PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Visi
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya
kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat,
perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan
bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus
mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan
strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat
berinteraksi langsung dengan pasien.
C. RUANG LINGKUP
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
1. Kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai
2. Kegiatan pelayanan farmasi klinik.
D. LANDASAN HUKUM
1. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
3. Undang – undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
6. Undang – undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
9.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/320/2015 Tentang Daftar
Obat Esensial Nasional.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 322.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan
kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.
Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
10 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang di
Puskesmas Bungatan ditata berdasarkan sistem Arus U
11 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
d. Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas sehingga
memudahkan pengeluaran dan perhitungan
e. Bila obat dalam kemasan besar disusun di atas pallet secara rapi dan teratur dengan
memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik, berat, bulat, segi empat dan
lain-lain).
f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam boks masing-
masing, ambil seperlunya.
g. Pendistribusian dilakukan rotasi stok menggunakan prinsip FEFO (First Expired First
Out) dan FIFO (First In First Out) agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang
sehingga obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis.
h. Item obat dari sumber anggaran yang berbeda disimpan terpisah dan ditandai dengan
bentuk kartu stok yang berbeda.
12 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
b. Kamar obat/Apotik/ruang farmasi
Pendistribusian ke kamar obat dilakukan setiap ada permintaan. Permintaan dan
penerimaan direkap dalam LPLPO kamar obat.
c. Sub unit jaringan Puskesmas (Puskesmas Pembantu, Ponkesdes);
Pendistribusian ke sub unit jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara permintaan
ke gudang obat puskesmas menggunakan LPLPO sesuai jadwal distribusi obat.
13 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
3) Setelah dipastikan hilang Pengelola obat membuat daftar obat hilang dan
melaporkan kepada Kepala Puskesmas. Daftar obat hilang tersebut nantinya
akan digunakan sebagai lampiran dari Berita Acara Obat Hilang yang
diterbitkan oleh Kepala Puskesmas.
4) Kepala Puskesmas memeriksa dan memastikan kejadian pelaporan obat hilang
sekali lagi sebelum membuat berita acara obat hilang.
5) Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian kepada Kepala Dinas
Kesehatan, disertai Berita Acara Obat Hilang.
6) Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang
pada masing-masing kartu Stok untuk dilakukan pengurangan stok.
7) Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian
dengan membuat berita acara pelaporan ke kopolisian.
14 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
7) Kepala Puskesmas melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak /
kadaluarsa kepada Dinkes untuk dilakukan pemusnahan atau puskesmas
memusnahkan sendiri dan dibuatkan berita acara pemusnahan/penghapusan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengamatan mutu obat secara organoleptik/visual untuk
mengetahui/menduga obat rusak/mutunya sudah tidak terjamin sehingga perlu
dimusnahkan.
Tanda-tanda perubahan mutu obat
1. Tablet.
•Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa.
•Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau
terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab.
•Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat.
2. Kapsul.
•Perubahan warna isi kapsul
•Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3. Tablet salut.
•Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
•Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
•Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan.
•Menjadi keruh atau timbul endapan
•Konsistensi berubah
•Warna atau rasa berubah
•Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep.
•Warna berubah
•Konsistensi berubah
•Pot atau tube rusak atau bocor
•Bau berubah
6. Injeksi.
•Kebocoran wadah (vial, ampul)
•Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
•Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
•Warna larutan berubah
8. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, mulai dari yang
15 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan sub unit pelayanan puskesmas atau sub
unit pelayanan jaringannya.
Pencatatan dilakukan dengan cara menulis penerimaan/pengeluaran obat
buku/sofware register harian obat dari buku bantu peresepan/pengobatan harian untuk
dijumlah dan dimasukkan ke LPLPO. Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal
bulan. Untuk gudang obat, pencatatan pengeluaran dan penerimaan pada LPLPO
berdasarkan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim
tepat waktu (setiap wala bulan) serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga
dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian
persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.
Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat
yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh
pengelolaan obat.
