Anda di halaman 1dari 33

PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN

DI UPTD PUSKESMAS UJUNGBERUNG INDAH

UPTD PUSKESMAS UJUNGBERUNG INDAH


Jalan Ujung Berung Indah Ceria Blok 18 No. 16 Bandung 40611
Telp. 022-7834834 email : puskesmasuberindah@gmail.com

TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya
kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku
sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya
misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup
sehat.
Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan
upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan
upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya
kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia termasuk Puskesmas.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi
pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan
dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian,
mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker atau tenga teknis kefarmasian
sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar
dapat berinteraksi langsung dengan pasien.

B. Tujuan
Tujuan Umum : Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di UPTD Puskesmas
Ujungberung Indah
Tujuan Khusus :
 Sebagai acuan bagi apoteker dan Tenga Teknis Kefarmasian untuk melaksanakan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas
 Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan dalam pembinaan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas
C. Ruang Lingkup
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat
manajerial berupa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan
farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan
prasarana.
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
2. Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
5. Undang – undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat
Nasional
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/320/2015 tentang Daftar Obat
Esensial Nasional
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/523/2015 tentang Formularium
Nasional 2015
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/137/2016 tentang addendum
pertama Formularium Nasional 2015
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 TAHUN 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas.
BAB II
SUMBER DAYA KEFARMASIAN

A. Sumber Daya Manusia


Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1
(satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dibantu oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian sesuai kebutuhan.
Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik
rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas.
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga kefarmasian yang disampaikan kepada
yang bersangkutan dan didokumentasikan secara rahasia. Hasil penilaian kinerja ini dapat
digunakan sebagai pertimbangan untuk memberikan penghargaan dan sanksi.

1. Kompetensi Apoteker
a. Sebagai Penanggung Jawab
1) mempunyai kemampuan untuk memimpin;
2) mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan Pelayanan
Kefarmasian;
3) mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
4) mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan
5) mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan memecahkan
masalah.

b. Sebagai Tenaga Fungsional


1) mampu memberikan pelayanan kefarmasian;
2) mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
3) mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
4) mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
5) mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan
6) mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Upaya
peningkatan kompetensi tenaga kefarmasian dapat dilakukan melalui pengembangan profesional
berkelanjutan.
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas melaksanakan Pelayanan Kefarmasian berdasarkan
Standar Prosedur Operasional yang dibuat secara tertulis dan telah ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.

2. Pendidikan dan Pelatihan


Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau upaya peningkatan pengetahuan
dan keterampilan di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan kefarmasian secara
berkesinambungan untuk mengembangkan potensi dan produktivitas tenaga kefarmasian secara
optimal. Puskesmas dapat menjadi tempat pelaksanaan program pendidikan, pelatihan serta
penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.
Tujuan Umum:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu melaksanakan rencana
strategi Puskesmas.
b. Terfasilitasinya program pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga kefarmasian dan
tenaga kefarmasian unit lain.
c. Terfasilitasinya program penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga kefarmasian
dan tenaga kefarmasian unit lain.
Tujuan Khusus:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan pengelolaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai.
b. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan Pelayanan Kefarmasian.
c. Terfasilitasinya studi banding, praktik dan magang bagi calon tenaga kefarmasian
internal maupun eksternal.
d. Tersedianya data Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling tentang Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai.
e. Tersedianya data penggunaan antibiotika dan injeksi.
f. Terwujudnya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang optimal

3. Pengembangan Tenaga Kefarmasian dan Program Pendidikan


Dalam rangka penyiapan dan pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga
kefarmasian maka Puskesmas menyelenggarakan aktivitas sebagai berikut:
a. Setiap tenaga kefarmasian di Puskesmas mempunyai kesempatan yang sama untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
b. Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan masukan kepada
pimpinan dalam menyusun program pengembangan staf.
c. Staf baru mengikuti orientasi untuk mengetahui tugas, fungsi, wewenang dan tanggung
jawabnya.
d. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi tenaga
kefarmasian.
e. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program yang diadakan oleh organisasi
profesi dan institusi pengembangan pendidikan berkelanjutan terkait.
f. Memberikan kesempatan bagi institusi lain untuk melakukan praktik, magang, dan
penelitian tentang pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

