Anda di halaman 1dari 8

Na'udzubillah, Ini Sebab-sebab Su’ul Khatimah

‫إناالحمدهلل جماع‬
‫ر‬
‫والصالة والسالم عىل سيدنامحمد اشف الخلق جمع‬
‫وعىل عاله و اصحابه‬
‫الدن و العقبه‬ ‫الذينا نال والسعادة الحققية يف ي‬
‫اللهم صل عىل سيدنا محمد عبدك ونبيك ورسولك‬
‫اللهم صىل عىل سيدنا وحبيبنا ونبينا محمد وعىل آله وصحبه أجمعي وسلم تسليما‬
‫ عم بعد‬.‫بقدر أعضمة ذاتك لكل وقة وحيد‬
ُ ْ َّ ُ َّ َّ َ ْ َ َ َّ َ ْ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َّ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ َّ َ َّ ُ ّ َ َ َ ْ ُ
.‫ وتب علينا إنك أنت التواب الر ِحيم‬.‫ إنك انت الع ِليم الح ِكيم‬.‫سبحانك اللهم ربنا ال ِعلم لنا ِاال ما علمتنا‬
َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َّ ُ ّ َ . َ ْ ِ ْ َ َ َ ْ َ َ ً َ ً ْ َ ْ ُ َ ْ ِ َ ْ َ َ . ُ ْ َ ْ ُ ْ َّ َ ْ َ َ َّ َّ ْ َّ َ َ َ
‫وتقبل ِمنا ِإنك أنت الس ِميع الع ِليم وع ِلمن ِامن لدنك ِعلما ن ِافعا ياذا الجال ِل وا ِإلكر ِام اللهم افتح لنا ِحْكمتك‬
ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ ‫ َو َبار ْك‬.‫ف‬
ْ ِ ‫اج َع ْل‬ ْ ‫ف ر ْز‬ َّ ْ ِّ َ َ ً ْ ْ ْ ِّ َ َ ْ ْ َ َ ‫ش َع َل ْي َنا َر ْح َم َت َك َيا َذا ْال َج‬ ْ ُ‫َو ْان ر‬
‫ن‬ ‫ ْ و َّ َ ي‬.‫ل ِف َيما ْ َرزق َت ِ ي َن‬ ‫َ ِ َ ِ ْي‬ ‫ً ووسع ُّ ِ ْ ي ِ َ ْ ِ َي‬.‫ ر َب ْ ِزد ْ ِ ين ِ َعلما‬.‫ال ِل وا ِ ُإلك ْر ِام‬
‫ ياك ِث َي النو ِال‬.‫ن و ِج ْيها ِ يف الدن َيا واأل ِخ َرِة و ِمن ال ُمق َّر ِبي‬ ْ ِ ‫ف ع ُيونه ْم واج َعل‬ ْ ‫ف ُق ُل ْوب ِع َب ِاد َك َو َعز ْي ًزا‬ ْ ‫َم ْح ُب ْو ًبا‬
َ ُ َ ُ
َ ُ َ َّ‫َ َ ْ َ َّ َ ر‬ ْ ُ ْ َ ‫ي‬ َ َ َ ِ ً ِ َ ‫ي‬ ِ َ ِ َ َ ً َ َ ِ ْ ‫َ َ َ َِي‬
ِّ
.‫ال فلك الحمد وا ِلمنة والشف عىل كل حال‬ ْ ُ . َ
ِ ‫ياحاسن ال ِفعا ِل ياق ِائما ِبال زو ِال يامب ِدئا ِبال ِمث‬

Meninggal dengan keadaan buruk (suul khatimah) adalah satu hal yang pasti tidak diinginkan oleh setiap
insan yang bernyawa. Karena bagaimanapun keadaannya, semua manusia tentu menginginkan yang
tebaik dalam hidup dan matinya. Penting rasanya bagi kita untuk menghindari hal-hal yang
menyebabkan jatuh ke jurang suul khatimah tersebut. karena itu perlu kiranya kita menjaga dan
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan hendaknya beristiqamah dalam
melaksanakan ketaatan yang diiringi dengan keikhlasan. Sebab bila meninggal dalam keadaan husnul
khatimah, maka terhapuslah kebaikan-kebaikan sebelumnya. Sebagaimana hadis Nabi mengungkapkan:
َ َ ُ َ ْ َ َ َّ
‫ال ِبالخ َـو ِات ْي ُم رواه البخاري وغ ْ ُي ُه‬ ‫إنما األعم‬
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya” (HR Bukhari)

Yang lebih dari hidup yang baik adalah meninggal dunia dalam keadaan baik, "husnul khatimah". Dalam
Al-Qur’an, pesan kepada tiap orang mukmin agar teguh berislam hingga akhir hayat sangatlah tegas.
Seruan tersebut dimulai dengan perintah agar mereka bertakwa semaksimal mungkin.

