TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya
kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku
sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya
misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup
sehat.
Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan
upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan
upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya
kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia termasuk Puskesmas.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi
pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan
dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian,
mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker atau tenga teknis kefarmasian
sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar
dapat berinteraksi langsung dengan pasien.
B. Tujuan
Tujuan Umum : Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di UPTD Puskesmas
Ujungberung Indah
Tujuan Khusus :
Sebagai acuan bagi apoteker dan Tenga Teknis Kefarmasian untuk melaksanakan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan dalam pembinaan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas
C. Ruang Lingkup
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat
manajerial berupa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan
farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan
prasarana.
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
2. Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
5. Undang – undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat
Nasional
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/320/2015 tentang Daftar Obat
Esensial Nasional
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/523/2015 tentang Formularium
Nasional 2015
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/137/2016 tentang addendum
pertama Formularium Nasional 2015
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 TAHUN 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas.
BAB II
SUMBER DAYA KEFARMASIAN
1. Kompetensi Apoteker
a. Sebagai Penanggung Jawab
1) mempunyai kemampuan untuk memimpin;
2) mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan Pelayanan
Kefarmasian;
3) mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
4) mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan
5) mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan memecahkan
masalah.
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan
kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya
adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga
kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk
menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan;
b. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Petugas Farmasi (Apoteker) di Puskesmas. Prosesnya meliputi beberapa
tahap :
1. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode
sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang
berkaitan dengan pengobatan.
Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis.
c. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek
yang lebih baik dibanding obat tunggal.
e. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of
choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan
kesehatan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang
didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah :
a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh sub
unit pelayanan kesehatan.
c. Pemakaian rata-rata di puskesmas untuk setiap jenis obat.
3. Tahap Permintaan Kebutuhan Obat.
Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-
mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi
dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui seperti diatas,
maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat
waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Usulan kebutuhan obat Puskesmas diajukan ke Dinas Kesehatan, sebagai dasar Dinas
kesehatan melakukan pengadaan obat dan bahan medis habis pakai dari dana APBD.
Selanjutnya Dinas akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas
di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.
2. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai dari Dinas Kesehatan dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang terlibat
dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan,
pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan
yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai
dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan
di Puskesmas ditambah satu bulan.
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan
terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun
kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuan penyimpanan obat adalah untuk :
- mutu obat
- Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab
- Menjaga kelangsungan persediaan
- Memudahkan pencarian dan pengawasan
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
e. Pengaturan Tata Ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan
pengawasan obat- obatan, maka diperlukan pengaturan tataruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak. Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut :
a). Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat karena akan
membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan
pintu untuk mempermudah gerakan.
b). Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat ditata
berdasarkan sistem :
- Arus garis lurus
- Arus U
- Arus L
2. Sirkulasi udara yang baik
Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat
dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat
AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain
adalah menggunakan kipas angin, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi
melalui atap.
3. Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi
udara dan perputaran stok obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
- Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir
- Peningkatan efisiensi penanganan stok
- Dapat menampung obat lebih banyak
4. Kondisi penyimpanan khusus.
Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan
putusnya aliran listrik. (diperlukan tenaga khusus untuk memantau suhu )
Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.
Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan
khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk
5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, kartun
dan lain- lain.
Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam
jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk
memastikan masih berfungsi atau tidak.
Penyusunan Stok Obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan pengendalian stok maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyimpan obat pada rak obat sesuai bentuk sediaan, kelas terapi/ alfabetis. Cairan harus
dipisahkan dari padatan, obat penggunaan luar dipisah dengan penggunaan dalam.
b. Obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri
disimpan pada tempat yang sesuai
c. Narkotika, psikotropika dan obat yang diberi perhatian khusus (mahal, bisa
disalahgunakan dll) disimpan di lemari khusus
d. Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas sehingga
memudahkan pengeluaran dan perhitungan
e. Bila obat dalam kemasan besar disusun di atas pallet secara rapi dan teratur dengan
memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik, berat, bulat, segi empat dan lain-
lain)
f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam boks masing-
masing, ambil seperlunya
g. Pendistribusian dilakukan rotasi stok menggunakan prinsip FEFO (First Expired First Out)
dan FIFO (First In First Out) agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang sehingga
obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis.
h. Item obat dari sumber anggaran yang berbeda disimpan terpisah dan ditandai dengan
bentuk kartu stok yang berbeda
Pencatatan di Kartu Stok :
1. Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan
2. Kartu stok memuat nama, satuan, kekuatan obat dan asal (sumber dana)
3. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis
4. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi obat.