B. Sarana dan Prasarana


Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana
pelayanan farmasi klinik yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta
1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian
paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak obat
sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan peracikan,
timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat,
lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat, buku/sofware
catatan pelayanan resep (register harian obat), buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan,
serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang
cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.
3. Ruang penyerahan obat
Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku/sofware pencatatan
penyerahan dan pengeluaran obat (register harian obat). Ruang penyerahan obat dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi
sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal
konsumsi obat , formulir catatan pengobatan pasien, dan lemari arsip , serta 1 (satu) set
komputer, jika memungkinkan.
5. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,
ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu juga
memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi
dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan
khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu, dan kartu
suhu.
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana
pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai :
1. Ruang Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penerimaan dibutuhkan sebagai ruang antara / ruang pemeriksaan mutu obat yang baru
diterima atau baru datang sebelum dilakukan penyimpanan. Ruang ini bisa dijadikan satu dengan
ruang penyimpanan.
2.. Ruang Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,
ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu juga
memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi
dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC), pengukur suhu, dan kartu suhu. Untuk
penyimpanan obat yang memerlukan kondisi tertentu seperti lemari pendingin, lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, bisa
dijadikan satu di ruang pelayanan farmasi klinik.
3. Ruang Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan obat
dan hahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Farmasi Klinik dalam jangka waktu tertentu.
Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan
menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan,
persyaratan, dan teknik manajemen yang baik. Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan
sebagai wujud ‘ruangan’ secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila
memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka
dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar
fungsi.
BAB III
PENGELOLAAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan
kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya
adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga
kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan

Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:


1. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk
menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Petugas Farmasi (Apoteker) di Puskesmas. Prosesnya meliputi beberapa
tahap :
1. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode
sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang
berkaitan dengan pengobatan.
Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis.
c. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek
yang lebih baik dibanding obat tunggal.
e. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of
choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan
kesehatan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang
didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah :
a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh sub
unit pelayanan kesehatan.
c. Pemakaian rata-rata di puskesmas untuk setiap jenis obat.
3. Tahap Permintaan Kebutuhan Obat.
Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-
mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi
dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui seperti diatas,
maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat
waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Usulan kebutuhan obat Puskesmas diajukan ke Dinas Kesehatan, sebagai dasar Dinas
kesehatan melakukan pengadaan obat dan bahan medis habis pakai dari dana APBD.

Selanjutnya Dinas akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas
di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.
2. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai dari Dinas Kesehatan dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang terlibat
dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan,
pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan
yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai
dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan
di Puskesmas ditambah satu bulan.

3. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan
terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun
kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuan penyimpanan obat adalah untuk :
- mutu obat
- Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab
- Menjaga kelangsungan persediaan
- Memudahkan pencarian dan pengawasan
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
e. Pengaturan Tata Ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan
pengawasan obat- obatan, maka diperlukan pengaturan tataruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak. Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut :
a). Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat karena akan
membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan
pintu untuk mempermudah gerakan.
b). Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat ditata
berdasarkan sistem :
- Arus garis lurus
- Arus U
- Arus L
2. Sirkulasi udara yang baik
Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat
dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat
AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain
adalah menggunakan kipas angin, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi
melalui atap.
3. Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi
udara dan perputaran stok obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
- Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir
- Peningkatan efisiensi penanganan stok
- Dapat menampung obat lebih banyak
4. Kondisi penyimpanan khusus.
Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan
putusnya aliran listrik. (diperlukan tenaga khusus untuk memantau suhu )
Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.
Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan
khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk
5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, kartun
dan lain- lain.
Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam
jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk
memastikan masih berfungsi atau tidak.
Penyusunan Stok Obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan pengendalian stok maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyimpan obat pada rak obat sesuai bentuk sediaan, kelas terapi/ alfabetis. Cairan harus
dipisahkan dari padatan, obat penggunaan luar dipisah dengan penggunaan dalam.
b. Obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri
disimpan pada tempat yang sesuai
c. Narkotika, psikotropika dan obat yang diberi perhatian khusus (mahal, bisa
disalahgunakan dll) disimpan di lemari khusus
d. Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas sehingga
memudahkan pengeluaran dan perhitungan
e. Bila obat dalam kemasan besar disusun di atas pallet secara rapi dan teratur dengan
memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik, berat, bulat, segi empat dan lain-
lain)
f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam boks masing-
masing, ambil seperlunya
g. Pendistribusian dilakukan rotasi stok menggunakan prinsip FEFO (First Expired First Out)
dan FIFO (First In First Out) agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang sehingga
obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis.
h. Item obat dari sumber anggaran yang berbeda disimpan terpisah dan ditandai dengan
bentuk kartu stok yang berbeda
Pencatatan di Kartu Stok :
1. Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan
2. Kartu stok memuat nama, satuan, kekuatan obat dan asal (sumber dana)
3. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis
4. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi obat.
5. Pencatatan dilakukan setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang,
/kadaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok.
6. Data yang harus dicatat meliputi : Tanggal penerimaan atau pengeluaran, sumber asal obat
atau kepada siapa obat dikirim, jumlah penerimaan/pengeluaran , no. bacth/lot, tanggal
kadaluarsa dan sisa stok
7.. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan,
distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat
penyimpanannya.
4. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan
penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan Obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan
jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
Pendistribusian ke sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas ( UGD, poli
gigi, poli KIA, cleaning service dan lain-lain) dilakukan dengan cara pemberian obat dan
bahan medis habis pakai sesuai bon permintaan.
b. Ruang farmasi atau gudang farmasi
Pendistribusian ke kamar obat dilakukan setiap ada permintaan. Permintaan dan penerimaan
direkap dalam LPLPO kamar obat.
5. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat atau terjadinya pemberian
obat yang telah kadaluarsa / rusak di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Obat terdiri dari:
A. Pengendalian persediaan
Stok opname selain dimaksudkan untuk melihat kesesuaian bukti fisik dengan catatan
pada kartu stok/sofware catatan mutasi obat, juga dimaksudkan untuk pengendalian
ketersediaan obat sesuai
pencukupan kebutuhan dalam rentang waktu tertentu.
B. Pengendalian penggunaan
Tujuan pengendalian penggunaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat
meningkatkan penggunaan obat rasional dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana
obat. Petugas dimasing- masing sub unit pelayanan melakukan sampling penggunaan obat
rasional. Hasil sampling dilaporkan ke petugas pengelola obat.
Pengendalian penggunaan obat rasional meliputi :
- Rendahnya prosentase penggunaan antibiotik pada non pneumonia
- Rendahnya prosentase penggunaan antibiotik pada diare non spesifik
- Rendahnya prosentase penggunaan injeksi pada myalgia
- Rendahnya prosentase rata-rata jumlah R / atau rendahnya polifarmasi
- Tingginya prosentase obat penggunaan obat generik
- Tingginya kesesuaian peresepan dengan pedoman/formularium puskesmas
C. Penangan obat hilang, rusak dan kadaluarsa
1. Penanganan obat hilang.
Tujuan: Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat sehingga diketahui
persediaan obat sesungguhnyasaat itu.
Langkah – langkah untuk menangani kejadian obat hilang :
1. Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang/tidak sesuai/tidak
samabukti fisik dengan catatan pengeluaran obat, segera melakukan stok opname
diluar stok opname rutin,
2. Petugas pengelola obat menyusun daftar jenis dan jumlah obat yang tidak sesuai
catatan/diduga hilang dan melakukan crosschek pada catatan pengeluaran (kartu
stok, LPLPO sub unit, sofware catatan mutasi )
3. Setelah dipastikan hilang Pengelola obat membuat daftar obat hilang dan
melaporkan kepada Kepala Puskesmas. Daftar obat hilang tersebut nantinya akan
digunakan sebagai lampiran dari Berita Acara Obat Hilang yang diterbitkan oleh
Kepala Puskesmas.
4. Kepala Puskesmas memeriksa dan memastikan kejadian pelaporan obat hilang
sekali lagi sebelum membuat berita acara obat hilang.
5. Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian kepada Kepala Dinas
Kesehatan , disertai Berita Acara Obat Hilang.
6. Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang
pada masing- masing Kartu Stok untuk dilakukan pengurangan stok.
7. Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian
dengan membuat berita acara pelaporan ke kopolisian.
2. Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa
Tujuan : Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat dalam mutu obat terjaga
sampai diterimakan ke pasien, melindungi pasien dari KNC/KTD dari penggunaan obat
rusak/ kadaluwarsa.
Langkah-langkah Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa :
1. Petugas pengelola obat merekap no bacth dan tanggal kadaluarsa setiap obat yang
datang/diterima dalam buku/sofware obat kadaluarsa untuk diinformasikan ke
masing-masing unit pelayanan menjelang obat tersebut mendekati kadaluarsa.
2. Saat stok opname, bila petugas pengelola obat menemukan obat rusak di gudang
obat puskesmas, segera diinformasikan ke masing-masing unit pelayanan bila
terdapat obat tersebut untuk ditarik
3. Petugas di unit pelayanan, bila mengetahui adanya obat rusak/kadaluarsa segera
melaporkan dan mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala Puskesmas
melalui petugas gudang obat Puskesmas dengan menggunakan laporan obat
rusak/kadaluarsa.
4. Petugas gudang obat Puskesmas menerima, mengumpulkan dan memverifikasi
laporan obat rusak/kadaluarsa. Obat rusak/kadaluarsa dikumpulkan dan disimpan
ditempat tententu sampai pelaksanaan penghapusan/pemusnahan di area gudang
obat ,terpisah dari obat yang lain.
5. Obat rusak/kadaluarsa yang ditemukan didalam gudang obat dikurangkan dari
catatan sisa stok pada masing-masing kartu stok yang dikelolanya.
6. Petugas gudang obat merekap laporan obat rusak/kadaluarsa dalam periode tertentu
dan melaporkan kepada Kepala Puskesmas.
7. Kepala Puskesmas melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak / kadaluarsa
kepada UPPF untuk dilakukan pemusnahan atau puskesmas memusnahkan sendiri
dan dibuatkan berita acara pemusnahan/penghapusan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pengamatan mutu obat secara organoleptik/visual untuk mengetahui/menduga obat
rusak/mutunya sudah tidak terjamin sehingga perlu dimusnahkan.
Tanda-tanda perubahan mutu obat
1. Tablet.
• Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
• Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan
atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
• Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2. Kapsul.
• Perubahan warna isi kapsul
• Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3. Tablet salut.
• Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
• Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
• Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan.
• Menjadi keruh atau timbul endapan
• Konsistensi berubah
• Warna atau rasa berubah
• Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep.
• Warna berubah
• Konsistensi berubah
• Pot atau tube rusak atau bocor
• Bau berubah
6. Injeksi.
• Kebocoran wadah (vial, ampul)
• Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
• Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
• Warna larutan berubah

6. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan


Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, mulai dari yang diterima,
disimpan, didistribusikan dan digunakan sub unit pelayanan puskesmas atau sub unit pelayanan
jaringannya.
Pencatatan dilakukan dengan cara menulis penerimaan/pengeluaran obat buku/sofware
register harian obat dari buku bantu peresepan/pengobatan harian untuk dijumlah dan
dimasukkan ke LPLPO. Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal bulan. Untuk gudang
obat, pencatatan pengeluaran dan penerimaan pada LPLPO berdasarkan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat
waktu (setiap wala bulan) serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan
untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan
pembuatan laporan pengelolaan obat.
Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib
dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat.
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.

7. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara
periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
c. Pembuatan laporan ketersediaan obat dalam jangka waktu tertentu (3 bulan) bertujuan untuk
mengevaluasi tingkat perputaran kebutuhan obat sehingga obat yang perputarannya tinggi
(fast moving) direncanakan lebih besar, yang slow moving dikurangi dan yang death moving
dihilangkan dari perencanaan, sehingga penggunaan obat lebih efesien.
d. Pembuatan laporan tribulan dalam jumlah rupiah ditujukan untuk evaluasi pemakaian obat
yang berbiaya mahal namun kurang efektif dan efisien dalam hal farmakoekonomi.
e. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
BAB IV

PELAYANAN FARMASI

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan
efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait
dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan Obat secara
rasional.
Pelayanan farmasi meliputi:
1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang
berlaku. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang
harus dikerjakan mulai dari penerimaan dan pengkajian, peracikan dan penyerahan, sampai
pemberian infomasi obat kepada pasien.

