Anda di halaman 1dari 14

ALTERNATIVE COMPUTING DALAM KASUS PENCURIAN DATA

CARDING DI INDONESIA

Oleh :

Kelompok 2
Joy Given – 14190034
Andre Himawan – 14180148
Felicia Devarina Cahya – 14190225
Calvin Wiratama – 14180014

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS BUNDA MULIA JAKARTA

2022
Abstrak
Alternative Computing berkaitan dengan akses data, system informasi, bagaimana
masyarakat tertentu memanfaatkan ini untuk tujuan tertentu. Alternative Computing
adalah genre mempunyai tujuan untuk membuka akses dan menggunakan informasi
dan TI (teklonogi informasi). Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komputer
yang didukung dengan semakin lengkapnya infrastruktur informasi secara global,
telah mengubah pola dan cara kegiatan masyarakat dalam berbagai aspek. Bagi
perekonomian, kemajuan di bidang teknologi tersebut telah menciptakan efisiensi
yang luar biasa. Bagi perbankan, hal tersebut telah mengubah strategi dan pola
kegiatannya. Tidak dapat dibayangkan apabila perbankan yang mengelola jutaan
nasabahnya harus melakukan kegiatannya tersebut secara manual dan tanpa bantuan
komputer. Namun demikian, di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu cepat
tidak dapat dipungkiri telah menimbulkan ekses negatif, yaitu berkembangnya
kejahatan yang lebih canggih yang dikenal sebagai Cybercrime, bahkan lebih jauh lagi
adalah dimanfaatkannya kecanggihan teknologi informasi dan komputer oleh pelaku
kejahatan perbankan untuk tujuan pencurian data kartu kredit para nasabah.
Kata Kunci : Alternative Computing,CyberCrime, Bank

Abstract
Alternative Computing Related to access to data, information systems, how certain
people use it for certain purposes. Alternative Computing is a genre that aims to open
access to and use information and IT (information technology). Advances in
information and computer technology, supported by increasingly complete
information infrastructure globally, have changed the patterns and ways of community
activities in various aspects. For the economy, advances in technology have created
extraordinary efficiencies. For banking, this has changed the strategy and pattern of
activity. It is inconceivable that a bank that manages millions of customers has to carry
out these activities manually and without the help of a computer. However, on the
other hand, technological developments that are so fast cannot be denied have given
rise to negative excesses, namely the development of more sophisticated crimes known
as Cybercrime, even further the sophistication of information technology and
computers is utilized by banking criminals for the purpose of stealing card data.
customer credit.
Keywords: Alternative Computing, CyberCrime, Bank
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bank sebagai lembaga ekonomi melakukan dua kegiatan pokok, yaitu
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Sebagai tempat perputaran uang, bank memiliki kedudukan yang
rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan, baik oleh pihak bank sendiri maupun
oleh pihak luar yang memanfaatkan bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil
kejahatannya. Akan tetapi terdapat kegiatan perbankan memiliki motif tertentu
sehingga melampaui atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan semacam ini disebut kejahatan perbankan atau tindak pidana
perbankan. Tindak pidana perbankan yang dapat dilakukan dalam serangkaian
kegiatan perbankan tersebut berkaitan dengan sistem keamanan dalam menjalankan
setiap aktivitasnya. Sistem keamanan tidak hanya menyangkut sumberdaya
manusianya saja, akan tetapi juga infrastruktur yang sampai sekarang terus
berkembang, Kejahatan perbankan lahir dan tumbuh seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh manusia. Kejahatan tersebut termasuk
dalam kategori kejahatan kelas “elite”. Dikatakan “elite”, karena tidak semua orang
dapat melakukannya. Kejahatan kelas “elite” ini tidak membutuhkan tenaga fisik yang
banyak. Kemampuan pikir merupakan faktor yang penting untuk mencapai hasil yang
berlipat ganda. Semakin maju dan berkembang peradaban.
Umat manusia, akan semakin mewarnai bentuk dan corak kejahatan yang akan
muncul ke permukaan. Oleh karena itu setelah komputer merajelela di berbagai
belahan dunia, maka orangpun lalu disibukkan dan direpotkan pula dengan efek
samping yang ditimbulkannya yaitu berupa kejahatan komputer (cyber crime).
Apabila kita berbicara mengenai kejahatan berteknologi tinggi seperti kejahatan
Internet atau cybercrime, seolaholah hukum itu ketinggalan dari peristiwanya (het
recht hink achter de feiten aan). Seiring dengan berkembangnya pemanfaatan Internet,
maka mereka yang memiliki kemampuan dibidang komputer dan memiliki maksud-
maksud tertentu dapat memanfaatkan komputer dan Internet untuk melakukan
kejahatan atau “kenakalan” yang merugikan pihak lain.
TB. Ronny R. Nitibaskara menyebutkan cyber crime sebagai kejahatan yang
terjadi melalui atau pada jaringan komputer di dalam internet. Tapi pada dasarnya,
istilah cyber crime merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang berhubungan dengan
dunia maya (cyberspace) dan tindakan yang menggunakan komputer. Secara
sederhana cybercrime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan
komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya
kejahatan. Termasuk didalamnya antara lain adalah penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit (carding), confidence fraud, penipuan identitas,
pornografi anak, dan lain-lain.
Akan tetapi, kejahatan jenis ini seringkali tidak terpantau dan bahkan dalam
banyak hal aparat penegak hukum justru kalah terampil dari pelakunya, baik itu yang
berkenaan dengan objek yang menjadi sasaran kejahatan maupun masalah pembuktian
dalam proses peradilan. Contoh cybercrime dalam transaksi perbankan yang
menggunakan sarana internet sebagai basis transaksi adalah sistem layanan kartu
kredit dan layanan perbankan online (online banking).

