Anda di halaman 1dari 75

610.

28
Ind
p
ISO 9001:2015
824 100 13105

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS
PETUNJUK TEKNIS
PENILAIAN ALAT KESEHATAN
PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO DIAGNOSTIK IN VITRO

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


2016 2016
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS
PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


2016
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

610.28
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Petunjuk Teknis Penilaian Alat Kesehatan Diagnostik
In Vitro. -- Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.2016

ISBN 978-602-416-072-2

1. Judul I. EQUIPMENT AND SUPPLIES


II. MEDICAL DEVICES III. IN VITRO TECHNIQUES
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN iii
DIAGNOSTIK IN VITRO

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL


KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN

Dengan penuh rasa syukur saya menyambut baik atas diterbitkannya


buku Petunjuk Teknis Penilaian Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang
merupakan acuan bagi penilai dalam proses penilaian permohonan
persetujuan izin edar dan pelaku usaha di bidang alat kesehatan
diagnostik in vitro dalam proses permohonan persetujuan izin edar.
Alat kesehatan merupakan salah satu komponen penting dalam
pelayanan kesehatan. Alat kesehatan yang digunakan dalam pelayanan
kesehatan harus dapat dipastikan aman, bermutu dan bermanfaat
sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dan Permenkes No. 1190/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Akhir kata saya mengharapkan dengan diterbitkannya petunjuk teknis
ini dapat memberi manfaat bagi penilai dan pelaku usaha di bidang
alat kesehatan diagnostik in vitro dalam melakukan proses penilaian/
evaluasi persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.

Jakarta, November 2016


Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI

Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph. D


NIP. 19580503 198303 2 001
iv PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

KATA PENGANTAR
DIREKTUR PENILAIAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
KESEHATAN RUMAH TANGGA

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
perkenanNya dan kerjasama tim penyusun sehingga buku Petunjuk
Teknis Penilaian Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro telah disusun.
Dalam menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatan (safety, quality,
and efficacy) alat kesehatan diagnostik in vitro impor maupun dalam
negeri yang beredar di Indonesia maka harus dilakukan pengendalian
alat kesehatan. Hal ini dapat diperoleh dengan menggunakan alat
kesehatan yang telah memiliki izin edar.
Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
berkontribusi terhadap tersusunnya buku petunjuk teknis ini. Sangat
disadari bahwa buku ini masih memerlukan penyempurnaan, untuk itu
diharapkan saran dan masukan sebagai upaya perbaikan.

Jakarta, November 2016


Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Kementerian Kesehatan RI

drg.Arianti Anaya, MKM


NIP. 19640924 199403 2 001
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN v
DIAGNOSTIK IN VITRO

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

HLA : Human Leucocyte Antigen


PSA : Prostate Specific Antigen
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HCV : Hepatitis C Virus
HBV : Hepatitis B Virus
CMV : Cytomegalovirus
HSV : Herpes Simplex Virus
CD4 : Cluster Differentiation 4
CK-MB : Creatinin kinase myocardial band
BNP : Brain natriuretic peptide
H. Pylori : Helicobacter pylori 
IgE : Immunoglobulin E.
IPAK : Izin Penyalur Alat Kesehatan
LoA : Letter of Authorization
OEM : Original Equipment Manufacture
CFS : Certificate of Free Sale
FDA : Food and Drug Administration
ISO : International Organization for Standardization
CE : Conformité Européenne
CPAKB : Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik
CDAKB : Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik
DoC : Delaration of Conformity
SNI : Standar Nasional Indonesia
ASTM : American Society for Testing and Materia
IEC : International electrotechnical commision
HAM : Hak Asasi Manusia
QC : Quality Control
QA : Quality Assurance
SD : Standard Deviation
LoD : Limit of detection
LoQ : Limit of quantitation
CoA : Certificate of analysis
PVC : Polyvinyl chloride
SOP : Standard Operational Procedure
KTD : Kejadian Tidak Diinginkan
vi PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

TIM PENYUSUN
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

PENGARAH
drg. Arianti Anaya, MKM.
(Direktur Penilaian Alkes dan PKRT)

PENANGGUNG JAWAB
Drs. Masrul, Apt.
(Kasubdit Produk Diagnostik dan Alat Kesehatan Khusus)

EDITOR
• Drs. Masrul, Apt. • Anita Nur Fitriana, S.Farm. Apt.
• drg. R. Edi Setiawan, MKM. • Aditya Retno Wijayanti, S.Farm, Apt.
• Nuning Lestin Bintari, M.Si., Apt. • Dyah Sulistyowati, S. Farm.
• Handika Yudha K, S.Si, Apt. • Nurul Hidayati, S.Si., Apt.
• Fera Ayu Dianovita, S.Farm, Apt • Pritha Elisa, S. Farm, Apt.

KONTRIBUTOR
• Dra. Rully Makarawo, Apt. • Wahyu Indarto Setyadi, S.Si., Apt
• Dra. Lili Sa’diah, Apt. • Anisa, S.Farm.
• Lupi Trilaksono S.F., Apt., MM. • Rachmi Sugiarti, S.Farm, Apt.
• Eva Silvia, SKM. • Bethalia Metyarani, S.Farm, Apt.
• Dra. Nurhidayat, S.Si, Apt. • Siti Hardianti Pujiastuti, SKM.
• Ismiyati, M.Si, Apt • Linda Marfuah, Amd. Farm.
• Eva Zahrah, S. Farm., Apt • Syukra Rahmatullah, S.Kom
• Jojor Simanjuntak, M.Si, Apt. • Nurul Safitri, S.Farm, Apt
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN vii
DIAGNOSTIK IN VITRO

DAFTAR ISI

SAMBUTAN..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................... iv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN..................................................... v
TIM PENYUSUN............................................................................... vi
DAFTAR ISI……………………………………………………….............................. vii

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………….................1
A. Latar Belakang……………………………………………….................1
B. Dasar Hukum....................................................................1
C Tujuan………………………………………………………......................3
D Sasaran………………………………………………………....................3
E Ruang Lingkup……………………………………………....................3
C. Definisi……………………………………….....................................3

BAB II. KLASIFIKASI KELAS ALAT KESEHATAN


DIAGNOSTIK IN VITRO..........................................................7

BAB III. PEDOMAN PENGISIAN PERMOHONAN IZIN EDAR


ALAT KESEHATAN DIAGNOSTIK IN VITRO………………............17
A. Permohonan Baru …..……………………………………...............17
B. Perpanjangan Izin Edar….………………………………...............34
C. Perubahan Izin Edar………………………………………...............40
D Perpanjangan dengan perubahan Izin Edar……..…….......46

BAB IV. Matriks Persyaratan Izin Edar Alat Kesehatan


Diagnostik In Vitro.............................................................53
A. Daftar Persyaratan Permohonan Izin Edar Baru
Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro…………………………......53
viii PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

B. Persyaratan Perpanjangan, Perubahan, dan/atau


Perpanjangan dengan Perubahan Izin Edar Alat
Kesehatan Diagnostik In Vitro...............................57

BAB V. PENUTUP................................................................. 59
LAMPIRAN ......................................................................... 60
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 1
DIAGNOSTIK IN VITRO

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatan alat kesehatan
diagnostik in vitro dalam negeri maupun impor yang beredar di
Indonesia, maka Kementerian Kesehatan harus melakukan pengendalian
alat kesehatan. Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1190/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri Kesehatan. Izin edar
alat kesehatan diagnostik in vitro dimaksudkan untuk pengendalian alat
kesehatan dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatan
alat kesehatan, baik produksi dalam negeri maupun impor. Dalam
rangka hal tersebut, Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
perlu menyusun suatu panduan yang merupakan petunjuk teknis
dalam melakukan proses penilaian/evaluasi alat kesehatan diagnostik in
vitro untuk lebih memudahkan pelaku usaha dalam memahami semua
persyaratan permohonan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro
baik persyaratan administrasi maupun teknis.
Petunjuk teknis ini sebagai acuan bagi penilai maupun pelaku usaha
di bidang alat kesehatan diagnostik in vitro dalam proses permohonan
izin edar sehingga pelayanan publik menjadi lebih baik.

B. DASAR HUKUM
Dalam melaksanakan pelayanan izin edar alat kesehatan diagnostik
in vitro, Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT mengacu pada
peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(lembaran Negara RI No. 42 Tambahan Lembaran Negara RI No.
3821);
b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244). Tambahan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang;
d) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3778);
e) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2013 Tentang Jenis dan
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada
Kementerian Kesehatan;
f) Peraturan Presiden No. 35 tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan;
g) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/
Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
h) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
i) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/
Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan;
j) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2013 tentang Iklan
Alat Kesehatan Dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
k) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2015 tentang Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan HIV dan Infeksi
Oportunistik.
l) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
m) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2016 tentang Rekomendasi Untuk Mendapatkan Persetujuan Impor
Barang Komplementer, Barang Untuk Keperluan Tes Pasar, dan
Pelayanan Purna Jual.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 3
DIAGNOSTIK IN VITRO

C. TUJUAN
1. Sebagai acuan bagi penilai dalam proses penilaian permohonan
persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Sebagai acuan bagi pelaku usaha di bidang alat kesehatan diagnostik
in vitro dalam proses permohonan persetujuan izin edar.

D. SASARAN
1. Penilai sebagai evaluator dalam melakukan penilaian permohonan
persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Pelaku usaha di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan
diagnostik in vitro.

E. RUANG LINGKUP
Petunjuk Teknis Penilaian Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro meliputi
klasifikasi dan tata cara penilaian/evaluasi alat kesehatan diagnostik in
vitro terkait proses persetujuan izin edar.

F. DEFINISI
Dalam petunjuk teknis pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, perkakas,
dan/atau implan, reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak,
bahan atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk
manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosis, pencegahan, pemantauan, perawatan, atau
meringankan penyakit;
b. diagnosis, pemantauan, perawatan, meringankan, atau
memulihkan cedera;
c. pemeriksaan, penggantian, pemodifikasian, atau penunjang
anatomi atau proses fisiologis;
d. menyangga atau mempertahankan hidup
e. mengontrol pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
4 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui


pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia
yang aksi utamanya di dalam atau pada tubuh manusia tidak
mencapai proses farmakologi, imunologi, dan metabolisme, tetapi
dalam mencapai fungsinya dapat dibantu oleh proses tersebut.
2. Diagnostik In Vitro adalah setiap reagen, produk reagen, kalibrator,
material kontrol, kit, instrumen, aparatus, peralatan atau sistem,
baik digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan reagen lainnya,
produk reagen, kalibrator, material kontrol, kit, instrumen, aparatus,
peralatan atau sistem yang diharapkan oleh pemilik produknya
untuk digunakan secara in vitro untuk pemeriksaan dari setiap
spesimen, termasuk darah atau donor jaringan yang berasal dari
tubuh manusia, semata-mata atau pada dasarnya untuk tujuan
memberikan informasi:
a Memperhatikan keadaan fisiologis atau patologis atau kelainan
bawaan,
b Untuk menentukan keamanan dan kesesuaian setiap darah atau
donor jaringan dengan penerima yang potensial, atau
c Untuk memantau ukuran terapi; dan termasuk wadah spesimen.
3. Sertifikat produksi adalah sertifikat yang diberikan oleh Menteri
Kesehatan kepada produsen di dalam negeri yang telah melaksanakan
cara pembuatan alat kesehatan yang baik untuk memproduksi alat
kesehatan Diagnostik In Vitro
4. Produsen adalah perusahaan berbentuk badan usaha yang memiliki
sertifikat produksi alat kesehatan untuk memproduksi alat kesehatan
diagnostik in vitro di dalam negeri.
5. Pabrikan adalah perusahaan di luar negeri yang memproduksi
alat kesehatan diagnostik in vitro yang telah memenuhi sistem
manejemen mutu.
6. Pemilik produk adalah pemilik merek atau nama dagang yang
bertanggung jawab terhadap desain, produksi, perakitan, proses,
penandaan, pengemasan, atau modifikasi alat kesehatan yang
dilakukan oleh pemilik produk itu sendiri atau pabrikan/produsen
lain atas nama pemilik produk.
7. Principal adalah pabrikan atau perwakilan yang ditunjuk yang diberi
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 5
DIAGNOSTIK IN VITRO

kuasa oleh pabrikan/ pemilik produk untuk menunjuk Penyalur Alat


Kesehatan di Indonesia.
8. Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disingkat PAK adalah
perusahaan berbentuk badan hukum berupa Perseroan Terbatas
atau Koperasi yang memiliki izin untuk penyaluran seluruh jenis alat
kesehatan, sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
9. Izin Penyalur Alat Kesehatan adalah izin yang diberikan oleh Menteri
Kesehatan kepada penyalur alat kesehatan yang telah melaksanakan
cara distribusi alat kesehatan yang baik.
10. Pemohon adalah produsen atau PAK yang mengajukan permohonan
pendaftaran izin edar alat kesehatan Diagnostik In Vitro.
11. Izin edar adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan untuk
alat kesehatan diagnostik in vitro yang diproduksi oleh produsen,
dan/atau diimpor oleh penyalur alat kesehatan yang akan digunakan
dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian
terhadap keamanan, mutu, dan kemanfaatan.
12. Original Equipment Manufacturer atau disingkat OEM adalah
suatu perusahaan yang memproduksi produk atau komponen alat
kesehatan diagnostik in vitro atas permintaan dari suatu perusahaan
pemilik desain/formula dengan menggunakan merek dagang dari
perusahaan pemilik desain/formula tersebut.
13. Surat keterangan impor adalah izin yang diberikan oleh Menteri
Kesehatan kepada perusahaan yang memasukkan alat kesehatan
diagnostik in vitro ke dalam wilayah Republik Indonesia untuk
kepentingan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.
14. Sertifikat ekspor (Certificate of Exportation/CoE) adalah adalah
surat keterangan yang diberikan oleh Menteri Kesehatan untuk
alat kesehatan diagnostik in vitro yang diproduksi oleh produsen
hanya untuk tujuan ekspor dan tidak diedarkan di wilayah Republik
Indonesia.
15. Sertifikat bebas jual (Certificate of Free Sale/CFS) adalah Surat
keterangan yang dikeluarkan oleh instansi berwenang dari suatu
negara yang menerangkan bahwa suatu alat kesehatan diagnostik in
vitro sudah mendapatkan izin edar dan sudah bebas jual di negara
tersebut.
6 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

16. Mutu adalah ukuran kualitas produk yang dinilai dari cara pembuatan
yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai
serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.
17. Penandaan adalah etiket/label, brosur atau bentuk pernyataan
lainnya yang ditulis, dicetak, atau digambar, berisi informasi penting
yang disertakan pada atau berhubungan dengan alat kesehatan
diagnostik in vitro.
18. Menteriadalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
19. DirekturJenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
20. Agentunggal/ distributor tunggal/ distributor eksklusif adalah
penyalur alat kesehatan yang ditunjuk oleh pihak produsen atau
pabrikan atau principal sebagai wakilnya untuk mendaftarkan dan
menyalurkan alat kesehatan diagnostik in vitro di dalam wilayah
Republik Indonesia serta melaksanakan pelayanan purna jual dari alat
kesehatan diagnostik in vitro dimana penunjukan tersebut dilakukan
berdasarkan perintah/pemberian kuasa dengan memberikan batas-
batas kewenangan tertentu dalam bertindak untuk dan atas nama
produsen atau pabrikan atau principal.
21. Kejadianyang tidak diinginkan atau disingkat KTD adalah kegagalan
fungsi atau penurunan karakteristik atau kinerja alat kesehatan atau
kesalahan penggunaan, yang dapat menyebabkan atau memberikan
kontribusi terhadap kematian, atau cedera pada kesehatan pasien
atau orang lain.
22. Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik yang selanjutnya disingkat
CPAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan
pembuatan dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin
agar produk alat kesehatan yang dibuat memenuhi persyaratan yang
ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya.
23. CaraDistribusi Alat Kesehatan yang Baik yang selanjutnya disingkat
CDAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan
distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin
agar produk alat kesehatan yang didistribusikan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 7
DIAGNOSTIK IN VITRO

BAB II
KLASIFIKASI KELAS ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

Alat kesehatan diagnostik in vitro diklasifikasikan menjadi empat kelas,


kelas A, B, C dan D. Klasifikasi kelas resiko alat kesehatan diagnostik
in vitro dipengaruhi oleh faktor resiko terhadap individu dan resiko
terhadap public health (kesehatan masyarakat). Berdasarkan resiko
tersebut, alat kesehatan diagnostik in vitro dibagi menjadi empat kelas
sebagai berikut:
1) Kelas A adalah alat kesehatan diagnostik in vitro yang memiliki
resiko rendah terhadap individu (low individual risk) dan kesehatan
masyarakat (low public health risk)
2) Kelas B adalah alat kesehatan diagnostik in vitro yang memiliki resiko
sedang terhadap individu (moderate individual risk) dan resiko yang
rendah terhadap kesehatan masyarakat (low public health risk)
3) Kelas C adalah alat kesehatan diagnostik in vitro yang memiliki resiko
tinggi terhadap individu (high individual risk) dan resiko yang sedang
terhadap kesehatan masyarakat (moderate public health risk)
4) Kelas D adalah alat kesehatan diagnostik in vitro yang memiliki resiko
tinggi terhadap individu (high individual risk) dan resiko yang tinggi
terhadap kesehatan masyarakat (high public health risk)
8 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

Tabel 1.
Contoh Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro Berdasarkan Resiko

KELAS RESIKO CONTOH


Memiliki resiko rendah terhadap Alat uji kimia klinis (clinical chemistry
individu (low individual risk) dan analyzer), uji kolesterol, uji asam urat
A
kesehatan masyarakat (low public
health risk)
Memiliki resiko sedang terhadap Alat uji kehamilan untuk penggunaan
individu (moderate individual risk) mandiri (pregnancy self testing)
B
dan resiko rendah terhadap kesehatan
masyarakat (low public health risk)
Memiliki resiko tinggi terhadap Alat uji gula darah penggunaan sendiri,
individu (high individual risk) dan penentuan tipe HLA ,
C resiko sedang terhadap kesehatan skrining PSA,
masyarakat (moderate public health Rubella
risk)
Memiliki resiko tinggi terhadap Skrining HIV darah donor, diagnosa
individu (high individual risk) dan darah HIV
D
kesehatan masyarakat (high public
health risk)

Kelas alat kesehatan diagnostik in vitro berpengaruh terhadap


persyaratan pendaftaran izin edar yang diperlukan. Semakin tinggi
kelas alat kesehatan diagnostik in vitro, maka semakin banyak informasi
yang diperlukan terkait persyaratan permohonan persetujuan izin edar.
Adapun ilustrasi hubungan antara kelas alat kesehatan diagnostik in
vitro dan persyaratan permohonan persetujuan izin edar terlihat pada
gambar 1.
Persyaratan Izin Edar

LEBIH TINGGI

LEBIH RANDAH
Klasifikasi A B C D

Gambar 1:
Ilustrasi peningkatan persyaratan izin edar sesuai dengan kelas
resiko alat kesehatan diagnostik in vitro
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 9
DIAGNOSTIK IN VITRO

Pengklasifikasian alat kesehatan diagnostik in vitro menggunakan


peraturan sebagai berikut :

ATURAN 1
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk
tujuan berikut diklasifikasikan sebagai kelas D:
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya, atau paparan,
perantara penular yang dapat dipindahkan/ditularkan
dalam darah, komponen darah, derivat darah, sel,
jaringan atau organ guna menilai kecocokannya untuk
transfusi atau transplantasi.
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya, atau paparan,
perantara penular yang dapat dipindahkan/ditularkan
dan menyebabkan penyakit yang mengancam jiwa,
seringkali tidak dapat disembuhkan, dengan resiko
penyebaran tinggi.
Contoh: Uji untuk mendeteksi infeksi HIV, HCV, HBV.
Aturan ini berlaku untuk pengujian awal, uji konfirmasi,
dan uji tambahan.

Dasar pemikiran:
Alat kesehatan diagnostik in vitro kelas D ini digunakan
untuk memastikan keamanan darah dan komponen darah
untuk transfusi dan/atau memastikan keamanan sel,
jaringan, dan organ untuk transplantasi. Hasil uji tersebut
menjadi penentu utama apakah donasi tersebut dapat
digunakan atau tidak. Penyakit serius yang menyebabkan
kematian atau cacat jangka panjang, yang sering kali tidak
dapat disembuhkan atau membutuhkan pengobatan/terapi
besar (major therapeutic). Diagnosa yang akurat merupakan
hal yang sangat vital untuk mengurangi resiko terhadap
kesehatan masyarakat.
10 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

ATURAN 2:
Alat Kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas C :
• Ditujukan untuk penentuan penggolongan darah, atau
penentuan jenis jaringan guna memastikan kecocokan
imunologi darah, komponen darah, sel, jaringan, atau organ
yang ditujukan untuk transfusi atau transplantasi.
Contoh : tissue typing test Human Leucosyte Antigen (HLA-A,
HLA-B, HLA-C, HLA-D).
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas D :
• Ditujukan untuk penentuan penggolongan darah sistem ABO
[A (ABO1), B (ABO2), AB (ABO3)], sistem rhesus [RH1 (D), RH2
(C), RH3 (E), RH4 (c), RH5 (e)], sistem Kell [Kel1 (K)], sistem
Kidd [JK1 (Jka), JK2 (Jkb)] dan sistem Duffy [FY1 (Fya), FY2
(Fyb)]
Contoh : blood typing test (Anti-A, anti-B, anti A,B)

Dasar pemikiran:
Penerapan aturan ini sebagaimana didefinisikan di atas harus
sesuai dengan dasar pemikiran bahwa resiko yang tinggi
terhadap individu, di mana hasil yang salah akan menempatkan
pasien pada situasi yang jelas mengancam jiwa, menjadikan
alat tersebut masuk ke dalam kelas D. Aturan ini membagi
peralatan penggolongan darah ke dalam dua kelas yaitu kelas
C atau D, tergantung pada sifat antigen kelompok darah yang
akan dideteksi oleh alat kesehatan diagnostik in vitro tersebut,
dan hal ini sangat penting dalam pengaturan proses transfusi.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 11
DIAGNOSTIK IN VITRO

ATURAN 3:
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas C :
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya, atau paparan, perantara
penular secara seksual.
Contoh : Uji Chlamydia trachomatis, uji Neisseria gonorrhoeae.
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya perantara penginfeksi
pada cairan cerebrospinal atau darah dengan risiko
penyebaran terbatas.
Contoh : Uji Neisseria meningitidis, uji Cryptococcus
neoformans.
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya perantara penginfeksi
yang menimbulkan risiko besar, jika hasilnya salah akan
menyebabkan kematian atau cacat berat terhadap individu
atau janin yang diuji.
Contoh : Uji diagnosa untuk CMV (Cytomegalovirus), uji
Chlamydia pneumoniae, uji Staphylococcus aureus resisten
Methycillin.
• Ditujukan untuk skrining pra-natal untuk menentukan
kekebalan terhadap perantara penular yang dapat berpindah.
Contoh : Uji imunitas Rubella, Toxoplasmosis
• Ditujukan untuk menentukan status penyakit infeksi atau
status imunitas, dan jika ada risiko bahwa hasil yang salah
akan mengarah pada keputusan penanganan pasien yang
menyebabkan situasi yang secara nyata mengancam jiwa
pasien.
Contoh : Uji Enterovirus, CMV, dan HSV (Herpex Simplex Virus)
pada pasien transplantasi
• Ditujukan untuk skrining pemilihan pasien untuk penanganan
dan terapi khusus, atau untuk menetukan stadium penyakit,
atau pada diagnosa kanker.
12 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

Contoh : tes CD4 (Cluster of Differentiation 4)


• Ditujukan untuk pengujian genetik manusia.
Contoh : pengujian penyakit Huntington dan Cystic Fibrosis
• Ditujukan untuk memonitor kadar obat, bahan, atau komponen
biologis, jika ada resiko bahwa hasil yang salah akan mengarah
pada keputusan penanganan pasien yang menyebabkan situasi
yang secara nyata mengancam jiwa pasien.
Contoh : Cardiac marker ( uji troponin, uji Creatine kinase-
myocardial band (CK-MB), uji Brain Natriuretic Peptide (BNP))
dan Cyclosporin, Prothrombin time testing.
• Ditujukan untuk penanganan pasien yang menderita penyakit
infeksi yang mengancam jiwa.
Contoh : HCV viral load, HIV viral load, subtyping dan
genotyping HIV serta HCV
• Ditujukan untuk skrining kelainan kongenital pada janin.
Contoh : pengujian penyakit Spina Bifida, pengujian penyakit
Down Syndrome

Dasar pemikiran:
Penerapan aturan ini harus sesuai dengan dasar pemikiran bahwa
alat kesehatan diagnostik in vitro pada kelas ini menimbulkan
risiko yang sedang terhadap kesehatan masyarakat, atau
risiko tinggi terhadap individu, di mana hasil yang salah akan
menempatkan pasien pada situasi yang secara nyata mengancam
jiwa, atau akan memiliki dampak negatif besar (major negative
impact). Alat kesehatan diagnostik in vitro ini menjadi penentu
penting untuk melakukan diagnosa yang benar.
Catatan : Alat kesehatan diagnostik in vitro yang digunakan
dalam menentukan keputusan pemilihan terapi setelah dilakukan
investigasi lebih lanjut dan yang digunakan untuk pemantauan
terapi berdasarkan aturan 6 akan masuk ke dalam kelas B.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 13
DIAGNOSTIK IN VITRO

ATURAN 4:
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk
tujuan berikut diklasifikasikan sebagai kelas C :
• Ditujukan untuk penggunaan mandiri, namun jika ditujukan
tidak untuk penentuan diagnosa secara medis, atau hanya
bersifat pendahuluan yang membutuhkan pengujian
laboratorium kesehatan lebih lanjut diklasifikasikan kedalam
kelas B.
Contoh pengujian mandiri yang termasuk kelas C :
Pemantauan gula darah.
Contoh pengujian mandiri yang termasuk kelas B : uji
kehamilan untuk penggunaan mandiri, uji kesuburan, strip-
uji urin.
• Ditujukan untuk penentuan gas darah dan gula darah untuk
pengujian terhadap pasien yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan tetapi tidak dilakukan di laboratorium kesehatan.
Alat kesehatan diagnostik in vitro lain yang ditujukan
untuk penggunaan di dekat pasien (yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dan tidak dilakukan di laboratorium
kesehatan) harus diklasifikasikan sesuai dengan resikonya
menggunakan aturan klasifikasi.

Dasar pemikiran :
Alat ini digunakan oleh individu yang tidak memiliki keahlian
dan kemampuan teknis oleh karenanya informasi yang jelas
pada penandaan dan petunjuk penggunaan sangat penting
untuk memperoleh hasil tes yang tepat.
14 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

ATURAN 5:
Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas A :
• Reagen atau bahan lain yang memiliki karakteristik spesifik,
yang ditujukan oleh pabrikan untuk digunakan sesuai dengan
prosedur penggunaan produk diagnostik in vitro yang
berhubungan dengan pemeriksaan spesifik.
• Instrumen yang ditujukan oleh pabrikan secara spesifik untuk
digunakan dalam prosedur penggunaan produk diagnostik in
vitro.
• Wadah spesimen
Contoh: media mikrobiologis selektif/diferensial (tidak
termasuk serbuk yang dikeringkan yang dianggap sebagai
produk jadi), perangkat identifikasi untuk mikroorganisme yang
telah dikulturkan, larutan pencuci, instrumen dan wadah/cup
urin, sputum, fecal dll.
Catatan:
Produk yang diproduksi, dijual dan tujuan penggunaannya untuk
laboratorium umum dan penggunaannya bukan spesifik untuk
diagnostik in vitro, tidak termasuk ke dalam alat kesehatan
diagnostik in vitro.

Dasar pemikiran:
Penerapan pedoman ini sebagaimana didefinisikan di atas harus
sesuai dengan landasan bahwa alat kesehatan ini memiliki risiko
rendah terhadap individu, dan risiko rendah terhadap kesehatan
masyarakat.
Catatan 1: Kinerja piranti lunak atau instrumen yang dipersyaratkan
secara khusus dan telah dilakukan dengan tes tertentu akan dinilai
pada saat bersamaan dengan tes kit.
Catatan 2: Saling ketergantungan antara instrumen dan metodologi
tes menghindari instrumen tersebut dinilai secara terpisah,
meskipun instrumen itu sendiri masih diklasifikasikan sebagai
Kelas A.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 15
DIAGNOSTIK IN VITRO

ATURAN 6:
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang tidak tercakup pada
aturan 1-5 diklasifikasikan ke dalam kelas B.
Contoh: uji H. pylori dan penanda (marker) fisiologis seperti
hormon, vitamin, enzim, penanda metabolik, uji kadar IgE spesifik.

Dasar pemikiran:
Penerapan aturan ini harus sesuai dengan dasar pemikiran sebagai
berikut: Alat ini menimbulkan risiko sedang terhadap individu
karena hasil yang salah tidak akan menyebabkan kematian atau
cacat berat, tidak memiliki dampak negatif besar (major negatif
impact) pada pasien atau menempatkan individu pada bahaya
langsung. Alat kesehatan diagnostik in vitro ini memberikan hasil
yang biasanya merupakan salah satu dari beberapa penentu.
Jika hasil tes menjadi satu-satunya penentu namun tersedia
informasi lain, seperti munculnya tanda dan gejala atau informasi
klinis lain yang bisa menjadi pedoman bagi dokter, maka alat
kesehatan diagnostik in vitro tersebut diklasifikasikan ke dalam
kelas B. Kendali lain yang sesuai, bisa juga untuk memvalidasi
hasil pemeriksaan.
Kelas ini juga termasuk alat yang menimbulkan risiko rendah
terhadap kesehatan masyarakat, karena mendeteksi perantara
penginfeksi yang tidak mudah menyebar di dalam populasi.

ATURAN 7:
Kontrol, kalibrator diagnostik in vitro tanpa nilai kuantitatif dan
kualitatif yang ditentukan, diklasifikasikan sebagai Kelas B.
16 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 17
DIAGNOSTIK IN VITRO

BAB III
PEDOMAN PENGISIAN PERMOHONAN
IZIN EDAR ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

A. PERMOHONAN BARU

A.1. FORMULIR PERMOHONAN


Format formulir permohonan sesuai Permenkes No. 1190/MENKES/PER/
VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga. Formulir ditandatangani oleh Pimpinan Perusahaan dan
Penanggung Jawab Teknis sesuai nama yang tercantum pada Sertifikat
Produksi atau Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK).
Persyaratan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro dibagi menjadi
dua, yaitu persyaratan administrasi dan teknis yang dilampirkan dalam
5 formulir sebagai berikut :
1. Formulir A (Administrasi)
2. Formulir B ( Informasi Produk)
3. Formulir C (Informasi Spesifikasi dan Jaminan Mutu Produk)
4. Formulir D ( Informasi Kegunaan dan Cara Penggunaan Produk)
5. Formulir E (Sistem Post Market Surveillance)

FORM A. DATA ADMINISTRASI


1. Sertifikat Produksi
Ketentuan sertifikat produksi yang harus diperhatikan oleh pemohon
izin edar adalah sebagai berikut:
• Khusus untuk alat kesehatan dalam negeri
• Sertifikat Produksi berlaku selama 5 tahun. Jika pada saat registrasi
izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro masa berlaku Sertifikat
Produksi kurang dari 6 bulan, lampirkan rekomendasi dari Dinas
Kesehatan provinsi setempat dan/atau pemerintah Provinsi
setempat.
18 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

• Sertifikat produksi harus mencantumkan jenis produk yang didaftar.


Jika jenis produk belum tercantum, Pemohon harus melakukan
penambahan (addendum) jenis produk.
• Untuk produk alat kesehatan diagnostik in vitro kemas ulang harus
memiliki sertifikat produksi.
• Jika ada perubahan nama pimpinan perusahaan dan/atau penanggung
jawab teknis pada sertifikat produksi, pemohon masih dapat
melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro dengan
melampirkan sertifikat produksi lama yang masih berlaku beserta
rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan tanda terima dari
Kementerian Kesehatan sebagai bukti sedang dalam proses perubahan
nama pimpinan perusahaan dan/atau penanggung jawab teknis.
2. Izin Penyalur Alat Kesehatan
Ketentuan IPAK yang harus diperhatikan oleh pemohon izin edar
adalah sebagai berikut:
• IPAK masih berlaku sesuai peraturan perundangan.
• Mencantumkan kelompok alat kesehatan yang didaftarkan, yaitu:
A. Alkes non elektromedik non steril,
B. Alkes non elektromedik steril,
C. Alkes elektromedik non radiasi,
D. Alkes elektromedik radiasi, atau
E. Diagnostik in vitro
• Jika belum ada kelompok alat kesehatan yang akan didaftar harus
melakukan penambahan (addendum) kelompok produk dalam
IPAK melalui Dinas Kesehatan Provinsi.
• Jika ada perubahan nama Pimpinan Perusahaan dan/atau
Penanggung Jawab Teknis pada IPAK, Pemohon masih dapat
melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro dengan
melampirkan IPAK lama beserta rekomendasi dari Dinas
Kesehatan Provinsi dan tanda terima dari Kementerian Kesehatan
sebagai bukti sedang dalam proses perubahan nama pimpinan
perusahaan dan/atau penanggung jawab teknis.
3. Surat penunjukkan sebagai distributor atau agen tunggal (Letter
of Authorization)
Ketentuan Letter of Authorization yang harus diperhatikan oleh
pemohon izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro di Indonesia
adalah sebagai berikut:
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 19
DIAGNOSTIK IN VITRO

• Surat penunjukan tersebut harus mencantumkan nama dagang/


merek dan jenis alat kesehatan diagnostik in vitro yang diageni.
• LoA dibuat oleh produsen/pabrikan/principal kepada distributor
dengan masa berlaku keagenan minimal 2 (dua) tahun dan
maksimal 5 (lima) tahun dan harus dilegalisasi oleh perwakilan
pemerintah Republik Indonesia di negara asal (untuk alat
kesehatan impor) atau dilegalisasi oleh Notaris (untuk alat
kesehatan dalam negeri).
• Jika surat penunjukkan menyebutkan distributor ditunjuk
sebagai perwakilan, distributor, atau distributor non eksklusif,
harus menyertakan juga surat kuasa dari produsen/pabrikan/
principal untuk mendaftarkan alat kesehatan diagnostik in vitro
di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan menyebutkan
nama alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftar.
• Masa berlaku keagenan yang tercantum pada LoA akan menjadi
acuan dalam menentukan masa berlaku izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro. Penunjukkan keagenan harus mempunyai batas
waktu keagenan dan maksimal 5 tahun, kecuali untuk produk dari
perusahaan yang berafiliasi yang LoA-nya tidak mempunyai batas
waktu keagenan atau lebih dari 5 tahun, maka izin edar tetap
berlaku 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal penunjukkan.
• Masa berlaku izin edar untuk produk Original Equipment
Manufacture (OEM) impor maksimal 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
• Untuk produk OEM impor harus melampirkan proposal rencana
pengembangan produksi di dalam negeri.
• Jika nama dan/atau alamat pabrikan berbeda dengan principal,
lampirkan surat hubungan kerjasama pabrikan dengan principal.
• Satu jenis alat kesehatan diagnostik in vitro dengan satu nama
dagang/merek dari produsen atau pabrikan atau principal hanya
dapat diageni oleh satu PAK
4. Certificate of Free Sale
Ketentuan Certificate of Free Sale yang harus diperhatikan oleh
pemohon izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro adalah sebagai
berikut:
• Lembaga yang berwenang mengeluarkan CFS adalah Kementerian
Kesehatan atau Ministry of Health atau Department of Health
atau FDA atau instansi berwenang di negara asal pabrikan.
20 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

