Anda di halaman 1dari 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK/COPD Chronic Obstructive Pulmonary Disease) merupakan suatu kelompok gangguan pulmoner yang ditandai dengan adanya obstruksi permanen (irreversible) terhadap aliran udara ekspirasi dengan karakteristik pembatasan dari aliran udara ekspirasi.8,11,14,19,20,30 Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama COPD adalah rokok, asap, polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3,30 Gangguan ini disebabkan oleh beberapa tipe lesi anatomi, termasuk hilangnya elastic recoil dari paru-paru dan fibrosis beserta penyempitan dari saluran napas kecil, inflamasi, edema, dan sekresi juga berkontribusi dalam bermacam pembatasan aliran udara. COPD tidak hanya merupakan penyakit paru tetapi juga merupakan kelainan inflamasi sistemik, kerusakan otot, peningkatan resiko dari atheroscelosis, depresi, osteoporosis, dan abnormalitas dari cairan dan kesetimbangan elektrolit yang mungkin dapat disebabkan oleh COPD.13 COPD dahulunya diklasifikasikan menjadi subtype bronchitis kronik dan emfisema, walaupun kebanyakan pasien memiliki keduanya. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif kronis selama lebih dari 2 tahun, yang diikuti dengan hipersekresi mucus hingga hipertrofi dari kelenjar dari mucosa bronchial.
3,8,14,17,20

dan emfisema ditandai oleh adanya kerusakan

permanen pada dinding alveola yang menyebabkan peningkatan ukuran ruang udara

distal yang abnormal hingga bronchioles terminalis tanpa adanya fibrosis yang nyata.3,14

Gambar 1.Venn diagram of overlap between asthma, chronic bronchitis and emphysema (the diagram is not proportional).

Merokok dapat menyebabkan COPD dengan bermacam mekanisme, menstimulasi respon inflamasi, mediator inflamasi termasuk oksidan dan protease dipercaya sebagai pemeran utama penyebab kerusakan paru.15 Merokok juga dapat mengubah respon perbaikan dalam beberapa cara, penghambatan dari perbaikan mungkin menstimulasi kerusakan jaringan yang memiliki karakteristik berupa emphysema. Faktor genetik sepertinya menjadi pemeran utama yang mampu

mempengaruhi banyak faktor heterogenitas yang ada. Mungkin banyak faktor yang berperan, tetapi baru-baru ini, hanya defisiensi inhibitor -1 protease yang telah teridentifikasi menyebabkan kerusakan jaringan. Keterpaparan terhadap asap rokok mampu berkontribusi dalam perkembangan COPD. Inflamasi dari saluran napas bawah seperti yang disebabkan oleh asma atau kelainan kronik lainnya mungkin juga dapat berkontribusi dalam perkembangan obstruksi saluran napas.19 COPD dikarakteristikan dengan peningkatan neutrophil, macrofag dan Tlymphosit (terutama CD+8) pada berbagai bagian dari paru, yang direlasikan dengan derajat pembatasan aliran udara. Mungkin peningkatan eosinophil pada pasien akan terjadi pada saat terjadi eksaserbasi. 2.2. Prevalensi Prevalensi dan angka mortalitas dari COPD terus meningkat. Kasus kunjungan pasien COPD di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, COPD menduduki peringkat keempat setelah penyakit jantung, cancer dan kardiovascular.

2.3.

Patogenesis Patogenesa dari inflamasi, remodeling, dan kerusakan dari unit alveolar pada

COPD tidak sepenuhnya diketahui.24 Dasar patofisiologi dari COPD terdiri dari peningkatan resistensi jalan nafas, penurunan elastic recoil, penurunan flow rate ekspirasi.14 Selain proses inflamasi yang terkait dengan kejadian COPD, pathogenesis penting lainnya yang terkait dengan COPD adalah ketidakseimbangan antara proteinase dengan antiproteinase pada paru dan adanya stress oksidatif.5 Proses tersebut mungkin hasil konsequensi dari inflamasi, atau mungkin terjadi peningkatan yang disebabkan oleh stimulasi dari lingkungan, seperti komponen-komponen oksidan yang terdapat pada paru, atau berasal dari factor genetic seperti defisiensi alfa 1 antitripsin (ada gambar schematic patogenesa COPD. 9 Inflamasi pada COPD dikaitkan dengan jaringan paru, termasuk parenkim dan vaskuler. Sel inflamasi akan mensekresikan beberapa jenis mediator termasuk tumor nekrosis factor, interleukin 8, dan LTB4. Mediator-mediator tersebut dipercaya dapat merusak struktur dari jaringan paru. Saluran nafas besar (seperti thrakea, bronkus, dan bronkiolus dengan diameter 2-4mm) akan berespon dengan mengalami peningkatan sekresi mucus dari kelenjarnya, peningkatan jumlah dari sel goblet, dan penurunan fungsi mukosilier, perubahan ini menstimulasi hipersekresi mucus, batuk kronik, dan peningkatan kemudahan untuk terjadinya infeksi.11 Saluran nafas bronkus dan bronkiolus dengan diameter lebih kecil dari 2mm juga mengalami kerusakan berulang dan akan mengalami perbaikan berulang pada dinding saluran nafas. Hal ini mengahasilkan mekanisme remodeling, dan terkadang terbentuk jaringan ikat permanen, penebalan dan terjadi konsolidasi.11

Pada COPD pembatasan aliran udara masuk dan keluar disebabkan oleh satu atau lebih hal berikut :12 1. Hilangnya elastisitas saluran nafas dan air sacs 2. Banyak dinding dari airsacs yang mengalami kerusakan 3. Dinding saluran nafas yang mengalami penebalan dan inflamasi 4. Saluran nafas memproduksi mucus lebih banyak dari keadaan normal yang mampu menyebabkan pembuntuan dari saluran nafas

2.3.1

Inflamasi kronik gas dan partikel berbahaya

inflamasi kronik saluran napas, parenkim paru, pembuluh darah paru.

Sel-sel inflamasi meningkat ( makrofag, limfosit T(CD 8) dan netrofil

melepaskan mediator inflamasi : leukotrin B4, interleukin 8, TNF alfa,dll.

Peningkatan mediator inflamasi

kerusakan struktur paru

Sel inflamasi dapat dihubungkan dengan berbagai macam dari sitokine dan mediator inflamasi, yang paling berperan adalah leukotrien 4, interleukin 8, dan tumor nekrosing factor-.
5,7,9,12

Bentukan inflamasi ini dinyatakan berbeda dari yang

dilihat pada pasien dengan asma bronchial. Perubahan inflamasi ini mungkin dapat menetap setelah berhenti merokok.9

Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot polos, dan fibrosis.
14,20

Terdapat pula

disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, sel inflamasi akan
5,8,10,20

menghasilkan elatase yang akan memecah serat elastic jaringan paru

penghancuran elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK. 2.3.2 Keseimbangan proteinase antiproteinase Pada COPD terjadi ketidakseimbangan proteinase dan antiprotease. Ini mungkin didapatkan pada COPD dengan peningkatan produksi atau aktivitas dari proteinase atau inaktivasi (atau pengurangan produksi) dari antiproteinase.5 Asap rokok sendiri dapat mengakibatkan stres oksidatif dilain pihak juga menyebabkan pengeluaran kombinasi antara proteinase dan dilain pihak terjadi penurunan atau inaktivasi dari beberapa antiproteinase oleh oksidan. Secara umum proteinase yang berhubungan dengan kejadian COPD termasuk produk dari netrofil (elathstase, capthepsin G, dan proteinase 3) dan macrofag (capthesin B, L, dan S) dan beberapa macam matrik metaloproteinase (MMP).5 Antiproteinase yang pada umumnya berhubungan dengan pathogenesa COPD termasuk -1 antitripsin (AAT), penghambatan sekresi enzim leukoprotein, penghambatan jaringan dari metaloproteinase (MMPs).4 Elatase netrofil tidak hanya berkontribusi pada destruksi parenkim dan hal itu juga berkontribusi dan sangat poten menginduksi sekresi mucus dan akan terjadi hiperplasi kelenjar mucus.7

Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis COPD. Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan COPD. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran antiprotease. Level yang rendah dari Alfa 1 Antitripsin tidak cukup untuk menghambat elatase yang dihasilkan dari jaringan paru (alveolus) yang mengalami destruksi elastin, yang merupakan komponen jaringan paru
6,8,9

dan akan mengarah pada

kejadian emfisema diabanding dengan bronchitis kronis.6 defisiensi AAT juga dapat terjadi karena factor genetic dan ini berperan pada kurang dari 1% kejadian COPD di US.23

Berikut adalah peran MMP-12 yang dihasilkan oleh makrofag pada kejadian COPD 26

10

Figure 1. MMP-12 is produced by alveolar macrophages, smooth muscle cells, and epithelia in response to cigarette smoke. It is a key molecule in the recruitment of inflammatory cells, release of TNF-alpha, and pathways downstream of TGF-beta activation. These activities lead to the airway damage, fibrogenesis, repair, and remodeling that are the hallmarks of COPD.

11

12

2.3.3 Keseimbangan beban oksidan antioksidan. Tanda dari stres oksidatif ditemukan meningkat jumlahnya pada paru,

kondensasi udara ekspirasi, urin dari perokok dan pasien dengan COPD, termasuk hidrogen peroksida, dan produk lipid peroksidase (isoprostane F2-III).5,7,9 Stres oksidatif dapat berkontribusi pada COPD dengan mengoksidasi berbagai macam molekul biologi (yang dapat memicu kerusakan bahkan kematian sel), kerusakan matrik ekstraseluler, menginaktivasi sistem pertahanan antioksidan, atau mengaktivasi proteinase, mempertinggi ekspresi gen (dengan mengaktivasi faktor transkripsi seperti nuclear faktor B atau memulai terjadinya asetilasi dari histon) Oksidan juga terlibat dalam pengeluaran TGF beta, aktivasi TGF beta ini dapat memediasi remodeling saluran nafas dengan adanya kejadian fibrosis.17

13

2.4

Sel inflamasi pada COPD

Tempat peningkatan sel inflamasi pada COPD 9 Saluran nafas besar : macrofag : limfosit T terutama limfosit CD +8, neutrofil (pada keadaan penyakit berat) : eosinofil (pada beberapa pasien) Saluran nafas kecil : macrofag : limfosit T terutama CD+8 : eosinofil (pada beberapa pasien) Parenkim paru : Macrofag : Limfosit T (terutama CD +8) : Neutrofil (pada keadaan penyakit berat) Arteri pulmoner : Limfosit T (terutama CD +8) : Neutrofil (pada penyakit berat) COPD memiliki karakteristik peningkatan neutrofil, makrofag, dan limfosit T (terutama CD+8) pada berbagai bagian dari paru. Keadaan ini mungkin juga meningkatkan eosinofil pada beberapa pasien, terutama akan terlihat pada keadaan eksaserbasi.

14

2.4.1

Neutrofil Neutrofil adalah salah satu sel utama yang berperan pada mekanisme

patofisiologi dari COPD, yang terakumulasi dan teraktivasi pada sel. Neutrofil akan berlebihan dalam darah. Bagaimanapun juga, mereka jarang ditemukan pada jaringan paru normal. Mereka memiliki waktu paruh yang pendek, bertahan hanya beberapa jam (rata-rata hanya 6 jam) setelah dikeluarkan oleh bone marrow. Pada reaksi inflamasi, beberapa factor kemotaktic yang diproduksi dapat menstimulasi migrasi cepat dari neutrofil pada daerah inflamasi, mereka memiliki fungsi melawan bakteri, jamur, beserta virus. Pada keadaan tersebut netrofil memproduksi substansi seperti metabolit oksigen, protease, phosfolipase, dan nitric oxide, yang bersifat toxic bagi mikroorganisme dan bersifat dapat merusak jaringan. Pada lavase bronchoalveolar dan sputum dari perokok, neutrofil ditemukan dalam jumlah besar (Gambar 1). Bagaimanapun, tidak ada perbedaan yang ditemukan pada contoh dari jaringan paru. Ini dipercaya sebagai hasil dari migrasi cepat dari neutrofil pada alveoli dan heterogenitas dari proses inflamasi itu sendiri. Factor penting lainnya dari neutrofil berupa diameter dari neutrofil itu sendiri sekitar 8 , sedangkan diameter kapiler sekitar 5,5 . Oleh karena itu neutrofil efektif dalam aliran darah. Bagaimanapun juga, selain merujuk pada ukurannya, neutrofil memang banyak terdapat dalam kapiler paru, diprlihatkan terutama pada vascular bed. Pada terstimulasi oleh subtansi tertentu, neutrofil dengan cepat akan terseqestrasi pada area tersebut.

15

Beberapa factor yang dapat meningkatkan adhesi dari netrofil seperti fragmen dari komplemen terutama komponen C5a, tumor nekrosis factor alfa (TNF-), interleukin-1 (IL-1) dan lipopolisakarida. Baik struktur maupun fungsi dari neutrofil telah termodifikasi pada perokok. Pada prokok akan terjadi peningkatan jumlah inclusi pada sitoplasma yang terdapat pada sel-sel pada paru dan mengubah fiksasi reseptor untuk komponen C3 dari komplemen yang teraktivasi, yang menghaangi fagositosis. Ini juga menurunkan ketahanan membrane neutrofil dan macrofag. Substansi protein, seperti elatase, asam phosphate, glukoronidase, myeloperoksidase, metalloperoksidas, lipocaine yang terkombinasi dengan gelatin, proteinase 3, capthesin G, dihasilkan dari granule neutrofil. Beberapa subtansi yang kut serta baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam merusak jaringan parenchyma paru. Neutrofil juga dapat menstimulasi pengeluaran produk lainnya, yang dapat mengakibatkan kemotaksis dan aktivasi, dari neutrofil lainnya, seperti IL8 dan leukotrien B4. Banyaknya Neutrofil Elatase dan pengubahan sinyal VEGF secara independent akan mengakibatkan kejadian dan progresifitas dari emfisema

16

paru.13 Yang memperkuat neutrofil dalam proses inflamasi. Substansi ini juga mengubah kesetimbangan antara produksi dan degradasi dari protein yang ada pada matrik ekstraseluler, yang dapat menghasilkan kerusakan dari dinding alveolus. Meningkatnya jumlah neutrofil yang teraktivasi ditemukan pada sputum dan cairan lavase bronkoalveolar (BAL) dari pasien COPD walaupun peran dari neutrofil pada COPD tidak terlalu jelas. Neutrofil juga meningkat pada pasien perokok tanpa COPD. Bagaimanapun juga mungkin peningkatan sedikkit neutrofil pada saluran nafas dan jaringan paru, mungkin merefleksikan transit yang cepat pada bagian paru. Pemeriksaan sputum juga memperlihatkan peningkatan enzim

myeloperoksidase (MPO) dan neutrofil human lipocain, yang mengindikasikan aktivasi dari neutrofil. Eksaserbasi akut dari COPD memiliki karakteristik berupa peningkatan jumlah neutrofil pada cairan lavase bronkoalveolar. Neutrofil mensekresikan beberapa proteinase, termasuk neutrofil elatase (NE), neutrofil capthesin G, dan neutrofil protein 3, yang berkontribusi dalan kerusakan parenchymal dan hipersekresi mucus kronis. Apoptosis dari neutrofil dapat diubah pada pasien COPD yang memperoleh terapi corticosteroid. Pada asma, eosinophil adalah salah satu jenis sel yang berpartisipasi dalam proses inflamasi, corticosteroid dapat menguatkan apoptosis dan meningkatkan macrofag depuration dari eosinofil, menurunkan proses inflamasi. Pada COPD, corticosteroid memperpanjang ketahanan neutrofil, dan memperantarai proses neutrofilic. Bagaimanapun juga, mereka menstimulasi peningkatan 3 kali lipat fagositosis oleh macrofag. Factor lainnya adalah penurunan apoptosis persisten dari keadaan hypoxia seluler,yang secara umum menetap pada COPD yang berat.25

17

2.4.2

Limfosit

Limfosit T Histology dan bronchial biopsy memperlihatkan peningkatan dari limfosit T terutama CD+8 (sel sitotoksik) pada pasien COPD. Peran mereka dalam kejadian COPD tidak diketahui dengan baik, tetapi kemungkinan besar CD+8 ini berkontribusi dalam mengeluarkan perforin, granzyme B, tumor necrosing factor , yang dapat menyebabkan sitolisis dan apoptosis dari sel epitel alveolar yang mungkin akan persisten dalam proses inflamasi. Peningkatan jumlah limfosit NK sel juga diperlihatkan pada pasien COPD Kumpulan fakta pada lebih sekitar 6 tahun lalu mengindikasikan cytotoksik limphosit T CD8 yang memainkan peran dengan signifikan dalam pathogenesa COPD. Respon imun adaptif terjadi secara normal pada anak-anak yang memperoleh vaksinasi atau mendapatkan infeksi dan tergantung dari kesensitifan limfosit. Hubungan dan keseimbangan antara respon imun yang didapat dari neutrofil, makrofag, dan NK cell, serta sel lain yang terlibat pada system imunitas adaptif, kekuatan system pertahanan ini mencegah mikroorganisme patogenik potensial , dan antigen lainnya Semua efek dari limfosit T tergantung dari interaksi antara protein spesifik yang ada yang terkandung dalam sel. Kompleks histocomplatibilitas yang utama mengandung glikoprotein yang terdapat pada membrane sel yang mengikat peptide yang berfungsi sebagai antigen, komlek histocompatibilitas tersebut dibagi menjadi 2 jenis, yaitu MHC I dan MHC II Lymfosit subtype CD+4 lebih dikenali. Dimana mereka akan menskresikan interferon-gamma, IL-2 dan TNF- tetapi tidak mensekresikan IL-4, IL-5, IL-10 atau IL-13, mereka dikenal sebagai T helper 1 (Th1) limfosit.

18

Limfosit T CD +8 mengekspresikan molekul MHC I dan limfosit CD+4 mengekspresikan molekul MHC II. Sebagai tambahan, CD8+ T sel memiliki kepekaan tinggi pada apoptosis dan tingkat survival rendah. Item terakhir bisa menjelaskan mengapa CD8 sel belum secara ekstensif dipelajari. Faktor penting yang lain yang membedakan lymphocyte subtypes menjadi perlawanan yang tinggi ke apoptosis yang distimulasi oleh Fas ligand di (dalam) CD4+ T lymphocytes Limfosit CD +8 dapat berdeferensiasi menjadi sel Tc1 yang mensekresikan interferon alfa tetapi tidak mensekresikan interleukin 4, dan sel Tc2 yang mensekresikan interleukin tetapi tidak mensekresikan interferon alfa. CD+4 terdiri dari T helper 1 dan T helper 2, dan semua sel CD+8 memiliki fungsi yang sama sebagai sitotoksic. Bagaimanapun juga level dari toksisitasa tergantung dari ekspresi dari MHC kelas 1 dan kemungkinan dari stimulasi lainnya yang sejenis. Terdapat perbedaan stimulasi dari limfosit CD +8, tergantung dari interleukin yang dikeluarkan. Sebagai contoh, IL-12 meningkatkan Tc1, dan IL-4 menghambat proliferasi dari Tc1. Limfosit CD+8 predominant pada daerah perivascular, sedangkan limfosit CD+4 predominan pada area sub epithelium. Pada saat CD +8 teraktivasi, mereka menyebabkan sitolisis dari sel yang terinfeksi, atau perubahan sel host, yang akan menghasilkan interferon alfa dan interferon gama, yang mengakibatkan resolusi yang cepat dari infeksi virus. Ini juga didemonstrasikan oleh model eksperimental yang cukup dimana stimulasi CD+8 yang memadai dapat menyebabkan destruksi pathologis dari perubahan yang terjadi pada jaringan paru.

19

Beberapa penulis mempublikasikan studi yang meningkatkan konsentrasi dari sel CD+8 pada jaringan paru perokok dengan COPD yang direlasikan dengan jaringan paru seseorang yang bukan perokok. Hal lainnya yang ditemukan adalah jumlah yang besar dari sel CD+8 pada darah perifer pada pasien dengan COPD 25 2.4.3 Eosinofil Peran dari eosinofil dalam pathogenesa COPD masih kontroversi dan masih banyak spekulasi. Seperti halnya basofil, eosinofil berkembang dari stem cel dari sumsum tulang. Progenitor eosinofil dan basofil dapat juga ditemukan pada sirkulasi. Berbagai factor seperti IL-5, menstimulasi secara selektif dalam deferensiasi dari progenitor eosinofil. Keberadaan dan peran eosinofil dalam kejadian COPD tidak dapat ditentukan. Beberapa biopsy bronchial memperlihatkan peningkatan jumlah eosinofil pada saluran napas pasien COPD yang stabil. Level dari eosinofil cation protein (ECP) dan eosinofil peroksidase (EPO) menginduksi peningkatan sputum. Level neutrofil elatase yang tinggi juga ditemukan. Banyak studi memperlihatkan peningkatan eosinofil selama eksaserbasi akut.

20

Eosinofil adalah salah satu sel yang secara langsung dihubungkan dengan kejadian asma. Pada COPD, beberapa studi mengidentifikasi eosinofil pada saat eksaserbasi sama halnya pada saat fase stabil dari penyakit yang diketahui dengan cara biopsy, lavase bronkoalveolar dan sputum analisis. Dipercaya bahwa eosinofil didapatkan hanya pada subtype COPD, dengan prilaku yang hampir sama dengan asma. Bagaimanapun juga berbagai macam studi telah mengidentifikasi eosinofil pada keadaan COPD yang mengalami eksaserbasi.

Beberapa

penulis

mengidentifikasi

peningkatan

konsentrasi

protein

kemotaktik dalam eosinofil dari pasien bronchitis kronis; eotaxin, protein kemotaksis untuk protein kemoatractant 4 dari monosit dan regulasi dari aktivasi, protein normal yang disekresikan oleh sel T (RANTES). Beberapa penemuan memperlihatkan kesamaan antara asma bronchial dan eksaserbasi dari bronchitis kronik. Salah satu teori menyatakan bahwa RATES dan limfosit CD+8 memiliki aktivitas yang sinergis selama eksaserbasi, yaitu meningkatkan ligand Fas yang menginduksi apoptosis dari sel yang terinfeksi.

21

2.4.4

Makrofag

Macrofag memiliki peran yang penting dalam perkembangan COPD dan ditemukan dalam jumlah yang meningkat pada dinding bronkus seperti halnya pada parenchyma paru, terutama pada ruang alveolar. Macrofag adalah sel yang paling umum ditemukan pada jaringan paru, macrofag memiliki fungsi ikut serta sebagai presentan antigen bagi limfosit T, dan mereka mengeluarkan berbagai macam sitokin dan metabolit aktif yang berasal dari asam arakidonat. Macrofag memperlihatkan bermacam bentuk yang signifikan pada jaringan paru dan memiliki ukuran yang berbeda. Macrofag dengan ukuran yang lebih kecil memiliki capasitas fagositosis, dan macrofag dengan ukuran yang besar memiliki kemampuan aktivitas biochemical yang besar (Rogerio rufino, et al. 2008). Produk yang dilepaskan Makrofag (Stanley and Vinjay, 1995)

Pada umumnya, makrofag terdapat sekitar 90 % dari jumlah sel keseluruhan yang ditemukan pada lavase bronchoalveolar. Prosentase ini sering ditemukan pada
22

perokok. Dan terkadang meningkat 4 hingga 5 kali lipat lebih besar. Macrofag ini secara difus tersebar dari saluran nafas atas hingga alveoli

Peningkatan jumlah makrofag diperlihatkan terjadi pada saluran napas baik besar dan kecil juga pada parenkim paru pada pasien dengan COPD, yang direfleksikan histopatologi, BAL, biopsy bronchial, dan pemeriksaan sputum. Pasien dengan emfisema, makrofag terlokalisasi pada bagian dinding alveolar yang mengalami destruksi. Makrofag memainkan peran penting pada kejadian inflamasi pada COPD dengan mengeluarkan berbagai macam mediator seperti tumor nekrosing factor , interleukin 8, leukotrien B4 (LB4) yang akan menstimulasi keberadaan inflamasi. Pada perokok, akan menghasilkan sejumlah besar lisosom hingga 5 kali lipat lebih dari seseorang yang tidak merokok, dimana akan mensekresikan berbagai macam substansi, metabolit dari asam arakidonat, tromboksan E2, prostaglandin D2, prostaglandin F2a, leukotrien B4, 5 asam hidroksiekosat tetraenoic; sitokine: IL-1,IL-

23

6,TNF , IFN, IFN , IL-10, IL-12, IL-15 dan faktor penghambat makrofag; metabolit oksigen: anion superoksida,02-, hydrogen peroksida (H2O2) dan radical hidroksil (OH-); enzyme metalloproteinase dan elatase, beserta nitric oksida. Makrofag memainkan peran terjadinya emfisema dengan memproduksi enzyme elasticolitic, capthesin, dan MMP. Capthesin akan dihambat oleh antiprotease cistati C, sedangkan MMP akan dihambat oleh Tissue inhibitor of metaloprotein (TIMPs).4 2.4.5 Sel Epitel

Sel epitel alveolar dan jalan nafas merupakan sumber mediator penting pada COPD, walaupun mekanisme inflamasi masih belum dipelajari dengan teliti. Paparan sel epitel nasal dan bronkhial pada orang coba yang sehat terhadap NO2, Ozon (O3) dan partikel dari pembuangan mesin diesel menyebabkan mediator pro inflamasi yang bermakna termasuk eikosanoid, sitokin dan molekul adhesi. Molekul adhesi Eselectin, berpengaruh pada rekrutmen dan adhesi netrofil, dimana akan menigkatkan regulasi pada sel epitel jalan nafas pada pasien COPD. Kultur sel epitel pada pasien COPD menghasilkan kadar mediator inflamasi yang lebih rendah seperti TNF-a dan IL-8 dari pada preparat yang sama dari perokok dan bukan perokok tanpa COPD, hal itu mendukung bahwa bentuk yang sama dari down-regulation pelepasan mediator inflamasi dapat terjadi pada sel epitel pada individu dengan COPD. 2.5 Mediator unflamasi pada COPD Sel inflamasi yang teraktivasi pada COPD melepaskan berbagai mediator, termasuk spektrum proteinase, oksidan dan peptida toksik yang poten. Banyak mediator dinyatakan penting dalam penyakit ini (seperti LTB4, IL-8 dan TNF) adalah berpotensi mampu merusak struktur paru dan atau mendukung inflamasi netrofil. Kerusakan dipicu oleh potensiasi inflamasi dengan pelepasan peptida kemotaktik dari matriks ekstraseluler. Belum diketahui bagaimana mekanisme khusus dari inflamasi
24

ini pada COPD. Studi pada penggunaan antagonis mediator selektif harus mengenali molekul yang relevan pada COPD. Mediator-mediator dalam pada keadaan Inflamasi 27 1. Vasodilatasi : Histamin, bradikinin, Prostaglandin 2. Peningkatan Permeabilitas Vaskular : Histamin, Bradikinin, C3a dan C %a, Leukotrien, Aseter PAF, Metabolit Oksigen 3. Marginasi : LTB4 dan C5a 4. Kemotaksis : LTB4, C5a, Produk bakteri, kation protein neutrofil, limfokin 5. Demam : Pirogen endogen IL-!, PGE2 6. Nyeri :PGE2, Bradikinin 2.5.1 Leukotrien B4 (LTB4) LTB4, adalah netrofil kemotaktik yang poten, kadarnya ditemukan meningkat pada dahak pasien COPD. Ini mungkin dihasilkan oleh makrofag alveolar, dengan sekret tinggi LTB4. Beberapa reseptor antagonis LTB4 poten telah dikembangkan untuk studi klinik dan harus menguraikan mekanisme lebih lanjut mediator ini pada COPD. Sejauh ini tidak ada bukti bahwa sistenil leukotriens (LTC4, LTD4, LTE4) berpengaruh pada COPD. Antagonis selektif reseptor sistenil leukotrien 1 (CysLT1) terbukti membantu pasien asma dan studi terhadap obat-obatan ini pada pasien COPD saat ini masih berlangsung. Mekanisme reseptor sistenil leukotrien 2 (CysLT2) pada respirasi belum diketahui 9 LTB4 terlihat sebagai chemotaktik utama pada pasien dengan COPD berat dan selama eksaserbasi akut. LTB4 penting dalam mendatangkan sel limfosit T CD+8 pada area sel yang mengalami inflamasi 9,15
25