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini di buat untuk mengetahui jenis jenis dari alternative computing salah
satunya adalah carding yang banyak terjadi di Indonesia dan bagaimana cara penangan
nya.
BAB II
KERANGKA LITERATUR

2.1 Alternative Computing


Didalam Alternative Computing terdapat beberapa istilah salah satunya
adalah Hacktivism. Hacktivism berawal dari kata “Hack” yang berarti bajak.
Hacktivism merupakan istilah yang merujuk berbagai proyek/gerakan yang
menggunakan teknologi komputer sebagai bentuk protes dan penolakan
terhadap kekuatan politik dan budaya. Hacker adalah istilah untuk menyebut
orang yang melakukan aktivitas membajak didunia teknologi.
Awalnya kata Hacker bukan sosok yang melakukan tindakan kejahatan
menggunakan computer justru mereka merupakan sosok – sosok yang
membantu pihak lain yang membutuhkan pertolongan untuk memperbaiki
program. Dengan kata lain Hacker dijaman dahulu merupakan orang – orang
baik yang membantu orang atau organisasi untuk memperbaiki program dan
masalah mereka.
Sebenarnya orang yang melalakukan kejahatan di dunia teknologi
disebut Cracker. Cracker adalah orang – orang yang merusak program. Dan
justru Hacker adalah orang yang memperbaiki program – program yang
dirusak oleh Cracker. Namun sekarang Hacker dikenal sebagai criminal. Dan
sudah tidak dikenal sebagai orang yang memperbaiki dan hanya dikenal
sebagai penjahat. Setiap ada masalah di dunia teknologi pasti banyak orang –
orang yang menyalahkan Hacker. Padahal menurut saya tidak semua Hacker
yang jahat, walaupun ada hacker yang melakukan tindakan pidana seperti
mencuri uang bank dan digunakan untuk membantu masyarakat – masyarakat
yang kurang mampu.