Penerimaan dan pengkajian resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :


a. Penerimaan resep hanya yang dikeluarkan oleh unit pelayanan puskesmas
b. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter/penulis resep, asal
poli, tanggal, tanda resep (/R), nama obat, jumlah obat, nama pasien, umur pasien, dan
alamat pasien
c. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, kekuatan obat/potensi, dosis,
stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
d. Pertimbangkan aspek klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian dosis.
e. Untuk obat yang diracik (puyer), sampaikan ke pasien agar sabar karena perlu waktu yang
lebih lama untuk meraciknya.
f. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya tidak
tersedia
Peracikan dan penyerahan, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan alat/sendok,
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat
b. Untuk obat yang diracik/puyer, antibiotik diracik terpisah. Obat diracik dengan
mixer/crusher sampai homogen dan dibagi dengan mata/visual sesuai jumlah yang diminta.
Bila dibagi lebih dari 20 atau mengandung obat yang indeks terapinya sempit atau perlu
pengenceran maka perlu dilakukan penimbangan.
c. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat luar,
serta menempelkan label/memberitahukan secara lisan ke pasien “kocok dahulu” pada
sediaan obat dalam bentuk larutan
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk
menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah
e. Menutup kembali wadah obat yang sudah tidak digunakan
f. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali kesesuaian
obat yang disiapkan dengan resep. Antara lain nama pasien, nama obat, jumlah item obat,
jumlah obat, dan cara penggunaan/dosis.
g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
h. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan sopan,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil.

Pemberian Informasi Obat


Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat tersebut,
antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek
samping, cara penyimpanan obat, dll. Sehingga pasien memperoleh obat sesuai dengan
kebutuhan klinis/pengobatan, memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan
serta menunjang keberhasilan pengobatan.
Informasi obat yang sering diperlukan pasien adalah :
a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di
waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum
sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun
sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya
resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena
itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama
untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes
hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet
vagina.
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan, misalnya berkeringat,
mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna dan
sebagainya
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan obat
lain atau makanan tertentu, dan kontra indikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori,
kehamilan, dan menyusui.
 Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan
serta terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal.
 Salah guna obat adalah penggunaan bermacam-macam obat tetapi efeknya tidak
sesuai, tidak
rasional, tidak tepat dan tidak efektif.
 Bahaya salah guna obat antara lain menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan,
pengeluaran untuk obat menjadi lebih banyak atau pemborosan, tidak bermanfaat atau
menimbulkan ketagihan.
f. Cara penyimpanan obat
Penyimpanan Obat secara Umum adalah :
a. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
b. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung.
c. Jangan menyimpan obat di tempat panas atau lembab.
d. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku,
kecuali jika tertulis pada etiket obat.
e. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
f. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu lama.
g. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak.
h. Perhatikan BUD (beyond used date) obat untuk memastikan mutu obat tetap seperti
saat penerimaan.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi
secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan
Puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat
(contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas,
harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).
c. Menunjang penggunaan Obat yang
rasional. Kegiatan:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap
muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat.
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. Sumber informasi Obat.
b. Tempat.
c. Tenaga.
d. Perlengkapan.

3. Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang
berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat
kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan
metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter
mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, dan
lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
b. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah
terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan
perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi obat.
4. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan
frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat dikenal atau
yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping obat.
b. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping bat.
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional. Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif,
terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait
dengan obat. Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan. Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
BAB V
PASIEN SAFETY DAN KESELAMATAN KERJA

Resiko Keselamatan Pasien

Adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan / pelayanan yang didapat di
puskesmas. Risiko tersebut meliputi :
a. Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah dosis obat, salah
frekuensi,
b. salah bentuk sediaan obat, salah rute pemberian, salah teknik penyiapan.
c. Adanya polifarmasi, duplikasi obat.
d. Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis)
e. Pemberian obat expire date , atau obat rusak.

