Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PEMERASAN”
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Oleh
Kelompok III :
Anggota :
1. Refi Tamala (02072000032)

2. Mila Septianda (02072000021)

3. Sahri Sobirin (02072000034)

4. Fadil Pratama (02072000025)

5. Eko Cahya (02072000010)

UNIVERSITAS MUSI RAWAS


FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK SIPIL
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah pendidikan anti korupsi ini yang
berjudul “pemeras an” Tugas makalah pendidikan anti korupsi ini kami susun untuk
nilai tugas kelompok pada semester ini.
Kami mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan sebagai penulis kami menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kata s empurna, untuk itu s aya menerima
s aran dan kritik yang b e r s i f a t membangun demi perbaikan kearah yang
l e b i h b a i k . A t a s perhatiannya saya mengucapkan terima kasih.

Lubuk linggau, Desember 2022

( kelompok 3)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................


B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat..............................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi.................................................................................................................
B. Jenis-Jenis Pemerasan dan Hukumnya.................................................................
C. Unsur-unsur Pemerasan........................................................................................
D. Klasifikasi Pemerasan..........................................................................................
E. Korupsi Yang Terkait dengan Pemerasan Pegawai Negeri...................................
F. Empat Inti Delik Pemerasan.................................................................................
G. Contoh..................................................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia tersebut
terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh para manusia itu
sendiri.Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi dalam suatu tindak pidana
kejahatan di masyarakat.Beberapa contoh kasus tindak pidana dalam masyarakat yaitu
tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan
tindak pidana penganiayaan. Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku
dikarenakan lemah dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku sehingga dapat
merugikan orang lain dan diri sendiri. Selain beberapa tindak pidana tersebut terdapat
salah satu contoh tindak pidana lainnya yaitu tindak pidana pemerasan.

Kata „pemerasan‟ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar „peras‟ yang bisa
bermakna „meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.1 Tindak pidana pemerasan
ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu:

1. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa


Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 855

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau 2 supaya membuat utang atau
menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun”.

Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu
tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman
(afdreiging).Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu
suatu perbuatan yangbertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang
sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu
"pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah
kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai
sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368
KUHP.2

2. Kismadi, pemerasan pengancaman, 29 Januari 2013,


http://kismadi.blogspot.com/2013/01/pemerasanpengancaman.html, 20.00 WIB

Ancaman pidana penjara maksimal sembilan ( 9 ) tahun pada kenyataannya masih


belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana pemerasaan dan membuat pelaku
tindak pidana pemerasan menjadi jera. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus
pemerasan yang ada di dalam masyarakat, contoh kasus tersebut adalah sebagai
berikut:

Berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS yang menerangkan bahwa pada


hari Senin, 15 Juli 2013 sekitar pukul 05.00 wib, bertempat di Jalan Raya Lintas
Sumatera. Awalnya saksi Dimas Sepriyanto bin Suyoto bersama saksi Edwin
berkandara menggunakan truck melintas dari arah Menggala ke Tegineneng, truk
yang dikendarai kedua saksi tersebut diberhentikan oleh terdakwa Ripto Anwar 3
yang berkendara menggunakan sepeda motor Honda Supra X 125 bersama Adon
dengan cara memepet truck dari arah kanan lalu saudara Adon mengacungkan jari
telunjuk kanan ke arah saksi Dimas Sepriyanto seraya mengatakan “berhenti!
Berhenti kamu!”.

Kemudian saudara Adon meminta uang sebesar Rp 200.000.- kepada saksi Darwis
Sepriyanto namun saksi Darwis Sapriyanto mengatakan kepada Adon “saya tidak
ada duit”, Lalu Adon mengatakan kepada saksi Darwis Sepriyanto “masa tidak ada
duit” dan dijawab saksi “kalau bisa dikurangi”. Lalu Adon memukul kepala saksi
Darwis Sepriyanto dan saksi Edwin menggunakan tangan kosong. Kemudian saksi
Darwis Sepriyanto pun menyerahkan uang sebesar Rp 100.000,- kepada Adon dan
terdakwa mengambil 1 buah handphone cross V5 dari saku baju saksi Darwis
Sepriyanto sebagai jaminan agar saksi Darwis Sepriyanto menebusnya dengan
memberikan uang sebesar Rp 100.000,-. Berkaitan dengan kasus tersebut maka
terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan
berdasarkan Pasal 368 Ayat (2). 3

3. Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung, 14 Februari 2014,


http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5e80a45bc4deefe9ed722ff5b054a669,
19.30 WIB.

Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP yaitu sebagai berikut:

Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (2) Pasal 368 KUHP :

1) Barang siapa
2) Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum.
3) Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
4) Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain).
5) Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
6) Pada waktu malam dijalan umum.

Berdasarkan kasus tersebut hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 3 tahun dan
6 bulan, Sedangkan ketentuan didalam Pasal 368 KUHP hukuman pidana maksimal
9 tahun, tetapi dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS terdakwa hanya memeras
uang sebesar Rp 200.000.- dan dijatuhkan hukuman 3 tahun dan 6 bulan. Atas dasar
hal tersebut putusan yang dijatuhkan oleh hakim selama 3 tahun dan 6 bulan penjara
maka dianggap terlalu berat dibanding dengan uang yang diperas oleh pelaku
sebesar Rp 200.000.-

Berkaitan dengan kasus di atas maka berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) penelitian ini
membahas mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan
No. 370/Pid.B/2013/PN.GS dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara tindak pidana pemerasan berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS.
Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkan dalam bentuk
skripsi yang berjudul “Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku
Pemerasaan Sopir Truk yang Dilakukan oleh Preman.( Studi Kasus No.
370/Pid.B/2013/PN.GS )”

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari pemerasan ?
2. Apa jenis-jenis dan hukum yang berlaku pada pemerasan ?
3. Apa saja unsur-unsur dari pemerasan ?
4. Apa klasifikasi dari pemerasan ?
5. Apa empati inti delik pemerasan ?
6. Apa saja yang terkait dengan perbuatan pemerasan pegawai negeri ?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui pengertian pemerasan.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya pemerasan.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari pemerasan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “pemerasan” berasal dari kata dasar “peras” yang
bermakna leksikal “meminta uang dan sejenisnya dengan ancaman’. Sementara menurut
Black’s Law Dictionary (2004: 180), blackmail : diartikan sebagai ‘a threatening demand
made without justification’. Sinonim dengan extortion, yaitu suatu perbuatan untuk
memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti tekanan atau paksaan.
Pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary lebih mendekati dari maksud hukum
terhadap pemerasan sebagai sebuah kejahatan atau tindak pidana.

Pemerasan (Belanda: afpersing; Inggris: blackmail), adalah satu jenis tindak pidana
umum yang dikenal dalam hukum pidana Indonesia. Spesifik tindak pidana ini diatur
dalam pasal 368 KUHP. Dalam struktur KUHP, tindak pidana pemerasan diatur dalam
satu bab (Bab XXIII) bersama tindak pidana pengancaman. Karena itu kata afpersing
sering digabung dengan kata afdreiging yang diatur pasal 369 KUHP.

Pemerasan adalah tindakan melawan hukum memaksa seseorang dengan kekerasan atau
pencurian yang didahului disertai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik diambil
sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban.(Pasal 368 ayat (2) KUHP
: ketentuan pasal 365 ayat 2,3 dan 4 berlaku bagi kejahatan ini (KUHP 35, 89 , 335, 370
dst.).