2.2 Carding
Carding adalah salah satu bentuk penipuan, dimana penipu akan
mencuri nomor kartu kredit Anda dan memanfaatkannya untuk membeli gift
card prabayar. Nantinya, kartu gift tersebut dijual kembali dengan tujuan
mendapatkan uang. Menurut IFFC (Internet Fraud Complaint Centre), carding
adalah tindakan illegal atas penggunaan kartu kredit untuk memperoleh uang.
Adapun, pencuri dapat dengan mudah mendapatkan nomor kartu kredit dalam
situs web berbahaya. Singkatnya, carding artinya modus tindakan kejahatan
dalam transaksi menggunakan kartu kredit seseorang. Setelah mengetahui
nomor kartu kredit calon korban, kemudian pelaku dapat
berbelanja online melalui kartu kredit curian tersebut.
Adapun, carding adalah pencurian nomor kartu kredit dari situs ilegal
maupun jaringan spammer. Nantinya, semua informasi identitas data kartu
tersebut akan disalahgunakan oleh pelaku kejahatan carding (carder). Ada
banyak cara carding yang dapat dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan
(carder) demi memperoleh informasi nomor kartu kredit korban. Salah satu
tindakan carding adalah phishing, pelaku mendapatkan data diri melalui
pembelian kartu curian di black market maupun deep web.
Setelah mengantongi sejumlah informasi penting dari pemilik kartu,
carder akan menguji nomor kartu terlebih dahulu untuk melihat apakah
keaktifan kartu tersebut. Biasanya, dalam hal ini tujuan carding adalah
melakukan berbagai transaksi kecil pada situs e-commerce. Umumnya,
cara carder menutupi jejak carding adalah menggunakan nomor kartu kredit
untuk transaksi gift card prabayar atas pembelian beberapa barang. Misalnya,
televisi, laptop, atau barang lainnya yang dapat diperjualbelikan kembali.
Salah satu upaya untuk mencegah kasus carding adalah selalu menjaga
kerahasiaan kartu Anda tetap aman, baik saat melakukan
transaksi online maupun offline. Berikut ini beberapa tips menghindari
carding.
 Perhatikan Cara Menggesek Kartu Saat Transaksi
Langkah penting untuk mencegah carding adalah memperhatikan petugas
yang sedang menggesek kartu Anda menggunakan mesin EDC. Pastikan
kartu hanya digesek satu kali saja dan tidak boleh terdapat penggesekan
ganda, terlebih pada dua mesin berbeda.
 Pilih Situs Belanja Online Terpercaya
Pilih situs belanja online terpercaya yang memberikan sistem keamanan
ganda kepada pengguna kartu kredit. Misalnya, fasilitas one time
password (OTP) agar proses transaksi online dapat lebih tenang.
 Rahasiakan Data Pribadi atau Kartu Kredit
Jagalah kerahasiaan nomor kartu kredit Anda beserta Card Verification Value
(CVV) yang terletak di bagian belakang kartu. Jangan pernah memberikan
nomor tersebut kepada orang lain, bahkan anggota keluarga sekalipun.
 Gunakan Internet Pribadi
Hindari melakukan transaksi menggunakan internet publik saat mengakses
situs belanja online yang terhubung dengan kartu kredit. Hal ini
dikarenakan wifi pada tempat umum tersebut belum terjamin sistem
keamanannya.