Allah berfirman:
َ ُ َْ ُ َ َ ُ َّ َ َّ ُ َّ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
‫اَّلل َحق تق ِات ِه َوال ت ُموت َّن ِإال َوأنت ْم ُم ْس ِل ُمون‬ ‫آمنوا اتقوا‬ ‫يا أيها ال ِذين‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam” (QS. Ali Imran [3]: 102).

Pada penggalan akhir ayat tersebut (wa lâ tamûtunna illâ wa antum muslimûn) Allah memerintahkan
kepada kita agar mati dalam keadaan beragama Islam. Manusia sendiri tidak akan mampu menjadikan
dirinya tetap dalam agama Islam karena pada hakikatnya husnul khatimah ataupun su’ul khatimah (baik
atau buruknya akhir hidup manusia) adalah kuasa Allah subhanahu wata’ala. Oleh karenanya Allah
memberikan jalan kepada manusia sebagai ikhtiar memperoleh predikat mati husnul
khatimah/membawa agama Islam.

Disebutkan dalam kitab karya Syekh Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam karyanya, Nashaihu Ad-
Diniyah, menjelaskan beberapa hal yang sering menjadi sebab seseorang memungkasi kehidupan di
dunia dengan keburukan (su’ul khatimah).
Beliau berkata:
َ ََ َّ ْ َ َّ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َّ َ ُ َ َّ ُّ ‫(واعلم) َا َّنه َُكث ْ ًيا َما ُي ْخ َت ُم ب‬
‫الزك ِاة ال َو ِاج َب ِة َوال ِذ ْي َن َيَت َّب ُع ْون‬‫الس ْو ِء ِلل ِذ ْي َن َيت َه َاون ْون ِبالصَل ِة المفروض ِة و‬ ِ
َ ْ ‫ان َو َّالذ ْي َن َي ْخ َد ُع ْو َن ْال ُم ْسلم‬
ْ‫ي َو َي ْغ َش ْو َن ُه ْم َو َي ْل َب ُس ْو َن َع َل ْيهم‬ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ ْ َ ْ ُ ُ ْ ِ َ َ ْ َّ َ َ ْ ْ ُ ْ َ
ِ ِ ِ ِ ‫ات المس ِل ِمي وال ِذين ينقصون ال ِمكيال وال ِمي‬ ِ ‫ع ْو َر‬
َ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َّ َ ٍّ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ ِّ َ ُ َ ْ َّ َ ْ ُ َ ْ ِّ ْ ُ ُ ْ
‫ال اال ْو ِل َي ِاء‬ ‫هللا وين ِكرون علي ِهم ِبغ ِي حق وال ِذين يدعون احو‬ ِ ‫ف امو ِر الدي ِن والدن َيا وال ِذين يكذبون او ِل َي َاء‬
َّ ُْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ‫ِي‬
‫َو َمق َام ِات ِه ْم ِم ْن غ ْ ِي ِصدق َواش َبه ذ ِلك ِم َن اال ُم ْو ِر الش ِن ْي َع ِة‬
“Ketahuilah bahwa kebanyakan su’ul khatimah adalah bagi orang-orang yang meremehkan shalat
fardhu dan kewajiban zakat, mencari-cari aib Muslimin yang lain, mengurangi takaran dan timbangan,
orang-orang yang menipu Muslim dan menutupi atas mereka dalam masalah agama dan dunia,
menganggap bohong pada kekasih-kekasih Allah dan mengingkarinya, mengaku dirinya berada pada
derajat kewalian (kekasih Allah) tanpa adanya pembenaran, dan sebagainya,” (Syekh Abdullah bin Alawi
al-Haddad, Nashaihu Ad-Diniyah, Haramain, hal. 7).

Pertama, meremehkan kewajiban shalat dan zakat.


Shalat lima waktu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang baligh dan berakal. Perintah shalat
menjadi kewajiban pertama yang harus dijalankan sekaligus amal manusia pertama yang akan dihisab.
Jika meremehkannya saja adalah sebuah dosa apalagi dengan sengaja meninggalkan.

‫الصالة عماد الدين فمن اقامها فقد اقام الدين ومن هدمها فقد هدم الدين‬
"Shalat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya, sungguh ia telah
menegakkan agama (Islam) itu; dan barang siapa merobohkannya, sungguh ia telah merobohkan
agama (Islam) itu" (HR al-Baihaqi).
َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َّ ُ َََُْ َََْ َّ ُ ْ َ ْ
.‫العهد ال ِذى بيننا وبينهم الصالة فمن ت َركها فقد كف َر‬

Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia
telah kafir.” Hadis tersebut merupakan hadis yang diriwayatkan oleh imam ahmad. Hadis tersebut
menjadi dalil tentang pentingnya untuk mengerjakan ibadah shalat.
‫بي الرجل وبي الكفر ر‬
‫والشك ترك الصالة‬
“Antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” HR. Imam

Sebagaimana firman Allah:


َ ُ
)٥( ‫الت ِه ْم َساهون‬ َ ْ َ ْ ُ َ َّ َ ِّ َ ُ ْ ٌ ْ َ َ
ِ ‫) ال ِذين هم عن ص‬٤( ‫فويل ِللمصلي‬
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (QS. Al-
Ma’un[107]: 4-5).
Dalam ayat-ayat ini Allah mengungkapkan satu ancaman yaitu celakalah orang-orang yang mengerjakan
salat dengan tubuh dan lidahnya tidak sampai ke hatinya. Dia lalai tidak menyadari apa yang diucapkan
lidahnya dan yang dikerjakannya oleh sendi anggotanya. Ia rukuk dan sujud dalam keadaan lengah, ia
mengucapkan takbir tetapi tidak menyadari apa yang diucapkannya. Semua itu adalah hanya gerak biasa
dan kata-kata hafalan semata-mata yang tidak mempengaruhi apa-apa, tidak ubahnya seperti robot.

Pada ayat tersebut di atas terdapat kata “wail” yang artinya celakalah. Ini menunjukkan bahwa siapa
saja yang dengan sadar meremehkan atau bahkan meninggalkan shalat dan zakat baginya adalah
kerugian. Dan kerugian bagi seorang muslim adalah ketika mendapatkan siksaan dari Allah subhanahu
wata’ala. Sebagaimana tertuang dalam artikel sebelumnya, ada 15 siksaan bagi orang-orang yang
meninggalkan shalat. Tiga di antaranya adalah siksaan ketika meninggal dunia. Hal ini menguatkan
pendapat Syekh Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad bahwa meremehkan kewajiban shalat dan zakat adalah
salah satu sebab akhir kehidupan yang tidak baik (su’ul khatimah).

Kedua, suka mencari-cari aib muslimin.


Biasanya orang-orang yang sibuk dengan urusan orang lain akan lupa dengan urusannya sendiri. Begitu
juga ketika sibuk mencari keburukan orang lain maka keburukannya sendiri pun terlupakan. Ia tidak
menyadari bahwa dirinya berada dalam maksiat dan dosa, hingga akhirnya meninggal dunia dalam
keadaan tidak bertobat. Naudzu billah min dzâlik. Larangan ini terdapat dalam firman Allah subhanahu
wata’la.
ُّ ‫ب َب ْع ُض ُْك ْم َب ْع ًضا َأ ُيح‬
‫ب‬
َّ َ ْ َ َّ ِّ َّ َ ً َ ُ َ ْ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ْ ‫الظ ِّن إ ْث ٌم َوال َت َج َّس ُسوا َوال َي ْغ َت‬ ‫يا أيها ال ِذينْ آمنوا اجت ِنبوا ك ِثيا ِمن الظن ِإن بعض‬
ِ
َ َ َّ ِ َّ َ َّ ُ َّ ُ ُ ُ ْ َ َ ً ْ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َْ ُْ ُ ََ
)١٢( ‫وه َواتقوا اَّلل ِإن اَّلل تواب ر ِحيم‬
ٌ َ ٌ َّ ‫يه ميتا فك ِرهتم‬
ِ ‫أحدكم أن يأ كل لحم أ ِخ‬
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha-Penerima tobat lagi Maha-Penyayang,” (QS. Al-Hujarat[49]: 12).
Dalam ayat ini, Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka menjauhkan
diri dari prasangka terhadap orang-orang yang beriman dan jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar
dari mulut saudaranya yang mukmin, maka kalimat itu harus diberi tanggapan yang baik, ditujukan kepada
pengertian yang baik, dan jangan sekali-kali timbul salah paham, apalagi menyelewengkannya sehingga
menimbulkan fitnah dan prasangka. Umar telah berkata yang artinya demikian:

"Jangan sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan maksud dan
pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah pengertian yang baik itu."

Dan diriwayatkan dan Rasulullah saw bahwa sesungguhnya Allah mengharamkan dari orang mukmin darahnya,
kehormatannya dan menyangka kepadanya dengan sangkaan yang buruk, atau dilarang berburuk sangka. Adapun
orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa
minum arak hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka itu tidak dilarang.

Imam Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul Iman meriwayatkan sebuah hadis dari Said bin Musayyab sebagai berikut:

‫إخوان من أصحاب رسول هللا صىل هللا عليه وسلم أن ضع أمر أخيك عىل أحسنه ما لم‬ ‫ي‬ ‫إل بعض‬‫كتب ي‬
‫ر‬
‫ ومن عرض‬,‫يأتك ما يغلبك وال تظي بْكلمة خرجت من امرئ مسلم شا وأنت تجد لها يف الخي محمال‬
‫نفسه للتهم فال يلومن إال نفسه ومن كتم شه كانت الخية يف يده وما كافأت من عىص هللا فيك بمثل أن‬
‫تطيع هللا فيه وعليك بإخوان الصدق فكن يف اكَسابهم فإنهم زينة يف الرخاء وعدة عند عظيم البالء وال‬
‫تتهاون بالحلف فيهينك هللا تعال وال تسألن عما لم يكن حن يكون وال تضع حديثك إال عند من تشتهيه‬
‫خي هللا وشاور يف‬ ‫وعليك بالصدق وإن قتلك واعيل عدوك واحذر صديقك إال األمي وال أمي إال من ر‬
‫ي‬
‫أمرك الذين يخشون ربــهم بالغيب‬
Beberapa saudaraku di antara sahabat Rasulullah saw telah menyampaikan sebuah tulisan kepadaku yang berisi
beberapa petunjuk, di antaranya, "Letakkanlah urusan saudaramu di atas sangkaan yang sebaik-baiknya selagi
tidak datang kepadamu yang membantah sangkaanmu itu dan jangan sekali-kali engkau memandang buruk
perkataan yang pernah diucapkan oleh seorang muslim, padahal engkau menemukan tafsiran yang baik pada
ucapannya itu; dan barangsiapa yang menempatkan dirinya di tempat purbasangka, maka janganlah ia mencela,
kecuali kepada dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembunyikan rahasianya, maka pilihan itu berada di
tangannya, dan tidak engkau balas seorang yang mendurhakai Allah (pada dirimu), dengan contoh yang lebih baik
ialah taat kepada Allah demi balasan itu; dan hendaklah engkau selalu bersahabat dengan orang-orang yang
benar sehingga engkau berada di dalam lingkup budi pekerti yang mereka upayakan, karena mereka itu menjadi
perhiasan dalam kekayaan dan menjadi perisai ketika menghadapi bahaya yang besar. Dan jangan sekali-kali
meremehkan sumpah agar kamu tidak dihinakan oleh Allah SWT. Dan jangan sekali-kali bertanya tentang sesuatu
yang belum ada sehingga berwujud terlebih dahulu dan jangan engkau sampaikan pembicaraan kecuali kepada
orang yang mencintainya. Dan tetaplah berpegang kepada kebenaran walaupun kamu akan terbunuh olehnya.
Hindarilah musuhmu dan tetaplah menaruh curiga kepada kawanmu. kecuali orang yang benar-benar sudah dapat
dipercaya, dan tidak ada yang dapat dipercaya kecuali orang yang takut kepada Allah. Dan bermusyawarahlah
dalam urusanmu dengan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan gaib.

Kemudian Allah menerangkan sebabnya orang-orang mukmin wajib menjauhkan diri dari purbasangka, oleh
karena sebagian purbasangka itu mengandung dosa. Berburuk sangka terhadap orang mukmin adalah suatu dosa
besar karena Allah nyata-nyata telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang kaum mukminin mencari-cari
kesalahan orang lain, mencari kecemaran, dan noda orang lain.

Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadis sahih sebagai berikut:

‫إياكم والظن إن الظن أكذب الحديث وال تجسسوا وال تحسسوا وال تناجشوا وال تباغضوا وال تدابروا وكونوا‬
‫عباد هللا إخوانا وال يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثالثة أيام‬
Jauhilah olehmu berburuk sangka. sesungguhnya berburuk sangka itu termasuk perkataan yang paling dusta. Dan
jangan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan buruk sangka. jangan membuat rangsangan dalam penawaran
barang, jangan benci-membenci, jangan belakang-membelakangi, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim untuk mengucil saudaranya lebih dari tiga hari

Dan diriwayatkan pula oleh Abi Barzah Al Aslami, sahda Rasulullah saw:

‫يا ر‬
‫معش من آمن بلسانه ولم يدخل اإليمان قلبه ال تغتابوا المسلمي وال تَبعوا عوارتهم فإن من اتبع‬
‫عوارتهم يَبع هللا عورته ومن يَبع هللا عورته يفضحه يف عقر بيته‬
Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, tetapi iman itu belum masuk ke dalam hatinya; jangan sekali-
kali kamu bergunjing terhadap kaum muslimin, dan jangan sekali-kali mencari-cari noda atau auratnya. Karena
barangsiapa yang mencari-cari noda kaum mukminin, maka Allah akan membalas pula dengan membuka noda-
nodanya. Dan barangsiapa yang diketahui kesalahannya oleh Allah, niscaya Dia akan menodai kehormatannya
dalam lingkungan rumahnya sendiri.

Imam Tabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Harisah bin Nu'man:

‫ الطية والحسد وسوء الظن وقال رجل وما يذهبهن يا رسول هللا ممن هن فيه? قال‬:‫ألمن‬
‫ي‬ ‫ثالث الزمات‬
‫ إذا حسدت فاستغفر هللا وإذا ظننت فال تحقق وإذا تطيت فامض‬:‫صىل هللا عليه وسلم‬
Ada tiga perkara yang tidak terlepas dari umatku. yaitu anggapan sial karena sesuatu ramalan, dengki dan buruk
sangka. Maka bertanyalah seorang sahabat: "Ya Rasulullah saw apa yang dapat menghilangkan tiga perkara yang
buruk itu dari seseorang?". Nabi menjawab: "Apabila engkau hasad (dengki), maka hendaklah engkau memohon
ampun kepada Allah. Dan jika engkau mempunyai purbasangka, jangan dinyatakan, dan bilamana engkau
memandang sial karena sesuatu ramalan maka lanjutkanlah tujuanmu".

Abu Qilabah meriwayatkan bahwa telah sampai berita kepada Umar bin Khattab, bahwa Abu Mihjan As Saqafi
minum arak bersama-sama dengan kawan-kawannya di rumahnya. Maka pergilah Umar hingga masuk ke dalam
rumahnya, tetapi tidak ada orang yang bersama Abu Mihjan itu kecuali seorang laki-laki, Abu Mihjan sendiri. Maka
berkatalah Abu Mihjan: "Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak halal bagimu karena Allah telah melarangmu dari
mencari-cari kesalahan orang lain". Kemudian Umar keluar dari rumahnya.
Dan Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain, dan yang dinamakan gibah atau bergunjing itu
ialah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak di tempat itu baik
sebutan atau dengan isyarat, karena yang demikian itu, menyakiti orang yang diumpatnya. Dan sebutan yang
menyakiti itu ada yang mengenai, keduniaan, badan, budi pekerti, harta atau anak, istri atau pembantunya, dan
seterusnya yang ada hubungannya dengan dia.

Telah berkata Hasan (cucu Nabi) bahwa bergunjing itu ada tiga macam, ketiga-tiganya tersebut dalam Alquran,
yaitu gibah, ifki dan buhtan. Gibah atau bergunjing, yaitu menyebut-nyebut keburukan yang ada pada saudaramu.
Adapun ifki yaitu kamu menyebut-nyebut keburukan tentang seseorang mengenai berita-berita yang sampai
kepadamu, dan buhtan atau tuduhan yang palsu ialah bahwa engkau menyebut-nyebut kejelekan seseorang yang
tidak ada padanya. Dan tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama bahwa bergunjing ini termasuk dosa
besar, dan diwajibkan kepada orang yang bergunjing supaya segera bertobat kepada Allah dan minta maaf
kepada orang yang bersangkutan.

Mu'awiyah bin Kurrah berkata kepada Syubah: "Jika seandainya ada seorang yang putus tangannya lewat di
hadapanmu, kemudian kamu berkata 'itu si buntung', maka ucapan itu sudah termasuk bergunjing".

Allah taala mengemukakan sebuah perumpamaan supaya terhindar dari bergunjing, yaitu dengan suatu
peringatan yang berbentuk pertanyaan: "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging bangkai
saudaranya?" Tentu saja kamu merasa jijik kepadanya. Oleh karena itu, jangan pula menyebut-nyebut keburukan
seseorang ketika ia masih hidup. Sebagaimana kamu tidak menyukainya yang demikian itu, karena dipandang
buruk juga dalam syariat.

Ali bin Husen mendengar seorang laki-laki sedang mengumpat orang lain, lalu ia berkata: "Awas kamu jangan
bergunjing karena bergunjing itu sebagai lauk pauk manusia". Nabi sendiri berkhutbah pada hijjatul wada (naik
haji yang penghabisan):

‫إن دماءكم وأموالكم وأعراضْكم عليْكم حرام كحرمة يومْكم هذا يف شهركم هذا يف بلدكم هذا‬
Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu haram bagimu seperti haramnya hari ini dalam bulan ini
dan di negerimu ini.

Allah menyuruh kaum mukminin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha
Pengampun terhadap orang yang bertobat dan mengakui kesalahan-kesalahannya. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang, dan tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertobat. Bergunjing itu tidak diharamkan jika disertai
dengan maksud-maksud yang baik, yang tidak bisa tercapai kecuali dengan gibah itu. dan soal-soal yang
dikecualikan dan tidak diharamkan dalam bergunjing itu ada enam perkara:

1. Dalam rangka kelaliman agar supaya dapat dibela oleh seorang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.

2. Jika dijadikan bahan untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang
kepada seorang penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.

3. Di dalam mahkamah, seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada mufti atau hakim bahwa ia
telah dianiaya oleh seorang penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.

4. Memberi peringatan kepada kaum Muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan
mengenai seseorang; misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil, atau memperingatkan seseorang yang akan
melangsungkan pernikahan bahwa calon pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya,
atau mempunyai penyakit yang menular.

5. Bila orang yang diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum, seperti minum arak di hadapan
khalayak ramai.

6. Mengenalkan seorang dengan sebutan yang kurang baik, seperti a'war (orang yang matanya buta sebelah) jika
tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.

Ketiga, mengurangi takaran dan timbangan.


Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri. Semua saling membutuhkan
dalam segala hal. Perdagangan merupakan salah satu bentuk kerja sama agar manusia bisa bertahan
hidup. Dalam transaksi tersebut ada kondisi saling memberi keuntungan. Oleh karenanya Islam
melarang adanya kecurangan dan penipuan dalam berdagang.
َ ُ ْ ُ ْ ُ َُ َ َْ ْ ُ ُ َ َ َ َ ُ َْ ْ َ َّ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ ‫َو ْي ٌل ل ْل ُم َط ِّفف‬
)٣( ‫شون‬ِ ‫) و ِإذا كالوهم أو وزنوهم يخ‬٢( ‫اس يستوفون‬ ِ ‫الن‬ ‫ىل‬‫ع‬ ‫وا‬‫ال‬ ‫ت‬‫اك‬ ‫ا‬ ‫ذ‬‫إ‬ِ ‫ين‬‫ذ‬ِ ‫ال‬ )١( ‫ي‬ ِ ِ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi,” (QS. Al-Muthaffifin [83]: 1-3).

Jika kecurangan terus-menerus dilakukan maka selama hidupnya pula ia makan dari hasil yang tidak
halal. Dengan demikian ia akan mati dalam keadaan membawa harta benda yang haram dan beban dosa
terhadap saudaranya.
َ َ ْ ُ َ َْ َ َ ُ َ َ َ َ ْ ُّ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َ ‫َع ْن َأن ُه َر ْي َر َة َأ َّن َر ُس‬
‫ض ال ِبَل ِد ِإل‬ ‫ وأبغ‬،‫اجدها‬
ِ ‫س‬‫م‬ ‫هللا‬
ِ ‫ل‬ ‫إ‬ ‫د‬ِ
ِ ِ ‫َل‬‫ب‬‫ال‬ ‫ب‬‫ح‬‫أ‬ « :‫ال‬ ‫ق‬ ، ‫م‬‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ‫ه‬
ِ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫هللا‬ ‫ىل‬ ‫ص‬ ‫هللا‬
ِ ‫ول‬
ُ ‫َ ِي‬
‫هللا أ ْس َواق َها‬
ِ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, ‘Negeri (tempat) yang paling dicintai Allah
adalah pada masjid-masjidnya, dan tempat yang paling dimurkai Allah adalah pasar-pasarnya,’” (HR
Muslim).
َّ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َ َ ْ َّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َّ ُ َّ َ َ ُ َ َ َّ َ َ ْ ُّ َ َ ُ ُ ْ َ
‫اَّلل‬
ِ ‫ض ال ِبَل ِد ِإل‬ ‫ات وأساسها عىل التقوى قوله وأبغ‬ ‫اجدها ِألن َها ُب ُيوت الطاع‬ ‫اَّلل مس‬
ِ ‫قوله أحب البَلد إل‬
َ َ ْ َ َ َّ ْ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ِّ َ َ ِ ْ َ ِّ ْ ُّ ِ ِ َ َ ِ َ َّ َ َ ُ َ ْ َ
ِ
‫اَّلل وغ ِي ذ ِلك‬
ِ ‫اض عن ِذك ِر‬ِ ‫أسواقها ِأل َنها محل ال ِغش وال ِخد ِاع والربا واأليم ِان الك ِاذب ِة و ِإخَل ِف الوع ِد و ِاإلعر‬
‫ِم َّما ِ يف َم ْعن ُاه‬
“Nabi bersabda, ‘tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid’ karena masjid merupakan tempat
ketaatan, dan didirikan atas dasar ketakwaan. Sedangkan kalimat ‘tempat yang paling Allah benci
adalah pasar’, karena di pasar adalah tempat tipu-tipu, riba, janji-janji palsu, dan mengabaikan Allah,
serta hal serupa lainnya,” (Lihat Imam An-Nawawi, Syarah An-Nawawi ‘ala Sahih Muslim, [Beirut, Daru
Ihyait Turats Al-Arabi: 1392 H).

Sederhananya, masjid itu mulia bukan sebab ‘dirinya sendiri’ atau memang secara dzat-nya sudah mulia,
melainkan karena perilaku kebajikan di dalamnya seperti zikir, membaca Al-Quran, shalawat, majelis
ilmu maupun aksi sosial. Demikian pula Allah membenci pasar, karena keburukan yang dilakukan di
dalam pasar, baik dari segi perniagaan maupun komunikasi antarsesama.

‘Ala kulli hal, tidak ada yang salah dengan aktivitas niaga kita di pasar atau pusat perbelanjaan lain,
selama menjaga diri dari tindakan yang dapat merugikan sesama, alih-alih memicu konflik. Begitupun di
masjid, mestinya diisi dengan kegiatan yang baik, bukan dengan hal-hal buruk yang dianggap lumrah di
pasar. Caci maki, tipu-tipu, agaknya akan mencederai kemuliaan masjid. Ingat, kemuliaan orang yang
ada di masjid bukan semata-mata karena berdiam di sana, tapi tergantung apa yang dilakukan.