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
9. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
c. Pembuatan laporan ketersediaan obat dalam jangka waktu tertentu (3 bulan) bertujuan
untuk mengevaluasi tingkat perputaran kebutuhan obat sehingga obat yang perputarannya
tinggi (fast moving) direncanakan lebih besar, yang slow moving dikurangi dan yang
death moving dihilangkan dari perencanaan, sehingga penggunaan obat lebih efesien.
d. Pembuatan laporan tribulan dalam jumlah rupiah ditujukan untuk evaluasi pemakaian
obat yang berbiaya mahal namun kurang efektif dan efisien dalam hal farmakoekonomi.
e. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan
16 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB IV
PELAYANAN FARMASI KLINIK
17 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan
alat/sendok, dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
obat.
Untuk obat yang diracik/puyer, antibiotik diracik terpisah.
Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat
luar, serta menempelkan label/memberitahukan secara lisan ke pasien “kocok dahulu” pada
sediaan obat dalam bentuk larutan.
Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obatyangberbeda
untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah.
Menutup kembali wadah obat yang sudah tidak digunakan.
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali kesesuaian
obat yang disiapkan dengan resep. Antara lain nama pasien, nama obat, jumlah item obat, jumlah
obat, dan cara penggunaan/dosis.
Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan sopan,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil.
18 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan
obat lain atau makanan tertentu, dan kontra indikasi obat tertentu dengan diet rendah
kalori, kehamilan, dan menyusui.
f. Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan
serta terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal.
g. Salah guna obat adalah penggunaan bermacam-macam obat tetapi efeknya tidak
sesuai, tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif.
h. Bahaya salah guna obat antara lain menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan,
pengeluaran untuk obat menjadi lebih banyak atau pemborosan, tidak bermanfaat atau
menimbulkan ketagihan.
i. Cara penyimpanan obat
19 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat
atau tatap muka.
b. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
c. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat.
d. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. Sumber informasi Obat.
b. Tempat.
c. Tenaga.
d. Perlengkapan.
4. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien
yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga
pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada
pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang
dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang
diharapkan dari obat tersebut, dan lain-lain.
b. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
c. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
20 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
b. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko
masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik
obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau
kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau
alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat.
5. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara
mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi,
dan lain-lain.
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
b) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat.
c) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi
pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi dan
rekomendasi.
21 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam
satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
22 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
23 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB V
PASIEN SAFETY DAN KESELAMATAN KERJA
Resiko Keselamatan Pasien Adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan /
pelayanan yang didapat di puskesmas. Risiko tersebut meliputi :
a) Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah dosis obat,
salah frekuensi, salah bentuk sediaan obat, salah rute pemberian, salah teknik penyiapan.
b) Adanya polifarmasi, duplikasi obat.
c) Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis)
d) Pemberian obat expire date , atau obat rusak
24 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
f) Gunakan alat steril untuk mengambil obat dari vial multidose, hindari
pemakaian jarum dan syringe yang telah dipakai pasien. Hindari menyentuh/
mengkontaminasi alat steril sebelum penusukan.
g) Untuk obat ampul yang digunakan multidose, sisa obat dan pengencernya
disimpan dalam syringe, diberi label yang bertuliskan nama obat dan
kekuatan sediaannya, dan boleh disimpan maksimal 24 jam kecuali
dinyatakan lain oleh produsennya.
C. Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
Medication error adalah setiap kejadian terkait pengobatan yang dapat dicegah, yang
membahayakan atau berpotensi membahayakan pasien dan terjadi ketika pasien dalam
proses pengobatan oleh petugas kesehatan.
Yang termasuk Medication error antara lain:
1. Salah pasien
2. Salah obat
3. Salah dosis (termasuk “missing dose” yaitu obat yang seharusnya masih diberikan
tetapi tidak, atau sebaliknya obat yang seharusnya sudah dihentikan tapi masih tetap
diberikan)
4. Salah waktu pemberian
5. Salah rute/cara pemberian
6. Efek samping obat
Pelaporan dan analisa kejadian medication error dilaporkan ke petugas pengelola
obat untuk dilakukan pengkajian, perbaikan dan dilaporkan kepada komite/ departemen/
unit lainnya yang terkait untuk disosialisasikan.
D. Keselamatan kerja
Melakukan cuci tangan setiap kali akan melakukan pelayanan dan setelah pelayanan.
Setiap selesai memberikan obat kepada pasien yang beresiko penularan penyakit selalu
melakukan cuci tangan atau penggunaan hands rub.
25 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB VI
PENGELOLAAN OBAT EMERGENSI
3. Pengadaan
Pengadaan obat emergency di ruangan dengan cara penggantian segera obat melalui
peresepan emergency yang diberikan petugas ruangan kepada Instalasi Farmasi. Setelah
Instalasi Farmasi menerima resep obat emergency maka akan dilakukan prioritas
pelayanan. Petugas farmasi segera mengganti obat emergency dan mengunci kembali
troli/kit emergency yang sudah terisi sesuai dengan daftar standar yang terdapat di setiap
troli.
4. Penyimpanan
a. Penyimpanan Obat di ruang perawatan sesuai dengan stabilitas sediaan dilengkapi
termometer dan cheklist monitoring suhu (kulkas & ruangan).
b. Obat emergency ditempatkan pada troli/kit emergency dengan menggunakan kunci
disposible, dilengkapi gunting dengan akses yang mudah dijangkau.
c. Setiap troli/kit emergency dilengkapi dengan daftar obat emergency yang telah
ditetapkan.
5. Pendistribusian
Obat emergency disimpan pada kit emergency di UGD, Poli Umum, Poli Gigi,
Poli KIA, Bersalin, dan UGD Jiwa.
6. Pencatatan dan pengendalian
a. Setiap pemakaian obat emergency dicatat pada form pemakaian obat yang terdapat
di dalam kit emergency sesuai dengan prosedur.
b. Layanan Farmasi mengontrol kesesuaian dengan daftar dan kedaluwarsa obat
emergency secara berkala serta memastikan bahwa Obat disimpan secara benar.
26 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
c. Monitoring obat emergency dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atas supervisi
Apoteker di ruangan.
7. Penghapusan
Obat emergency yang 4 bulan sebelum kedaluwarsa harus ditarik oleh Layanan
Farmasi dan dimasukkan ke dalam wadah obat ED yang selanjutnya dilakukan proses
penghapusan bersama dengan obat golongan lainnya sesuai dengan prosedur
penghapusan perbekalan farmasi yang kedaluwarsa.
27 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB VII
KEBIJAKAN TERTENTU DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN
28 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN
29 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
c. Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep, penyiapan
sediaan,
d. Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen)\
Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada indikator yang digunakan.
Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas antara lain :
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket melalui kotak saran
atau wawancara langsung.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).
3. Prosedur tetap (SOP) Pelayanan Kefarmasian : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai
standar yang telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui metode
berdasarkan waktu, cara, dan teknik pengambilan data.
1. Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
a. Retrospektif: pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh: survei kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
b. Prospektif: pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan
kesehatan di Puskesmas.
2. Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
a. Langsung (data primer): data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh
pengambil data.
Contoh: survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan kefarmasian.
b. Tidak Langsung (data sekunder): data diperoleh dari sumber informasi yang tidak
langsung.
Contoh: catatan penggunaan Obat, rekapitulasi data pengeluaran Obat.
3. Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi menjadi:
a. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Contoh: survei kepuasan
pelanggan.
b. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list
atau perekaman. Contoh: pengamatan konseling pasien
30 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran
kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan
dengan standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh
karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan
pelayanan kefarmasian secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit, yaitu:
1) Audit Klinis
Audit Klinis yaitu analisis kritis sistematis terhadap pelayanan kefarmasian, meliputi
prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumber daya, hasil yang didapat
dan kualitas hidup pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis bukti.
2) Audit Profesional
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian oleh seluruh tenaga
kefarmasian terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan sumber daya
dan hasil yang diperoleh. Contoh: audit pelaksanaan sistem manajemen mutu.
b. Review (pengkajian)
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan pelayanan
kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh: kajian penggunaan antibiotik.
31 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB IX
PENUTUP
32 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I