2.3 Cyber Crime


Memang tidak dapat dibantahkan bahwa penggunaan teknologi internet
banyak memberikan bantuan untuk menyelesaikan persoalan yang rumit secara
efektif dan efisien. Hanya saja, kecanggihan teknologi ini juga berpotensi
membuat orang cenderung melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma sosial yang berlaku. Penggunaan teknologi internet telah
membentuk masyarakat dunia baru yang tidak lagi dihalangi oleh batas-batas
teritorial suatu negara yang dahulu ditetapkan sangat esensial sekali yaitu dunia
maya, dunia yang tanpa batas atau realitas virtual (virtual reality). Inilah
sebenarnya yang dimaksud dengan Borderless World.
Cybercrime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari
kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas dunia internasional. Dalam
arti sempit cybercrime adalah computer crime yang ditujukan terhadap sistem
atau jaringan komputer, sedangkan dalam arti luas, cybercrime mencakup
seluruh bentuk baru kejahatan yang ditujukan pada komputer, jaringan
komputer dan penggunaanya serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang
sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan
komputer (computer related crime).
Dari definisi tersebut, maka dalam arti sempit cybercrime adalah
computer crime yang ditujukan terhadap sistem atau jaringan komputer,
sedangkan dalam arti luas, cybercrime mencakup seluruh bentuk baru
kejahatan yang ditujukan pada komputer, jaringan komputer dan penggunanya
serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang sekarang dilakukan dengan
menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer (computer related
crime). Dalam hal bank sebagai korban, pada umumnya bisa dilihat pada
KUHP pasalpasal 263, 264 dan 378, sedangkan dalam hal bank sebagai pelaku,
maka bisa dilihat pada undang-undang perbankan. Modus operandi dalam hal
bank sebagai korban tidak begitu banyak, biasanya hanya dalam bentuk
pemalsuan dokumen, penggelapan dan korupsi, pelakunya biasanya orang,
bukan korporasi.
Apabila pelakunya adalah bank (sebagai korporasi), modus
operandinya bisa bermacam-macam. Kejahatan ini dikategorikan sebagai
criminal banking dan selalu dilakukan secara organized. Dalam hal ini kegiatan
perbankan hanyalah merupakan kamuflase karena seluruh kegiatannya adalah
memang systemic violation of the law for the purposes of making a profit.
Anatomi criminal banking biasanya yang paling popular adalah money
laundering dan window dressing
BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif


dengan menggunakan metode penelitian yang dianggap relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu metode deskriptif, pendekatan kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau
makna yang terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat
diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistic, bahasa, atau kata-kata. Oleh
karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan, angka, skor
atau nilai yang biasanya di analisis dengan menggunakan perhitungan statistic.

3.2 Analisis Data


Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur,

megurutkan, mengelompokan memberi kode atau tanda dan

mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau

masalah yang ingin dijawab (Chairunnissa, 2017, hal. 68). Analisis data

kualitatif sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan data,

dengan cara memilah mana data yang penting digunakan atau yang tidak.

Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan mampu menghasilkan

uraian yang mendalam tentang lisan, tulisan, ataupun perilaku yang dapat

diamati dari suatu individu, berbagai kelompok, masyarakat dan juga

organisasi dalam suatu konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang

utuh, komperehensif dan holistik. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan

pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif para

pelaku ataupun pastisipan (Soewadji, 2012, hal. 52).


Teknik analisis data pada penelitian ini penulis menggunakan tiga prosedur

perolehan data, yaitu :

3.3 Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan

terhadap data yang dianggap kurang perlu dan tidak relevan, maupun

penambahan data yang dirasa masih kurang. Data yang diperoleh di lapangan

mungkin jumlahnya sangat banyak. Reduksi data berarti merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya.

Dengan demikian data yang akan direduksi memberikan gambaran yang

lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2007, hal. 247).

3.4 Penyajian Data

Dengan mendisplay atau menyajikan data akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung. Setelah itu perlu

adanya perencanaan kerja berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam

penyajian data selain menggunakan teks secara naratif, juga dapat berupa bahasa

nonverbal seperti bagan, grafik, denah, matriks, dan tabel. Penyajian data

merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori

atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan.

Miles and Huberman dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori,

flowchart dan sejenisnya. Ia mengatakan “yang paling sering digunakan untuk


menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

naratif” (Sugiyono, 2007, hal. 249).

3.5 Verifikasi Data (Conclusions drowing/verifiying)

Langkah terakhir dalam teknik analisis data adalah verifikasi data.

