Analisis Batu Bata
Analisis Batu Bata
SKRIPSI
OLEH:
SKRIPSI
OLEH:
Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing
1. Tahun 1996 masuk Sekolah Dasar di SD ST. Thomas 6 Medan dan tamat
tahun 2002.
3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menegah Atas di SMA Katolik Tri Sakti
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. AT. Hutajulu, MS sebagai ketua komisi
pembimbing dan Bapak Ir. M. Jufri, MSi sebagai anggota komisi pembimbing
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan skripsi ini.
Dengan penuh sukacita dan rasa sayang penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada Ayah dan Ibu penulis yang tercinta serta saudara-saudara yang telah
memberikan dukungan baik bantuan materil dan juga motivasi sehingga skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu penulis mengharapkan saran dan juga kritik yang membangun yang dapat
meningkatkan mutu dari tulisan ini. Akhir kata penulis berharap kiranya tulisan
Penulis
ABSTRAK ......................................................................................................... i
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Identifikasi Masalah ................................................................................ 6
Tujuan Penelitian..................................................................................... 6
Kegunaan Penelitian ................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3. Kilang Batu Bata Per Desa di Kecamatan Pagar Merbau 2010 ............... 18
9. Volume dan Biaya Bahan Baku Industri Batu Bata dalam Satu Bulan
di Daerah Penelitian.................................................................................. 33
10. Biaya Penunjang Industri Batu Bata dalam Satu Bulan di Daerah
Penelitian .................................................................................................. 34
12. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja Industri Batu Bata di Daerah Penelitian . 36
13. Total Biaya Penyusutan Alat Industri Batu Bata di Daerah Penelitian .... 38
15. Total Biaya Produksi Industri Batu Bata dalam Satu Bulan di Daerah
Penelitian ................................................................................................. 40
17. Rata-Rata R/C Ratio Industri Batu Bata dalam Satu Bulan di Daerah
Penelitian .................................................................................................. 42
Lampiran Judul
Latar Belakang
semakin tinggi harapan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik untuk
upaya yang dilakukan oleh negara untuk meningkatkan manfaat yang diperoleh
penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan dan dari jumlah tersebut lebih
dari 54% menggantungkan hidup mereka dari sektor pertanian dengan tingkat
pendapatan yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan mereka yang tinggal
di perkotaan. Lahan sawah yang subur sebagai sumber daya lahan utama produksi
beras semakin berkurang. Hal ini diakibatkan adanya pergeseran fungsi lahan
sebagaimana dikutip oleh Purwanto (2003). Pertama, pada masa itu negara-negara
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi daripada sektor primer sehingga dapat
tenaga kerja dan sumber pendapatan petani. Pentingnya lahan pertanian bagi
penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani serta kondisi menurunnya lahan
tangga petani dan semakin terbatasnya kesempatan kerja dan pendapatan rumah
tangga petani di pedesaan. Langkah yang tepat untuk mengatasinya adalah dengan
pengembangan industri kecil atau industri rumah tangga yang ada di pedesaan
(Mubyarto, 2001).
2. Kompetensi kewirausahaan
daerah yang dulunya tidak mengenal industri sebagai lapangan pekerjaan atau
dengan segala akibat positif dan negatifnya, yang kemudian akan membawa
terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh yang meliputi aspek
kegiatan mengubah barang dasar atau barang setengah jadi atau dari barang yang
kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Peran industri kecil
mekanisme di bidang usaha tani, keadaan ini akan menjadi suatu alternatif untuk
memilih industri kecil atau industri rumah tangga. Pilihan tersebut sesuai dengan
kenyataan yang ada bahwa industri kecil tidak membutuhkan pendidikan dan
keterampilan tinggi serta modal yang dibutuhkan relatif kecil (Basril, 2002).
