Kalau buffer
sesuai kebutuhan dinas kab/kota, kalau ada KLB kita rencanakan.
Perencanaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan JKN, Obat
program yang merencanakan adalah pemegang program. Mereka yang tahu kasus,
cakupan dan kebutuhan program. Kalau mereka cermat harusnya tidak ada kekosongan.
Vaksin dari pusat, pengusulan dari farmasi kecuali vaksin haji. Ada permintaan dari
pengelola kab/kota, kita serahkan dengan SBBK termasuk vaksin. SDM masih sangat
kurang, sehingga kerja kurang focus, sudah memberikan masukan dan pandangan ke
pimpinan terkait kekurangan SDM, namun sampai saat ini belum ada solusi. Perbedaan
sebelum dan sesudah JKN, tidak ada masalah, sama saja. Yang masalah adalah
penyediaan item di catalog, sering terlambat. kalau terlambat mereka tender ulang jadi
harus menunggu. Diharapkan awal tahun itemnya sudah jelas. Yang paling sulit yang di
RS, beli pakai harga lain terkendala harga dan ketersediaan/ RS kalau mau minta harus
pakai DKK tidak bisa langsung ke provinsi kecuali HIv, TB MDR memang ada beberapa
RS yang ditetapkan boleh langsung ke RS itu.
Di Puskesmas (Segiri) Perencanaan semua pakai LPLPO. Di lihat obat yang
kurang, trend penyakit apa, obat dilebihkan, dimasukkan ke laporan ke GFK. Kalau obat
tersedia, Gudang akan memberikan obat dan perbekalan kesehatan, tergantung stok
kalau ada dikasihkan. Penyimpanan dulu dan distribusi ke pusban atau poli, sekarang
hanya ke poli. Penyimpanan dulu ada askes dll, pemisahan di gudang yang ada
pemisahan sumber nya. Sekarang obat dan perbekalan kesehatan disusun berdasarkan
FEFO, FIFO lalu distribusi ke poli. Di apotek dikemas seperti amoksisilin, obat curah
sudah disiapkan sesuai biasanya diberikan. Sediaan bentuk puyer jarang, karena ada
etaflusin sirup, tetes mata, allopurinol, kalk tidak bisa beli, hanya bisa menunggu
Perencanaan semua pakai LPLPO, dilihat obat yang kurang dan trend penyakit nya.
Permintaan ke GFK obat dilebihkan, kalau obat tersedia biasanya di kasih, tergantung
stok yang ada di gudang. Penyimpanan, kemudian di distribusi ke pusban atau poli,
30
sekarang hanya ke poli. Penyimpanan dulu sewaktu masih askes pemisahan di gudang
yang ada pemisahan sumber. Selain itu penyimpanan obat disusun berdasarkan FEFO,
FIFO lalu distribusi ke poli. Di apotek dikemas seperti amoksisilin, obat curah sudah
disiapkan sesuai biasanya diberikan. Sediaan puyer sudah jarang, karena ada etaflusin
sirup.
Di Puskesmas (Rapak Mahang) pengelolaan obat dan prosedurnya di Puskesmas
tiap resep diberi label pakai stabile yaitu warna kuning untuk labelling, biru untuk
kosong dan hijau untuk BPJS. Sangat membutuhkan system computer yang
mempercepat pekerjaan. Stok hanya sebulan sekali, kalau system berjalan kan termasuk
resep bisa langsung diinput jadai antara fisik dan computer balance. Target capaian
sasaran mutu di sini adalah 0% obat hilang, namun hal tersebut tidak mudah. Perlu
diusulkan sasaran mutu nya adalah waktu yang dibutuhkan per orang. Yang saat ini
kosong : metformin, simvastatin, asama mefenamat, GG, CTM, ambroksol dan
etilklorida untuk gigi tidak ada ijinnya untuk kemasan kaleng, yang ada ijinnya hanya
yang kemasan kaca. Harga bisa 25 juta. Makanya bahan gigi hanya distok di puskesmas
karena kalau di dinkes bisa overstock atau kurang karena tidak semua puskesmas
pelayanannya sama, susah perhitungannya.
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Perencanaan di tingkat provinsi bulan
Juli menggunakan stok 30 juni untuk persediaan 18 bulan berdasarkan rencana
kebutuhan yang disampaikan kabupaten dan obat program. UPT menyampaikan data,
laporan triwulan, yang lain merencanakan sesuai kebutuhan, laporan diinfokan ke
program. Perencanaan obat PKD pasti menggunakan e-katalog, jika e-katalog tidak bisa
baru beralih dengan pengadaan non e-catalog, biasanya menggunakan tender.
Terkait dengan perencanaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada
pelaksanaan JKN. Perencanaan obat program dilakukan oleh pengelola program,
berdasarkan laporan stok yang dikirimkan gudang dan data kebutuhan program. Obat
program sudah dintegralkan dengan obat lainnya, Rencana kebutuhan obat (RKO)
lainnya disampaikan oleh puskesmas dan RS. RKO yang wajib baru RKO obat generic,
baik RS dan puskesmas, sedangkan untuk Obat paten belum diperhatikan. Jumlah
puskesmas 384 puskesmas, SDM apoteker di puskesmas masih kurang, namun cukup
farmasinya. Tidak ada perbedaan perencanaan obat sebelum dan sesudah BPJS. Tidak
ada kendala dalam perencanaan karena sudah sesuai dengan kebutuhan, baik kebutuhan
obat PKD maupun kebutuhan obat program, yang sulit adalah pengadaan obat yang tidak

31
sesuai rencana karena sistem e-katalog yang masih membuat pengelola ragu untuk
mengambil keputusan untuk balik arah menggunakan sistem non e-katalog (tender).
Di Tingkat Kabupaten/ Kota perencanaan obat dan perbekalan kesehatan pada
pelaksanaan JKN dengan melibatkan puskesmas. Dibuat RKO setiap bulan dari
puskesmas, dan RKO dinas setiap tahun. Ada tim perencanaan obat terpadu dengan ketua
ibu kadis, semua program masuk termasuk gudang farmasi. Setahun pengadaan 2x.
Kebutuhan 2017 sudah harus masuk perencanaannya di Juli 2016. Dari daftar tersebut
dipilah mana yang ada di e-catalogue mana yang tidak ada.
Perencanaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan JKN
Direncanakan oleh masing – masing program, perencanaan setahun sekali di awal tahun.
Seksi farmasi hanya membuat rekapnya saja. Direncanakan pengadaan obat untuk 35
puskesmas, masing – masing puskesmas sudah merencanakan juga untuk semua pustu
dan polindes di bawahnya. Perbandingan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan
sebelum dan sesudah pelaksanaan program JKN, tidak terlalu berbeda banyak, hanya
sumber dananya bertambah, sehingga obat tidak hanya dibeli lewat DAK/DAU saja, tapi
juga dari dana kapitasi 15%. Kendala yang dialami kesalahan prosedur sehingga ada
temuan dari BPKP dan kejaksaan, disarankan uang dikembalikan ke masing masing
FKTP saja, tapi masih tunggu keputusan pimpinan. Dana kapitasi 2014 dibelanjakan obat
di 2015, kemudian ada temuan. Saat ini dana kapitasi 2015 belum diapa-apakan uangnya,
masih di rekening dinas.
Di Puskesmas (Naioni) perencanaan obat PKD dan obat program ada pertemuan
khusus, perencanaan berdasarkan perhitungan sisa stok dan pemakaian tahun lalu.
pertemuan dilakukan di akhir tahun. perencanaan masih menghitung kebutuhan 12 bulan.
kemudian dilakukan pengadaan oleh dinas kesehatan. kalo selama ini obat yang sudah
tersedia dikirim oleh gudang kota ke puskesmas 2 bulan sekali,dan selanjutnya disimpan
di gudang farmasi puskesmas, sementara untuk pemakaian harian disimpan di apotek.
Bila ada kekurangan obat diluar permintaan rutin 2 bulan, maka dibuat permintaan
sendiri untuk ambil kekurangannya di gudang. Pendistribusian ke pustu dan poskeskel
dilakukan oleh pengelola obat puskesmas, ada 3 pustu dan 1 poskeskel. pendistribusian
dilakukan berdasarkan LPLPO dari pustu dan pokeskel, kalau pengelolaan obat di pustu
ditangani oleh penanggung jawab pustu. SDM yang ada di pustu ada 3 orang, yaitu 1
bidan dan 2 perawat. Penerimaan dan penyimpanan obat program sudah satu pintu, sama
dengan obat non program. Dukungan ada pertemuan POR dan ada kunjungan untuk
evaluasi tapi tidak rutin. Kendala terutama untuk pasien dan obat-obat prolanis yang
32
kurang, sudah kerjasama dengan apotek tertentu, tapi ternyata tidak diberikan sesuai
kebutuhan dan penatalaksanaannya juga kurang, yang harusnya untuk kebutuhan
sebulan, namun hanya diberikan 2 minggu, harusnya dianjurkan pada pasien untuk
mengambil lagi pada saat obat habis, namun ternyata banyak pasien yang tidak datang
lagi, karena kurang informasi dan ongkos tranportasi dari rumah ke apotek jauh, biaya
transport lebih besar dibanding harga obat. Pasien prolanis di puskesmas ini berjumlah
30 orang. selain obat-obat prolanis, obat-obat yang kosong, seperti amlodipin dan
oksitetrasiklin.
Untuk obat prolanis, jika obatnya habis, harusnya datang lagi, tapi pasien tidak
mengerti, pasien diresepkan tapi tidak diambil obatnya karena apotek rujuk baliknya
terlalu jauh, masalah ditransportasi karena tidak ada kendaraan umum, sementra
puskesmas juga tidak mungkin memberikannya selama sebulan, misalnya amlodipin
sampai saat ini masih kosong karena kendala e catalog. Transportasi dari tempat tinggal
pasien ke apotek hanya bisa menggunakan ojek, transport lebih mahal dari harga obat,
apotek yang kerjasama harusnya lebih dekat, karena untuk ojek sekali jalan 50 ribu, pp
jadi 100 rb. sebaiknya obat kasi ke puskesmas terdekat. selama ini kurang efektif ambil
obat di apotek, kurang informasi dan masalah transportasi, jadi pasien datang ke
puskesmas hanya untuk cek gula atau ukur tensi, puskes hanya bisa kasih obat untuk 6
hari, karena obat untuk kebutuhan sebulan harus ambil di apotek di kota yang biaya
tansportasinya lebih mahal dari harga obat, selain itu ada juga obatnya kosong di apotek,
sudah transport mahal tapi dikasih obatnya cm separuh.
Puskesmas (Niki niki) Perencanaan dilakukan oleh apoteker/pengelola obat dengan
melihat kondisi stok dan sesuai kebutuhan puskesmas. perencanaan obat melibatkan
dokter umum, poli, rawat inap serta bergantung situasi masing-masing penyakit tertentu,
seperti ISPA, diare. Untuk obat program juga melibatkan pengelola program. Pengelola
program membuat rencana kebutuhan obat ke apotik, sudah menggunakan sistem satu
pintu. Apotek mengirim permintaan ke dinas kesehatan untuk disampaikan ke gudang
farmasi kabupaten. Pengadaan dilakukan oleh Dinas Kesehatan selanjutnya Puskesmas
mengambil obat ke gudang farmasi sesuai dengan kebutuhan dan pemakaian. kecuali ada
kasus tertentu, misalnya ada kunjungan pasien dari luar wilayah atau ada wabah, maka
dilakukan permintaan tambahan.
Pengelola obat mengambil obat PKD dan obat program yang diminta ke gudang
farmasi setiap bulan, bersama dengan laporan pemakaian obat bulan sebelumnya
(LPLPO). Kemudian semua obat PKD dan obat program disimpan di apotik atau gudang
33
farmasi puskesmas, kecuali vaksin karena refrigerator tidak cukup untuk ditempatkan di
apotik/gudang farmasi. Pengelola program akan mengambil obat untuk kebutuhan
program ke apotik dengan membuat formulir permintaan ke apotek. Distribusi obat
dilakukan ke 1 Pustu, 1 poskesdes, dan 9 polindes sesuai kebutuhan masing-masing dan
permintaan kebutuhan. Dukungan ada monev, Selain obat, puskesmas dapat mengajukan
permintaan lainnya ke dinas kesehatan, seperti lemari/rak-rak obat. barang-barang
tersebut dimasukkan dalam perencanaan puskesmas untuk diakomodir oleh dinas.
Hambatan atau kendala dalam pengelolaan obat pada pelaksanaan JKN diantaranya
permintaan kadang tidak dapat dipenuhi, kadang minta seginimungkin tidak dipenuhi
semua, masih ada yang kurang. permintaan sedikit sedikit pasti ada, tetap ambil setiap
bulan walaupun obat kurang.

Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

Kegiatan pengadaan obat dan perbekes dapat terlihat pada tabel 5.2.2. Dinas
Kesehatan Provinsi, obat dan perbekalan kesehatan lebih sebagai buffer untuk mengatasi
kekosongan obat di Kabupaten/ kota.
Sementara kegiatan pengadaan obat dan perbekes dilakukan di Kabupaten / kota.
Untuk obat yang ada di Formulariunm Nasional pengadaan melalui pejabat lelang yang ada
di Dinkes Kab/ kota melalui e purchasing/ e catalog. Sedangkan untuk obat di luar
Formularium Nasional dan besaran di atas 200 juta rupiah, pengadaan melalui Unit Layanan
Pengadaan (ULP).
Tabel 5.2.2
Gambaran Pengelolaan Obat dan Perbekes di Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas (Pengadaan)
Dinkes Prov Dinkes Kab Puskesmas
Pengadaan
DIY Provinsi lebih sebagai buffer, Pengadaan obat di Permintaan dan
pengadaan obat dan perbekes yang kabupaten/ kota dipilah. pengadaan obat dan
ada di e catalog. Mengajukan Obatdan perbekes yang perbekalan kesehatan,
kepada pejabat pengadaan, daftar ada di fornas pengadaan pihak pusesmas minta
obat yang ada di e catalog dengan system e catalog . ke Dinas kesehatan
diusulkan dan di input aplikasi oleh Obat dan perbekes yang
kota/kab.
pejabat pengadaan. Obat yang non masuk Yang non e-
ecatalog, oleh pejabat pengadaan catalogue kalau kurang
dilakukan penunjukan untuk obat dari 200 juta melalui
dan perbekes yang di bawah penunjukan langsung
nominal 200 juta. Obat Program (PL). Pengadaan obat
diadakan oleh Pusat Kemkes, yang non e catalog lebih
Provinsi hanya menerima obat dari 200 juta melalui
sesuai dengan jumlah RKO. lelang, ke PPK lagi.

34
Mekanisme pengadaan
obat program, Obat
program pengadaan
masuk di dokumen dinkes
kab/kota.
Bali Melakukan base data untuk obat Pengadaan obat dan Dengan bersumber
yang ada di DPA dengan obat yang perbekes di tingkat dana kapitasi,
ada di e catalog, mengajukan surat kab/kota, yang ada di Puskesmas yang
pengadaan obat kepada pejabat fornas, dengan system e- mempunyai pejabat
pengadaan, daftar obat yang ada catalogue oleh pejabat pengadaan
dalam e catalog diusulkan dan pengadaan.
bersertifikat
diinput aplikasi oleh pejabat untuk non e-catalogue
pengadaan, obat diadakan sesuai kalau kurang dari 200 juta mengadakan obat dan
dengan order/pesanan yang sudah melalui penunjukan perbekes sendiri
dikirim penyedia. Obat yang langsung (PL). Pengadaan dengan system e
diadakan dengan non ecatalog, obat yang non e catalog catalog. Sedangkan
dibuatkan daftar obat yang tidak lebih dari 200 juta melalui pukesmas yang tidak
ada dalam e catalog sesuai rincian lelang ULP. Mekanisme mempunyai pejabat
DPA, dibuatkan surat permohonan pengadaan obat program, pengadaan pengadaan
informasi harga dan dibuatkan HPS diusulkan oleh pemegang obat diusulkan ke
(minimal 3 distributor), setelah ada program, pengadaan dinas kesehatan kab/
HPS/penetapan HPS, baru masuk di dokumen dinkes kota untuk di adakan
dilakukan penunjukan oleh KPA kab/kota, untuk diusulkan
oleh dinkes kab/ kota
untuk diadakan. Obat Program ke Provinsi. Pengadaan
diadakan oleh Pusat Kemkes, obat program oleh pusat dengan e catalog.
Provinsi hanya menerima obat Kemkes.
sesuai dengan jumlah RKO
program yang dikirim pada tahun
sebelumnya.

Kaltim Pengadaan obat dan perbekalan Pengadaan obat dan Permintaan obat dan
kesehatan, obat e-catalogue ke perbekes di tingkat perbekes Puskesmas
PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis kab/kota, dari dokumen
Kegiatan) dan KPA lanjut ke muncul rencana tiap 2 bulan ambil ke
pengadaan untuk di buat kontrak ke pengadaan, kemudian gudang sesuai bulan
distributor. Di usahakan awal dipilah yang e-catalogue genap dan ganjil.
tahun, lihat tayangnya e-catalogue. dan non e-catalogue, Perhitungan stok
Obat buffer tahun 2016 baru datang dibuat lalu diserahkan ke
4%. Mekanisme pengadaan obat PPK. Yang non e- optimum yaitu jumlah
program (AIDS, TB dan Malaria), catalogue kalau kurang 2 bulan pemakaian
setelah perencanan dibawa ke dari 200 juta melalu dilebihkan 20%.
PPTK. Kontrak sendiri-sendiri tapi penunjukan langsung
pengajuan sesuai yang tayang di e- (PL). Pengadaan obat
catalogue. yang non e catalog lebih
dari 200 juta melalui
lelang, ke PPK lagi.
Mekanisme pengadaan
obat program, Obat
program pengadaan
masuk di dokumen dinkes
kab/kota. Kalau masuk e-
catalogue ke pejabat
pengadaan.

35
NTT Era baru ada ULP di dinkes Mekanismes pengadaan Pengadaan obat dan
kab/kota, ada kab/kota yang sudah obat dan perbekalan perbekes di puskesmas
ada , ada yang belum. PPK di kesehatan di tingkat yang ada apotekernya
dinkes. pembayaran di masing- kab/kota pada bisa langsung memesan
masing Kab/kota, masih ada kab pelaksanaan JKN , ada pake id, password dan
yang belum terpapar pengadaan ULP di dinkes kab/kota, npwp, yang tidak ada
secara e catalog, ada kab/kota yang sudah apotekernya di gabung
Pengadaan obat non e catalog ada , ada yang belum. dan dilaksanakan di
dilakukan melalui tender, tender PPK di dinkes. dinas, setelah itu
dilakukan jika sudah 3 kali upload pembayaran di masing- pemesanan berdasarkan
dan dalam waktu tersebut tidak ada masing Kab/kota, masih kebutuhan masing-
jawaban, maka langsung dilakukan ada kab yang belum masing puskesmas.
tender, tender dilakukan dengan terpapar pengadaan secara
adanya bukti sudah melakukan e catalog, untuk
upload selama 3 kali dan tanpa pemesanan melalui e
jawaban yang di catalog di tingkat
printscreen.Pengadaan sudah kab/kota, Pengadaan obat
diintegralkan, obat program dan non e catalog dilakukan
PKD secara bersamaan, obat melalui tender, tender
program ada yang bersumber pusat. dilakukan jika sudah 3
kali upload dan dalam
waktu tersebut tidak ada
jawaban, maka langsung
dilakukan tender, tender
dilakukan dengan adanya
bukti sudah melakukan
upload selama 3 kali dan
tanpa jawaban yang di
printscreen.
Mekanisme pengadaan
obat program (AIDS, TB
dan Malaria) pada
pelaksanaan JKN
pengadaan sudah
diintegralkan, obat
program dan PKD secara
bersamaan, obat program
ada yang bersumber
pusat.

Di Provinsi Bali, untuk pengadaan setelah koordinasi obat akan datang diterima di
UPT (dengan BAST) dan dicheck, pengadaan mungkin melalui e catalog atau non e catalog.
Obat non e catalog tetap disimpan di UPT sesuai kaidah FIFO dan FEFO. Untuk proses
penerimaan obat program, pemegang program UPT berkoordinasi dengan pemegang program
di Dinkes untuk serah terima dan kemudian disimpan di UPT secara terpisah dari obat
APBD. Tidak ada kendala dalam penerimaan dan penyimpanan obat. Selama ini UPT merasa
belum pernah ada bimtek dan monitoring dari Provinsi, sedangkan bimtek ke PKM dilakukan

36
oleh UPT sebanyak 2 kali setahun per PKM untuk 11 PKM yang ada di Denpasar, jadual
monev dikoordinasikan dengan PKM.
Di Provinsi Kalimantan Timur, mekanismes pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan obat e-catalogue ke PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dan KPA lalu
pengadaan. Obat e-catalogue selesai data diserahkan ke PPTK, panitia pengadaan mereka
yang buat koontrak ke distributor. Diusahakan awal tahun, lama kita lihat tayangnya e-
catalogue. Setelah diketuk bisa dikerjakan baru dikerjakan. Obat buffer tahun ini baru datang
4%.
Mekanisme pengadaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) perencanan oleh
pemegang program, diusulkan ke farmasi baru dibawa ke PPTK. Kontrak sendiri-sendiri tapi
pengajuan sesuai yang tayang di e-catalogue. Perbandingan pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan sebelum dan sesudah pelaksanaan program JKN prosesnya sama saja, yang
membedakan hanya itu. Kalau bisa ditingkatkan, karena kebutuhan makin banyak.
sebenarnya tidak hanya logistic tapi pembinaan juga yang penting.
Di Dinkes kab/ kota proses pengadaan melalui mekanisme mekanismes pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan di tingkat kab/kota. Hasil dari dokumen muncul rencana
pengadaan, kemudian dipilah yang e-catalogue dan non e-catalogue, dibuat lalu diserahkan
ke PPK. Yang non e-catalogue kalau kurang dari 200 juta melalu penunjukan langsung (PL).
Pengadaan obat yang non e catalog lebih dari 200 juta melalui lelang, ke PPK lagi.
Mekanisme pengadaan obat program, Obat program pengadaan masuk di dokumen kita.
Kalau masuk e-catalogue ke pejabat pengadaan. Vaksin ke provinsi, provinsi minta ke pusat
Provinsi Nusa Tenggara Timur mekanismes pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan di tingkat kab/kota pada pelaksanaan JKN, ada ULP di dinkes kab/kota, ada
kab/kota yang sudah ada , ada yang belum. Pembayaran di masing-masing Kab/kota, masih
ada kab yang belum terpapar pengadaan secara e catalog, aturan aturan keuangan yang
berlaku masih aturan lama, bendahara belum terpapar e catalog. untuk pemesanan melalui e
catalog di tingkat kab/kota, puskesmas yang ada apotekernya bisa langsung memesan pake id,
password dan npwp, yang tidak ada apotekernya di gabung dan dilaksanakan di dinas, setelah
itu pemesanan berdasarkan kebutuhan masing-masing puskesmas. Kesulitannya pada saat
upload pemesanan tidak ada jawaban, harusnya upload dijawab dengan waktu tertentu,
biasanya 7 hari, jawaban terkadang diterima ketika waktu sudah mendekati, tapi ternyata
barang tidak datang. Pengadaan obat non e catalog dilakukan melalui tender, tender
dilakukan jika sudah 3 kali upload dan dalam waktu tersebut tidak ada jawaban, maka

37
langsung dilakukan tender, tender dilakukan dengan adanya bukti sudah melakukan upload
selama 3 kali dan tanpa jawaban yang di printscreen.
Mekanisme pengadaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan JKN
pengadaan sudah diintegralkan, obat program dan PKD secara bersamaan, obat program ada
yang bersumber pusat.

38
Penyimpanan dan Distribusi Obat dan Perbekalan Kesehatan

Tabel 5.2.3 bisa dilihat mekanisme penyimpanan dan distribusi obat dan perbekalan
kesehatan, di dinas kesehatan kab/ kota dan puskesmas.

Tabel 5.2.3
Gambaran Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas (Penyimpanan dan Distribusi)

Dinkes Prov Dinkes Kab Puskesmas


Penyimpanan dan Distribusi
DIY Penyimpanan obat dan Obat langsung diterima Penyimpanan menurut
perbekalan kesehatan UPT Farmasi. Obat abjad dan persediaan
dengan system FIFO dan disimpan dengan system dengan system FIFO
FEFO. Obat Program FIFO dan FEFO. Untuk dan FEFO. Permintaan
disimpan di informasikan obat program proses obat program, melalui
kepada penanggung jawab penerimaan UPT Farmasi peegang program.
program. berkoordinasi dengan
pemegang program, di
terimakan dan
penyimpanan obat
program di UPT Farmasi.
Bali Petugas obat yang Obat akan datang Penyimpanan obat
menerima dan menyimpan diterima di UPT dan berdasar abjad dengan
obat di gudang obat di pilah dicheck. Obat non e system FEFO
berdasar sediaan, sumber catalog tetap disimpan di Permintaan dari
anggaran dan FEFO. UPT Farmasi sesuai puskesmas ke
Petugas yang menerima dan kaidah FIFO dan FEFO. pemegang program
menyimpan di gudang obat Untuk proses penerimaan diteruskan ke seksi
serta diinformasikan ke obat program, pemegang kefarmasian. Kalau
penanggung jawab program. program UPT obat biasa dari seksi
Jika terjadi kekurangan stok berkoordinasi dengan farmasi ke gudang.
obat, berkoordinasi dengan pemegang program di
program serta bersurat Dinkes untuk serah
kepada Dirjend farmasi terima dan kemudian
Alkes. disimpan di UPT Farmasi
secara terpisah dari obat
APBD.Tidak ada kendala
dalam penerimaan dan
penyimpanan obat.

Kaltim Penerimaan sesuai faktur. Satu pintu di gudang Permintaan dari


APBD atau APBD biasanya farmasi karena menganut puskesmas ke
diperiksa kesesuaian baru di system anggaran, pemegang program lalu
ttd untuk diterima. Untuk dipisahkan antara dana ke seksi kefarmasian.
buffer menunggu APBD dan APBN, Kalau obat biasa dari
permintaan kab/kota. Obat diterima oleh panitia seksi farmasi ke
program tunggu SPMB dari penerima gudang. Untuk
pemegang program lalu Distribusi sebagian besar pembedaannya di tiap

39
terima obat. Bisa diambil pasif karena sebagian resep diberi label pakai
sendiri sesuai kebutuhan besar dana ada di stabile yaitu warna
pemegang program masing- puskesmas kuning untuk labelling,
masing. puskesmas mengambil ke biru untuk kosong dan
Penyimpanan obat dan gudang hijau untuk BPJS.
perbekes berdasarkan Distribusi aktif bila KLB Distribusi sebagian
sumber dana APBD, APBN atau ada kekosongan. besar pasif karena
dan obat program. Cara penyimpanan sebagian besar dana
dengan system FEFO ada di puskesmas

NTT Penerimaan dilakukan oleh Proses penerimaan dan Penyimpanan menurut


panitia penerimaan yang penyimpanan tidak abjad dan persediaan
bertempat di UPT gudang dibedakan obat e- Distribusi distribusikan
farmasi, tidak ada perbedaan catalogue atau tidak. ke pustu diwilayah
penerimaan dan Obat datang diperiksa, kerja Puskesmas. yang
penyimpanan obat antara disimpan di gudang, kami punya. Pustu
pengadaan dengan e-catalog dipilah oleh apoteker dan yang kebutuhan
dan non e katalog. Proses timnya di gudang, obatnya cukup tinggi,
penerimaan obat program di kemudian diditribusikan unprahnya setiap 2
Jakarta, kemudian dilakukan ke puskesmas sesuai bulan sekali. Untuk
pengiriman barang, kebutuhan. pustu lainnya sesuai
penyedia minta biaya ke permintaan saja
pusat dikirim dengan franco
Provinsi. Ada biaya
transport yang melekat di
obat program.
Penyimpanannya sudah satu
pintu, sama dengan obat
PKD lainnya.

Dari tabel 5.2.3, dari 4 Provinsi yang menjadi lokasi Penelitian, penyimpanan obat
diatur menggunakan sistem FIFO dan FEFO, untuk menghindari ED obat dan perbekalan
kesehatan . Sebagian penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan berdasar sumber nya, yaitu
APBD, APBN ataupun obat program.
Di Provinsi Bali, UPT Farmasi Kota Denpasar, untuk pengadaan setelah koordinasi
obat akan datang diterima di UPT (dengan BAST) dan dicheck, pengadaan mungkin melalui
e catalog atau no e catalog. Obat non e catalog tetap disimpan di UPT sesuai kaidah FIFO,
FEFO. Untuk proses penerimaan obat program, pemegang program UPT berkoordinasi
dengan pemegang program di Dinkes untuuk serah terima dan kemudian disimpan di UPT
secara terpisah dari obat APBD. Tidak ada kendala dalam penerimaan dan penyimpanan obat
Prov Kaltim, petugas di dinas dan gudangnya merangkap karena lokasi berdekatan,
penerimaan sesuai faktur. Untuk obat bersumber APBD dan APBN biasanya diperiksa
kesesuaian baru di tandatangan untuk diterima. Untuk buffer menunggu permintaan kab/kota.

40
Obat program tunggu SPMB dari pemegang program lalu terima obat. Bisa diambil sendiri
sesuai kebutuhan pemegang program masing-masing. Penyimpanan berdasarkan sumber
dana APBD, APBN dan obat program. Penerimaan tidak ada masalah. Vaksin datangnya
kurang tepat karena di luar jam kerja (malam hari). Untuk mengatasinya vaksin diterima saja,
besoknya harus dibagikan. Padahal belum sempat ditata, harus diinput dulu batchnya.
Melelahkan dan takut salah, kalau diaudit kurang, akan dikejar oleh pemeriksa. Untuk vaksin
Dinkes kota/ kab mengambil sendiri atau bisa dikirim.
Kabupaten, penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan dengan sistem satu pintu di
gudang farmasi karena menganut system anggaran, dipisahkan antara dana APBD dan
APBN, diterima oleh panitia penerima, setelah barang fix sesuai dokumen barau diserahkan
ke ppk. Permintaan obat program dari puskesmas ke pemegang program diteruskan ke seksi
kefarmasian. Kalau obat biasa dari seksi farmasi ke gudang. Distribusi sebagian besar pasif
karena sebagian besar dana ada di puskesmas, puskesmas mengambil ke gudang. Distribusi
aktif bila KLB atau ada kekosongan. Kendaraaan di puskesmas berupa ambulan dan vaksin
carrier, sedangkan di gudang belum ada kendaraan, pakai mobil dinas. Perlu mobil sendiri
untuk gudang, sudah diajukan, namun pernah beli truk, karena kirim barang bisa banyak dan
jauh, kadang satu truk saja tidak cukup.Kendala penerimaann tidak ada, kalau ada hanya
sebatas miskomunikasi tentang exp date. Kadang-kadang asumsi kita sesuai kontrak ternyata
bukan 24 bulan, kurang. Cara penyimpanan dengan system FEFO walaupun di kontrak ada
syarat-syarat khusus yaitu obat saat diserahkan harus memiliki waktu kadaluwarsa 24 bulan,
tapi untuk obat yang memang masa exp hanya 24 bulan atau kurang maka harus melampirkan
surat keterangan dari pabrik. Kalau tanpa surat itu akan direject, kalau kurang sedikit
mungkin ppk yang memutuskan apakah ditolerir atau tidak, kalau jauh ya ditolak. Obat
program dari APBD dan provinsi, kalau provinsi obat program, kita hanya menerima. Pernah
juga ditolak apabila punya stok masih banyak, dikembalikan. Untuk penyimpanan suhu dan
watt masih kurang memadai, kadang daya turun sehingga untuk vaksin masih disimpan di
dinkes tapi pengelola dari gudang.
Provinsi NTT, Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh panitia
penerima yang bertempat di UPT gudang farmasi, tidak ada perbedaan penerimaan dan
penyimpanan obat antara pengadaan dengan e-catalog dan non e katalog. Proses penerimaan
obat program di Jakarta, kemudian dilakukan pengiriman barang, penyedia minta biaya ke
pusat dikirim dengan franco Provinsi. Ada biaya transport yang melekat di obat program.
Penyimpanannya sudah satu pintu, sama dengan obat PKD lainnya.

41
Kabupaten, proses penerimaan dan penyimpanan tidak dibedakan obat e-catalogue
atau tidak. Obat datang diperiksa, disimpan di gudang, dipilah oleh apoteker dan timnya di
gudang, kemudian diditribusikan ke puskesmas sesuai kebutuhan. Tapi kami menemukan
banyak kendala karena gudang kami sangat sempit. Barang diperiksa dan disimpan itu
menyulitkan sekali, rak obat juga sangat kurang, kami kekurangan tempat. Kami sudah
mengusulkan untuk perluasan gudang obat, tapi belum tahu kapan akan direalisasikan. Tidak
berbeda, hanya teman program di dinas yang minta di gudang dan didistribusikan ke
puskesmas sesuai kebutuhan, tapi penyimpanan tetap di gudang obat. Penyimpanan obat dan
perbekalan kesehatan di Puskesmas menurut abjad dan persediaan. Distribusi distribusikan ke
pustu diwilayah kerja Puskesmas. yang kami punya. Pustu yang kebutuhan obatnya cukup
tinggi, unprahnya setiap 2 bulan sekali. Untuk pustu lainnya sesuai permintaan saja

Monitoring dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan

Informasi monitoring dan evaluasi di dinkes provinsi, kab/kota dan puskesmas di


peroleh dari Kepala Dinas dan Pengelola Program di Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota serta Kepala Puskesmas dan Pengelola obat dan Perbekes di Puskesmas.
Informasi monitoring dan evaluasi meliputi kegiatan bimbingan teknis dan monitoring dalam
bentuk supervisi, bimtek, training serta proses evaluasi dan proses pelaporan. Monitoring dan
evaluasi obat dan perbekalan kesehatan bisa dilihat di tabel 5.2.4

Tabel 5.2.4
Informasi Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan perbekalan Kesehatan
Monev Dinkes Prov Dinkes Kab/ Kota Puskesmas
Monev dan Pelaporan
DIY Provinsi melakukan Bimtek dari Provinsi Bimtek dari Dinkes
Bimtek rutin 2 setahun melalui supervise ke kabupaten ke
termasuk supervisi ke Kabupaten sebanyak 2 Puskesmas, bersamaan
Puskesmas. Bimtek dari kali setahun. Bimtek dengan bimtek lainnya,
Pusay yaitu dari Dinkes Kab/kota ke tidak khusus untuk
Kementerian Kesehatan Puskesmas rutin 2-3x/th
pengelolaan obat .
dengan pengisian form
isian data. Pelaporan ada Bimbingan teknis dari
untuk 20 item obat. Kab/kota bias 3- 4 kali
dalam setahun,
berbarengan dengan
program lain.

Bali Bimtek dapat dari Pusat, Bimtek dari Provinsi Bimtek dari dinkes
diinformasikan oleh pusat belum pernah ada ke UPT kota/ kab umumnya 2
diberikan form dan di Farmasi Kota. Bimtek ke kali dalam setahun.
bimbing saat pengisian Puskesmas dilakukan 2

42
data. kali setahun, jadwal
Pelaporan dibuat secara dikoordinasikan dengan
exel perbulan dan Puskesmas. Untuk
dilaporkan ke petugas Kabupaten Gianyar
penyimpan obat dan Bimtek dari Provinsi
perbekes dinkes provinsi setahun sekali.
setiap semester. Ada
laporan ketersediaan obat
indicator yaitu 20 item
obat dan mutasi obat.
Evaluasi dilakukan jika
ada kekurangan obat
melakukan permintaan
obat dan jika kelebihan
obat dilakukan re alokasi.

Lanjutan Tabel 5.2.4


Informasi Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
Monev dan Dinkes Prov Dinkes Kab Puskesmas
Pelaporan
Kaltim Pertemuan-pertemuan Menggunakan e-logistik. Melalui LPLPO dan
yang diseleggarakan oleh Ada laporan ketersediaan kompilasi obat POR.
Dirjend Farmalkes ada obat dan vaksin yang 20 Laporan bulanan
tiap tahunnya. Dari item tiap bulan manual. pelayanan kefarmasian di
program yang sering TB Pelaporan ke pusat puskesmas. Laporan fisik
dan vaksin untuk sebulan sekali ke provinsi ke dinas tiap bulan.
pertemuan teknis. dan pusat berupa
Pertemuan baru sampai pelaporan ketersediaan
level provinsi karena obat, obat generic, POR
tergantung anggaran. dan pelayanan
Pencatatan dan pelaporan kefarmasian. Bimtek dari
obat dan vaksin pakai e- provinsi ada dari
logistik, tapi belum jalan dinkesprov ke GFK. Ke
sepenuhnya. Diharapkan dinkes ada beberapa kali,
tiap bulan jalan, aplikasi paling banyak ke GFK.
offline tapi ada menu Setahun paling banyak
pengiriman online. Masih sekali. Dinas juga cari
ada kendala di aplikasi, info untuk bimtek, kita
sehingga beberapa item berangkatkan khusus
yang belum masuk e- farmasi
logistik jadi yang manual
juga ada. Laporan
penerimaan, pengeluaran,
stok, laporan obat
program. Di daerah sudah
cukup APBD nya sudah
cukup, kalau belum
terlayani di e-catalogue
baru mereka minta
pengiriman.

NTT Monev harga obat dengan Bimtek dari Provinsi ke Jika ada pertemuan di
sistem informasi obat, Kabupaten terkait dinas kabupaten, kepala
dengan adanya e-logistik. pencatatan dan pelaporan puskesmas dan pengelola

43
Monitoring ketersediaan ada setahun 2 kali. obat diundang ke
obat, dilakukan rutin 2x Dengan mengundang kabupaten. Dipilih
setahun dengan pertemuan atau mereka puskesmas yang register
menggunakan dana dari datang ke kabupaten atau dan por belum baik, stok
APBN dan APBD. dinas kabupaten sebagai opname sering tidak
Bimbingan teknis dan narasumber Pelaporan dibuat, sehingga mereka
monev dilakukan obat oleh Dinkes diajarkan dalam
menggunakan instrumen kabupaten langsung kirim pengisiann. Supervisi ada
form observasi laporan ke pusat dengan setahun sekali ke
Laporan obat program system e logistik, laporan puskesmas, tapi tidak bisa
masuk ke masing-masing langsung ke pusat. ke semua puskesmas
program, obat PKD Kegiatan terkait karena tidak ada dananya
masuk ke laporan e- sosialisasi. Pencatatan
logistik, ada software e pelaporan dilaporkan
monev untuk memantau hanya 20 obat indicator.
pengelolaan obat di
daerah. ada laporan 20
obat indicator setiap
bulan. tidak ada
mekanisme laporan rutin
untuk RKO dan
ketersediaan, pelaporan
sudah menggunakan
software. Evaluasi
melalui form checklist
observasi, dikumpulkan
masing-masing
kabupaten.

Dari tabel 5.2.4 bisa dilihat bahwa dari 4 Provinsi yang menjadi lokasi penelitian,
bahwa monev dari pusat ada untuk tiap tahunnya. Sedangkan monev dari provinsi ke
kabupaten bisa 2 kali setahun. Sedangkan Puskesmas mendapatkan Bimtek dari kabupten/
kota bisa 2-3 kali setahun, yang merupakan bimtek yang lebih umum seperti pelayanan
kesehatan, namun tidak selalu terkait pengelolaan obat dan perbekes.
Prov Bali, UPT Farmasi Denpasar selama ini UPT merasa belum pernah ada bimtek
dan monitoring dari Provinsi, sedangkan bimtek ke PKM dilakukan oleh UPT sebanyak 2
kali setahun per PKM untuk 11 PKM yang ada di Denpasar, jadual monev dikoordinasikan
dengan PKM. Pelaporan ke Dinkes terkait ketersediaan obat (penerimaan, distribusi dan
stock akhir) dalam satu bundle, sedangkan pelaporan dari PKM dalam LPLPO ke Dinkes
dengan tembusan ke UPT setelah ditandatangani oleh Ka Dinkes/Kabid lalu diverifikasi
untuk pengeluaran obat. Evaluasi lewat stock opname tiap bulan dengan berita acara.

44
Kendala yang dihadapi adalah obat yang kadaluarsa di PKM lambat dikembalikan ke UPT,
untuk pemusnahan UPT bekerja sama dengan Dinas Kebersihan Kota, bila ada obat yang
dekat kadaluarsa direlokasi ke PKM lain.
Prov. Kaltim, pertemuan-pertemuan yang diseleggarakan oleh Dirjend Farmalkes ada
tiap tahunnya. Dari program yang sering TB dan vaksin untuk pertemuan teknis. Tapi baru
sampai level provinsi karena tergantung anggaran. Pencatatan dan pelaporan obat dan vaksin
pakai e-logistik, tapi belum jalan sepenuhnya. Diharapkan tiap bulan jalan, aplikasi offline
tapi ada menu pengiriman online. Masih ada kendala di aplikasi, sehingga beberapa item
yang belum masuk e-logistik jadi yang manual juga ada. Laporan penerimaan, pengeluaran,
stok, laporan obat program. Di daerah sudah cukup APBD nya sudah cukup, kalau belum
terlayani di e-catalogue baru mereka minta pengiriman.
Kabupaten : Pelaporan ke pusat sebulan sekali ke provinsi dan pusat berupa pelaporan
ketersediaan obat, obat generic, POR dan pelayanan kefarmasian. Bimtek dari provinsi ada
dari dinkesprov ke GFK. Ke dinkes ada beberapa kali, paling banyak ke GFK. Setahun paling
banyak sekali. Dinas juga cari info untuk bimtek, kita berangkatkan khusus farmasi
Prov NTT, Monev hanya ada monev harga obat, karena sudah ada e-logistik, yaitu sistem
informasi obat, dengan adanya e-logistik, teman-teman kabupaten langsung kirim laporan ke
pusat. Monitoring ketersediaan obat, dilakukan rutin 2x setahun dengan menggunakan dana
dari APBN dan APBD. Bimbingan teknis dan monev dilakukan menggunakan instrumen
form observasi (checklist) (terlampir). Laporan obat program masuk ke masing-masing
program, obat PKD masuk ke laporan e-logistik, ada software e monev untuk memantau
pengelolaan obat di daerah. ada laporan 20 obat indicator setiap bulan. tidak ada mekanisme
laporan rutin untuk RKO dan ketersediaan, pelaporan sudah menggunakan software. Evaluasi
melalui form checklist observasi, dikumpulkan masing-masing kabupaten. Hasil evaluasi
untuk perencanaan sudah logis. pengadaan masih kepentok e catalog, uang ada tapi gak bisa
beli. perangkat sudah bagus tapi sistemnya tidak bagus, produsen atau distributor tidak
mendapat sanksi yang menimbulkan efek jera jika tidak memenuhi janji.
Dinkes kabupaten dalam hal pencatatan dan pelaporan ada setahun 2 kali. Dengan
mengundang pertemuan atau mereka datang ke kabupaten atau dinas kabupaten undang
puskesmas dan dinas provinsi diundang sebagai narasumber seperti desember 2015 yang lalu.
Pelaporan ke provinsi dan pusat per triwulan. Pelaporan dari puskesmas setiap bulan melalui
LPLPO, mereka tidak buat laporan tahunan, kami yang buat berdasarkan LPLPO dari
puskesmas. Obat program dilaporkan oleh teman program, untuk gudang hanya sebatas stok
obat yang ada di gudang.
45
V.3 Kekosongan Obat

Tabel 5.3.1.
Kekosongan Obat dan Perbekalan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten

Lokasi Obat Kosong Penyebab


2013 2014 2015 kekosongan
Dinkes Prov DIY
Kota Yogyakarta Antasida DOEN Asam ascorbat 50 Amlodipin 5 mg, Keterlambat
komb, Domperidon mg, Prednison 5 mg, diazepam 5 mg, an dari
10 mg, trifluoperazine tab, etakidrin 0,1%, 100 penyedia, e
klorpromazine HCl Clobazam 10 mg ml, Haloperidol 0,5 catalog
25 mg, Pirantel mg, kloramfenikol tidak
pamoat 125 mg, 250
terpenuhi
Piroksikam 10 mg, mg,Oksitetrasiklin
Duviral HCl salep mata 1%, kuota, ED
Parasetamol 100 mg
PKM Umbulharjo I - Amlodipin 5 mg, Amitriptilin 25 mg, ED,
Antasida DOEN Amlodipin 5 mg, Terlambat
komb, Asam asiklovir krem 5%, pengiriman
Traneksamat Inj, Metoclopramide 10
Azitromycin inj mg, Propanolol 100
500 kap, Clobazam mg, salbutamol inh,
10 mg, Clonidin OAT FDC anak,
0,15 mg, Codein 10
mg, Etakidrin
0,1%, Kalsium
laktat 500 mg,
Kloramfenikol 250
mg, metronidazole

46
500 mg,
PKM Umbulharjo 2 - Antasida DOEN Amlodipin 5 mg, ED,
komb asiklovir krem 5%, terlambat
Etakidrin 0,1%, Metoclopramide 10 pengiriman
Kalsium laktat 500 mg,
mg, Kloramfenikol
250 mg,

PKM Jetis
Dinkes Kab Bantul Tidak ada Aminophilin 200 Lidokain Inj, Terlambat
kekosongan mg, ATS, Salbutamol Tab, datang,
Diazepam rectal, Pirantel Pamoat, kosong dr
Ranitidin Inj, Metilergometrin Prov, Kuota
Inj, Fitomenadion e Catalog
Inj, Amoksisilin, tidak
terpenuhi,
sulit
dipasaran,
ED
PKM Jetis 1 - - Amlodipin 50, Pengadaan
HCT, belum
realisasi
PKM Jetis 2 - - Terlambat
Pirantel, Pengiriman
Amoksisilin 500,
THP, Metformin
PKM Sewon

47
Provinsi Bali
Kota Denpasar
PKM Denpasar Barat 2 Erytromycin 500, - Glimepiride 1 mg, Belum
Metformin 500, Simvastatin, Vit B terdistribusi
Simvastatin 10 Complekx, dr UPT,
mg, Simvastatin Salbutamol, terlambat
20mg Ambroksol dikirim
Parasetamol penyedia
PKM Denpasar Selatan - - Ambroksol Terlambat
Parasetamol pengiriman
PKM Denpasar Timur Metformin 500, - Vit B Complekx, Dari UPT
Simvastatin 20mg Salbutamol, belum
Ambroksol terdistribusi

Lokasi Obat Kosong Penyebab


2013 2014 2015 kekosongan
Kab Gianyar Alat suntik 2,5 cc, Acyclovir 200 Amoksisilin 500 Pengadaan
Betametason krem, mg, Amoksisilin+ mg, Alopurinol belum realisasi
Ciprofloxsasin 500 as klavulanat,
mg, Diazepam inj, Aqua Pro inj, As
Fitomenadion inj, ascorbat 50 mg,
IV cateter no 20, As Folat 1 mg,
Kaptopril tab 12,5 Betahistin Mesilat
mg, Kasa pembalut 6 mg, GG,
4x 10 cm, Glucosa Lart
Ketokonazol krim infus, Isosorbid
2%, Dinitrat
Metilergometrin Sublingual 5 mg,

48
maleat tab, kalium
Natrium Diclofenak,
Diclofenak tab 25 kalsium
mg, Natrium peroksida, Kapas
Fenitoin 100 mg, pembalut 250 gr,
Nipedipin 10 mg Kloramfenicol
tab, Kasa 6x6, kaps 250 mg,
Bedak salisil, Kloramfenikol tts
Sulfasetamid TM, telinga, CTM 4
Tetrasiklin HCl mg, Meloksicam
250 mg kap 7,5 mg,
Metoklopramide
syrup, ranitidine
150 mg, ranitidine
inj, Salbutamol
Tab 2 mg, 4 mg,
Vit B compl.
PKM Sukowati 1 - Albendazol tab, Asam Folat 1 mg, ED, terlambat
Amoksisilin kap Captopril tab 12,5 pengiriman,
250, Allopurinol, mg, Amoxiclav belum
Diazepam 2 mg 625 mg, Etanol terdistribusi
tab,Etanol 70% 7)% 100 dari UPT
100 ml, ml,Furosemid tab
Furosemid 40 mg, 40 mg, Gentian
Gentian violet violet 2%,
1%, Haloperidol ibuprofen 400
tab, kalsium mg, Ibuprofen
diclofenak tab 50 syr, kasa 4 x10,
mg kasa kompres
16/16 steril,
Simetidin tab, Vit
K inj,

49
PKM Sukowati 2 - Albendazol tab, Asam Folat 1 mg, ED, terlambat
Amoksisilin kap Captopril tab 12,5 pengiriman,
250, Allopurinol, mg, Amoxiclav belum
Diazepam 2 mg 625 mg, Etanol terdistribusi
tab,Etanol 70% 7)% 100 ml dari UPT
100 ml,
PKM
Provinsi Kaltim
Dinkes Kota Samarinda
PKM Segiri tetes mata,
allopurinol, kalk
PKM Harapan Baru Asam Folat, Asam folat, Boraks gliserol, Kosong dari
Boraks gliserol, Boraks gliserol, HCT, kaolin Gudang
Ichtiol salp, kaolin HCT, Ichtiol salp. Pektin, Livertrans farmasi
pectin, Livertran Kaolin Pektin, salp, Metformin,
salp Livertran salp, Gliseril guaicolat,
Metformin salicyl, Molagit,
obat ISPA
PKM
Dinkes Kab Kutai Chlor pheniramin
Kertanegara maleat
PKM Rapak Mahang metformin,
simvastatin,
asama
mefenamat, GG,
CTM, ambroksol
dan etilklorida
untuk gigi tidak
ada ijinnya untuk
kemasan kaleng
PKM Loa janan Fe

50
PKM Mangkurawang - - GG, Ambroksol Tidak ada di
Fornas,
pembelian
dengan SP
Provinsi NTT
Kota Kupang
Puskesmas Sikumana - - Amlodipin Pengadaan e
Bahan gigi catalog
terlambat
Puskesmas Naioni - - obat prolanis, Pengadaan e
amlodipin dan catalog
oksitetrasiklin terlambat
Puskesmas Pasir Panjang
Kab TTS
Puskesmas Niki Niki -
Puskesmas Nulle
Puskesmas Kota

51
V.4 Kepuasan Kerja Petugas Pengelola Obat dan perbekalan Kesehatan

Karena adanya effisiensi anggaran dan diberhentikannya kegiatan penelitian, angket kepuasan
Kinerja Petugas Pengelola obat hanya bisa dilakukan pada petugas pengelola obat di 4 Provinsi yang
jumlahnya sekitar 83 petugas pengelola obat.

Kepuasan kerja adalah komposit dari 20 item kepuasan kerja MSQ dengan penilaian sebagai berikut:
Sangat puas =5
Puas =4
Ragu-ragu =3
Tidak Puas =2
Sangat Tidak puas =1

Kemudian dijumlah skornya untuk masing masing pegawai untuk 20 item pertanyaan yang diajukan
untuk mendapatkan kategori puas dan tidak puas. Kategori puas adalah yang memiliki nilai diatas
median (77).

Tabel. 5.4.1 Kepuasan Kerja Petugas Pengelola Obat dan Perbekalan Farmasi (MSQ)

Kategori kepuasan kerja


Provinsi N Tidak puas Puas
n % n %
Bali 12 8 66,7 4 33,3
DIY 11 8 72,7 3 27,3
NTT 22 10 45,5 12 54,5
Kalimantan Timur 38 20 52,6 18 47,4
Total 83 46 55,4 37 44,6

Kepuasan kerja adalah komposit dari seluruh pertanyaan dengan penilaian sebagai berikut:
Sangat setuju =5
Setuju =4
Ragu-ragu =3
Tidak Setuju =2
Sangat Tidak setuju =1

Kemudian dijumlah skornya untuk masing masing pegawai untuk seluruh item pertanyaan yang
diajukan untuk mendapatkan kategori setuju dan tidak setuju. Kategori setuju adalah yang memiliki
nilai diatas median (45).

52
Dari table terlihat bahwa kepuasan kerja di provinsi NTT paling besar yaitu 54,7 %
menyatakan puas, disusul oleh Provinsi Kalimantan Timur, petugas pengelola obat menyatakan puas
47,4%. Sedangkan provinsi Bali dan DIY prosentase kepuasannya hamper berimbang yaitu 33,3%
dan 27,3%.

Tabel. 5.4.1 Kepuasan Kerja Petugas Pengelola Obat dan Perbekalan Farmasi

Kategori Kelengkapan kerja


Provinsi N Tidak setuju Setuju
n % n %
Bali 12 7 58,3 5 41,7
DIY 11 7 63,6 4 36,4
NTT 22 11 50,0 11 50,0
Kalimantan Timur 38 23 60,5 15 39,5
Total 83 48 57,8 35 42,2

Dari table terlihat bahwa untuk Provinsi NTT menyatakan setuju sebesar 50%, disusul Provinsi Bali
menyatakan setuju 41,7%. Provinsi DIY dan Kalimantan Timur prosentasenya hamper berimbang
yaitu 36,4% dan 39,5%.
Rincian masing-masing kategori kepuasan adalah sebagai berikut:

Kalimantan
Bali DIY NTT Total
Rincian Kepuasan Penilaian Kepuasan Timur
n % n % n % n % n %
sangat tidak puas 2 16,7 1 9,1 0 0,0 0 0,0 3 3,6
Tidak puas 3 25,0 0 0,0 1 4,5 0 0,0 4 4,8
Mampu fokus dalam
Ragu-ragu 0 0,0 4 36,4 1 4,5 5 13,2 10 12,0
pekerjaan
Puas 7 58,3 6 54,5 14 63,6 31 81,6 58 69,9
sangat puas 0 0,0 0 0,0 6 27,3 2 5,3 8 9,6
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Kesempatan untuk Tidak puas 3 25,0 2 18,2 2 9,1 0 0,0 7 8,4
menyelesaikan Ragu-ragu 1 8,3 1 9,1 0 0,0 5 13,2 7 8,4
pekerjaan sendiri Puas 8 66,7 8 72,7 16 72,7 28 73,7 60 72,3
sangat puas 0 0,0 0 0,0 4 18,2 5 13,2 9 10,8

sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0


kesempatan
Tidak puas 4 36,4 5 45,5 2 9,1 4 10,5 15 18,3
melakukan hal yang
Ragu-ragu 0 0,0 1 9,1 4 18,2 6 15,8 11 13,4
berbeda dari waktu ke
Puas 7 63,6 5 45,5 14 63,6 26 68,4 52 63,4
waktu
sangat puas 0 0,0 0 0,0 2 9,1 2 5,3 4 4,9
kesempatan sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
mengaktualisasikan Tidak puas 3 27,3 4 36,4 1 4,8 3 8,1 11 13,8
diri di lingkungan Ragu-ragu 2 18,2 2 18,2 2 9,5 6 16,2 12 15,0

53
kerja Puas 6 54,5 5 45,5 14 66,7 26 70,3 51 63,8
sangat puas 0 0,0 0 0,0 4 19,0 2 5,4 6 7,5
Total 11 100,0 11 100,0 21 100,0 37 100,0 80 100,0
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 2,6 1 1,2
cara pimpinan saya Tidak puas 2 16,7 4 36,4 1 4,5 5 13,2 12 14,5
menangani Ragu-ragu 3 25,0 2 18,2 2 9,1 8 21,1 15 18,1
pegawainya Puas 6 50,0 5 45,5 16 72,7 18 47,4 45 54,2
sangat puas 1 8,3 0 0,0 3 13,6 6 15,8 10 12,0
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 2,6 1 1,2
kompetensi atasan Tidak puas 0 0,0 3 27,3 0 0,0 3 7,9 6 7,3
saya dalam membuat Ragu-ragu 5 41,7 2 18,2 2 9,5 9 23,7 18 22,0
keputusan Puas 6 50,0 6 54,5 15 71,4 21 55,3 48 58,5
sangat puas 1 8,3 0 0,0 4 19,0 4 10,5 9 11,0
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
mampu melakukan
Tidak puas 2 16,7 1 9,1 1 4,8 3 7,9 7 8,5
sesuatu yang tidak
Ragu-ragu 0 0,0 1 9,1 1 4,8 6 15,8 8 9,8
bertentangan dengan
Puas 10 83,3 9 81,8 18 85,7 26 68,4 63 76,8
hati nurani saya
sangat puas 0 0,0 0 0,0 1 4,8 3 7,9 4 4,9
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 2,6 1 1,2
Tidak puas 4 33,3 1 9,1 2 9,1 3 7,9 10 12,0
pekerjaan saya saat ini
Ragu-ragu 1 8,3 6 54,5 2 9,1 7 18,4 16 19,3
cukup mapan
Puas 7 58,3 4 36,4 13 59,1 23 60,5 47 56,6
sangat puas 0 0,0 0 0,0 5 22,7 4 10,5 9 10,8
sangat tidak puas 2 16,7 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 2,4
kesempatan Tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 2,7 1 1,2
melakukan sesuatu Ragu-ragu 1 8,3 3 27,3 3 13,6 5 13,5 12 14,6
untuk orang lain Puas 7 58,3 8 72,7 13 59,1 24 64,9 52 63,4
sangat puas 2 16,7 0 0,0 6 27,3 7 18,9 15 18,3
kesempatan untuk sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
menyampaikan kepada Tidak puas 3 25,0 1 9,1 0 0,0 1 2,6 5 6,0
orang lain tentang apa Ragu-ragu 1 8,3 3 27,3 4 18,2 4 10,5 12 14,5
yang harus Puas 6 50,0 7 63,6 14 63,6 29 76,3 56 67,5
dikerjakannya sangat puas 2 16,7 0 0,0 4 18,2 4 10,5 10 12,0
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
kesempatan untuk
Tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 2,6 1 1,2
melakukan sesuatu
Ragu-ragu 3 25,0 4 36,4 1 4,5 4 10,5 12 14,5
dengan menggunakan
Puas 9 75,0 7 63,6 18 81,8 29 76,3 63 75,9
kemampuan saya
sangat puas 0 0,0 0 0,0 3 13,6 4 10,5 7 8,4
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 2,6 1 1,2
cara penerapan Tidak puas 1 8,3 3 27,3 2 10,0 4 10,5 10 12,3
aturan/kebijakan/prose Ragu-ragu 1 8,3 4 36,4 1 5,0 10 26,3 16 19,8
dur Puas 9 75,0 4 36,4 16 80,0 22 57,9 51 63,0
sangat puas 1 8,3 0 0,0 1 5,0 1 2,6 3 3,7
sangat tidak puas 2 18,2 2 18,2 0 0,0 4 10,5 8 10,0
kesesuaian gaji dan Tidak puas 1 9,1 2 18,2 4 20,0 2 5,3 9 11,2
banyaknya pekerjaan Ragu-ragu 2 18,2 5 45,5 1 5,0 5 13,2 13 16,2
yang saya lakukan Puas 6 54,5 2 18,2 12 60,0 27 71,1 47 58,8
sangat puas 0 0,0 0 0,0 3 15,0 0 0,0 3 3,8
54
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
kesempatan untuk
Tidak puas 5 41,7 4 36,4 1 4,5 2 5,4 12 14,6
mengembangkan
Ragu-ragu 1 8,3 2 18,2 2 9,1 10 27,0 15 18,3
kemampuan dalam
Puas 6 50,0 5 45,5 16 72,7 25 67,6 52 63,4
pekerjaan
sangat puas 0 0,0 0 0,0 3 13,6 0 0,0 3 3,7
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
kebebasan
Tidak puas 0 0,0 2 18,2 0 0,0 3 7,9 5 6,1
memberikan penilaian
Ragu-ragu 1 9,1 3 27,3 3 13,6 8 21,1 15 18,3
sendiri dalam lingkup
Puas 10 90,9 6 54,5 18 81,8 25 65,8 59 72,0
tanggung jawab saya
sangat puas 0 0,0 0 0,0 1 4,5 2 5,3 3 3,7
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
kesempatan mencoba
Tidak puas 0 0,0 2 18,2 0 0,0 1 2,6 3 3,7
metode sendiri untuk
Ragu-ragu 1 9,1 3 27,3 3 13,6 11 28,9 18 22,0
menyelesaikan
Puas 10 90,9 6 54,5 18 81,8 25 65,8 59 72,0
pekerjaan saya
sangat puas 0 0,0 0 0,0 1 4,5 1 2,6 2 2,4
sangat tidak puas 1 8,3 0 0,0 0 0,0 2 5,4 3 3,7
Tidak puas 3 25,0 4 36,4 2 9,1 6 16,2 15 18,3
kondisi kerja Ragu-ragu 2 16,7 3 27,3 1 4,5 8 21,6 14 17,1
Puas 5 41,7 4 36,4 14 63,6 19 51,4 42 51,2
sangat puas 1 8,3 0 0,0 5 22,7 2 5,4 8 9,8
sangat tidak puas 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Tidak puas 2 16,7 0 0,0 1 4,8 3 8,6 6 7,6
cara teman-teman saya
Ragu-ragu 0 0,0 3 27,3 2 9,5 6 17,1 11 13,9
bekerja sama
Puas 9 75,0 8 72,7 12 57,1 20 57,1 49 62,0
sangat puas 1 8,3 0 0,0 6 28,6 6 17,1 13 16,5
sangat tidak puas 1 8,3 1 9,1 0 0,0 0 0,0 2 2,4
pujian yang saya dapat Tidak puas 1 8,3 2 18,2 1 4,5 3 7,9 7 8,4
ketika melakukan Ragu-ragu 3 25,0 4 36,4 4 18,2 9 23,7 20 24,1
pekerjaan dengan baik Puas 6 50,0 4 36,4 17 77,3 26 68,4 53 63,9
sangat puas 1 8,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 1,2
sangat tidak puas 1 8,3 0 0,0 1 4,5 3 7,9 5 6,0
perasaan berprestasi Tidak puas 1 8,3 4 36,4 1 4,5 3 7,9 9 10,8
yang saya dapatkan Ragu-ragu 2 16,7 4 36,4 3 13,6 5 13,2 14 16,9
dari pekerjaan saya Puas 7 58,3 3 27,3 16 72,7 26 68,4 52 62,7
sangat puas 1 8,3 0 0,0 1 4,5 1 2,6 3 3,6