• CFS harus mencantumkan nama produk, nama dan alamat


pabrikan, serta masa berlaku. Bila tidak mencantumkan masa
berlaku, maka masa berlaku CFS tersebut dianggap 5 tahun sejak
tanggal CFS tersebut diterbitkan.
• Jika di negara asal alat yang didaftarkan tersebut bukan termasuk
alat kesehatan, maka harus melampirkan surat keterangan dari
Kementerian Kesehatan negara asal yang menyebutkan bahwa
alat tersebut bukan alat kesehatan atau melampirkan CFS dari
negara lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau
lembaga lainnya dan harus mencantumkan nama pabrik dan
negara asal yang memproduksi produk tersebut.
• Apabila alat kesehatan yang diimpor tidak terdaftar dan
tidak beredar di negara asal pabrikan/principal, maka harus
melampirkan CFS dari negara-negara yang memiliki sistem
pendaftaran alat kesehatan yang diakui atau yang sesuai dengan
regulasi terharmonisasi atau CFS dari negara-negara anggota
GHTF (Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Inggris, Jerman, Belanda,
Perancis, Italia, Spanyol, dan Australia) dengan mencantumkan
nama dan alamat pabrikan.
• CFS harus mencantumkan nama dan tipe/ukuran produk yang
didaftar, tandai produk yang didaftar pada CFS jika tipe produk
yang didaftarkan lebih dari satu.
• Jika pemilik produk (legal manufacture) dan pabrikan yang
memproduksi alat kesehatan diagnostik in vitro (manufacturing
site) berbeda, maka nama pemilik produk dan pabrikan yang
memproduksi tersebut harus tercantum pada CFS.
5. Sertifikasi Kesesuaian terhadap Standar
Sertifikat dan dokumen yang menyebutkan kesesuaian alat kesehatan
diagnostik in vitro terhadap standar produk, persyaratan keamanan,
efektivitas dan sistem mutu dalam desain dan proses pembuatan.
Sertifikat yang dimaksud adalah sbb :
- ISO 9001
- ISO 13485, dan/atau
- Sertifikat CE bernomor
- CPAKB, atau
- CDAKB
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 21
DIAGNOSTIK IN VITRO

Ketentuan :
• Lampirkan sertifikat masih berlaku dan memiliki ruang lingkup
mencakup jenis alat kesehatan diagnostik in vitro
• CPAKB dan CDAKB (khusus untuk alat kesehatan diagnostik in
vitro dalam negeri yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan
RI), ISO 9001, ISO 13485, dan sertifikat CE bernomor untuk alat
kesehatan diagnostik in vitro dalam negeri atau impor yang
diterbitkan oleh notified body seperti TUV, SGS, BSI dsb atau
laboratorium pengujian terakreditasi.
• Sertifikat CE bernomor wajib dilengkapi jika pada penandaan
mencantumkan simbol CE bernomor.
• Nama dan alamat pabrikan yang tercantum harus sesuai dengan
yang tercantum pada CFS (khusus untuk alat kesehatan diagnostik
in vitro impor).
6. Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)
Ringkasan eksekutif mencakup informasi sebagai berikut :
- Suatu tinjauan ringkas mengenai deskripsi alat kesehatan
diagnostik in vitro, mekanisme kerja dan kinerjanya, serta
informasi penting yang berhubungan dengan keamanan produk.
- Sejarah pemasaran yang menjelaskan secara rinci tentang status
peredaran dan informasi terkait izin edar produk tersebut berikut
izin pemasaran di negara lain.
- Tujuan penggunaan dan indikasi pada label sesuai yang dimaksud
oleh pemilik produk.
- Informasi penting yang berhubungan dengan keamanan/kinerja
alat.
7. Standar yang Digunakan dan Bukti Kesesuaian Standar
Pernyataan dari pabrikan yang menyatakan kesesuaian alat yang
didaftarkan terhadap standar alat kesehatan diagnostik in vitro yang
dipersyaratkan (berupa Delaration of Conformity/DoC)
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro produksi dalam negeri,
lampirkan surat pernyataan dari produsen yang mencantumkan
standar nasional atau internasional yang digunakan dalam
memproduksi alat kesehatan diagnostik in vitro antara lain ISO
produk, SNI, Farmakope, ASTM, IEC. Surat pernyataan tersebut
harus bermaterai Rp. 6000,- dan ditandatangani oleh pimpinan
22 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

perusahaan dan/atau penanggung jawab teknis sesuai nama yang


tercantum pada sertifikat produksi.
8. Surat Pernyataan Paten Merek/Surat Pelepasan Keagenan
a. Paten Merek/Pernyataan Merek
• Untuk produk dalam negeri atau produk OEM impor yang
menggunakan merek sendiri, lampirkan Sertifikat Merek dari
Kementerian Hukum dan HAM yang mencantumkan merek dan
nama pemilik merek
• Masih berlaku
• Jika sertifikat merek masih dalam proses pendaftaran,
maka harus melampirkan bukti tanda terima permohonan
pendaftaran merek serta melampirkan surat pernyataan
bermaterai Rp. 6000,- yang menyatakan bersedia melepas
merek & mengembalikan izin edar apabila ada pihak lain
yang lebih berhak secara hukum atas merek tersebut dan
ditandatangani oleh pimpinan perusahaan sesuai nama yang
tercantum pada IPAK.
b. Surat Pernyataan Bersedia Melepas Keagenan
Surat pernyataan yang menyatakan bahwa bersedia melepas
keagenan apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum
atas keagenan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan.
Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6000,-
• Surat pernyataan dinyatakan berlaku terhitung 3 (tiga) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro sampai dengan masa berlaku izin edar habis.
• Mencantumkan nama dan alamat produsen/pabrikan dengan
maksimal 5 nama produk yang didaftar.
• Mencantumkan nama dan jabatan pemohon serta alamat
perusahaan yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan
sesuai yang tercantum dalam IPAK/Sertifikat Produksi atau Akta
Notaris Pendirian Perusahaan.
9. Surat Pernyataan Keaslian Data
Surat pernyataan keaslian dokumen atau data yang diunggah/upload
bermaterai Rp. 6.000.-. Surat pernyataan tersebut ditanda tangani
oleh Pimpinan perusahaan dan Penanggung jawab teknis yang
tercantum pada Sertifikat Produksi/ Izin Penyalur Alat Kesehatan
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 23
DIAGNOSTIK IN VITRO