keperluan penduduk setempat dan daerah sekitarnya secara lebih efisien dan lebih
Salah satu industri kecil yang banyak diusahakan adalah industri batu bata
dan yang ada di Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat
Desa yang banyak mengusahakan batu bata adalah Desa Tanjung Mulia dan desa
Adapun teknik pengolahan batu bata di Desa Tanjung Mulia yaitu melalui
digunakan adalah tanah liat alluvial yaitu tanah yang di endapankan oleh air
sungai dan tanah inilah yang dijadikan bahan baku dengan di aduk-aduk
menggunakan kaki atau tangan, yang terlebih dulu dicampur air sampai adonan
tanah liat siap untuk dicetak sesuai ukuran. Batu-bata yang sudah dicetak,
untuk pembakaran membutuhkan waktu sekitar satu minggu guna mencapai hasil
pria dan wanita. Wanita banyak berperan dalam pengolahan batu bata termasuk
kesuburan sawah-sawah pada tempat pembuatan batu bata sangat rendah. Ini
berarti pembuatan batu bata atau barang lain yang terbuat dari tanah liat akan
merugikan pertanian, karena pada umumnya para pengusaha industri batu bata
dalam mencari dan menggunakan bahan baku tidak atau kurang memperhatikan
kerugian yang timbul sebagai akibat cara pengambilan bahan baku yang tidak
teratur. Misalnya kerugian bagi usaha pertanian apabila dalam pengambilan tanah
liat tersebut terambil pula lapisan tanah yang mengandung zat-zat penyubur
tanaman (humus).
Identifikasi Masalah
3. Apakah usaha industri batu bata di daerah penelitian layak atau tidak layak
Tujuan Penelitian
3. Menganalisis usaha industri batu bata layak atau tidak layak diusahakan di
daerah penelitian.
Tinjauan Pustaka
Sebagian besar para petani yang tinggal di daerah pedesaan nyatanya tidak
keluarga untuk melakukan pekerjaan lain dalam rumah tangga yang dapat
antara lain adalah kecilnya modal, produktivitas tenaga kerja rendah, kemampuan
peranan industri kecil masih rendah dalam kemampuannya menyerap tenaga kerja
(Syahruddin, 1988).
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
sampai 99 orang. Ciri Industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
4. Industri Besar adalah industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
uji kemampuan dan kelayakan (fit and proper test). Misalnya: industri
tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang
(Siahaan, 1996).
Industri Kecil adalah industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar lima
sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil,
tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara.
Industri batu bata termasuk golongan industri kecil, yang dimaksud dengan
pembantu berupa air dan pasir serta serbuk gergaji melalui proses pencampuran,
sumberdaya alam, dimana lokasinya berada dekat sumber bahan baku. Batu bata
atau bata merah dibuat dengan bahan dasar lempung atau secara umum dikatakan
sebagai tanah liat yang merupakan hasil pelapukan dari batuan keras (beku) dan
Tanah liat terdiri dalam beberapa jenis berdasarkan tempat dan jarak
1. Tanah liat residual yaitu tanah liat yang terdapat pada tempat dimana tanah
2. Tanah illuvial yaitu tanah liat yang telah terangkat dan mengendap pada
3. Tanah liat alluvial atau limpah sungai yaitu tanah liat yang diendapkan
4. Tanah liat formasi adalah tanah liat yang terjadi dari endapan yang berada
di laut.
5. Tanah liat rawa adalah tanah liat yang diendapkan di rawa-rawa dan
berwarna hitam.
6. Tanah liat danau adalah tanah liat yang diendapkan di danau air tawar
(Muray, 2011).
tanah liat akan merugikan pertanian, karena pada umumnya para pengusaha
industri batu bata dalam mencari dan menggunakan bahan baku tidak atau kurang
baku yang tidak teratur. Misalnya kerugian bagi usaha pertanian apabila dalam
pengambilan tanah liat tersebut terambil pula lapisan tanah yang mengandung zat-
Landasan Teori
usaha tani. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Modal sangat diperlukan dalam usahatani, karena petani dapat
(Soekartawi, 1995).