55
BAB VI
PEMBAHASAN

VI.1 Kebijakan Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Dinas Kesehatan


Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Puskesmas
Dari hasil wawancara dengan pejabat pengelola obat di dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota serta wawancara dengan pengelola obat
di puskesmas di ketahui bahwa dukungan kebijakan daerah khususnya untuk
paengelolaan obat dan perbekalan kesehatan masih kurang , hal itu di karenakan di 4
Provinsi yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Provinsi DIY, Bali, Kalimantan Timur
dan Nusa Tenggara Timur tidak ditemukan kebijakan yang khusus terkait dengan
pengelolaan obat, padahal obat dan perbekalan kesehatan adalah tidak tergantikan
didalam pelayanan kesehatan pada pelaksanaan JKN. Kebijakan yang ada berupa
Perda namun tidak khusus untuk pengelolaan obat, tetapi lebih pada perda terkait
pembagian jasa kapitasi pada program JKN.
Ketersediaan sarana dan prasarana, untuk pengelolaan obat di dinas kesehatan
kota/ kab dari sisi sarana, prasarana dan SDM sudah jauh lebih baik, walaupun ada
beberapa yang dirasa masih kurang memadai. Dari sisi tenaga, pengelola obat di
dinkes juga sebagian besar sudah ditangani oleh tenaga Apoteker yang di bantu oleh
staf Asisten Apoteker atau tenaga kesehatan lain. Begitu juga untuk peyimpanan obat
di UPT Farmasi atau pun gudang farmasi baik sarana dan tenaga nya sudah kompeten,
karena di tangani oleh tenaga farmasi. Namun untuk pengelolaan obat di Puskesmas,
baik sarana, prasarana belum seperti yang diharapkan. Untuk puskesmas yang sudah
BLUD ataupun sudah Akreditasi, pengelolaan obat di tangani oleh tenaga farmasi
yang kompeten dengan SOP yang siap untuk dilaksanakan. Sedangkan untuk
puskesmas yang non BLUD ataupun puskesmas belum akreditasi, SDM pengelola
obat oleh tenaga menengah yang tentunya kurang kompeten dalam pengelolaan obat.
Masih ditemukan tenaga pengelola obat yang berlatar belakang non farmasi, mereka
ada yang berpendidikan perawat, analis, gizi dan lainnya.
Dari sisi pembiayaan pengelolaan obat di tingkat provinsi baik Provinsi DIY,
Bali, Kaltim dan NTT, biaya obat dan perbekalan kesehatan berasal dari dari DAK,
APBD I (bantuan Buffer pusat), tidak ada dana hibah. Di Provinsi Kalimantan Timur ,
pembiayaan pengelolaan obat dari sumber dana hanya dari APBD I. DAK baru minta
di 2017 itupun baru untuk kelengkapan sarana prasarana, selama ini tidak pernah
diberi, namun terbantu dengan implementasi OGP. Provinsi NTT pembiayaan lebih
banyak dari DAK dan bantuan buffer pusat, APBD tidak terlalu difungsikan untuk
pembiayaan obat dan alkes. Untuk Kabupaten/ kota menggunakan dana DAK untuk
pembiayaan obat. E-catalogue tidak mempengaruhi pembiayaan, karena merupakan

56
sistem pengadaan obat. Pembiayaan tidak membedakan e-catalogue dan non e-katalog.
Dari hasil penelitian terkait pembiayaan pengelolaan obat di Provinsi, sebagian besar
berasal dari dana DAK dan karena obat di provinsi fungsinya sebagai buffer untuk
mengisi kekosongan obat, sehingga ada bantuan buffer pusat. Setelah keluar anggaran
definitive terkadang terpaksa kita harus memangkasnya. Kegiatan lain seperti
pembinaan terpaksa dikurangi. Untuk pertemuan-pertemuan saja tidak ada padahal
dari pusat banyak program untuk mengadakan pertemuan. Untuk Puskesmas
pembiayaan obat dan alat kesehatan masih mengandalkan obat dan alat kesehatan dari
dana APBD, yang diadakan oleh Dinas kesehatan kota/ kabupaten, hal tersebut
dikarenakan dana untuk pembelian obat yang berasal dari dana kapitasi JKN,
merupakan komponen dari 40% dana operasional dari kapitasi JKN. Sehingga belum
mencukupi untuk kebutuhan obat bagi pasien yang berkunjung ke Puskesmas.
Kenyataan itulah yang sampai saat ini terjadi, pembiayaan obat untuk Puskesmas
menjadi double anggaran karena dari APBD Dinkes Kab dan pembiayaan obat dari
Dana kapitasi JKN.

VI.2 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota dan Puskesmas

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dalam penelitian ini meliputi


identifikasi kebijakan daerah dalam mendukung pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan. Disamping itu juga meliputi proses perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan dan pendistribusian serta monitoring evaluasi terhadap pengelolaan
obat. Dukungan terhadap proses pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan juga
termasuk pelatihan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan seiring diberlakukannnya JKN pada 1 januar 2014,
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Puskesmas dengan
bersumber dana kapitasi JKN, juga pengadaan oleh Dinas kesehatan kabupaten/ kota
mengusulkan ke Dinas kesehatan kab/ kota untuk pengadaan obat dengan e
purchasing. sebagian dengan dana kapitasi JKN, yaitu untuk Puskesmas puskesmas
yang tidak bias melakukan pembelian obat dan perbekalan kesehatan sendiri,
dikarenakan keterbatasan tenaga pengadaan yang bersertifikasi. Puskesmas yang
tidak mempunyai Tenaga pengadaan bersertifikasi, pengadaan obat bersumber JKN,
dilakukan oleh Dinas kesehatan Kab/ kota.

57
VI.2.1 PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan dokumen yang ada perencanaan
obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi DIY, Bali, kaltim dan NTT, perencanaan
berdasarkan rencana kebutuhan yang disampaikan kabupaten dan perencanaan obat
program yang diusulkan oleh pemegang program. Perencanaan obat program
dilakukan oleh pengelola program, berdasarkan laporan stok yang dikirimkan gudang
dan data kebutuhan program.
Perencanaan Kab/kota berdasar perencanaan obat dan perbekalan kesehatan oleh
puskesmas (RKO) di kab/ kota. Sementara itu perencanaan di puskesmas berdasar
kebutuhan dan Pola Penyakit (10 besar penyakit). Dari hasil penelitian terebut
perencanaan obat dan perbekalan kesehatan melakukan perencanaan obat dan
perbekalan kesehatan cukup baik, karena SDM Perencanaaan di Provinsi sudah di
tangani oleh tenaga yang kompeten dengan latar belakang pendidikan Apoteker/
farmasi. Begitu juga perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten/ kota
juga ditangani oleh tenaga apoteker/ farmasi. Namun tenaga pengelola obat dan
perbekalan kesehatan di Puskesmas tidak semuanya berlatar belakang farmasi,
terutama untuk puskesmas yang masih belum akreditasi ataupun belum berstaus
BLUD.
Di Provinsi Bali, Perencanaan relative baik, perencanaan obat dan perbekalan
kesehatan oleh Provinsi berdasarkan rencana kebutuhan yang disampaikan
kabupaten dan kebutuhan obat program. Perencanaan dilakukan setiap tahun oleh
seksi perbekalan kesehatan berdasar metode konsumsi/ laporan pemakaian obat
dalam format RKO, mengacu e catalog tahun berjalan dengan penambahan 10 -15%/
satuan. Perencanaan obat program setiap tahun, koordinasi dengan penanggung
jawab program di provinsi dan farmasi di dinkes kab/ kota. Perencanaan obat
program berdasar epidemiologi diusulkan ke farmasi dan diverivikasi denga stock
yang tersedia untuk menghindari over stock obat, kemudian di ajukan ke dirjend
farmalkes. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di provinsi Bali sudah cukup
baik, tenaga yang menangai berlatar belakang farmasi, walaupun ada beberapa
ditemukan pengelola obat yang berpendidikan non farmasi (Kesehatan Masyarakat).
Dalam perncanaan RKO dari Puskesmas sampai di dinkeskab/ kota di susun secara
berjenjang dan sesuai dengan kebutuhan layanan. Obat yang sudah disusun di RKO
menjadi dasar/ acuan dalam penerapan pengadaan obat pada tahun berikutnya di
dinkes kab/ kota.
Perencanaan di kabupaten Perencanaan obat dan perbekes Kab/Kota,
perencananan obat dari APBD berdasar perencanaan yang dibuat oleh puskesmas.
Sedangkan perencanan obat dan perbekalan kesehatan yang bersumber kapitasi
58
perencanaan dari puskesmas, melalui PPK. Perencanaan di puskesmas perencanaan
obat Puskesmas untuk obat dan perbekes, dibuat berdasar kebutuhan dan pola
penyakit yang ada di wilayahnya.
Di Provinsi Kalimantan Timur, perencanaan obat dan perbekalan kesehatan ,
sama seperti provinsi lain. Yang menjadi kendala pengelolaan obat di Puskesmas,
adalah perlu penambahan computer untuk kelancaran pekerjaan pengelolaan obat,
hal tersebut seharusnya menjadi perhatian untuk pemenuhan peralatan kerja seperti
computer. Perencanaan sebenarnya tidak ada masalah, Yang masalah adalah
penyediaan item di catalog, sering terlambat. kalau terlambat akan tender ulang jadi
harus menunggu. Diharapkan awal tahun itemnya sudah jelas.
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Perencanaan di tingkat provinsi
Perencanaan obat PKD pasti menggunakan e-katalog, jika e-katalog tidak bisa baru
beralih dengan pengadaan non e-catalog, biasanya menggunakan tender.
Perencanaan obat program dilakukan oleh pengelola program, berdasarkan laporan
stok yang dikirimkan gudang dan data kebutuhan program. Obat program sudah
dintegralkan dengan obat lainnya, Rencana kebutuhan obat (RKO) lainnya
disampaikan oleh puskesmas dan RS. RKO yang wajib baru RKO obat generic,
baik RS dan puskesmas.
Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat Kabupaten/ Kota
perencanaan obat dan perbekalan kesehatan pada pelaksanaan JKN dengan
melibatkan puskesmas. Dibuat RKO setiap bulan dari puskesmas, dan RKO dinas
setiap tahun. Ada tim perencanaan obat terpadu yang di ketuai oleh kadis sangat
membantu dan memotivasi dalam kelancaran pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan. Kebutuhan 2017 sudah harus masuk perencanaannya di Juli 2016. Dari
daftar tersebut dipilah mana yang ada di e-catalogue mana yang tidak ada.
Perencanaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan JKN
direncanakan oleh masing – masing program, perencanaan setahun sekali di awal
tahun.
Perencanaan obat PKD dan obat program ada pertemuan khusus, perencanaan
berdasarkan perhitungan sisa stok dan pemakaian tahun lalu. Perencanaan dilakukan
oleh apoteker/pengelola obat, dengan melibatkan dokter umum, poli, rawat inap
serta bergantung situasi masing-masing penyakit tertentu.
Kalau bisa info obat di awal tahun.harusnya Maret sudah keluar. Tahun ini ada
mungkin tahun depan tidak ada, tahun ini pemenangnya siapa, tahun depan siapa.
Tahun ini saja baru keluar April atau Mei. Masalah RKO dari kab ke provinsi dan
pusat. Cara menghitungnya dengan cara seperti semua dilebihkan rata, diragukan
cukup/ tidaknya. Harusnya sesuai kebutuhan masing-masing, setiap item obat
59
berbeda, perhitungkan waktu tunggu dan buffer. Stok optimumnya berapa karena
semua dianggap dilebihkan 50% atau 6 bulan.