2.5.2

Interleukin IL-8, adalah netrofil kemotaktik yang mungkin disekresikan oleh makrofag,

netrofil, dan sel epitel jalan nafas, terdapat pada konsentrasi tinggi pada sputum yang terinduksi dan cairan BAL pada pasien COPD. IL-8 mungkin memegang peranan utama pada aktivasi baik netrofil dan eosinofil pada jalan nafas pasien COPD dan menjadi marker pada evaluasi keparahan inflamasi jalan nafas.9,17 Interleukin 1 (IL-1) adalah sitokin proinflamasi yang meningkat pada seseorang yang merokok. Peningkatan IL-1 dihubungkan dengan kejadian pathogenesis dari emfisema dan remodeling saluran nafas kecil yang disebabkan oleh rokok. Dari penelitian terdapat bukti bahwa terdapat signifikansi IL-1 dalam menyebabkan emfisema dan remodeling saluran nafas kecil yang dapat dibandingkan dengan peran TNF-. 2 2.5.3 Tumor Nekroting Faktor- (TNF-) TNF- mengaktivasi faktor transkripsi nuclear factor-KB (NF-KB), yang mana menjalankan aktivasi gen IL-8 pada sel epitel dan makrofag. TNF- dengan konsentrasi tinggi terdapat pada sputum dan dapat dideteksi pada biopsi bronkhial pada pasien COPD. Kadar TNF-serum dan produksi oleh monosit darah perifer meningkat pada pasien COPD yang kehilangan berat badan, mendukung bahwa mediator ini memegang peranan penting pada kakeksia pada COPD berat. Asap rokok mengaktivasi makrofag dan sel epitel untuk memproduksi TNF-, menukar gen IL-8,yang menarik dan mengaktifkan netrofil. Proses ini terjadi melalui aktivasi faktor transkripsi NF-KB. 9,17

26

2.6

Mediator Inflamasi lain

Mediator inflamasi lain yang mungkin berpengaruh pada COPD antara lain: 9

Makrophage chemotactic protein-1 (MCP-1), sebuah monosit kemotaktik poten, meningkat pada cairan BAL pada pasien COPD dan perokok tanpa COPD, tapi tidak pada mantan perokok atau bukan perokok. Jadi, MCP-1 dapat terlibat pada penarikan makrofag ke dalam paru pada perokok.

Macrophage inflammatory protein-1 (MIP-1) meningkat pada cairan BAL pada pasien COPD dibandingkan dengan perokok, mantan perokok atau bukan perokok. Macrophage inflammatory protein-1 (MIP-1 ) menunjukkan peningkatan ekspresi pada sel epitel jalan nafas dari pasien COPD dibandingkan dengan kontrol perokok.

Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) ditemukan pada konsentrasi yang meningkat di cairan BAL pada pasien COPD yang stabil dan kadarnya meningkat selama eksaserbasi. Jumlah GM-CSF adalah penting bagi ketahanan netrofil dan mungkin memegang peran penting dalam menimbulkan inflamasi netrofilik.

Transforming growth factor- (TGF-) dan epidermal growth factor (EGF) menunjukkan peningkatan ekspresi pada sel epitel dan sel submukosa (eosinofil dan fibroblas) pada pasien COPD. Mediator ini mungkin memegang peran penting pada remodeling (fibrosis dan penyempitan) jalan nafas pada pasien COPD. Jalur TGF- juga meregulasi transkripsi dari protein matrik ekstra seluler seperti decorin dan MMP. 3

Endothelin-1 (ET-1), sebuah peptida vasokonstriktor yang dihasilkan endotelium, ditemukan menigkat pada sputum yang terinduksi pada pasien COPD. Pasien dengan COPD berat juga megalami peningkatan kadar plasma ET-1 yang mana mungkin berhubungan dengan hipoksemia kronisnya.

27

Neuropeptida, seperti substansi P, peptida kalsitonin berhubungan dengan gen (calcitonin gene-related peptide), dan vasoactive intestinal peptide (VIP), memiliki efek yang poten terhadap fungsi vaskuler dan sekresi mukus. Peningkatan konsentrasi substansi P dijumpai pada sputum pasien bronkhitis kronik. Suatu studi biopsi bronkhial menunjukkan peningkatan pada saraf VIP-imunoreaktif di sekitar kelenjar submukosa pada pasien-pasien bronkhitis kronis, mendukung bahwa substansi ini memegang peran penting dalam hipersekresi mukus. Tetapi, studi yang lain menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada jumlah saraf imunoreaktif untuk substansi P, calcitonin generelated peptide, atau VIP antara pasien COPD dan subyek yang sehat.

Komplemen. Aktivasi dari jalur komplemen melalui pembangkitam kemotaksin poten C5a mungkin memegang peranan penting pada akumulasi netrofil yang tampak pada paru pasien COPD.

28

29

Anda mungkin juga menyukai