Keempat, menipu Muslim dan menutupi atas mereka dalam masalah agama dan dunia.
Seringkali kepentingan duniawi melenakan banyak orang di mana saja. Hanya karena dunia, kadang
seseorang rela menempuh segala cara, termasuk melalui jalur yang batil. Kecurangan dan penipuan
merupakan hal yang biasa terjadi dengan latar yang sama, yakni kepentingan duniawi. Bahkan, bagi
mereka yang sudah dibutakan, agama pun bisa berubah sekadar alat untuk memperoleh keuntungan,
baik berupa harta, pujian, ketenaran, maupun pangkat.
Azab dan kehinaan yang besar pada Kiamat disediakan bagi orang-orang yang curang dalam menakar dan
menimbang.

Allah SWT telah menyampaikan ancaman yang pedas kepada orang-orang yang curang dalam menakar dan
menimbang yang terjadi di tempat-tempat jual beli di Mekah dan Madinah pada waktu itu.

Diriwayatkan bahwa di Madinah ada seorang laki-laki bernama Abu Juhainah, Ia mempunyai dua macam takaran
yang besar dan yang kecil. Bila ia membeli gandum atau kurma dari para petani ia mempergunakan takaran yang
besar, akan tetapi jika ia menjual kepada orang lain ia mempergunakan takaran yang kecil.

Perbuatan seperti itu menunjukkan adanya sifat tamak, ingin mencari keuntungan bagi dirinya sendiri walaupun
dengan jalan merugikan kepada orang lain.

Terhadap orang seperti itu Nabi Muhammad saw. telah memberi ancaman yang pedas sekali seperti tersebut
dalam hadis ini:
َ َ َّ ُ َّ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ ْ َ َ ُ َّ َ َّ َ َّ َ ْ َ ْ ٌ ْ َ َ َ َ َ ُ ٌ ْ َ
‫يه ُم‬
ِ ‫ف‬ِ ‫ا‬ ‫ش‬ ‫س ما نقض قوم العهد ِإَّل سلط اَّلل علي ِهم عدوهم وما حْكموا ِبغ ِي ما أنزل اَّلل ِإَّل ف‬ ٍ ‫س ِبخ ْم‬‫خم‬
َّ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َّ َ ْ َ ْ ُ َّ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َّ ُ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ ُْ َْ
‫يهم الموت وَّل طففوا الكيل ِإَّل منعوا النبات وَّل منعوا الزكاة ِإَّل‬ ِ ‫احشة ِإَّل فشا ِف‬
ِ ‫يهم الف‬
ِ ‫الفقر وم ْا ظهرت ِف‬
ُ َ َ ُ
‫س ع نه‬ ‫ح ِب‬
Ada lima perkara yang dibalas dengan lima perkara: "Tidak pernah suatu kaum yang melanggar janji melainkan
Allah akan membiarkan kaum itu dikuasai musuhnya. Tidak pernah mereka yang memutuskan suatu perkara
dengan hukuman yang tidak diturunkan oleh Allah melainkan akan tersebar luaslah kefakiran di kalangan mereka.
Tidak pernah di kalangan mereka yang menampakkan gejala-gejala perzinahan melainkan akan tersebar luaslah
bahaya kematian. Tidak pernah mereka yang berbuat curang dalam menakar dan menimbang melainkan mereka
akan curang dalam menakar dan menimbang melainkan mereka akan kehilangan kesuburan tumbuh-tumbuhan.
Dan tidak pernah mereka yang menahan zakat melainkan akan diazab dengan tertahannya hujan (kemarau yang
panjang). (lihat Tafsir Al Maragi, hal. 72, juz 30; jilid X)

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim pada bab niat, “Banyak amal akhirat menjadi
amal dunia dikarenakan niat yang jelek.” Jika hal ini terus-menerus dikerjakan hingga ajal menjemput
maka ia tidak hanya dosa atas kezaliman terhadap orang lain, lebih jauh ia berdosa atas nama agama.

)١٨( ‫ورا‬ ً ‫الها َم ْذ ُم‬


ً ‫وما َم ْد ُح‬ َ ْ َ َ َّ َ َ ُ َ َ ْ َ َ َّ ُ ُ ُ ْ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ ْ َ
‫اجلة عجلنا له ِفيها ما نشاء ِلم ٰۤن ن ِريد ثم جعلنا له جهنم يص‬ ‫من كان يريد الع‬
َ َ َ ُ َ ٌ ْ ُ َ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ٰ َ ِ َ َ َ ٰ ِْ َ َ َ ْ َ َ
ً‫ان َس ْع ُي ُه ْم َّم ْش ُك ْورا‬ ‫ومن اراد اال ِخرة وسٰع لها سعيها وهو مؤ ِمن فاول ِٕىك ك‬

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka Kami segerakan baginya di dunia itu
apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka
Jahannam; ia akan memasukinya dalam Keadaan tercela dan terusir,” (18) Siapa yang menghendaki
kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, dan dia adalah mukmin, mereka
itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik. (19)(QS. Al-Isra).

Allah SWT menyebutkan dua golongan manusia yaitu golongan yang mencintai kehidupan dunia, dan golongan
yang mencintai kehidupan akhirat.