VI.2.2 PENGADAAN
Setelah proses perencanaan, tahap berikutnya adalah pengadaan. Pada
prinsipnya tahap pengadaan ada beberapa yaitu pengadaan untuk obat dan perbekalan
kesehatan untuk obat obat yang ada di formularium nasional pengadaan dengan sistem
e catalog dengan e purchasing, pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk obat
dan perbekes yang tidak ada di fornas dengan penunjukan langsung dan bila nominal
melebihi 200 juta, pengadaan oleh ULP.
Di Provinsi DIY, Balli, Kaltim dan NTT, pengadaan obat dan perbekalan di
provinsi lebih sebagai buffer, pengadaan obat dan perbekes yang ada di e catalog.
Mengajukan kepada pejabat pengadaan, daftar obat yang ada di e catalog diusulkan
dan di input aplikasi oleh pejabat pengadaan. Obat yang non ecatalog, oleh pejabat
pengadaan dilakukan penunjukan untuk obat dan perbekes yang di bawah nominal 200
juta. Obat Program diadakan oleh Pusat Kemkes, Provinsi hanya menerima obat sesuai
dengan jumlah RKO. Pengadaan obat di kabupaten/ kota dipilah. Obat dan perbekes
yang ada di fornas pengadaan dengan system e catalog . Obat dan perbekes yang
masuk Yang non e-catalogue kalau kurang dari 200 juta melalui penunjukan langsung
(PL). Pengadaan obat yang non e catalog lebih dari 200 juta melalui lelang, ke PPK
lagi. Mekanisme pengadaan obat program, obat program pengadaan masuk di
dokumen dinkes kab/kota. Di Puskesmas Permintaan dan pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan, pihak pusesmas minta ke Dinas kesehatan kota/kab.
Provinsi Bali, pengadaan obat di Provinsi melakukan base data untuk obat
yang ada di DPA dengan obat yang ada di e catalog, mengajukan surat pengadaan obat
kepada pejabat pengadaan, daftar obat yang ada dalam e catalog diusulkan dan diinput
aplikasi oleh pejabat pengadaan, obat diadakan sesuai dengan order/pesanan yang
sudah dikirim penyedia. Obat yang diadakan dengan non ecatalog, dibuatkan daftar
obat yang tidak ada dalam e catalog sesuai rincian DPA, dibuatkan surat permohonan
informasi harga dan dibuatkan HPS (minimal 3 distributor), setelah ada
HPS/penetapan HPS, baru dilakukan penunjukan oleh KPA untuk diadakan. Obat
Program diadakan oleh Pusat Kemkes, Provinsi hanya menerima obat sesuai dengan
jumlah RKO program yang dikirim pada tahun sebelumnya.
Pengadaan obat dan perbekes di tingkat kab/kota, yang ada di fornas, dengan system
e-catalogue oleh pejabat pengadaan.Untuk non e-catalogue kalau kurang dari 200 juta
melalui penunjukan langsung (PL). Pengadaan obat yang non e catalog lebih dari 200
juta melalui lelang ULP. Pengadaan obat dan perbekes di Puskesmas, mekanisme
60
pengadaan obat program, diusulkan oleh pemegang program, pengadaan masuk di
dokumen dinkes kab/kota, untuk diusulkan ke Provinsi. Pengadaan obat program oleh
pusat Kemkes. Dengan bersumber dana kapitasi, Puskesmas yang mempunyai pejabat
pengadaan bersertifikat mengadakan obat dan perbekes sendiri dengan system e
catalog. Sedangkan pukesmas yang tidak mempunyai pejabat pengadaan pengadaan
obat diusulkan ke dinas kesehatan kab/ kota untuk di adakan oleh dinkes kab/ kota
dengan e catalog.
Provinsi Kalimantan Timur, Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, obat e-
catalogue ke PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dan KPA lanjut ke
pengadaan untuk di buat kontrak ke distributor. Mekanisme pengadaan obat program
(AIDS, TB dan Malaria), setelah perencanan dibawa ke PPTK. Kontrak sendiri-sendiri
tapi pengajuan sesuai yang tayang di e-catalogue. Pengadaan obat dan perbekes di
tingkat kab/kota, dari dokumen muncul rencana pengadaan, kemudian dipilah yang e-
catalogue dan non e-catalogue, dibuat lalu diserahkan ke PPK. Yang non e-catalogue
kalau kurang dari 200 juta melalu penunjukan langsung (PL). Pengadaan obat yang
non e catalog lebih dari 200 juta melalui lelang, ke PPK lagi. Obat program pengadaan
masuk di dokumen dinkes kab/kota. Kalau masuk e-catalogue ke pejabat pengadaan.
Permintaan obat dan perbekes Puskesmas tiap 2 bulan ambil ke gudang sesuai bulan
genap dan ganjil. Perhitungan stok optimum yaitu jumlah 2 bulan pemakaian
dilebihkan 20%. Kalau di puskesmas bisa menutup obat yang tidak ada dengan dana
kapitasi JKN. Kendala hanya sebagaian obat belum masuk e-catalogue atau belum
masuk fornas sehingga memakai dana JKN di puskesmas. Kendala Pengadaan realisasi
tidak sesuai perencanaan, contoh GG susah. Dana ada tapi tidak bias beli, karena
mereka tidak bisa suplai. Belum semua masuk e-catalogue. Padahal dengan e-
catalogue kalau 90% obat masuk ke e-catalogue dan pengadaan cukup kan bisa tiap 6
bulan klik lagi, tidak harus sekaligus. Cara mengatasi disuplai JKN, beli sendiri di
puskesmas dan dari dana operasional puskesmas. Sebelum beli mereka verifikasi dulu
apa obat yang tidak ada di Kab dan yang generic. Ketika penyedia tidak sanggup
menyediakan harusnya ada ketentuan punishment nya bagaimana sedangkan sekarang
hanya baru dilaporkan saja. Di fornas tidak ada obat batuk apalagi DMP sudah ditarik.
CTM dan GG sepanjang tahun ini tidak ada di fornas, puskesmas diijikan beli sendiri.
Provinsi Nusa Tenggara Timur Era baru ada ULP di dinkes kab/kota, ada
kab/kota yang sudah ada , ada yang belum. PPK di dinkes. pembayaran di masing-
masing Kab/kota, masih ada kab yang belum terpapar pengadaan secara e catalog,
Pengadaan obat non e catalog dilakukan melalui tender, tender dilakukan jika sudah 3
kali upload dan dalam waktu tersebut tidak ada jawaban, maka langsung dilakukan
tender, tender dilakukan dengan adanya bukti sudah melakukan upload selama 3 kali
61
dan tanpa jawaban yang di printscreen.Pengadaan sudah diintegralkan, obat program
dan PKD secara bersamaan, obat program ada yang bersumber pusat.
Pengadaan obat dan perbekes di kota / kab, mekanismes pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan di tingkat kab/kota pada pelaksanaan JKN , ada ULP di dinkes
kab/kota, ada kab/kota yang sudah ada , ada yang belum. PPK di dinkes. pembayaran
di masing-masing Kab/kota, masih ada kab yang belum terpapar pengadaan secara e
catalog, untuk pemesanan melalui e catalog di tingkat kab/kota, Pengadaan obat non e
catalog dilakukan melalui tender, tender dilakukan jika sudah 3 kali upload dan dalam
waktu tersebut tidak ada jawaban, maka langsung dilakukan tender, tender dilakukan
dengan adanya bukti sudah melakukan upload selama 3 kali dan tanpa jawaban yang
di printscreen. Mekanisme pengadaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada
pelaksanaan JKN pengadaan sudah diintegralkan, obat program dan PKD secara
bersamaan, obat program ada yang bersumber pusat. Di Puskesmas pengadaan obat
dan perbekes di puskesmas yang ada apotekernya bisa langsung memesan pake id,
password dan npwp, yang tidak ada apotekernya di gabung dan dilaksanakan di dinas,
setelah itu pemesanan berdasarkan kebutuhan masing-masing puskesmas.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam yang dilakukan, ada
beberapa hal yang perlu dibenahi dalam pengadaan antara lain, karena pengadaan obat
dan perbekalan kesehatan yang ada di formularium nasional wajib menggunakan e
catalog dengan purchasing, sementara yang terjadi adalah setelah obat dipesan secara
online, barang akan dikirim kapan tidak ada kjelasan, seperti yang terjadi di Provinsi
Bali, untuk Obat parasetamol yang sudah di input pada trimester 1 yaitu sekitar bulan
april, pada kenyataannya sampai akhir agustus belum ada kejelasan obat akan dating
kapan.
Disamping itu secara aplikasi walaupun sudah ada perbaikan, yaitu adanya notifikasi,
kesempatan bagi pengelola untuk menulis pesan di aplikasi, namun, ada notifikasi obat
tersedia/ tidak, namun yang menjadi kendala adalah walaupun obat tersedia, namun
kejelasan obat akan dating tidak jelas, sehingga sering sekali terjadi keterlambatan
pengiriman obat yang dipesan lewat e catalog. Ketika penyedia tidak sanggup
menyediakan harusnya ada ketentuan punishment nya bagaimana sedangkan sekarang
hanya baru dilaporkan saja.

PENYIMPANAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN


Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan dike 4 Provinsi DIY, Bali, Kaltim dan
NTT rata rata sudah menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Di Kabupaten/ kota
penyimpanan Obat langsung diterima UPT Farmasi. Untuk obat program proses
penerimaan UPT Farmasi berkoordinasi dengan pemegang program, di terimakan dan
62
penyimpanan obat program di UPT Farmasi.Di Puskesmas penyimpanan menurut
abjad dan persediaan dengan system FIFO dan FEFO. Permintaan obat program,
melalui pemegang program.
Di Provinsi Bali, Petugas obat yang menerima dan menyimpan obat di gudang
obat di pilah berdasar sediaan, sumber anggaran dan FEFO. Petugas yang menerima
dan menyimpan di gudang obat serta diinformasikan ke penanggung jawab program.
Jika terjadi kekurangan stok obat, berkoordinasi dengan program serta bersurat kepada
Dirjend Kefarmasian dan Alkes. Di Puskesmas penyimpanan obat berdasar abjad
dengan system FEFO. Permintaan dari puskesmas ke pemegang program diteruskan
ke seksi kefarmasian. Kalau obat biasa dari seksi farmasi ke gudang. Penyimpanan
obat dengan sistem FEFO tentunya menghindari obat kadaluwarsa.
Provinsi Kaltim, Penerimaan sesuai faktur. Untuk buffer menunggu permintaan
kab/kota, sedangan obat program menunggu SPMB dari pemegang program baru
terima obat. Obat bisa diambil sendiri sesuai kebutuhan pemegang program masing-
masing. Penyimpanan obat dan perbekes berdasarkan sumber dana APBD, APBN dan
obat program. Di kabupaten aatu pintu di gudang farmasi karena menganut system
anggaran, dipisahkan antara dana APBD dan APBN, diterima oleh panitia penerima.
Distribusi sebagian besar pasif karena sebagian besar dana ada di puskesmas,
puskesmas mengambil ke gudang. Distribusi aktif bila KLB atau ada kekosongan.
Cara penyimpanan dengan system FEFO .
Kadang ditemui kendala miskomunikasi tentang exp date. Di kontrak ada syarat-
syarat khusus , obat saat diserahkan harus memiliki waktu kadaluwarsa 24 bulan, tapi
untuk obat yang memang masa exp hanya 24 bulan atau kurang maka harus
melampirkan surat keterangan dari pabrik. Kalau tanpa surat itu akan direject, kalau
kurang sedikit mungkin ppk yang memutuskan apakah ditolerir atau tidak, kalau jauh
ya ditolak. Untuk penyimpanan : suhu dan watt masih kurang memadai, kadang daya
turun sehingga untuk vaksin masih disimpan di dinkes tapi pengelola dari gudang.
Kondisi penyimpanan di Gudang berbeda dengan provinsi lain, karena tidak sesuai
dengan konsep gudang karena bersekat-sekat. Listrik belum mendapat kenaikan daya,
AC terbatas. Masalah kekosongan dan keterlambatan.obat, kalau yang kosong obat
bisa orang programnya minta ke provinsi
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Penerimaan dilakukan oleh panitia penerimaan
yang bertempat di UPT gudang farmasi, tidak ada perbedaan penerimaan dan
penyimpanan obat antara pengadaan dengan e-catalog dan non e katalog. Sedangkan di
kabupaten/kota proses penerimaan dan penyimpanan tidak dibedakan obat e-catalogue
atau tidak. Sementara di Puskesmas Penyimpanan menurut abjad dan persediaan.
Kemudian distribusikan ke pustu diwilayah kerja Puskesmas. yang kami punya. Pustu
63
yang kebutuhan obatnya cukup tinggi, unprahnya setiap 2 bulan sekali. Untuk pustu
lainnya sesuai permintaan saja.
Pada level provinsi kondisi penyimpanan dapat dikatakan baik, namun letak
gudang vaksin masih bercampur dengan gudang farmasi dan keadaan sekeliling
coldroom masih dirasakan cukup panas. Hal ini perlu mendapat perhatian dari dinas
kesehatan Provinsi untuk membuat sarana dan prasarana yang baik agar suhu ruang
penyimpanan dapat sesduai dengan kebutuhan vaksin.

MONITORING DAN EVALUASI OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN


Di Provinsi DIY, Bali, Kaltim dan NTT, menyatakan bahwa monitoring dan evaluasi
obat dan perbekalan kesehatan Provinsi Bimtek dari Pusat yaitu dari Kementerian Kesehatan
dengan pengisian form isian data tiap tahun selalu ada. Pelaporan ada untuk 20 item obat.
DIY melakukan Bimtek rutin 2 setahun termasuk supervisi ke Puskesmas. Di kabupaten/
kota Bimtek dari Provinsi melalui supervise ke Kabupaten sebanyak 2 kali setahun. Bimtek
Dinkes Kab/kota ke Puskesmas rutin 2-3x/th. Bimtek dari Dinkes kabupaten ke Puskesmas,
bersamaan dengan bimtek lainnya, tidak khusus untuk pengelolaan obat. Bimbingan teknis
dari Kab/kota bias 3- 4 kali dalam setahun, berbarengan dengan program lain. Terlihat dari
pernyataan di atas bahwa monev ataupun bimtek masih perlu ditingkatkan frequensinya baik
monev dari Pusat Kementerian kesehatan, Monev dari Provinsi ataupun Kabupaten/ kota ke
level bawah nya.
Provinsi Bali, Evaluasi dilakukan jika ada kekurangan obat melakukan permintaan obat dan
jika kelebihan obat dilakukan re alokasi. Dinas Kota/ kab Bimtek dari Provinsi belum pernah
ada ke UPT Farmasi Kota. Bimtek ke Puskesmas dilakukan 2 kali setahun, jadwal
dikoordinasikan dengan Puskesmas. Untuk Kabupaten Gianyar Bimtek dari Provinsi setahun
sekali. Bimtek dari dinkes kota/ kab umumnya 2 kali dalam setahun.
Provinsi Kaltim, Bimtek dari program yang sering TB dan vaksin untuk pertemuan
teknis. Pertemuan baru sampai level provinsi karena tergantung anggaran. Pencatatan dan
pelaporan obat dan vaksin pakai e-logistik, tapi belum jalan sepenuhnya. Diharapkan tiap
bulan jalan, aplikasi offline tapi ada menu pengiriman online. Masih ada kendala di aplikasi,
sehingga beberapa item yang belum masuk e-logistik jadi yang manual juga ada. Laporan
penerimaan, pengeluaran, stok, laporan obat program. Di daerah sudah cukup APBD nya
sudah cukup, kalau belum terlayani di e-catalogue baru mereka minta pengiriman.
Di dinas kesehatan kab/ kota Menggunakan e-logistik. Ada laporan ketersediaan obat dan
vaksin yang 20 item tiap bulan manual. Pelaporan ke pusat sebulan sekali ke provinsi dan
pusat berupa pelaporan ketersediaan obat, obat generic, POR dan pelayanan kefarmasian.
Bimtek dari provinsi ada dari dinkesprov ke GFK. Ke dinkes ada beberapa kali, paling
banyak ke GFK. Setahun paling banyak sekali. Dinas juga cari info untuk bimtek, kita
64
berangkatkan khusus farmasi. Monev di Puskesmas Melalui LPLPO dan kompilasi obat POR.
Laporan bulanan pelayanan kefarmasian di puskesmas. Laporan fisik ke dinas tiap bulan.
Provinsi Nusa Tenggara Timur, monev Monev harga obat dengan sistem informasi
obat, dengan adanya e-logistik. Monitoring ketersediaan obat, dilakukan rutin 2x setahun
dengan menggunakan dana dari APBN dan APBD. Bimbingan teknis dan monev dilakukan
menggunakan instrumen form observasi. Laporan obat program masuk ke masing-masing
program, obat PKD masuk ke laporan e-logistik, ada software e monev untuk memantau
pengelolaan obat di daerah. ada laporan 20 obat indicator setiap bulan. tidak ada mekanisme
laporan rutin untuk RKO dan ketersediaan, pelaporan sudah menggunakan software. Evaluasi
melalui form checklist observasi, dikumpulkan masing-masing kabupaten. Dinkes kab/ kota
Bimtek dari Provinsi ke Kabupaten terkait pencatatan dan pelaporan ada setahun 2 kali.
Dengan mengundang pertemuan atau mereka datang ke kabupaten atau dinas kabupaten
sebagai narasumber Pelaporan obat oleh Dinkes kabupaten langsung kirim laporan ke pusat
dengan system e logistik, laporan langsung ke pusat. Puskesmas, monev Jika ada pertemuan
di dinas kabupaten, kepala puskesmas dan pengelola obat diundang ke kabupaten. Dipilih
puskesmas yang register dan por belum baik, stok opname sering tidak dibuat, sehingga
mereka diajarkan dalam pengisiann. Supervisi ada setahun sekali ke puskesmas, tapi tidak
bisa ke semua puskesmas karena tidak ada dananya

VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1 KESIMPULAN
1. Hasil Identifikasi terhadap sistem pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinkes
Provinsi, Dinkes Kabupaten/Kota dan Puskesmas menunjukkan bahwa Kebijakan daerah
terkait dengan pengelolaan obat, belum ada di 4 Provinsi, kebijakan daerah hanya terbatas
pada Perda terkait pembagian jasa Kapitasi .
2. Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi, sarana dan prasarana serta pelatihan SDM.
1.1.Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten/ kota berasal dari usulan
Puskesmas di daerahnya berupa Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Sedangkan
Perencanaan obat dan perbealan kesehatan di Puskesmas berdasar Kebutuhan dan
memperhitungkan Pola Penyakit yang ada di wilayah yang di bawahi oleh Puskesmas.
1.2. Pengadaan Obat dan Perbekalan kesehatan melalui mekanisme e purchasing dengan e
catalog, untuk obat dan perbekalan kesehatan yang di luar e catalog melaluimekanisme
penunjukan langsung utuk nominal < 200 juta dan untuk obat dan perbekes diatas 200 juta
pengadaan melalui ULP.

65
1.3. Penyimpanan Obat dan perbekalan kesehatan menurut system FIFO dan FEFO. Tempat
penyimpanan di Tingkat Provinsi dan Kota/ Kabupaten sudah sedemikian memenuhi
standar penyimpanan. Sedangkan penyimpanan obat di Puskesmas masih memerlukan
tempat yang lebih memnuhi syarat, baik sarana ruang maupun kelembaban udara.
1.4. Pelaporan dan Monev Obat dan perbekalan kesehatan melalui system e logistic,
pelaporan obat hanya untuk 20 item obat indicator.Hasil identifikasi terhadap Monitoring
dan evaluasi menunjukkan bahwa Monitoring sudah dilakukan oleh Dinkes Provinsi
kepada Dinkes Kabupaten/Kota dan Dinkes Kabupaten/Kota kepada Puskesmas namun
belum berkala. Anggaran Bimtek di salah satu Provinsi masih terbatas, bimtek dapat
dilakukan dengan cara Petugas Puskesmas mengunjungi Dinkes Kab/Kota atau
sebaliknya.

VII.2 SARAN

1. Perlunya kebijakan daerah, baik berupa Peraturan Gubernur maupun Peraturan Bupati/
Walikota khusunya tentang Pengelolaan obat yang merupakan hal strategis dalam sistem
Pembiayaan dan Pelayanan Kesehatan dalam pelaksanaan JKN
2. Diperlukan sistem informasi yang mengakomodasi sistem pengadaan, penerimaan,
penyimpanan dan pendistribusian untuk mempermudah petugas memantau Pengelolaan obat,
untuk kerasional penggunaan obat.
3. Memperbaiki Sarana Pengelolaan obat khususnya di Puskesmas dalam hal penyimpanan dan
distribusi obat dan perbekes
4. Memperbaiki sitem e catalog, sehingga distributor idealnya berada berdekatan dengan
Provinsi, sehingga pengiriman obat menjadi lebih baik.
5. Peningkatan pelatihan dalam hal pengelolaan obat kepada petugas pengelola obat masih
kurang .
6. Tuntutan Pengadaan obat secara e Purchasing, selayaknya diimbangi dengan Peng SPJ an dari
setiap pesanan obat secara elektronik/ paperless.

66
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Sumber Daya dan Pelayanan
Kesehatan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan dan Panitia Pembina Ilmiah Pusat Sumber
Daya dan Pelayanan Kesehatan Badan Litbangkes yang telah memberikan dukungan dana dan
bimbingan. Administrasi Pusat Pusat Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan yang telah membantu
mengatur pelaksanaan dan manajemen penelitian. Terima kasih juga kami haturkan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, BPJS, Kepala Puskesmas, serta
kepada seluruh informan yang telah memberikan informasi berharga dalam penelitian ini. Terakhir
Kami sampaikan terima kasih kepada Tim pelaksana penelitian dan semua pihak yang telah
memberikan bantuan baik moril maupun fisik baik secara langsung maupun tidak langsung bagi
terlaksananya penelitian ini.

67
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. UU Kesehatan no 36 / th 2009
2. Undang Undang RI No. 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan sosial Nasional
3. Peraturan Presiden RI No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
4. Undang Undang RI No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
5. Peraturan Presiden no. 32 tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah
Daerah, 2014
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 63 tahun 2014 tentang petunjuk
Pelaksanaan pengadaan obat berdasarkan katalog electronic/ E- Catalogue

7. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 328/SK/VIII tahun 2013, tentang Formularium
Nasional Obat Generik
8. Kementerian Kesehatan, Sistem Kesehatan Nasional, 2012
9. Kementerian Kesehatan, Pengelolaan Obat dan Perbekalan kesehatan dalam rangka JKN,
2016
10. Permenkes No. 19 th 2014 tentang penggunaan dana Kapitasi JKN untuk Jasa Pelayanan
Medik dan Dukungan Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
milik Pemerintah daerah
11. Permenkes no 75/ th 2014 tentang Puskesmas
12. Kementerian Kesehatan, Pedoman Standar Pelayanan Farmasi di Puskesmas, 2014
13. Kementerian Kesehatan, Standar Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi kabupaten/ Kota,
2012
14. Direktorat Bina Obat Publik & Perbekalan Kesehatan – Japan International Cooperation
Agency (JICA) 2010, Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota.

15. Raharni, dkk, Kajian Penggunaan Obat generic untuk penyakit kronis, 2014

68
UCAPAN TERIMAKASIH

Kami mengucapkan terimakasih kepada Kepala Pusat Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan yang
telah memberikan dukungan pendanaan untuk terlaksananya penelitian ini. Ucapan terimakasih
disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan segenap Kepala Dinas Kabupaten/ Kota
dan BPJS di Provinsi DIY, Bali, Kalimantan Timur dan Papua. Terimakasih juga kami ucapkan
kepada seluruh Stakeholder yang telah memberikan masukan untuk mempersiapkan penelitian ini.
Tak lupa kepada seluruh Tim Pelaksana dan administrasi yang sudah membantu kelancaran
penelitian ini.

69
LAMPIRAN

70
DATA SEKUNDER

Angket Data Sekunder Yang di butuhkan di Dinas Kesehatan Kab/ Kota (Instalasi
farmasi dan UPTD Gudang Farmasi) dan Puskesmas :

Dinas Kesehatan kab/ Kota :

1. Dokumen SOP Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, Distribusi, Monev


Obat dan Perbekalan Kesehatan tahun 2013, 2014 dan 2015
2. Dokumen Ketersediaan dan Kekosongan Obat dan perbekalan kesehatan
dari Form Rekap Persediaan Obat th 2013, 2014 dan 2015

Puskesmas :
1. Dokumen SOP Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, Distribusi, Monev
Obat dan Perbekalan Kesehatan tahun 2013, 2014 dan 2015
2. Laporan tahunan penggunaan Obat (Rekap LPLPO) 2013, 2014, dan 2015
3. Pola 10 besar Penyakit

71
RAHASIA INSTR.DINKES PROVINSI
PROVALKESAALKES

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DINAS


KESEHATAN KOTA/ KABUPATEN DAN PUSKESMAS DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INDONESIA

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DINKES PROVINSI

IDENTITAS INFORMAN

a. Nama Informan

b. Jabatan Informan
c. Usia
d. Pendidikan Terakhir
e. Lama Bekerja

f. Nama Instansi

g. Alamat Instansi dan nomor


Telepon dan atau faksimile

h. Alamat e-mail
i. Nomor telp
j. Kota dan Provinsi
k. Tanggal wawancara
l. Pewawancara
m. Waktu mulai wawancara
n. Waktu berakhir wawancara

72
PANDUAN PERTANYAAN
A. KEBIJAKAN
1. Apa saja kebijakan atau peraturan daerah yang sudah ditetapkan terkait Pengelolaan Obat dan
perbekalan Kesehatan dalam pelaksanaan program JKN? (sertakan dokumen atau no.
regulasi)
2. Bagaimana sosialisasi peraturan/ pedoman pengelolaan obat tersebut dilakukan? Kepada
siapa sosialisasi diberikan, apakah sampai tingkat pelaksana (Puskesmas) atau hanya sampai
Pemerintah Kab/Kota?

B. PEMBIAYAAN
1. Bagaimana sistem pembiayaan di provinsi untuk pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan
dalam pelaksanaan JKN? Bagaimana pembiayaan obat yang termasuk e-catalogue dan non e-
catalogue?
2. Dari mana asal sumber pembiayaan tersebut, APBN, bantuan, hibah atau loan? Berapa besar
anggaran dan proporsinya dibanding anggaran kesehatan provinsi?
3. Bagaimana perbedaan pembiayaan untuk pengelolaan obat pada masa sebelum penerapan
program JKN dan pada pelaksanaan JKN saat ini? Apa saja kendala yang ditemui?

C. PERENCANAAN
1. Bagaimana perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat kab/kota pada pelaksanaan
JKN? Siapa yang merencanakan, kapan proses perencanaan dilakukan, bagaimana
prosedurnya? Bagaimana alur perencanaannya? Bagaimana perencanaan obat dan Perbekes
yang termasuk e-catalogue dan non e-catalogue?
2. Bagaimana perencanaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan JKN?
Bagaimana perbedaan perencanaan obat program dengan obat lainnya?
3. Bagaimana jumlah dan jenis layanan, penyedia layanan (SDM), obat dan perbekalan kesehatan
yang direncanakan?
4. Bagaimana perbandingan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan sebelum dan sesudah
pelaksanaan program JKN?
5. Apa saja kendala yang dialami dalam perencanaan obat dan perbekalan kesehatan masa JKN
dan bagaimana mengatasinya?

PENGADAAN
6. Bagaimana mekanismes pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat kab/kota pada
pelaksanaan JKN? Siapa yang melakukan pengadaan, kapan proses pengadaan dilakukan,

73
bagaimana prosedurnya dan alur dari pengadaan obat dan perbekalan kesehatan yang
termasuk e-catalogue dan non e-catalogue?
7. Bagaimana mekanisme pengadaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan
JKN? Bagaimana perbedaan pengadaan obat program dengan obat lainnya?
8. Bagaimana jumlah dan jenis layanan, penyedia layanan (SDM), dalam pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan ?
9. Bagaimana perbandingan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan sebelum dan sesudah
pelaksanaan program JKN?
10. Apa saja kendala yang dialami dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan masa JKN
dan bagaimana mengatasinya?

D. PENERIMAAN DAN PENYIMPANAN


1. Bagaimana proses penerimaan dan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan dalam
pelaksanaan JKN? Siapa yang melakukan? Bagaimana penerimaan dan penyimpanan obat
yang termasuk e-catalogue dan non e-catalogue?
2. Bagaimana proses penerimaan dan penyimpanan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada
pelaksanaan JKN? Siapa yang melakukan? Apakah sistem penerimaan dan penyimpanannya
berbeda dengan obat lain?
3. Apa saja kendala dalam penerimaan dan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang
dialami dalam pelaksanaan JKN dan bagaimana mengatasinya? Apa saja kendala dalam
penerimaan dan penyimpanan obat program, dan bagaimana mengatasinya?
4. Apa yang dilakukan apabila terjadi kekurangan stok obat dan perbekalan kesehatan termasuk
obat program?

E. PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Apakah dinkes provinsi medapatkan bimbingan teknis dan monitoring terkait pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan dari pusat? Bila ada bagaimana prosesnya?
2. Apakah dinkes provinsi melakukan bimbingan teknis dan monitoring terkait pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan kepada dinkes kab/kota? Bila ada bagaimana prosesnya?
3. Bagaimana sistem pelaporan dari dinkes provinsi terkait pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan ke pusat? Bagaimana pelaporan obat program, obat e-catalogue dan non e-
catalogue?
4. Adakah pelaporan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dari kab/kota ke dinkes
provinsi? Bila ada bagaimana prosesnya?
5. Bagaimana proses evaluasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di dinkes provinsi,
apakah ada tindak lanjut dari proses evaluasi tersebut?(Apabila ada data sekunder dari hasil
evaluasi mohon difotocopy).
6. Apa saja kendala dalam monev pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan? Bagaimana
mengatasinya?

74
7. Apa saran Bapak/Ibu untuk perbaikan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan agar
terjamin kualitas dan kecukupannya sampai tingkat Puskesmas ?

RAHASIA INSTR.DINKES KAB/KOTA


ALKESAALKES

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DINAS


KESEHATAN KOTA/ KABUPATEN DAN PUSKESMAS DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INDONESIA

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DINKES KABUPATEN/KOTA

IDENTITAS INFORMAN

o. Nama Informan

p. Jabatan Informan
q. Usia
r. Pendidikan Terakhir
s. Lama Bekerja

t. Nama Instansi

u. Alamat Instansi dan nomor


Telepon dan atau faksimile

v. Alamat e-mail
w. Nomor telp
x. Kota dan Provinsi
y. Tanggal wawancara
z. Pewawancara
aa. Waktu mulai wawancara
bb. Waktu berakhir wawancara

75
PANDUAN PERTANYAAN
A. KEBIJAKAN
3. Apa saja kebijakan atau peraturan daerah yang sudah ditetapkan terkait Pengelolaan Obat dan
perbekalan Kesehatan dalam pelaksanaan program JKN? (sertakan dokumen atau no.
regulasi)
4. Bagaimana sosialisasi peraturan/ pedoman pengelolaan obat tersebut dilakukan? Kepada
siapa sosialisasi diberikan, apakah sampai tingkat pelaksana (Puskesmas)?

B. PEMBIAYAAN
4. Bagaimana sistem pembiayaan di kab/kota untuk pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan
dalam pelaksanaan JKN? Bagaimana pembiayaan obat yang termasuk e-catalogue dan non e-
catalogue?
5. Dari mana asal sumber pembiayaan tersebut, APBN, bantuan, hibah atau loan? Berapa besar
anggaran dan proporsinya dibanding anggaran kesehatan kab/kota?
6. Bagaimana perbedaan pembiayaan untuk pengelolaan obat pada masa sebelum penerapan
program JKN dan pada pelaksanaan JKN saat ini? Apa saja kendala yang ditemui?

C. PERENCANAAN
11. Bagaimana perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat kab/kota pada pelaksanaan
JKN? Siapa yang merencanakan, kapan proses perencanaan dilakukan, bagaimana
prosedurnya? Bagaimana alur perencanaannya? Bagaimana perencanaan obat dan Perbekes
yang termasuk e-catalogue dan non e-catalogue?
12. Bagaimana perencanaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan JKN?
Bagaimana perbedaan perencanaan obat program dengan obat lainnya?
13. Bagaimana jumlah dan jenis layanan, penyedia layanan (SDM), obat dan perbekalan kesehatan
yang direncanakan?
14. Bagaimana perbandingan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan sebelum dan sesudah
pelaksanaan program JKN?
15. Apa saja kendala yang dialami dalam perencanaan obat dan perbekalan kesehatan masa JKN
dan bagaimana mengatasinya?