Keamanan Pengelolaan Obat LASA (Look Alike, Sound-Alike)


1. Unit Farmasi membuat daftar obat-obatan LASA yang dipakai. Daftar obat-obatan
LASA tersebut didistribusikan ke seluruh unit pelayanan pasien.
2. Penyimpanan obat-obatan LASA harus terpisah satu dengan yang lain dan tidak bersisian. .
3. Pada tempat penyimpanan obat-obatan LASA diberi label dengan warna mencolok (dasar
kuning)
4. Dokter menulis instruksi atau resep obat-obatan LASA menggunakan huruf kapital.
5. Petugas farmasi melakukan pengecekan berkala penyimpanan obat-obatan LASA di
luar Farmasi. Keamanan Pengelolaan Obat-obatan tidak habis sekali pakai (multidose)
1. Bila mungkin, upayakan menggunakan ampul/vial single dose untuk obat-obatan atau
pelarut obat- obatan.
2. Jangan mencampur atau menyimpan sisa dari vial obat sekali pakai untuk pemakaian
selanjutnya, karena vial obat sekali pakai (single dose) tidak mengandung preservative anti
bakteri.
3. Bila vial multidose digunakan:
a. Disimpan di lemari pendingin bila direkomendasikan oleh produsen obat
b. Diberi label yang minimal berisi tanggal obat dibuka dan tanggal obat kadaluarsa,
nama obat dan kekuatan sediaan (bila nama obat tertutup oleh label).
c. Obat dapat digunakan sampai dengan 30 hari sejak dibuka atau sesuai rekomendasi
produsen mengenai batas waktu ketahanan obat setelah dibuka.
d. Buang vial multidose bila telah terkontaminasi atau kesterilan tidak terjamin.
e. Desinfeksi diafragma karet penutup vial multidose dengan alkohol 70% dan biarkan
kering sebelum menusukkan jarum steril.
f. Gunakan alat steril untuk mengambil obat dari vial multidose, hindari pemakaian jarum
dan syringe yang telah dipakai pasien. Hindari menyentuh/ mengkontaminasi alat steril
sebelum penusukan.
g. Untuk obat ampul yang digunakan multidose, sisa obat dan pengencernya disimpan
dalam syringe, diberi label yang bertuliskan nama obat dan kekuatan sediaannya, dan
boleh disimpan maksimal 24 jam kecuali dinyatakan lain oleh produsennya.
Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
Medication error adalah setiap kejadian terkait pengobatan yang dapat dicegah, yang
membahayakan atau berpotensi membahayakan pasien dan terjadi ketika pasien dalam proses
pengobatan oleh petugas kesehatan. Yang termasuk Medication error antara lain:
 Salah pasien
 Salah obat
 Salah dosis (termasuk “missing dose” yaitu obat yang seharusnya masih diberikan tetapi
tidak, atau sebaliknya obat yang seharusnya sudah dihentikan tapi masih tetap diberikan)
 Salah waktu pemberian
 Salah rute/cara pemberian
 Efek samping obat
Pelaporan dan analisa kejadian medication error dilaporkan ke petugas pengelola obat untuk
dilakukan pengkajian, perbaikan dan dilaporkan kepada komite/ departemen/ unit lainnya
yang terkait untuk disosialisasikan.

Keselamatan kerja

Melakukan cuci tangan setiap kali akan melakukan pelayanan dan setelah pelayanan.
Setiap selesai memberikan obat kepada pasien yang beresiko penularan penyakit selalu
melakukan cuci tangan atau penggunaan hand rub.
BAB VI

PENGELOLAAN OBAT EMERGENSI

Prinsip pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:


a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan.
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain.
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
d. Dikontrol secara berkala apakah ada yang rusak atau kadaluwarsa
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

A. Seleksi dan perecanaan


Perencanaan obat emergency di ruangan berdasarkan koordinasi dengan ruangan
terkait. Jumlah dan jenis obat emrgency ditetapkan sesuai dengan standar. Daftar obat
emergency terlampir.

B. Pengadaan
Pengadaan obat emergency di ruangan dengan cara penggantian segera obat melalui
peresepan emergency yang diberikan petugas ruangan kepada Instalasi Farmasi. Setelah
Instalasi Farmasi menerima resep obat emergency maka akan dilakukan prioritas pelayanan.
Petugas farmasi segera mengganti obat emergency dan mengunci kembali troli/kit
emergency yang sudah terisi sesuai dengan daftar standar yang terdapat di setiap troli.

C. Penyimpanan
a. Penyimpanan Obat di ruang perawatan sesuai dengan stabilitas sediaan dilengkapi
termometer dan cheklist monitoring suhu (kulkas & ruangan)
b. Obat emergency ditempatkan pada troli/kit emergency dengan menggunakan kunci
disposible, dilengkapi gunting dengan akses yang mudah dijangkau.
c. Setiap troli/kit emergency dilengkapi dengan daftar obat emergency yang telah ditetapkan.