Di dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan golongan yang pertama, sedangkan golongan yang lain, disebutkan
dalam ayat berikutnya. Di dalam menyebutkan golongan yang pertama, Allah SWT menyatakan bahwa barang
siapa yang menghendaki kehidupan dunia yang kenikmatannya segera mereka rasakan, maka Allah SWT
menyegerakan keinginan mereka itu di dunia sesuai dengan kehendaknya.

Pernyataan ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari kebangkitan dan hari
pembalasan, sehingga mereka berkeyakinan bahwa tidak ada kehidupan lagi sesudah kehidupan di dunia ini.
Itulah sebabnya maka mereka terlalu tamak dan rakus terhadap kekayaan dunia dan kemewahannya, padahal
kehidupan dunia serta kenikmatannya adalah bersifat sementara. Itulah sebabnya, kehidupan di dunia serta
kemewahan itu oleh Allah SWT digambarkan sebagai suatu yang segera dapat diperoleh, tetapi segera pula
musnah.

Kemudian Allah SWT mengancam mereka dengan ancaman neraka Jahanam sebagai imbalan yang pantas bagi
mereka. Di dunia mereka akan mengalami penyesalan-penyesalan yang sedalam-dalamnya, akibat berpisah
dengan kemewahan dunia yang sangat mereka cintai itu, yaitu pada saat ajal telah merenggut mereka. Sedang di
akhirat mereka akan mengalami penderitaan yang senista-nistanya, karena menyesali perbuatan yang tercela, dan
jauh pula dari nikmat Allah.

Kelima, menganggap bohong pada kekasih-kekasih Allah dan mengingkarinya.


Jika melihat sejarah Islam, perjuangan para utusan selalu dihadapkan dengan para penolak ajarannya,
baik perseorangan maupun golongan. Hal ini tidak berhenti di zaman Rasul, sahabat, tabi’in, hingga para
ulama kekasih Allah yang datang belakangan. Hingga saat ini tantangan demi tantangan silih berganti
terjadi pada pejuang di jalan Allah mulai dari tingkat kepercayaan, fitnah, iri, dengki, sampai pada
penolakan dan perlawanan.

Orang yang mengingkari utusan Allah berarti ia menyakitinya. Siapa yang menyakiti utusan Allah sama
juga ia menyakiti Allah subhanahu wata’ala. Maka lakanat Allah-lah yang lebih pantas untuk mereka.
َ ُ ْ َ َّ َ ً ََ َ َّ َ َ ْ ُّ ُ َّ ‫ول ُه َل َع َن ُه ُم‬
َ ُ َ َ َ َّ َ ُ ْ ُ َ َّ َّ
‫ين ُيؤذون‬‫) وال ِذ‬٥٧( ‫اآلخ َرِة َوأعد ل ُه ْم عذ ًابا ُم ِهينا‬
ِ ‫اَّلل ِ يف الدن َيا َو‬ ‫ِإن ال ِذين يؤذون اَّلل ورس‬
ً ُ ً ْ َ ً َ ُْ َُ َ ْ َ َ ُ َ َْ َ َْ َ ُْْ َ َ ْ ُْ
)٥٨( ‫ات ِبغ ِي ما اكَسبوا فق ِد احتملوا بهتانا و ِإثما م ِبينا‬ ِ ‫المؤ ِم ِني والمؤ ِمن‬
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan
akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan dan orang-orang yang menyakiti orang-
orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat. Maka sesungguhnya mereka
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata,” (QS. Al-Ahzab 33]: 58).
Orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, dan
hanya berdasarkan kepada fitnah dan tuduhan yang dibuat-buat, maka sungguh mereka itu telah memikul
kedustaan dan dosa yang nyata sekali. Menurut Abdullah bin Abbas r.a ayat ini diturunkan sehubungan dengan
tuduhan Abdullah bin Ubay terhadap Siti 'aisyah yang dituduhkan berbuat krisis moral dalam perjalanan pulang
beserta Nabi Muhammad saw setelah memerangi Bani Mustaliq, yang terkenal dengan hadisul ifki. Dan menurut
Abu Hurairah Rasulullah saw pernah ditanya tentang apa artinya bergunjing. Beliau menjawab: "Engkau
menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya". Nabi ditanya lagi: "Bagaimana jika yang disebut
itu memang benar terdapat suatu kenyataan?". Nabi menjawab: "Bila yang diucapkan itu benar engkau telah
mengumpat kepadanya, dan bila itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan terhadapnya". Dan
menurut riwayat `Aisyah r.a bahwa Nabi saw pernah ditanya: "Riba manakah yang paling berat di sisi Allah, beliau
bersabda menghalalkan kehormatan seorang manusia, lalu Nabi membacakan ayat ini.

Jika mereka mati sebelum bertobat, maka mereka mati dalam keadaan terlaknat. Semoga kita semua
menjadi bagian dari orang-orang yang dijaga dari mati su’ul khatimah.

Anda mungkin juga menyukai