B. Jenis-Jenis Pemerasan dan Hukumannya


1. Hukuman maksimal 9 tahun penjara

Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang atau
memberikan hutang maupun menghapus piutang (Pasal 368 (1) KUHP.
2. Hukuman maksimal 12 tahun penjara
a. Jika perbuatan pemerasan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum atau dalam kereta api atau
trem yang sedang berjalan (KUHP pasal 365 ayat 2).
b. Jika perbuatan pemerasan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
c. Jika masuknya ke tempat kejahatan dengan merusak atau memanjat atau memakai
anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat (Pasal 356 (2) KUHP).
e. Hukuman maksimal 15 tahun penjara
3. Dihukum maksimal 15 tahun, jika perbuatan pemerasan mengakibatkan mati.
4. Hukuman maksimal 20 tahun penjara, pidana mati atau penjara seumur hidup.

Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, atau mati dan dilakukan dua orang atau
lebih dengan bersekutu pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1
dan 3 (Pasal 365 (3,4) KUHP).

C. Unsur-Unsur Pemerasan
1. Unsur obyektif
a. Dalam pemerasan terdapat unsur kesengajaan yang bersifat tujuan, yaitu
mengambil barang orang lain dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan
atau mengambil barang dengan membunuh korban.
b. Unsur memaksa pelaku terhadap korban. Memaksa merupakan tindakan yang
merugikan orang lain.
c. Yang dipaksa yaitu orang (yang menjadi korban)
d. Cara memaksa menggunakan ancaman tertulis, lisan, maupun akan membuka
rahasia korban.
2. Unsur subyektif
a. Maksud yang dituju. Maksud pelaku untuk melakukan pemerasan merupakan
tindakan pidana yang dilarang.
b. Menguntungkan diri atau orang lain.Perbuatan ini dilakukan, untuk
menguntungkan diri atau orang lain, sebagaiman dijelaskan dalam pasal
pemerasan.
c. Melawan hukum. Pemerasan merupakan pidan terhadap benda orang lain, yang
sudah menjadi kekuasaan mereka.

Dalam konteks hukum pidana, suatu perbuatan disebut pemerasan jika memenuhi
sejumlah unsur. Unsur-unsurnya bisa ditelaah dari pasal 368 ayat (1) KUHP:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk
memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu
atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Penjelasan Pasal 368
adalah sebagai berikut :

a. Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan” (afpersing).


Pemeras itu pekerjaannya:
1) memaksa orang lain;
2) untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan
orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau
menghapuskan piutang;
3) dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini bukan syarat).
b. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan; 
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu melakukan
sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk
menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan;
2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan
dengan hukum;
3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika memaksanya itu dengan
akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369.
c. Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal 370), tetapi apabila
kekerasan itu demikian rupa sehingga menimbulkan “penganiayaan”, maka tentang
penganiayaannya ini senantiasa dapat dituntut (tidak perlu ada pangaduan).
d. Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan kekerasan pada
Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal pencurian si pelaku sendiri yang
mengambil barang yang dicuri, sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah
dipaksa dengan kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras.
D. Klasifikasi Pemerasan
Berdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain atau kepada
masyarakat. Pemerasan ini dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan
dasar hukum dan definisinya yaitu :
a. Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karena mempunyai
kekuasaan dan dengan kekuasaannya itu memaksa orang lain untuk memberi atau
melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 12
huruf e UU PTPK.
b. Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada seseorang atau
masyarakat dengan alasan uang atau pemberian ilegal itu adalah bagian dari
peraturan atau haknya padahal kenyataannya tidak demikian. Pasal yang
mengatur tentang kasus ini adalah Pasal 12 huruf e UU PTPK.
2. Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai negeri yang lain.
Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK (Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi).
E. Korupsi Yang Terkait Dengan Perbuatan Pemerasan Pegawai Negeri
1. Pasal 12 huruf e, “Pegawai Negeri Memeras”
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus
memenuhi unsur :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara.
b. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
c. Secara melawan hokum.
d. Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi drinya.
e. Menyalahgunakan kekuasaan.
Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun
1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20
Tahun 2001.

Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 no. UU No. 20 Tahun 2001 :Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Pasal 12 huruf g, “Pegawai Negeri Memeras”

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini,
harus memenuhi unsur :

a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara.


b. Pada waktu menjalankan tugas.
c. Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang.
d. Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya.
e. Diketahuinya bahwa hal tersebut merupakan utang.

Pasal 12 huruf g UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 2 KUHP
yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi,
yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.

Pasal 12 huruf g UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

3. Pasal 12 huruf f, “Pegawai Negeri Memeras Pegawai Negeri Yang Lain”

Untuk menyimpulkan apakah suatu utang atau termasuk korupsi menurut Pasal ini,
harus memenuhi unsur :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara.
b. Pada waktu menjalankan tugas.
c. Meminta, menerima, atau memotong pembayaran.

Pasal 12 huruf f UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20Tahun 2001 :Dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

F. Empat Inti Delik Pemerasan


Berdasarkan rumusan Pasal 368 KUHP, maka terdapat empat inti delik pemerasan, yakni;
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dalam hal ini
tindakan seseorang melakukan pemerasan tidak saja untuk dirinya sendiri, tetapi
termasuk tindakan pemerasan yang dilakukan untuk kepentingan orang lain.
2. Secara melawan hukum.
3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman. Dalam konteks ini bagaimana
bentuk pemaksaan dan ancaman itu harus pula didalami sedemikian rupa.
4. Untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
si-kena peras atau kepunyaan orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapus
piutang.
G. Contoh
1. Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/7), dibekuk
polisi lantaran diduga kerap memeras di rumah keluarga artis dan pelawak Nunung
Srimulat. Pemuda bernama Andi Rismanto alias Ambon yang dikenal sebagai preman
kampung meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan alasan iuran keamanan. Saat
dimintai keterangan, ia hanya bisa tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap
aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul laporan salah seorang kerabat
Nunung. Dari keterangan saksi, tersangka sering memeras di rumah keluarga
tersebut. Jika tidak dituruti, maka pelaku tidak segan melakukan kekerasan.
2. Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya keluarga Nunung Srimulat
yangmenjadi korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut. Dari pengakuan
tersangka, uang yang diperoleh digunakan untuk membeli rokok dan minuman keras.
Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang bukti uang sebesar Rp 20 ribu
dan kartu tanda penduduk milik tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat
pasal 368 KUHP mengenai pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal
sembilan tahun penjara.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada kasus di atas, pelaku, Andi Rismanto telah melakukan tindak pidana pemerasan
kepada keluarga Nunung dengan cara meminta secara paksa uang Rp 150.000,- setiap
minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah warga Negara Indonesia dan
terjadi di wilayah Indonesia, maka berlaku hukum pidana Indonesia , yaitu:

1. KUHP (asas teritorialitas). Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan yang diatur
dalam pasal 368 KUHP ayat (1)“ Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang
maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun ”
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini.
Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP.

B. Saran.
Sebagai pelengkap dalam penulisan hukum ini maka penulisakan menyumbangkan
beberapa pemikiran-pemukiran yang kemudian penulistuangkan dalam bentuk saran
yaitu:
1. Putusan pemidanaan dapat tepat sasaran dan sesuai dengan hukum.
2. Mengingat efek jera adalah suatu tujuan dari pemidanaan, maka bagihakim yang
memutus perkara pemerasan yang berawal alasan iuran keamanan, hendaknya
memberikan hukuman yang cukup berat agarfenomena iuran keamanan yang berakhir
dengan pemerasan yangmeresahakan masyarakat dapat diberantas. Pihak kepolisian
sebagaimitra dari badan peradilan hendaknya mendukung upaya badan
peradilanuntuk memberantas berbagai kejahatan dan tindak pidana yang dewasaini
banyak dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan

Hukum Pidana, Cet Ke II, (Bandung Citra Aditya Bakti, 2005)

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi Cetakan Ke-4,(Jakarta:Sinar Grafika, 2012)

Hamzah Andi, Delik-delik Tertentu di Dalam KUHP, Cet Ke-4,(Jakarta:Sinar

Grafika, 2011)

Anda mungkin juga menyukai