D. Pendistribusian
a. Obat emergency disimpan pada troli/kit emergency di IGD, IBS, ICU, HD, IRNA
pav 1-8 dan IRJA.
E. Pencatatan dan pengendalian
a. Setiap pemakaian obat emergency dicatat pada form pemakaian obat yang terdapat di
dalam troli/kit emergency sesuai dengan prosedur.
b. Instalasi Farmasi mengontrol kesesuaian dengan daftar dan kedaluwarsa obat
emergency secara berkala serta memastikan bahwa Obat disimpan secara benar.
c. Monitoring obat emergency dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atas supervisi
Apoteker di ruangan.

F. Penghapusan
Obat emergency yang 4 bulan sebelum kedaluwarsa harus ditarik oleh Instalasi
Farmasi dan dimasukkan ke dalam wadah obat ED yang selanjutnya dilakukan proses
penghapusan bersama dengan obat golongan lainnya sesuai dengan prosedur penghapusan
perbekalan farmasi yang kedaluwarsa.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN
KEFARMASIAN

Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya


masalah terkait obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan
pengobatan/medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan dana,
dan Standar Prosedur Operasional.
b. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama.
c. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat
pendidikan masyarakat.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan program pengendalian mutu
pelayanan kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan
mutu sesuai standar.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1) monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara
capaian dengan rencana kerja); dan
2) memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1) melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
2) meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung terhadap pelayanan


kefarmasian untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan dan
evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri.Monitoring dan
evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari
pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat kepada pasien sehingga diperoleh
gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di
Puskesmas, antara lain :
 Sumber daya manusia (SDM)
 Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan, pengadaan, penerimaan dan
distribusi)
 Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep, penyiapan
sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yang disertai informasinya serta
pemantauan pemakaian obat bagi penderita penyakit tertentu seperti TB, Malaria dan Diare)
 Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen)
Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada indikator yang digunakan.
Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas antara lain :
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket melalui kotak saran
atau wawancara langsung
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan)
3. Prosedur tetap (SOP) Pelayanan Kefarmasian : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai
standar yang telah ditetapkan

Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui metode berdasarkan
waktu, cara, dan teknik pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
a. Retrospektif:
pengambilan data dilakukan setelah pelayanan
dilaksanakan. Contoh: survei kepuasan pelanggan,
laporan mutasi barang.
b. Prospektif:
pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan kesehatan di
Puskesmas Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
a. Langsung (data primer):
data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.

Contoh: survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan kefarmasian.


b. Tidak Langsung (data sekunder):
data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung.
Contoh: catatan penggunaan Obat, rekapitulasi data pengeluaran Obat.
Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi menjadi:
a. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Contoh: survei kepuasan
pelanggan.
b. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan
cek list atau perekaman. Contoh: pengamatan konseling pasien.
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran
kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan
standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh karena itu,
audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan
kefarmasian secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit, yaitu:
1) Audit Klinis
Audit Klinis yaitu analisis kritis sistematis terhadap pelayanan kefarmasian, meliputi
prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumber daya, hasil yang
didapat dan kualitas hidup pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis
bukti.
2) Audit Profesional
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian oleh seluruh tenaga
kefarmasian terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan sumber
daya dan hasil yang diperoleh. Contoh: audit pelaksanaan sistem manajemen mutu.
b. Review (pengkajian)
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian
tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh: kajian penggunaan antibiotik.
BAB VIII

PENUTUP

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Konsep kesatuan
upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi pedoman dan pegangan bagi
semua fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas yang merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat
pertama (primary health care). Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat
pokok (basic health services) yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat termasuk
didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Dengan bergesernya paradigma kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan
obat menjadi pelayanan yang komprehensif, maka diharapkan dengan ditetapkan nya buku
Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian
akan terjadi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas kepada masyarakat.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ini
diperlukan komitmen dan kerja sama semua pemangku kepentingan terkait. Hal tersebut akan
menjadikan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya
oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan
pasien atau masyarakat.
Pedoman ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan serta koreksi sangat kami harapkan
untuk perbaikan pedoman pelayanan kefarmasian di puskesmas Ujungberung Indah pada masa
yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai