Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Visi
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya
kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat,
perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan
bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus
mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan
strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat
berinteraksi langsung dengan pasien.

1|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


B. TUJUAN
Tujuan Umum :
1. Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di BLUD Puskesmas Bungatan.
Tujuan Khusus :
1. Sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker untuk melaksanakan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.
2. Sebagai pedoman bagi Petugas Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.

C. RUANG LINGKUP
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
1. Kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai
2. Kegiatan pelayanan farmasi klinik.

D. LANDASAN HUKUM
1. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
3. Undang – undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
6. Undang – undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
9.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/320/2015 Tentang Daftar
Obat Esensial Nasional.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 322.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

2|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas..
14. Peraturan Mentri Kesehatan No 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Puskesmas.
15. Keputusan Mentri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017 Tentang
Formularium Nasional.

3|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


BAB II

STANDAR DAYA KEFARMASIAN

1. Sumber Daya Manusia


Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus
dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang
dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker
di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun
rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Semua tenaga kefarmasian
harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kompetensi Apoteker
a. Sebagai Penanggung Jawab
1) mempunyai kemampuan untuk memimpin;
2) mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan
Pelayanan Kefarmasian;
3) mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
4) mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan
5) mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan
memecahkan masalah.
b. Sebagai Tenaga Fungsional
1) mampu memberikan pelayanan kefarmasian;
2) mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
3) mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
4) mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
5) mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan
6) mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya.
Upaya peningkatan kompetensi tenaga kefarmasian dapat dilakukan melalui
pengembangan profesional berkelanjutan. Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Standar Prosedur Operasional yang
dibuat secara tertulis dan telah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. Jenis SPO dibuat
sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang dilakukan pada Puskesmas yang bersangkutan.
3. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau upaya peningkatan pengetahuan
dan keterampilan di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan kefarmasian

4|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


secara berkesinambungan untuk mengembangkan potensi dan produktivitas tenaga
kefarmasian secara optimal. Puskesmas dapat menjadi tempat pelaksanaan program
pendidikan, pelatihan serta penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga kefarmasian
dan tenaga kefarmasian unit lain.
Tujuan Umum:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu melaksanakan rencana
strategi Puskesmas.
b. Terfasilitasinya program pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga kefarmasian dan
tenaga kefarmasian unit lain.
c. Terfasilitasinya program penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga kefarmasian
dan tenaga kefarmasian unit lain.
Tujuan Khusus:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan pengelolaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai.
b. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan Pelayanan Kefarmasian.
c. Terfasilitasinya studi banding, praktik dan magang bagi calon tenaga kefarmasian
internal maupun eksternal.
d. Tersedianya data Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling tentang Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai.
e. Tersedianya data penggunaan antibiotika dan injeksi.
f. Terwujudnya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang optimal.
g. Tersedianya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
h. Terkembangnya kualitas dan jenis pelayanan ruang farmasi Puskesmas.
4. Pengembangan Tenaga Kefarmasian dan Program Pendidikan
Dalam rangka penyiapan dan pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga
kefarmasian maka Puskesmas menyelenggarakan aktivitas sebagai berikut:
a. Setiap tenaga kefarmasian di Puskesmas mempunyai kesempatan yang sama untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
b. Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan masukan kepada
pimpinan dalam menyusun program pengembangan staf.
c. Staf baru mengikuti orientasi untuk mengetahui tugas, fungsi, wewenang dan tanggung
jawabnya.
d. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi tenaga
kefarmasian.
e. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program yang diadakan oleh
organisasi profesi dan institusi pengembangan pendidikan berkelanjutan terkait.
f. Memberikan kesempatan bagi institusi lain untuk melakukan praktik, magang, dan
penelitian tentang pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

5|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


5. Sarana dan Prasarana
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas
meliputi sarana pelayanan farmasi klinik yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan
kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep
ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan
peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok
obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep,
etiket dan label obat, buku/sofware catatan pelayanan resep (register harian obat), buku-
buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur
agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan
disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.
3. Ruang penyerahan obat
Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku/sofware
pencatatan penyerahan dan pengeluaran obat (register harian obat). Ruang penyerahan
obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-
buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling, formulir jadwal konsumsi obat , formulir catatan pengobatan pasien, dan
lemari arsip , serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan.
5. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin
ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas
meliputi sarana pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai :
1. Ruang Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penerimaan dibutuhkan sebagai ruang antara / ruang pemeriksaan mutu
obat yang baru diterima atau baru datang sebelum dilakukan penyimpanan. Ruang ini
bisa dijadikan satu dengan ruang penyimpanan.

6|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


2. Ruang Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin
ruangan (AC), pengukur suhu, dan kartu suhu. Untuk penyimpanan obat yang
memerlukan kondisi tertentu seperti lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, bisa dijadikan satu di
ruang pelayanan farmasi klinik.
3. Ruang Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan obat dan hahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Farmasi Klinik dalam
jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan
aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara fisik,
namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut
disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1
(satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.

7|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


BAB III
PENGELOLAAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan
kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.
Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

1. Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:


1) Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan: a. perkiraan jenis dan jumlah Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan;
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan meningkatkan efisiensi penggunaan
Obat.
Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Petugas Farmasi (Apoteker) di Puskesmas.
Prosesnya meliputi beberapa tahap :
a. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat
periode sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan
tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan
perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.

Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliputi :


a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis.
c. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.

8|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


d. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek
yang lebih baik dibanding obat tunggal.
e. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of
choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat


Berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit
pelayanan kesehatan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah :
a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh sub unit
pelayanan kesehatan.
c. Pemakaian rata-rata di puskesmas untuk setiap jenis obat.

c. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.


Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi
semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan
koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui
seperti diatas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis dan tepat
jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Usulan kebutuhan obat
Puskesmas diajukan ke Dinaas Kesehatan. Kami di Puskesmas Mlandingan
menggunakan Rumus :

JUMLAH KEBUTUHAN OBAT = JUMLAH PEMAKAIAN RATA – RATA


(TANPA STOK KOSONG) PER BULAN X 18 – SISA STOK
2. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan farmasi diajukan oleh pengelola
obat di puskesmas yang disetujui oleh kepala puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan
dengan menggunakan format LPLPO. Permintaan obat berdasarkan rencana kebutuhan
obat tahunan yang sudah dilaporkan sebelumnya kepada Dinkes untuk meminimalisir
penggunaan obat yang tidak bertanggung jawab.
Permintaan Khusus
Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila kebutuhan meningkat untuk menghindari
kekurangan/kekosongan persediaan obat dan bahan medis habis pakai.
Dengan adanya Permenkes No 19 Tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) memungkinkan Puskesmas untuk melakukan pengadaan obat
sendiri dengan menggunakan dana JKN tersebut.

9|PEDOMAN LAYANAN FARMASI


Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas
ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk obat
sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima
dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode
pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.

3. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan
pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan.
Tujuan penyimpanan obat adalah untuk :
a. mutu obat
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab
c. Menjaga kelangsungan persediaan
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.

4. Pengaturan Tata Ruang


Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan
pengawasan obatobatan, maka diperlukan pengaturan tataruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai
berikut :
1. Kemudahan bergerak. Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai
berikut :
Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat karena
akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan
pintu untuk mempermudah gerakan.

10 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang di
Puskesmas Bungatan ditata berdasarkan sistem Arus U

2. Sirkulasi udara yang baik


Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus
bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Gudang di
Puskesmas Bungatan sudah ideal karena dilengkapi AC, dan luas.

3. Rak dan Pallet


Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan
sirkulasi udara dan perputaran stok obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
o Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir
o Peningkatan efisiensi penanganan stok
o Dapat menampung obat lebih banyak
4. Kondisi penyimpanan khusus.
Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan
putusnya aliran listrik. (diperlukan tenaga khusus untuk memantau suhu )
Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.
Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan
khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk.
5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
dus, kartun dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang
mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran agar
diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau tidak.

5. Penyusunan Stok Obat


Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan
pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyimpan obat pada rak obat sesuai bentuk sediaan, kelas terapi/ alfabetis. Cairan
harus dipisahkandari padatan, obat penggunaan luar dipisah dengan penggunaan
dalam.
b. Obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri
disimpan pada tempat yang sesuai.
c. Narkotika, psikotropika dan obat yang diberi perhatian khusus (mahal, bisa
disalahgunakan dll) disimpan di lemari khusus.

11 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
d. Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas sehingga
memudahkan pengeluaran dan perhitungan
e. Bila obat dalam kemasan besar disusun di atas pallet secara rapi dan teratur dengan
memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik, berat, bulat, segi empat dan
lain-lain).
f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam boks masing-
masing, ambil seperlunya.
g. Pendistribusian dilakukan rotasi stok menggunakan prinsip FEFO (First Expired First
Out) dan FIFO (First In First Out) agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang
sehingga obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis.
h. Item obat dari sumber anggaran yang berbeda disimpan terpisah dan ditandai dengan
bentuk kartu stok yang berbeda.

Pencatatan di Kartu Stok :


1. Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan
2. Kartu stok memuat nama, satuan, kekuatan obat dan asal (sumber dana)
3. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis.
4. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi obat.
5. Pencatatan dilakukan setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran,
hilang, /kadaluwarsa)langsung dicatat didalam kartu stok.
6. Data yang harus dicatat meliputi : Tanggal penerimaan atau pengeluaran, sumber
asal obat atau kepada siapa obat dikirim, jumlah penerimaan/pengeluaran ,no.
bacth/lot, tanggal kadaluarsa dan sisa stok.
7. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan,
distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat
penyimpanannya.

6. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan
pengeluaran dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit farmasi Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan kesehatan ya.ng
ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:


a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
Khusus pendistribusian obat untuk pelayanan rawat inap, menggunakan sistem
unit dose dispensing(hanya untuk satu kali pemberian) melalui floor stok UGD.

12 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
b. Kamar obat/Apotik/ruang farmasi
Pendistribusian ke kamar obat dilakukan setiap ada permintaan. Permintaan dan
penerimaan direkap dalam LPLPO kamar obat.
c. Sub unit jaringan Puskesmas (Puskesmas Pembantu, Ponkesdes);
Pendistribusian ke sub unit jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara permintaan
ke gudang obat puskesmas menggunakan LPLPO sesuai jadwal distribusi obat.

7. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat
atau terjadinya pemberian obat yang telah kadaluarsa / rusak di unit pelayanan kesehatan
dasar.
Pengendalian Obat terdiri dari:
a. Pengendalian persediaan
Stok opname selain dimaksudkan untuk melihat kesesuaian bukti fisik dengan
catatan pada kartu stok/sofware catatan mutasi obat, juga dimaksudkan untuk
pengendalian ketersediaan obat sesuai pencukupan kebutuhan dalam rentang waktu
tertentu. Bila terjadi kekurangan/kekosongan dilakukan permintaan tambahan/khusus ke
UPPF menggunakan LPLPO.
b. Pengendalian penggunaan
Tujuan pengendalian penggunaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat
meningkatkan penggunaan obat rasional dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana
obat. Petugas dimasing-masing sub unit pelayanan melakukan sampling penggunaan obat
rasional. Contohnya Tingginya kesesuaian peresepan dengan pedoman/formularium
puskesmas.
c. Penangan obat hilang, rusak dan kadaluarsa
a) Penanganan obat hilang.
Tujuan: Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat sehingga diketahui
persediaan obat sesungguhnya saat itu.
Langkah – langkah untuk menangani kejadian obat hilang :
1) Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang/tidak
sesuai/tidak sama bukti fisik dengan catatan pengeluaran obat, segera
melakukan stok opname diluar stok opname rutin,
2) Petugas pengelola obat menyusun daftar jenis dan jumlah obat yang tidak
sesuai catatan/diduga hilang dan melakukan crosschek pada catatan
pengeluaran (kartu stok, LPLPO sub unit, sofware catatan mutasi )

13 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
3) Setelah dipastikan hilang Pengelola obat membuat daftar obat hilang dan
melaporkan kepada Kepala Puskesmas. Daftar obat hilang tersebut nantinya
akan digunakan sebagai lampiran dari Berita Acara Obat Hilang yang
diterbitkan oleh Kepala Puskesmas.
4) Kepala Puskesmas memeriksa dan memastikan kejadian pelaporan obat hilang
sekali lagi sebelum membuat berita acara obat hilang.
5) Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian kepada Kepala Dinas
Kesehatan, disertai Berita Acara Obat Hilang.
6) Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang
pada masing-masing kartu Stok untuk dilakukan pengurangan stok.
7) Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian
dengan membuat berita acara pelaporan ke kopolisian.

b. Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa


Tujuan : Sebagai bukti pertanggungjawaban pengelola obat dalam mutu obat
terjaga sampai diterimakan ke pasien, melindungi pasien dari KNC/KTD dari
penggunaan obat rusak/ kadaluwarsa.
Langkah-langkah Penanganan Obat Rusak / Kadaluwarsa :
1) Petugas pengelola obat merekap no bacth dan tanggal kadaluarsa setiap obat
yang datang/diterima dalam buku/sofware obat kadaluarsa untuk
diinformasikan ke masing-masing unit pelayanan menjelang obat tersebut
mendekati kadaluarsa.
2) Saat stok opname, bila petugas pengelola obat menemukan obat rusak
digudang obat puskesmas, segera diinformasikan ke masing-masing unit
pelayanan bila terdapat obat tersebut untuk ditarik.
3) Petugas di unit pelayanan, bila mengetahui adanya obat rusak/kadaluarsa
segera melaporkan dan mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala
Puskesmas melalui petugas gudang obat Puskesmas dengan menggunakan
laporan obat rusak/kadaluarsa.
4) Petugas gudang obat Puskesmas menerima, mengumpulkan dan
memverifikasi laporan obat rusak/kadaluarsa. Obat rusak/kadaluarsa
dikumpulkan dan disimpan ditempat tententu sampai pelaksanaan
penghapusan/pemusnahan di area gudang obat ,terpisah dari obat yang lain.
5) Obat rusak/kadaluarsa yang ditemukan didalam gudang obat dikurangkan dari
catatan sisa stok pada masing-masing kartu stok yang dikelolanya.
6) Petugas gudang obat merekap laporan obat rusak/kadaluarsa dalam periode
tertentu dan melaporkan kepada Kepala Puskesmas.

14 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
7) Kepala Puskesmas melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak /
kadaluarsa kepada Dinkes untuk dilakukan pemusnahan atau puskesmas
memusnahkan sendiri dan dibuatkan berita acara pemusnahan/penghapusan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengamatan mutu obat secara organoleptik/visual untuk
mengetahui/menduga obat rusak/mutunya sudah tidak terjamin sehingga perlu
dimusnahkan.
Tanda-tanda perubahan mutu obat
1. Tablet.
•Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa.
•Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau
terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab.
•Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat.
2. Kapsul.
•Perubahan warna isi kapsul
•Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3. Tablet salut.
•Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
•Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
•Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan.
•Menjadi keruh atau timbul endapan
•Konsistensi berubah
•Warna atau rasa berubah
•Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep.
•Warna berubah
•Konsistensi berubah
•Pot atau tube rusak atau bocor
•Bau berubah
6. Injeksi.
•Kebocoran wadah (vial, ampul)
•Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
•Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
•Warna larutan berubah
8. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, mulai dari yang

15 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan sub unit pelayanan puskesmas atau sub
unit pelayanan jaringannya.
Pencatatan dilakukan dengan cara menulis penerimaan/pengeluaran obat
buku/sofware register harian obat dari buku bantu peresepan/pengobatan harian untuk
dijumlah dan dimasukkan ke LPLPO. Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal
bulan. Untuk gudang obat, pencatatan pengeluaran dan penerimaan pada LPLPO
berdasarkan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim
tepat waktu (setiap wala bulan) serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga
dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian
persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.
Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat
yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh
pengelolaan obat.
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.

9. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
c. Pembuatan laporan ketersediaan obat dalam jangka waktu tertentu (3 bulan) bertujuan
untuk mengevaluasi tingkat perputaran kebutuhan obat sehingga obat yang perputarannya
tinggi (fast moving) direncanakan lebih besar, yang slow moving dikurangi dan yang
death moving dihilangkan dari perencanaan, sehingga penggunaan obat lebih efesien.
d. Pembuatan laporan tribulan dalam jumlah rupiah ditujukan untuk evaluasi pemakaian
obat yang berbiaya mahal namun kurang efektif dan efisien dalam hal farmakoekonomi.
e. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan

16 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB IV
PELAYANAN FARMASI KLINIK

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang


langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan
efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait
dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan
Obat secara rasional.

PELAYANAN FARMASI KLINIK meliputi:


1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang
berlaku. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non
teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan dan pengkajian, peracikan dan
penyerahan, sampai pemberian infomasi obat kepada pasien.
Penerimaan dan pengkajian resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Penerimaan resep hanya yang dikeluarkan oleh unit pelayanan puskesmas
b. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter/penulis resep, asal
poli, tanggal., tanda resep (/R), nama obat, jumlah obat, nama pasien, umur pasien, dan
alamat pasien
c. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, kekuatan obat/potensi, dosis,
stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
d. Pertimbangkan aspek klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian
dosis.
e. Untuk obat yang diracik (puyer), sampaikan ke pasien agar sabar karena perlu waktu
yang lebih lama untuk meraciknya.
f. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya
tidak tersedia peracikan dan penyerahan, dilakukan hal-hal sebagai berikut :

17 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan
alat/sendok, dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
obat.
Untuk obat yang diracik/puyer, antibiotik diracik terpisah.
Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat
luar, serta menempelkan label/memberitahukan secara lisan ke pasien “kocok dahulu” pada
sediaan obat dalam bentuk larutan.
Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obatyangberbeda
untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah.
Menutup kembali wadah obat yang sudah tidak digunakan.
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali kesesuaian
obat yang disiapkan dengan resep. Antara lain nama pasien, nama obat, jumlah item obat, jumlah
obat, dan cara penggunaan/dosis.
Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan sopan,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil.

2. Pemberian Informasi Obat


Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan
obat tersebut, antara lainmanfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat, dll. Sehingga pasien memperoleh
obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan, memahami tujuan pengobatan dan
mematuhi intruksi pengobatan serta menunjang keberhasilan pengobatan.
Informasi obat yang sering diperlukan pasien adalah :
a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di
waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum
sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan
meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah
timbulnya resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh
karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang
benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep
mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep
rektal dan tablet vagina.
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan, misalnya
berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah
warna dan sebagainya.

18 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan
obat lain atau makanan tertentu, dan kontra indikasi obat tertentu dengan diet rendah
kalori, kehamilan, dan menyusui.
f. Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan
serta terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal.
g. Salah guna obat adalah penggunaan bermacam-macam obat tetapi efeknya tidak
sesuai, tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif.
h. Bahaya salah guna obat antara lain menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan,
pengeluaran untuk obat menjadi lebih banyak atau pemborosan, tidak bermanfaat atau
menimbulkan ketagihan.
i. Cara penyimpanan obat

Penyimpanan Obat secara Umum adalah :


a. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
b. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung.
c. Jangan menyimpan obat di tempat panas atau lembab.
d. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku,
kecuali jika tertulis pada etiket obat.
e. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
f. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu lama.
g. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak.
h. Perhatikan BUD (beyond used date) obat untuk memastikan mutu obat tetap
seperti saat penerimaan.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan
Puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat
(contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas,
harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).
c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan
pasif.

19 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat
atau tatap muka.
b. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
c. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat.
d. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. Sumber informasi Obat.
b. Tempat.
c. Tenaga.
d. Perlengkapan.
4. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien
yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga
pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada
pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang
dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang
diharapkan dari obat tersebut, dan lain-lain.
b. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
c. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.

20 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
b. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko
masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik
obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau
kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau
alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat.

5. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara
mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi,
dan lain-lain.
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
b) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat.
c) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi
pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi dan
rekomendasi.

Kegiatan visite mandiri:


a. Untuk Pasien Baru
1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal
pemberian obat.
3) Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat
jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien.
4) Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait obat
yang mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat.
c. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.

21 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam
satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.

Kegiatan visite bersama tim:


a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pegobatan pasien
dan menyiapkan pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau keluarga pasien
terutama tentang obat.
b. Menjawab pertanyaan dokter tentang obat.
c. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti obat yang
dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan lain-lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:


a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya
kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan obat. Untuk itu, perlu juga
dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud
komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan Obat sehingga
tercapai keberhasilan terapi Obat.
6. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
A. Tujuan:
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal
dan frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat dikenal
atau yang baru saja ditemukan.
B. Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping obat.
b. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
C. Faktor yang perlu diperhatikan:

22 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi
obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
A. Tujuan
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat.
B. Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
b. Adanya multidiagnosis.
c. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
d. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
e. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.
C. Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.

8. Evaluasi Penggunaan Obat


Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman
dan terjangkau (rasional).
A. Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.

23 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB V
PASIEN SAFETY DAN KESELAMATAN KERJA

Resiko Keselamatan Pasien Adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan /
pelayanan yang didapat di puskesmas. Risiko tersebut meliputi :
a) Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah dosis obat,
salah frekuensi, salah bentuk sediaan obat, salah rute pemberian, salah teknik penyiapan.
b) Adanya polifarmasi, duplikasi obat.
c) Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis)
d) Pemberian obat expire date , atau obat rusak

A. Keamanan Pengelolaan Obat LASA (Look Alike, Sound-Alike)


a. Unit Farmasi membuat daftar obat-obatan LASA yang dipakai. Daftar obat-obatan
LASA tersebut didistribusikan ke seluruh unit pelayanan pasien.
b. Penyimpanan obat-obatan LASA harus terpisah satu dengan yang lain dan tidak
bersisian.
c. Pada tempat penyimpanan obat-obatan LASA diberi label dengan warna mencolok
(dasar kuning).
d. Dokter menulis instruksi atau resep obat-obatan LASA menggunakan huruf kapital.
e. Petugas farmasi melakukan pengecekan berkala penyimpanan obat-obatan LASA di
luar Farmasi.
B. Keamanan Pengelolaan Obat-obatan tidak habis sekali pakai (multidose)
a. Bila mungkin, upayakan menggunakan ampul/vial single dose untuk obat-obatan
atau pelarut obat-obatan.
b. Jangan mencampur atau menyimpan sisa dari vial obat sekali pakai untuk
pemakaian selanjutnya, karena vial obat sekali pakai (single dose) tidak
mengandung preservative anti bakteri.
c. Bila vial multidose digunakan:
a) Disimpan di lemari pendingin bila direkomendasikan oleh produsen obat
b) Diberi label yang minimal berisi tanggal obat dibuka dan tanggal obat
kadaluarsa, nama obat dan kekuatan sediaan (bila nama obat tertutup oleh
label).
c) Obat dapat digunakan sampai dengan 30 hari sejak dibuka atau sesuai
rekomendasi produsen mengenai batas waktu ketahanan obat setelah dibuka.
d) Buang vial multidose bila telah terkontaminasi atau kesterilan tidak
terjamin.
e) Desinfeksi diafragma karet penutup vial multidose dengan alkohol 70% dan
biarkan kering sebelum menusukkan jarum steril.

24 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
f) Gunakan alat steril untuk mengambil obat dari vial multidose, hindari
pemakaian jarum dan syringe yang telah dipakai pasien. Hindari menyentuh/
mengkontaminasi alat steril sebelum penusukan.
g) Untuk obat ampul yang digunakan multidose, sisa obat dan pengencernya
disimpan dalam syringe, diberi label yang bertuliskan nama obat dan
kekuatan sediaannya, dan boleh disimpan maksimal 24 jam kecuali
dinyatakan lain oleh produsennya.
C. Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
Medication error adalah setiap kejadian terkait pengobatan yang dapat dicegah, yang
membahayakan atau berpotensi membahayakan pasien dan terjadi ketika pasien dalam
proses pengobatan oleh petugas kesehatan.
Yang termasuk Medication error antara lain:
1. Salah pasien
2. Salah obat
3. Salah dosis (termasuk “missing dose” yaitu obat yang seharusnya masih diberikan
tetapi tidak, atau sebaliknya obat yang seharusnya sudah dihentikan tapi masih tetap
diberikan)
4. Salah waktu pemberian
5. Salah rute/cara pemberian
6. Efek samping obat
Pelaporan dan analisa kejadian medication error dilaporkan ke petugas pengelola
obat untuk dilakukan pengkajian, perbaikan dan dilaporkan kepada komite/ departemen/
unit lainnya yang terkait untuk disosialisasikan.
D. Keselamatan kerja
Melakukan cuci tangan setiap kali akan melakukan pelayanan dan setelah pelayanan.
Setiap selesai memberikan obat kepada pasien yang beresiko penularan penyakit selalu
melakukan cuci tangan atau penggunaan hands rub.

25 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB VI
PENGELOLAAN OBAT EMERGENSI

1. Prinsip pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:


a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan.
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain.
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
d. Dikontrol secara berkala apakah ada yang rusak atau kadaluwarsa
b) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

2. Seleksi dan Perecanaan


Perencanaan obat emergency di ruangan berdasarkan koordinasi dengan ruangan terkait.
Jumlah dan jenis obat emrgency ditetapkan sesuai dengan standar. Daftar obat emergency
terlampir.

3. Pengadaan
Pengadaan obat emergency di ruangan dengan cara penggantian segera obat melalui
peresepan emergency yang diberikan petugas ruangan kepada Instalasi Farmasi. Setelah
Instalasi Farmasi menerima resep obat emergency maka akan dilakukan prioritas
pelayanan. Petugas farmasi segera mengganti obat emergency dan mengunci kembali
troli/kit emergency yang sudah terisi sesuai dengan daftar standar yang terdapat di setiap
troli.

4. Penyimpanan
a. Penyimpanan Obat di ruang perawatan sesuai dengan stabilitas sediaan dilengkapi
termometer dan cheklist monitoring suhu (kulkas & ruangan).
b. Obat emergency ditempatkan pada troli/kit emergency dengan menggunakan kunci
disposible, dilengkapi gunting dengan akses yang mudah dijangkau.
c. Setiap troli/kit emergency dilengkapi dengan daftar obat emergency yang telah
ditetapkan.
5. Pendistribusian
Obat emergency disimpan pada kit emergency di UGD, Poli Umum, Poli Gigi,
Poli KIA, Bersalin, dan UGD Jiwa.
6. Pencatatan dan pengendalian
a. Setiap pemakaian obat emergency dicatat pada form pemakaian obat yang terdapat
di dalam kit emergency sesuai dengan prosedur.
b. Layanan Farmasi mengontrol kesesuaian dengan daftar dan kedaluwarsa obat
emergency secara berkala serta memastikan bahwa Obat disimpan secara benar.

26 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
c. Monitoring obat emergency dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atas supervisi
Apoteker di ruangan.
7. Penghapusan
Obat emergency yang 4 bulan sebelum kedaluwarsa harus ditarik oleh Layanan
Farmasi dan dimasukkan ke dalam wadah obat ED yang selanjutnya dilakukan proses
penghapusan bersama dengan obat golongan lainnya sesuai dengan prosedur
penghapusan perbekalan farmasi yang kedaluwarsa.

27 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB VII
KEBIJAKAN TERTENTU DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN

A. KEBIJAKAN MENGENAI OBAT YANG MENDEKATI KADALUARSA.


Langkah-langkah yang dilakukan terhadap obat-obat yang mendekati kadaluarsa:
1. Petugas pengelola obat membuat list obat-obat yang akan kadaluarsa maksimal
4 bulan sebelum kadaluarsa (3 kali setahun).
2. Petugas pengelola obat menginformasikan list tersebut dan meminta kepada
dokter/petugas pelayanan medis untuk dapat membantu memakai obat-obat
tersebut.
3. List tersebut juga dilaporkan ke kepala puskesmas.
4. Pengelola obat melaporkan list tersebut ke PP untuk ditindaklanjuti kepada
distributor masing-masing obat sesuai dengan kebijakan distributor tersebut dalam
menerima retur obat-obat mendekati kadaluarsa.
5. Apabila telah disepakati maka obat-obat mendekati kadaluarsa akan diretur ke
distributor obat tersebut dan akan diberikan pengganti obat yang masa
kadaluarsanya lebih panjang.

B. KEBIJAKAN TENTANG OBAT YANG DIBAWA PASIEN


Obat yang dibawa pasien adalah obat pribadi pasien yang dibawa sendiri dari luar
Puskesmas Mlandingan, baik dari pengobatan sebelum masuk Puskesmas Mlandinagan
pasien membeli sendiri dari luar Puskesmas Mlandingan dengan resep yang bukan
Puskesmas Mlandinagan saat pasien menjalani rawat inap di Puskesmas Mlandinagan.
Dokter penanggung jawab akan mengkaji ulang obat-obat tersebut, jika memang
diperlukan dan dapat dipergunakan sesuai dengan indikasi dan penyakitnya, maka dokter
jaga penanggung jawab mencatat obat-obat tersebut di form pemberian obat dengan
catatan kondisi obat-obatan tersebut masih baik dan layak dipergunakan (mendapatkan
konfirmasi dari apoteker). Untuk pemberiannya sesuai instruksi dokter jaga penanggung
jawab, obat akan diberikan oleh perawat ruangan.

28 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah


terjadinya masalah terkait obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan
pengobatan/medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient
safety).
1. Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan
dana, dan Standar Prosedur Operasional.
b. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama.
c. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat
pendidikan masyarakat. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan
program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
2. Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu sesuai standar.
b. Pelaksanaan, yaitu:
i. monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan
antara capaian dengan rencana kerja); dan
ii. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
i. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
ii. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung terhadap


pelayanan kefarmasian untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai dengan yang
direncanakan dan evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu
sendiri.Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat kepada pasien
sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas selanjutnya. Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam
pelayanan kefarmasian di Puskesmas, antara lain :
a. Sumber daya manusia (SDM).
b. Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan, pengadaan, penerimaan
dan distribusi).

29 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
c. Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep, penyiapan
sediaan,
d. Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen)\

Untuk mengukur kinerja pelayanan kefarmasian tersebut harus ada indikator yang digunakan.
Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas antara lain :
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket melalui kotak saran
atau wawancara langsung.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).
3. Prosedur tetap (SOP) Pelayanan Kefarmasian : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai
standar yang telah ditetapkan.

Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui metode
berdasarkan waktu, cara, dan teknik pengambilan data.
1. Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
a. Retrospektif: pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh: survei kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
b. Prospektif: pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan
kesehatan di Puskesmas.
2. Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
a. Langsung (data primer): data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh
pengambil data.
Contoh: survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan kefarmasian.
b. Tidak Langsung (data sekunder): data diperoleh dari sumber informasi yang tidak
langsung.
Contoh: catatan penggunaan Obat, rekapitulasi data pengeluaran Obat.
3. Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi menjadi:
a. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Contoh: survei kepuasan
pelanggan.
b. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list
atau perekaman. Contoh: pengamatan konseling pasien

30 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran
kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan
dengan standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh
karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan
pelayanan kefarmasian secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit, yaitu:
1) Audit Klinis
Audit Klinis yaitu analisis kritis sistematis terhadap pelayanan kefarmasian, meliputi
prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumber daya, hasil yang didapat
dan kualitas hidup pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis bukti.
2) Audit Profesional
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian oleh seluruh tenaga
kefarmasian terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan sumber daya
dan hasil yang diperoleh. Contoh: audit pelaksanaan sistem manajemen mutu.

b. Review (pengkajian)
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelaksanaan pelayanan
kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh: kajian penggunaan antibiotik.

31 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I
BAB IX
PENUTUP

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan


kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Konsep kesatuan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi
pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas yang
merupakan unit pelaksana kesehatan tingkat pertama (primary health care). Pelayanan
kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat pokok (basic health services)
yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat termasuk didalamnya pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.
Dengan bergesernya paradigma kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat menjadi pelayanan yang komprehensif, maka diharapkan dengan
ditetapkan nya buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas sebagai acuan
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian akan terjadi peningkatan mutu pelayanan
kefarmasian di Puskesmas kepada masyarakat. Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ini diperlukan komitmen dan kerja sama semua
pemangku kepentingan terkait. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat
yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan pasien atau
masyarakat.
Pedoman ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan serta koreksi sangat kami
harapkan untuk perbaikan pedoman pelayanan kefarmasian di puskesmas benjeng pada
masa yang akan datang.

32 | P E D O M A N L A Y A N A N F A R M A S I

Anda mungkin juga menyukai