5. Pencatatan dilakukan setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang,
/kadaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok.
6. Data yang harus dicatat meliputi : Tanggal penerimaan atau pengeluaran, sumber asal obat
atau kepada siapa obat dikirim, jumlah penerimaan/pengeluaran , no. bacth/lot, tanggal
kadaluarsa dan sisa stok
7.. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan,
distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat
penyimpanannya.
4. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan
penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan Obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan
jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
Pendistribusian ke sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas ( UGD, poli
gigi, poli KIA, cleaning service dan lain-lain) dilakukan dengan cara pemberian obat dan
bahan medis habis pakai sesuai bon permintaan.
b. Ruang farmasi atau gudang farmasi
Pendistribusian ke kamar obat dilakukan setiap ada permintaan. Permintaan dan penerimaan
direkap dalam LPLPO kamar obat.
5. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat atau terjadinya pemberian
obat yang telah kadaluarsa / rusak di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Obat terdiri dari:
A. Pengendalian persediaan
Stok opname selain dimaksudkan untuk melihat kesesuaian bukti fisik dengan catatan
pada kartu stok/sofware catatan mutasi obat, juga dimaksudkan untuk pengendalian
ketersediaan obat sesuai
pencukupan kebutuhan dalam rentang waktu tertentu.
B. Pengendalian penggunaan
Tujuan pengendalian penggunaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat
meningkatkan penggunaan obat rasional dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana
obat. Petugas dimasing- masing sub unit pelayanan melakukan sampling penggunaan obat
rasional. Hasil sampling dilaporkan ke petugas pengelola obat.
Pengendalian penggunaan obat rasional meliputi :
- Rendahnya prosentase penggunaan antibiotik pada non pneumonia
- Rendahnya prosentase penggunaan antibiotik pada diare non spesifik
- Rendahnya prosentase penggunaan injeksi pada myalgia
- Rendahnya prosentase rata-rata jumlah R / atau rendahnya polifarmasi
- Tingginya prosentase obat penggunaan obat generik
- Tingginya kesesuaian peresepan dengan pedoman/formularium puskesmas
C. Penangan obat hilang, rusak dan kadaluarsa
1. Penanganan obat hilang.
Tujuan: Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat sehingga diketahui
persediaan obat sesungguhnyasaat itu.
Langkah – langkah untuk menangani kejadian obat hilang :
1. Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang/tidak sesuai/tidak
samabukti fisik dengan catatan pengeluaran obat, segera melakukan stok opname
diluar stok opname rutin,
2. Petugas pengelola obat menyusun daftar jenis dan jumlah obat yang tidak sesuai
catatan/diduga hilang dan melakukan crosschek pada catatan pengeluaran (kartu
stok, LPLPO sub unit, sofware catatan mutasi )
3. Setelah dipastikan hilang Pengelola obat membuat daftar obat hilang dan
melaporkan kepada Kepala Puskesmas. Daftar obat hilang tersebut nantinya akan
digunakan sebagai lampiran dari Berita Acara Obat Hilang yang diterbitkan oleh
Kepala Puskesmas.
4. Kepala Puskesmas memeriksa dan memastikan kejadian pelaporan obat hilang
sekali lagi sebelum membuat berita acara obat hilang.
5. Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian kepada Kepala Dinas
Kesehatan , disertai Berita Acara Obat Hilang.
6. Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang
pada masing- masing Kartu Stok untuk dilakukan pengurangan stok.
7. Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian
dengan membuat berita acara pelaporan ke kopolisian.
2. Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa
Tujuan : Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat dalam mutu obat terjaga
sampai diterimakan ke pasien, melindungi pasien dari KNC/KTD dari penggunaan obat
rusak/ kadaluwarsa.
Langkah-langkah Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa :
1. Petugas pengelola obat merekap no bacth dan tanggal kadaluarsa setiap obat yang
datang/diterima dalam buku/sofware obat kadaluarsa untuk diinformasikan ke
masing-masing unit pelayanan menjelang obat tersebut mendekati kadaluarsa.
2. Saat stok opname, bila petugas pengelola obat menemukan obat rusak di gudang
obat puskesmas, segera diinformasikan ke masing-masing unit pelayanan bila
terdapat obat tersebut untuk ditarik
3. Petugas di unit pelayanan, bila mengetahui adanya obat rusak/kadaluarsa segera
melaporkan dan mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala Puskesmas
melalui petugas gudang obat Puskesmas dengan menggunakan laporan obat
rusak/kadaluarsa.
4. Petugas gudang obat Puskesmas menerima, mengumpulkan dan memverifikasi
laporan obat rusak/kadaluarsa. Obat rusak/kadaluarsa dikumpulkan dan disimpan
ditempat tententu sampai pelaksanaan penghapusan/pemusnahan di area gudang
obat ,terpisah dari obat yang lain.
5. Obat rusak/kadaluarsa yang ditemukan didalam gudang obat dikurangkan dari
catatan sisa stok pada masing-masing kartu stok yang dikelolanya.
6. Petugas gudang obat merekap laporan obat rusak/kadaluarsa dalam periode tertentu
dan melaporkan kepada Kepala Puskesmas.
7. Kepala Puskesmas melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak / kadaluarsa
kepada UPPF untuk dilakukan pemusnahan atau puskesmas memusnahkan sendiri
dan dibuatkan berita acara pemusnahan/penghapusan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pengamatan mutu obat secara organoleptik/visual untuk mengetahui/menduga obat
rusak/mutunya sudah tidak terjamin sehingga perlu dimusnahkan.
Tanda-tanda perubahan mutu obat
1. Tablet.
• Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
• Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan
atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
• Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2. Kapsul.
• Perubahan warna isi kapsul
• Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3. Tablet salut.
• Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
• Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
• Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan.
• Menjadi keruh atau timbul endapan
• Konsistensi berubah
• Warna atau rasa berubah
• Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep.
• Warna berubah
• Konsistensi berubah
• Pot atau tube rusak atau bocor
• Bau berubah
6. Injeksi.
• Kebocoran wadah (vial, ampul)
• Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
• Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
• Warna larutan berubah
7. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara
periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
c. Pembuatan laporan ketersediaan obat dalam jangka waktu tertentu (3 bulan) bertujuan untuk
mengevaluasi tingkat perputaran kebutuhan obat sehingga obat yang perputarannya tinggi
(fast moving) direncanakan lebih besar, yang slow moving dikurangi dan yang death moving
dihilangkan dari perencanaan, sehingga penggunaan obat lebih efesien.
d. Pembuatan laporan tribulan dalam jumlah rupiah ditujukan untuk evaluasi pemakaian obat
yang berbiaya mahal namun kurang efektif dan efisien dalam hal farmakoekonomi.
e. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
BAB IV
PELAYANAN FARMASI
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan
efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait
dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan Obat secara
rasional.
Pelayanan farmasi meliputi:
1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang
berlaku. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang
harus dikerjakan mulai dari penerimaan dan pengkajian, peracikan dan penyerahan, sampai
pemberian infomasi obat kepada pasien.
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi
secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan
Puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat
(contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas,
harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).
c. Menunjang penggunaan Obat yang
rasional. Kegiatan:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap
muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat.
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. Sumber informasi Obat.
b. Tempat.
c. Tenaga.
d. Perlengkapan.
3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang
berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat
kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan
metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter
mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, dan
lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
b. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah
terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan
perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi obat.
4. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan
frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat dikenal atau
yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping obat.
b. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping bat.
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional. Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif,
terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait
dengan obat. Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan. Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
BAB V
PASIEN SAFETY DAN KESELAMATAN KERJA
Adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan / pelayanan yang didapat di
puskesmas. Risiko tersebut meliputi :
a. Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah dosis obat, salah
frekuensi,
b. salah bentuk sediaan obat, salah rute pemberian, salah teknik penyiapan.
c. Adanya polifarmasi, duplikasi obat.
d. Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis)
e. Pemberian obat expire date , atau obat rusak.
Keselamatan kerja
Melakukan cuci tangan setiap kali akan melakukan pelayanan dan setelah pelayanan.
Setiap selesai memberikan obat kepada pasien yang beresiko penularan penyakit selalu
melakukan cuci tangan atau penggunaan hand rub.
BAB VI
B. Pengadaan
Pengadaan obat emergency di ruangan dengan cara penggantian segera obat melalui
peresepan emergency yang diberikan petugas ruangan kepada Instalasi Farmasi. Setelah
Instalasi Farmasi menerima resep obat emergency maka akan dilakukan prioritas pelayanan.
Petugas farmasi segera mengganti obat emergency dan mengunci kembali troli/kit
emergency yang sudah terisi sesuai dengan daftar standar yang terdapat di setiap troli.
C. Penyimpanan
a. Penyimpanan Obat di ruang perawatan sesuai dengan stabilitas sediaan dilengkapi
termometer dan cheklist monitoring suhu (kulkas & ruangan)
b. Obat emergency ditempatkan pada troli/kit emergency dengan menggunakan kunci
disposible, dilengkapi gunting dengan akses yang mudah dijangkau.
c. Setiap troli/kit emergency dilengkapi dengan daftar obat emergency yang telah ditetapkan.
D. Pendistribusian
a. Obat emergency disimpan pada troli/kit emergency di IGD, IBS, ICU, HD, IRNA
pav 1-8 dan IRJA.
E. Pencatatan dan pengendalian
a. Setiap pemakaian obat emergency dicatat pada form pemakaian obat yang terdapat di
dalam troli/kit emergency sesuai dengan prosedur.
b. Instalasi Farmasi mengontrol kesesuaian dengan daftar dan kedaluwarsa obat
emergency secara berkala serta memastikan bahwa Obat disimpan secara benar.
c. Monitoring obat emergency dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atas supervisi
Apoteker di ruangan.
F. Penghapusan
Obat emergency yang 4 bulan sebelum kedaluwarsa harus ditarik oleh Instalasi
Farmasi dan dimasukkan ke dalam wadah obat ED yang selanjutnya dilakukan proses
penghapusan bersama dengan obat golongan lainnya sesuai dengan prosedur penghapusan
perbekalan farmasi yang kedaluwarsa.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN
KEFARMASIAN
Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui metode berdasarkan
waktu, cara, dan teknik pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
a. Retrospektif:
pengambilan data dilakukan setelah pelayanan
dilaksanakan. Contoh: survei kepuasan pelanggan,
laporan mutasi barang.
b. Prospektif:
pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan kesehatan di
Puskesmas Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
a. Langsung (data primer):
data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.
PENUTUP
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Konsep kesatuan
upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi pedoman dan pegangan bagi
semua fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas yang merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat
pertama (primary health care). Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat
pokok (basic health services) yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat termasuk
didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Dengan bergesernya paradigma kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan
obat menjadi pelayanan yang komprehensif, maka diharapkan dengan ditetapkan nya buku
Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian
akan terjadi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas kepada masyarakat.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ini
diperlukan komitmen dan kerja sama semua pemangku kepentingan terkait. Hal tersebut akan
menjadikan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya
oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan
pasien atau masyarakat.
Pedoman ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan serta koreksi sangat kami harapkan
untuk perbaikan pedoman pelayanan kefarmasian di puskesmas Ujungberung Indah pada masa
yang akan datang.