Verifikasi data dilakukan apabila kesimpulan awal yang dikemukan masih

bersifat sementara, dan akan ada perubahan-perubahan bila tidak dibarengi

dengan bukti-bukti pendukung yang kuat untuk mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukan

merupakan kesimpulan yang kredibel atau dapat dipercaya (Sugiyono, 2007,

hal. 252).
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Carding

Kasus carding terbesar di Indonesia pernah terjadi di Jatim, POLDA

mengungkap kasus carding atau pembobolan kartu kredit, yang berkedok

sebagai usaha travel. Polisi meringkus tiga orang sebagai tersangka, masing-

masing berinisial SG, FD dan MR. Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko

Kabidhumas Polda Jatim mengatakan, ketiga pelaku ini menjalankan bisnis

travel dengan mengelola akun bernama @tiketkekinian di Instragram . Mereka

menawarkan tiket perjalanan murah baik domestik maupun luar negeri. Tapi,

lanjut dia, tiket tersebut mereka dapatkan dari hasil tindak kejahatan. Mereka

membobol kartu kredit milik warga negara Jepang.

“Mereka punya peran masing-masing. Kalau SG dan FD, mereka

menawarkan promo dalam hal perjalanan wisata dan menawarkan program

diskon murah. Mulai dari 10-20 persen,” kata Trunoyudo, Kamis (27/2/2019).

Sedangkan untuk tersangka MR berperan sebagai eksekutor. Dialah yang

mendapatkan data-data kartu kredit milik orang lain secara illegal, dengan cara

membelinya dari pelaku spammer (pencuri data kartu kredit). “Itu dibeli

dengan harga per 1 data kartu kredit Rp 150.000-200.000. Kartu kredit yang

dibobol itu untuk membeli tiket, yang nantinya dijual lagi. Kartu kredit yang

dibobol itu milik orang Jepang,” ungkapnya.


REFERENSI

Arief, Barda Nawawi. Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan


Kejahatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2020.
_______, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2021.
Mansur, Dikdik M Arief dan Gultom, Elisatris. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi, Bandung: Refika Aditama, 2019.
Nitibaskara, Tb. Ronny Rahman. Ketika Kejahatan Berdaulat. Jakarta: Peradaban,
2020.
Raharjo, Agus. Cybercrime, Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi. Bandung: Citra Aditya Bahkti, 2019.
Reksodiputro, Marjono. Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Jakarta:
Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 2020.
Setiadi, Edi dan Rena Yulia. Hukum Pidana Ekonomi. Yogyakarta: Graha Ilmu,2021.
Sitompul, Josua. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum
Pidana. Jakarta: PT. Tatanusa, 2022.
Sjahdeini, Sutan Remy. Himpunan Tulisan Kapita Selekta HukumPerbankan, jilid 1.
Jakarta: UI Press, 2019.
Widodo. Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime Alternatif Ancaman Pidana kerja
sosial dan Pidana Pengawasan Bagi Pelak Cybercrime. Yogyakarta:
Laksbang Mediatama, 2019.
Haryanto, Toto. Modus Baru Pencurian Kartu Kredit Terungkap,
www.totoharyato.com. Jakarta.
Kuwado, Fabian Januarius. Waspada, Rekening Nasabah di Indonesia Rentan
Dibobol. www.kompas.com. Jakarta.
Novita Intan Sari, Kasus-kasus pembobolan kartu kredit yang menggemparkan,
www.merdeka.com, (Jakarta)
Petriella, Yanita. Ini Modus Kejahatan Perbankan Yang Berbasis Cyber Crime.
www.bisnis.com. Jakarta.
Raiza Andini, Bandit Kartu Kredit Ditangkap, Dua Orang Diburu, www.news.com,
(Jakarta)
Sutianto, Feby Dwi. Cyber Crime Perbankan Makin Lihai, Kerugian Capai Rp 33
Miliar, www.detikinet.com. Jakarta. Waspadai 4 Modus Pencurian Data
Kartu Kredit! www.helomoney.com

Anda mungkin juga menyukai