1. Gross dan Net Income. Gross Income adalah pendapatan usahatani yang
kegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari
dan besarnya modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar mencerminkan
Produksi yaitu suatu hasil yang diperoleh dalam satu lokasi dan waktu
tertentu. Dalam hal ini, untuk menentukan satuan produksi yaitu dengan satuan
berat. Keluaran (output) yang diperoleh dari pengelolaan input produksi atau
sarana produksi dari suatu usaha tani adalah hasil produksi. Produksi mencakup
modal, sumber tenaga kerja, fungsi tanah dan manajemen. hal tersebut sangat
penting untuk diperlukan dalam proses produksi atau usaha tani (Daniel, 2002).
�������
�/������ =
����
����������
=
����� ����� ��������
Dimana usaha dikatakan layak apabila R/C ratio lebih besar dari satu
(Soekartawi, 1995).
����� �����
��� �������� =
����� ����
����� �����
��� ����� =
����� ��������
Kerangka Pemikiran
Usaha industri batu bata dilakukan oleh penduduk dan pengolahan batu bata
ini dilakukan oleh pria dan wanita. Hampir semua penduduk Desa Tanjung Mulia
mengusahakan industri batu bata untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga
untuk keluarga.
bahan penunjang, tenaga kerja, penyusutan alat, dan sewa lahan). Bahan baku
yang digunakan adalah tanah liat dan tanah merah. Kemudian bahan penunjang
Biaya-biaya tersebut antara lain biaya bahan baku, biaya penunjang, biaya tenga
kerja, biaya perbaikan alat, dan sewa lahan.Tujuan dalam pembuatan batu bata ini
jual maka semakin tinggi pula penerimaannya. Termasuk juga pendapatan bersih
perhitungan R/C ratio. Kriteria yang digunakan yaitu dikatakan layak apabila
(R/C > 1) atau tidak layak (R/C < 1). Adapun skema kerangka pemikiran dari
Input Produksi:
-Bahan Baku
-Bahan Penunjang
Proses Pengolahan Output
-Tenaga Kerja
Batu Bata (Batu Bata)
-Penyusutan Alat
-Sewa Lahan
1.Pengolahan dan
Pencetakan Harga
2.Penjemuran Jual
3.Pengangkutan
ketempat pembakaran
4. Pembakaran
5.Pengangkutan kedalam Penerimaan
Biaya Produksi truk
Analisis Kelayakan
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan
daerah ini adalah karena di Kecamatan Pagar Merbau memiliki potensi yang besar
dalam industri batu bata. Hal ini dapat dilihat bahwa di Kecamatan Pagar Merbau
terdapat jumlah kilang batu bata terbesar dibandingkan dengan Kecamatan lain,
Tabel 2. Jumlah Kilang Batu Bata per Kecamatan Kabupaten Deli Serdang
2010
Kecamatan Pagar Merbau sebanyak 1751 kilang batu bata. Kecamatan Pagar
Merbau memiliki jumlah kilang yang terbanyak dari Kecamatan yang lainnya.
Kecamatan Pagar Merbau terdiri dari beberapa desa, dimana setiap desa
memiliki industri batu bata, dan di Desa Tanjung Mulia terdapat kilang batu bata
yang terbanyak jumlahnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Dari tabel 3 di atas dapat di lihat bahwa Desa Tanjung Mulia memiliki
jumlah kilang batu bata terbanyak di Kecamatan Pagar Merbau, sehingga daerah
Populasi dalam penelitian ini adalah pengrajin industri batu bata dan
pengrajin dalam industri batu bata di Desa Tanjung Mulia, Kecamatan Pagar
minimal 30 sampel.
Dalam penelitian data dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder.
Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan
sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Sedangkan data sekunder yaitu data
pelengkap yang bersumber dari berbagai instansi yaitu Badan Pusat Statistik Deli
Pd = TR - TC
Keterangan :
Pd = pendapatan
Kemudian besar pendapatan dari Industri batu bata dibandingkan dengan UMP
Cost Ratio). R/C (Return Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah)
����������
R/C ratio =
����� ����� ��������
Dengan criteria :
����� �����
��� �������� =
����� ����
����� �����
��� ����� =
����� ��������
Defenisi
2. Industri batu bata yaitu suatu proses produksi yang di dalamnya terdapat
perubahan bentuk dari benda yang berupa tanah liat menjadi bentuk lain
4. Produksi usaha industri batu bata adalah hasil produksi yang diperoleh dalam
5. Harga jual adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen kepada
6. Penerimaan adalah jumlah produksi batu bata dikali dengan harga jual yang
7. Pendapatan usaha industri batu bata adalah selisih antara total penerimaan
Batasan Operasional
merupakan sentra industri batu bata yang jumlahnya paling banyak. Industri batu
bata di Desa Tanjung Mulia sudah ada sejak dulu dimana masyarakat
menggantungkan hidupnya pada industri batu bata tersebut. Hal ini diakibatkan
Desa Tanjung Mulia. Apabila musim hujan maka produksi batu bata akan
menurun karena jika hujan turun, aktifitas industri akan berhenti. Keuntungan
yang didapatkan pekerja industri batu bata sampai saat ini masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan setiap hari, walaupun harga dari batu bata naik turun dalam
waktu singkat.
Desa Tanjung Mulia memiliki luas wilayah ±198 Ha yang terbagi dari luas
perkebunan 16 Ha.
Penduduk Desa Tanjung Mulia berjumlah 5.875 orang yang terdiri dari 2843
Kelompok umur penduduk dapat dilihat secara terperinci pada tabel berikut.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Tanjung Mulia yang
tergolong usia diatas 15 tahun ke atas adalah sebesar 4281 jiwa (72,87%)
sedangkan yang usia dibawah 15 tahun adalah 1594 jiwa (27,13%). Artinya
penduduk usia kerja (>15 tahun) cukup banyak tersedia di daerah penelitian.
sementara urutan ketiga adalah pengrajin batu bata 13,13% dan selebihnya
Tersedianya sarana dan prasarana yang ada dalam masyarakat desa sangat
mempengaruhi perkembangan desa dan juga masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat
melalui kondisi social dan ekonomi masyarakat yang akan meningkat jika sarana
dan prasarana cukup tersedia. Keadaan sarana dan prasarana tersebut dapat dilihat
Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana seperti
kebutuhan penduduk desa. Untuk sarana angkutan seperti bus umum samapai
becak motor sudah memadai di desa ini. Artinya, fasilitas sarana dan prasarana di
Mulia sebagai pengrajin industri batu bata. Karakteristik sampel meliputi umur,
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa umur rata-rata pengrajin industri batu bata
secara keseluruhan adalah 39,83 tahun dengan range 24-59 tahun dengan
demikian usia pengrajin masih dalam usia produktif sehingga dari segi fisik masih
tahun dengan range 6-12 tahun artinya masih setaraf dengan tingkat pendidikan
SMP. Dengan demikian, usaha industri batu bata tidak memerlukan tingkat
dengan range adalah 1-6 tahun, artinya industri batu bata di daerah penelitian
4,33 dengan range yaitu 1-7 jiwa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah
Proses pembuatan batu bata di desa Tanjung Mulia tidak lagi menggunakan
pencetakan manual tetapi sudah semakin efektif dan efisien, karena pada
umumnya pemilik industri batu bata menggunakan mesin untuk mengolah dan
mencetak batu bata. Jumlah produksinya pun semakin besar dibandingkan dengan
batu bata :
Tanah liat dan tanah merah merupakan bahan baku pembuatan batu bata.
Tanah ini diperoleh dari luar daerah contohnya dari Perbaungan. Tanah ini diantar
Sampai saat ini pengrajin tidak pernah mengalami kesulitan dalam penyediaan
Sebelum dilakukan pencetakan, tanah liat dan tanah merah sebagai bahan
baku dicampur dengan air menggunakan cangkul. Proses ini dilakukan agar tanah
liat dan tanah merah dapat tercampur dengan merata. Pengolahan ini biasanya
Setelah campuran tanah liat dan tanah merah merata, maka tanah tersebut
dibiarkan selama satu hari dan ditutup dengan plastik berukuran besar sampai
menutupi seluruh tanah tersebut dengan tujuan agar tanah dapat menyatu dengan
baik.
Tanah yang telah diolah dan di diamkan selama satu hari, kemudian
pengolahan, maka tanah tersebut akan masuk ke tempat pencetakan. Tanah yang
Tanah IV : Penjemuran
Batu bata yang sudah dicetak, dibawa ketempat penjemuran oleh pekerja, dan
disusun secara teratur agar batu bata cepat mengering. Batu bata ini di jemur
Pada saat batu bata yang telah dijemur sudah mengering, maka batu bata
tersebut di bawa ketempat pembakaran. Batu bata ini disusun secara rapi agar
solar sebagai bahan bakarnya. Pembakaran ini berlangsung selama 3 hari yang
dilakukan secara terus menerus. Setelah pembakaran selesai, batu bata tersebut
kedalam truk untuk dipasarkan. Truk yang menjemput batu bata bukanlah milik
pengrajin, melainkan pembeli yang datang dari luar desa Tanjung Mulia untuk
Kabupaten Deli Serdang dan daerah sekitarnya. Harga batu bata dijual kepada
per buah.
Untuk melihat apakah tata pengolahan batu bata di daerah penelitian intensif
atau tidak, maka tata pengolahan di Desa Tanjung Mulia dibandingkan dengan
tata pengolahan batu bata menurut Suwardono (2002) dapat dilihat pada tabel 8
berikut:
Keadaan di Daerah
No. Uraian Anjuran Keterangan
Penelitian
1. Pengolahan dan Bahan baku Bahan baku tanah liat Lebih baik
Pencetakan adalah tanah dan tanah merah dan cepat
liat dan abu sisa diolah dengan mesin
menurut anjuran Suwardono. Dengan demikian bahwa tata pengolahan batu bata
Bahan baku untuk industri pengolahan batu bata adalah tanah liat dan tanah
merah dengan perbandingan 2:1. Harga tanah liat yaitu antara Rp 400.000-Rp
Dum Truk. Volume dan biaya bahan baku yang dibutuhkan dalam industri batu
Tabel 9. Volume dan Biaya Rata-Rata Bahan Baku Industri Batu Bata dalam
Satu Bulan di Desa Tanjung Mulia Tahun 2013
Dari tabel 9 dapat dikemukakan bahwa volume tanah liat dan tanah merah
setiap kali pembakaran adalah 3,6 dum truk tanah liat dan 1,87 dum truk tanah
merah dengan biaya bahan baku seluruhnya setiap kali pembakaran sebesar
Rp 2.262.000.
dalam satu bulan sehingga kebutuhan tanah liat adalah 10,8 dum truk/bulan dan
tanah merah 5,6 dum truk/bulan. Maka biaya bahan baku seluruhnya adalah
b. Bahan Penunjang
Bahan penunjang industri batu bata terdiri dari kayu bakar dan bahan bakar
4.500/liter. Besarnya biaya penunjang tersebut dapat dilihat pada tabel 10 berikut.
Tabel 10. Biaya Rata-Rata Penunjang Industri Batu Bata dalam Satu Bulan
di Desa Tanjung Mulia Tahun 2013
Rata-Rata
No. Uraian
Per Bakaran Per Bulan
Dari tabel 10 diatas dapat dikemukakan bahwa biaya rata-rata kayu bakar
per bakaran yaitu Rp 1.265.000/truk, sedangkan pada biaya bahan bakar minyak
Proses pembakaran yang terjadi dalam satu bulan yaitu sebanyak 3 kali
pembakaran. Sehingga, biaya rata-rata kayu bakar dalam satu bulan adalah
sebesar Rp 3.715.000/truk dan biaya rata-rata bahan bakar minyak (solar) dalam
Tenaga kerja yang digunakan dalam industri batu bata berasal dari tenaga
kerja luar keluarga. Setiap industri memiliki tenaga kerja berkisar antar 11-15
dalam truk konsumen dilakukan dengan sistem borongan yaitu biaya tenaga kerja
setiap pekerjaan pembuatan batu bata dibayar sesuai jumlah batu bata yang
dihasilkan dikalikan dengan upah tenaga kerja per batu bata. Tenaga kerja industri
batu bata di Desa Tanjung Mulia, memiliki jam kerja ± 6 jam dengan waktu
istirahat sebanyak 2 kali. Tetapi, banyak pekerja hanya istirahat sekali agar dapat
memenuhi target jumlah batu bata yang di sesuaikan dengan harga per batu bata.
Tabel 11. Upah Tenaga Kerja Menurut Kegiatan (Rp/Batu Bata) di Daerah
Penelitian
2. Pengeringan Rp 35 - Rp 45
4. Pembakaran Rp 10 - Rp 15
5. Pengangkutan ke Truk Rp 5 - Rp 10
pencetakan berkisar Rp 38- Rp 45 per batu bata dalam satu kali pembakaran.
Sedangkan untuk pengeringan berkisar antara Rp 35- Rp 45 per batu bata dalam
pekerja di bagian pembakaran ini dihitung setiap hari sampai proses pembakaran
selesai. Biasanya pekerja pada proses pembakaran 1-2 orang secara bergantian
dan setiap saat proses pembakaran harus diperhatikan agar kematangan merata.
Pada proses pengangkutan ke dalam truk, upah tenaga kerja sebesar Rp 5 - Rp10
Adapun biaya dan curahan tenaga kerja dalam industri batu bata dapat dilihat
Tabel 12. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja Industri Batu Bata di Daerah
Penelitian
Biaya Rata-Rata
No Uraian
Per Bakaran Per Bulan
1. Pengolahan dan Pencetakan 1.150.566,7 3.451.700
batu bata
2. Pengeringan 105.776,67 3.173.300
per bakaran pada tahap pengolahan dan pencetakan batu bata adalah
pengangkutan akhir, jumlah biaya per bakaran adalah sebesar Rp 149.000. Jumlah
keseluruhan rata-rata biaya tenaga kerja industri batu bata per bakaran adalah
sebesar Rp 3.121.600.
Biaya tenaga kerja industri batu bata dalam satu bulan pada tahap
pengolahan batu bata adalah sebesar Rp 3.451.700. Sedangkan biaya tenaga kerja
dalam satu bulan pada tahap pengeringan adalah Rp 3.173.300. Pada tahap
pengangkutan ke tempat pembakaran biaya tenaga kerja dalam satu bulan adalah
Rp 1.541.100. Biaya tenaga kerja pada tahap pembakaran dalam satu bulan adalah
satu bulan adalah sebesar Rp 447.000. Dengan demikian, total biaya tenaga kerja
Peralatan yang digunakan dalam industri batu bata di desa Tanjung Mulia
yaitu tungku pembakaran, cangkul, dan beko. Setiap peralatan yang digunakan
dalam industri batu bata memiliki umur ekonomis. Umur ekonomis dari peralatan
yang digunakan oleh pemilik industri batu bata ini terhitung berapa lama
pemakaian alat-alat tersebut hingga saat ini. Hal ini yang menyebabkan
tabel 13 berikut :
Tabel 13. Total Biaya Penyusutan Alat Industri Batu Bata di Daerah
Penelitian
No Nama Alat Per Bulan Per Bakaran
pembakaran dalam satu bulan adalah sebesar Rp 11.708.333,33 dengan biaya per
adalah sebesar Rp 142.500,06 per bulan dan biaya per bakaran adalah Rp 4.750,002.
Rp 15.545.833,33 dan biaya per bakaran yaitu Rp 518.194,44. Biaya beko adalah
sebesar Rp 1.946.041,667 per bulan dan biaya per bakaran adalah sebesar
Rp 64.868,05. Sehingga total biaya penyusutan dalam satu bulan adalah sebesar
Industri batu bata di Desa Tanjung Mulia sebagian memiliki lahan industri
sendiri dan sebagian menyewa lahan tempat industri batu bata mereka. Biaya
sewa tersebut sebesar Rp10 /batu bata dalam satu kali pembakaran. Biaya sewa
yang dibutuhkan dalam industri batu bata dapat dilihat pada tabel 14 berikut:
Dari tabel 14 di atas, dapat dilihat bahwa biaya sewa industri batu bata per
Total biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya penunjang, biaya
tenaga kerja, biaya penyusutan alat, dan biaya sewa. Secara terperinci, total biaya
Dari tabel 15 diatas dapat dikemukakan bahwa biaya rata-rata bahan baku
4,61%. Biaya sewa yaitu sebesar Rp 343.000 dengan persentase 1,62%. Dengan
baku dan biaya penunjang, selanjutnya urutan yang kedua adalah biaya tenaga
kerja.
biaya produksi dalam penelitian ini adalah bahan baku (tanah liat dan tanah
merah), bahan penunjang (kayu bakar dan bahan bakar minyak solar), tenaga
kerja, penyusutan alat, dan sewa lahan. Penerimaan adalah jumlah batu bata dikali
Tabel 16. Total Pendapatan Industri Batu Bata dalam Satu Bulan di Desa
Tanjung Mulia Tahun 2013
bulan. Bila dibandingkan dengan UMP (Upah Minimum Provinsi) Sumatera Utara
yaitu sebesar Rp1.305.000, maka pendapatan bersih yang diterima pengrajin batu
bata cukup besar, artinya > 3 kali UMP (Upah Minimum Provinsi)
Sumatera Utara. Maka hipotesis 3 yang mengatakan pendapatan industri batu bata
Untuk melihat apakah suatu usaha layak atau tidak layak maka kelayakan
usaha industri batu bata dapat diukur dengan menggunakan analisis R/C Ratio
Tabel 17. Rata-Rata R/C Ratio Industri Batu Bata dalam Satu Bulan di Desa
Tanjung Mulia Tahun 2013
Dari tabel 17 didapat R/C Ratio adalah 1,18 . Ini berarti penerimaan lebih
besar dari pada biaya produksi. Semua sampel pemilik industri batu bata di daerah
penelitian memiliki nilai R/C Ratio diatas 1,0. Dengan demikian usaha industri
(BEP) yaitu harga ditentukan berdasarkan titik impas (pulang pokok). Besarnya
BEP produksi dan BEP harga dapat dilihat pada tabel 18 berikut :
Tabel 18. Rata-Rata BEP Produksi dan BEP Harga Industri Batu Bata di
Daerah Penelitian
BEP produksi dan harga jual batu bata juga berada diatas BEP harga. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa produksi dan harga jual dilapangan sudah
berada diatas BEP produksi dan BEP harga dan usaha industri batu bata ini layak
Dengan memperhatikan nilai R/C ratio (>1) dan jumlah produksi BEP
produksi dan harga jual diatas BEP Harga, maka hipotesis 3 yang mengatakan
Kesimpulan
ke dalam truk yang sudah siap untuk dipasarkan. Dengan demikian teknik
3. Industri batu bata layak untuk diusahakan di daerah penelitian. Hal ini dapat
dilihat dari nilai R/C Ratio > 1. Jumlah produksi batu bata berada diatas BEP
produksi dan harga jual batu bata juga berada diatas BEP harga.
Saran
1. Kepada Pemerintah
daerah mereka, agar pengrajin tidak mengalami kesulitan dalam penyaluran batu
efektif dan efisien, sehingga tenaga kerja yang diperlukan tidak banyak dan
Sebaiknya peneliti lain meneliti tentang pemasaran batu bata di daerah lain.
Afrizal, M., 2003. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Pola
Tanam yang Dilakukan Petani pada Lahan Sawah. Skripsi. Fakultas
Pertanian USU, Medan.
Jumlah 373 103551000 240 95199000 264 46233000 120 22551000 180 13410000 1177.2 280944000
Rata-
12.4 3451700 8 3173300 8.8 1541100 4 751700 6 447000 39.24 9364800
Rata