PENGADAAN
16. Bagaimana mekanismes pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat kab/kota pada
pelaksanaan JKN? Siapa yang melakukan pengadaan, kapan proses pengadaan dilakukan,

76
bagaimana prosedurnya dan alur dari pengadaan obat dan perbekalan kesehatan yang
termasuk e-catalogue dan non e-catalogue?
17. Bagaimana mekanisme pengadaan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada pelaksanaan
JKN? Bagaimana perbedaan pengadaan obat program dengan obat lainnya?
18. Bagaimana jumlah dan jenis layanan, penyedia layanan (SDM), dalam pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan ?
19. Bagaimana perbandingan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan sebelum dan sesudah
pelaksanaan program JKN?
20. Apa saja kendala yang dialami dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan masa JKN
dan bagaimana mengatasinya?

D. PENERIMAAN DAN PENYIMPANAN


5. Bagaimana proses penerimaan dan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan dalam
pelaksanaan JKN? Siapa yang melakukan? Bagaimana penerimaan dan penyimpanan obat
yang termasuk e-catalogue dan non e-catalogue?
6. Bagaimana proses penerimaan dan penyimpanan obat program (AIDS, TB dan Malaria) pada
pelaksanaan JKN? Siapa yang melakukan? Apakah sistem penerimaan dan penyimpanannya
berbeda dengan obat lain?
7. Apa saja kendala dalam penerimaan dan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang
dialami dalam pelaksanaan JKN dan bagaimana mengatasinya? Apa saja kendala dalam
penerimaan dan penyimpanan obat program, dan bagaimana mengatasinya?
8. Apa yang dilakukan apabila terjadi kekurangan stok obat dan perbekalan kesehatan termasuk
obat program?

E. PENCATATAN DAN PELAPORAN


8. Apakah dinkes kab/kota medapatkan bimbingan teknis dan monitoring terkait pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan dari dinkes provinsi? Bila ada bagaimana prosesnya?
9. Apakah dinkes kab/kota melakukan bimbingan teknis dan monitoring terkait pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan kepada puskesmas? Bila ada bagaimana prosesnya?
10. Bagaimana sistem pelaporan dari dinkes kab/kota terkait pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan ke Dinkes provinsi atau pusat? Bagaimana pelaporan obat program, obat e-
catalogue dan non e-catalogue?
11. Bagaimana sistem pelaporan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dari puskesmas ke
dinkes kab/kota?
12. Bagaimana proses evaluasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di dinkes kab/kota,
apakah ada tindak lanjut dari proses evaluasi tersebut?(Apabila ada data sekunder dari hasil
evaluasi mohon difotocopy).
13. Apa saja kendala dalam monev pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan? Bagaimana
mengatasinya?

77
14. Apa saran Bapak/Ibu untuk perbaikan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan agar
terjamin kualitas dan kecukupannya sampai tingkat Puskesmas ?

RAHASIA INSTR.PUSKESMAS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DINAS


KESEHATAN KOTA/ KABUPATEN DAN PUSKESMAS DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INDONESIA

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PENGELOLA OBAT PUSKESMAS

IDENTITAS INFORMAN

ö. Nama Informan

dd. Jabatan Informan


ee. Usia
ff. Pendidikan Terakhir
gg. Lama Bekerja

hh. Nama Instansi

ii. Alamat Instansi dan nomor


Telepon dan atau faksimile

jj. Alamat e-mail


kk. Nomor telp
ll. Kota dan Provinsi
mm. Tanggal wawancara
nn. Waktu mulai wawancara
oo. Waktu berakhir wawancara

78
1. Apakah ada kebijakan atau peraturan daerah dalam pengelolaan obat pada pelaksanaan JKN ?

2. Bagaimana sosialisasi peraturan/ pedoman pengelolaan obat tersebut dan bagaimana


implementasi dari pedoman pengelolaan obat ?

3. Bagaimana pengelolaan obat dan prosedurnya di Puskesmas {Perencanaan, Pengadaan obat,


Penyimpanan dan distribusinya} untuk obat JKN ? Bagaimana untuk pengelolaan obat Program
?

4. Bagaimana sistem pembiayaan dan sumber pembiayaan untuk pengelolaan obat ?

5. Kegiatan atau dukungan apa saja yang diberikan dalam pengelolaan obat di Puskesmas?

6. Hambatan atau kendala apa saja yang ada dalam pengelolaan obat pada pelaksanaan JKN ?

7. Bagaimana bapak/ibu mengatasi hambatan atau kendala dalam pengelolaan obat tersebut ?

8. Apakah ada bimbingan teknis dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam pengelolaan obat di
Puskesmas ?

9. Dari mana saja sumber dana dalam pengelolaan obat di Puskesmas ? Apakah sudah mencukupi
?

10. Bagaimana monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Dinkes dalam pengelolaan obat pada
pelaksanaan JKN ?

11. Apa saja kelebihan dan kekurangan sebelum dan sesudah JKN dalam hal pengelolaan obat
(mulai dari perencanaan dan pengadaan)?

12. Apa saja kelebihan dan kekurangan sebelum dan sesudah JKN dalam hal pengelolaan obat
(mulai dari perencanaan dan pengadaan)?

13. Apa saja kelebihan dan kekurangan sebelum dan sesudah JKN dalam hal pencatatan dan
pelaporan obat dan perbekalan kesehatan?

14. Apa saja kelebihan dan kekurangan sebelum dan sesudah JKN dalam hal reward/tunjangan bagi
pengelola obat?

15. Apa saran bpk/ ibu untuk perbaikan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan agar obat
tersedia dan mencukupi untuk kebutuhan puskesmas ?

TERIMA KASIH

79
RAHASIA INSTR.BPJS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DINAS KESEHATAN


KOTA/ KABUPATEN DAN PUSKESMAS DALAM PELAKSANAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INDONESIA

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BPJS

 Pewawancara memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan wawancara.


 Pewawancara meminta kesediaan responden secara sukarela untuk diwawancarai.
 Responden diminta menandatangani inform consent.
 Setelah selesai wawancara, pewawancara mengucapkan terimakasih.

IDENTITAS INFORMAN

mm. Nama Informan

qq. Jabatan Informan


rr. Usia
ss. Pendidikan Terakhir
tt. Lama Bekerja

uu. Nama Instansi

vv. Alamat Instansi dan nomor


Telepon dan atau faksimile

ww. Alamat e-mail


xx. Nomor telp
yy. Kota dan Provinsi

80
zz. Tanggal wawancara
aaa. Pewawancara
bbb. Waktu mulai
ccc.wawancara
Waktu berakhir
PERTANYAAN
wawancara
PERATURAN/PEDOMAN

5. Apakah sudah ada regulasi terkait Pengelolaan Obat dan perbekalan Kesehatan dalam
pelaksanaan program JKN? Apa saja peraturan/ pedoman terkait Pengelolaan Obat
yang sudah ditetapkan dalam program JKN ? Jika sudah ada, bagaimana
pelaksanaannya di fasilitas kesehatan?

6. Apakah sudah terjalin koordinasi antara BPJS, fasilitas kesehatan dan Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan alat kesehatan terkait pengelolaan obat dalam pelaksanaan
program JKN? jika sudah ada, apakah bentuk koordinasi yang telah dilakukan?

7. Bagaimana upaya advokasi di tingkat pusat kepada para penentu kebijakan pada lintas
sektor ?

8. Bagaimana sistem pendampingan dari BPJS pusat ke daerah?

PERSIAPAN DAN PERENCANAAN


9. Bagaimana konsep penyediaan daftar dan harga obat BPJS ?
10. Apakah telah dilakukan koordinasi terkait perencanaan pengelolaan obat melalui e-katalog
ataupun penggunaan obat program dalam pelaksanaan program JKN dengan Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan?
11. Bagaimana konsep penyediaan daftar formularium nasional dan penggunaan obat program
dalam program JKN ?

PEMBIAYAAN
7. Bagaimana system pembiayaan program JKN ? Bagaimana mekanisme kapitasi dan
pembayaran paket INA-CBGs dari BPJS kepada fasilitas kesehatan?
8. Bagaimana dengan pembiayaan apotek yang merupakan penyedia obat dan alkes tapi tidak
termasuk PPK ?
9. Bagaimana mekanisme penagihan ke BPJS, apakah ada aplikasi untuk penagihan ke BPJS
?
10. Bagaimana perbandingan pembiayaan pada masa sebelum dan penerapan program JKN
dan saat ini ? Apa kendalanya ?
11. Bagaimana peran Dinas Kesehatan dalam paket pembiayaan kapitasi?

PERENCANAAN DAN PENGADAAN


1. Bagaimana perbandingan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan msebelum dan
sesudah pelaksanaan program JKN ?

81
2. Bagaimana perbandingan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan msebelum dan
sesudah pelaksanaan program JKN ?
3. Apa saja kendala yang dialami ?

KETERSEDIAAN
1. Apakah BPJS ikut memantau pengelolaan obat di dinas kesehatan sampai tingkat
Puskesmas?
2. Apakah BPJS ikut memonitor apabila terjadi kekurangan stok obat dan perbekalan
kesehatan dalam pelaksanaan JKN?
3. Apa yang dilakukan oleh BPJSKesehatan apabila ada kekuranganstock obat dan perbekalan
kesehatan (alkes) dalam pelaksanaan JKN ?

PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Apakah dalam pencatatan dan pelaporan BPJS juga meliputi pencatatan ketersediaan obat
dalam pelaksanaan program JKN.
2. Apakah fasilitas kesehatan juga melaporkan pelayanan obat dalam pelaksanaan JKN
kepada BPJS

MONITORING DAN EVALUASI


1. Apakah dilakukan monitoring dan evaluasi terkait persediaan obat dalam pelaksanaan JKN
di fasilitas kesehatan?
2. Jika dilakukan monev, siapa saja yang berperan?
3. Bagaimana proses bimbingan teknis dan monitoring, termasuk Monev Utilisasi Obat dan
perbekalan kesehatan paket Kapitasi ?
4. Apakah sistem kendali mutu yang dilakukan BPJS juga meliputi kendali mutu pengelolaan
obat di fasilitas kesehatan?
5. Bagaimana proses monev sebelum dan sesudah pelaksanaan program JKN ?
6. Apa saran Bapak/ Ibu untuk peningkatan kualitas dan cakupan layanan JKN ? BBagaimana
meningkatkan keterlibatan masyarakat ?

82
Kuesioner Kepuasan Pegawai
Tujuan kuesioner ini adalah untuk memberi kesempatan agar Anda bisa menyatakan perasaan Anda
tentang pekerjaan saat ini, tentang hal yang Anda merasa puas dan tidak puas dalam hal-hal
tersebut.

Bacalah setiap pernyataan dengan teliti

Tentukan seberapa puas yang Anda rasakan terhadap setiap aspek tersebut

Perlu diingat :

- Bila Anda merasa bahwa pekerjaan Anda memberi lebih dari yang Anda harapkan, maka
Anda dapat memilih sangat puas
- Jika Anda merasa bahwa pekerjaan Anda memberi sesuai dengan harapan, Anda bisa
memilih puas
- Jika Anda tidak dapat memutuskan apakah pekerjaan Anda memberi sesuai harapan atau
tidak, Anda bisa memilih Ragu-ragu
- Jika anda merasa bahwa pekerjaan Anda memberi kurang dari yang Anda harapkan, maka
Anda dapat memilih tidak puas
- Jika Anda merasa bahwa pekerjaan Anda memberikan sangat kurang dari yang Anda
harapkan, maka Anda dapat memilih sangat tidak puas

Ingatlah suatu pernyataan dalam pikiran Anda saat memutuskan seberapa puas Anda terhadap
aspek tersebut

Lakukan untuk semua pernyataan, jawablah semua item

Jujurlah terhadap diri Anda dan berikan gambaran yang benar dari perasaan Anda

Tanyakan pada diri sendiri : Seberapa puas saya terhadap aspek pekerjaan saya ini

83
- Sangat puas artinya saya sangat puas dengan aspek pekerjaan saya
- Puas artinya saya puas dengan aspek pekerjaan saya
- Ragu-ragu artinya saya tidak dapat memutuskan apakan saya puas atau tidak terhadap
aspek ini
- Tidak puas artinya saya tidak puas dengan aspek perkerjaan saya
- Sangat tidak puas artinya saya sangat tidak puas terhadap aspek pekerjaan saya

No Pernyataan Sangat Puas Ragu- Tidak Sangat


puas ragu puas tidak
puas
1. Mampu focus dalam pekerjaan
2. Kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan
sendiri
3. Kesempatan melakukan hal yang berbeda
dari waktu ke waktu
4. Kesempatan mengaktualisasikan diri di
lingkungan kerja
5. Cara pimpinan saya menangani pegawainya
6. Kompetensi atasan saya dalam membuat
keputusan
7. Mampu melakukan sesuatu yang tidak
bertentangan dengan hati nurani saya
8. Pekerjaan saya saat ini cukup mapan
9. Kesempatan melakukan sesuatu untuk orang
lain
10. Kesempatan untuk menyampaikan kepada
orang lain tentang apa yang harus
dikerjakannya
11. Kesempatan melakukan sesuatu dengan
menggunakan kemampuan saya
12. Cara penerapan aturan/kebijakan/prosedur
13. Kesesuaian gaji dan banyaknya pekerjaan
yang saya lakukan
14. Kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan dalam pekerjaan
15. Kebebasan memberikan penilaian sendiri
dalam lingkup tanggung jawab saya
16. Kesempatan mencoba metode sendiri untuk
menyelesaikan pekerjaan saya
17. Kondisi kerja
18. Cara teman-teman saya bekerja sama
19. Pujian yang saya dapat ketika melakukan
pekerjaan dengan baik
20. Perasaan berprestasi yang saya dapatkan dari
pekerjaan saya

84
PENILAIAN PETUGAS
Sangat Setuju Ragu Tidak Sangat
PERNYATAAN setuju ragu setuju tidak
setuju
1. Tenaga farmasi jumlahnya mencukupi untuk
pengelolaan obat dan perbekkes
2. Tenaga farmasi mendapat pembinaan/ pelatihan
yang
memadaiuntukpengelolaanobatdanperbekkes
3. Sarana dan prasarana mencukupi untuk
pengadaan obat dan perbekkes
4. Sarana dan prasarana mencukupi untuk
penyimpanan obat dan perbekkes
5. Sarana dan prasarana mencukupi untuk
pendistribusian/ pelayananobatdanperbekkes
6. Sarana dan prasarana mencukupi untuk
pencatatan dan pelaporan obat dan perbekkes
7. Obat dan alat kesehatan tersedia untuk pasien
yang membutuhkan
8. Anggaran mencukupi untuk pengelolaan obat

9. Tersedia prosedur/ pedoman untuk perencanaan


obat dan perbekkes
10. Tersedia prosedur/ pedoman untuk pengadaan
obat dan perbekkes
11. Tersedia prosedur/ pedoman untuk penyimpanan
obat dan perbekkes
12. Tersedia prosedur/ pedoman untuk
pendistribusian obat dan perbekkes
13. Tersedia prosedur/ pedoman untuk pencatatan
dan pelaporan obat dan perbekkes

Nama
Jenis Kelamin
Usia
Latar Belakang 1. SAA / SMK farmasi
Pendidikan Farmasi 2. D3 Farmasi
3. S1 Farmasi
4. Apoteker
5. Tidak ada
Pendidikan terakhir
Pekerjaan sekarang
Lama Bekerja pada
pekerjaan sekarang
Deskripsikan pekerjaan
Anda, apa yang
dilakukan

85
1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam pengelolaan obat muali dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pendisribusian obat ?

2. Bagaimana solusi terhadap permasalahan yang dihadapi ?

86
87

Anda mungkin juga menyukai