FORM B. INFORMASI PRODUK


1. Uraian Alat
Keterangan yang berkaitan tentang alat kesehatan diagnostik in vitro
secara umum. Uraian alat termasuk :
- Cara penggunaan
- Indikasi penggunaan alat
- Material produk
- Kedaluwarsa
2. Deskripsi dan Fitur Alat Kesehatan Diagnostik in Vitro
Keterangan yang berkaitan dengan ciri khas suatu alat kesehatan
diagnostik in vitro.
3. Tujuan Penggunaan
Keterangan yang menjelaskan tentang tujuan penggunaan dari alat
kesehatan diagnostik in vitro sesuai dengan yang ditetapkan oleh
pemilik produk dan dicantumkan dalam bahasa Indonesia.
4. Indikasi
Uraian umum tentang penyakit atau kondisi yang dapat didiagnosa,
dirawat, dicegah, atau diringankan oleh penggunaan dari alat
kesehatan diagnostik in vitro.
5. Petunjuk Penggunaan
Petunjuk penggunaan alat kesehatan diagnostik in vitro yang
diperlukan agar alat kesehatan diagnostik in vitro digunakan secara
benar dan aman (dalam bahasa Indonesia).
6. Kontra Indikasi (jika ada)
Informasi penyakit atau kondisi pasien yang tidak boleh menggunakan
alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan karena bisa
menimbulkan resiko yang lebih besar dari manfaatnya (dalam
bahasa Indonesia).
7. Peringatan (jika ada)
Informasi mengenai bahaya yang mungkin dapat terjadi, yang harus
diketahui oleh pengguna sebelum menggunakan alat kesehatan
diagnostik in vitro (dalam bahasa Indonesia).
24 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

8. Perhatian (jika ada)


Informasi yang harus diberikan mengenai :
• Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan,
mutu dan kemanfaatan alat kesehatan diagnostik in vitro sewaktu
digunakan.
• Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menghindari efek terhadap
pasien/ pengguna alat kesehatan diagnostik in vitro yang tidak
berpotensi mengancam jiwa atau menimbulkan cedera serius,
tetapi perlu diketahui oleh pengguna alat kesehatan diagnostik
in vitro.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengguna alat kesehatan
diagnostik in vitro agar waspada terhadap kejadian yang tidak
diinginkan dari penggunaan atau kesalahan penggunaan alat
kesehatan.
9. Potensi Efek yang Tidak Diinginkan (jika ada)
Potensi efek yang tidak diinginkan dan berakibat serius (kematian,
cidera atau kejadian serius lainnya) terhadap pasien atau pengguna
atau kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan pada penggunaan
alat kesehatan diagnostik in vitro secara normal, yang harus
dicantumkan dalam bahasa Indonesia sesuai petunjuk penggunaan
produk (Instruction For Use).
10.Alternatif Terapi (jika ada)
Informasi yang berkaitan dengan alternatif terapi untuk mencapai
tujuan penggunaan yang sama dengan alat kesehatan diagnostik in
vitro yang didaftar.
11.Material
Uraian dari material penyusun alat kesehatan diagnostik in vitro
serta sifat fisik yang diperlukan untuk membuktikan kesesuaian yang
berhubungan dengan prinsip utama.
Informasi yang harus diberikan adalah:
• Nama bahan baku/formula/komponen yang digunakan. Untuk
formula, berikan secara kualitatif dan kuantitatif dengan jumlah
sampai 100%.
Informasi yang diberikan harus meliputi bahan kimia, biologis,
dan karakter fisik dari komponen alat kesehatan secara lengkap
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 25
DIAGNOSTIK IN VITRO

12. Informasi Pabrik (jika ada)


Profil atau informasi yang berkaitan dengan produsen/pabrikan
13.Proses Produksi
Proses produksi alat kesehatan diagnostik in vitro harus memberikan
informasi tentang:
• Diagram alur proses produksi alat kesehatan diagnostik in vitro
dari bahan baku hingga rilis produk jadi alat kesehatan diagnostik
in vitro.
• Diagram alur lengkapi dengan tahapan pengujian atau proses
Quality Control (QC) Proses yang berkaitan dengan jaminan mutu/
pengujian alat kesehatan diagnostik in vitro harus dapat diketahui
dari diagram alur proses produksi

FORM C. INFORMASI SPESIFIKASI DAN JAMINAN MUTU


1. Jelaskan karakteristik fungsional dan spesifikasi kinerja teknis alat
Spesifikasi kinerja teknis alat kesehatan diagnostik in vitro, yang
merupakan karakteristik fungsional dari alat kesehatan diagnostik
in vitro untuk membuktikan kesesuaian dengan mekanisme kerja
produk. Spesifikasi kinerja teknis alat antara lain: gambar produk
(brosur), termasuk spesifikasi kinerja kimia, fisika, elektrik, mekanis,
biologi, piranti lunak, sterilitas, stabilitas dan realibilitas
2. Berikan informasi tambahan karakteristik alat yang belum
dicantumkan pada bagian sebelumnya (jika ada)
Informasi penting tentang karakteristik alat yang belum dicantumkan
pada bagian sebelumnya yang diperlukan untuk membuktikan
kesesuaian terhadap prinsip utama.
3. Berikan ringkasan dari verifikasi rancangan dan dokumen validasi
Berisi ringkasan atau referensi atau verifikasi desain dan data validasi
desain yang diperlukan, sesuai dengan tingkat kerumitan dan resiko
dari alat.
Dokumen ini pada umumnya mencakup:
- Pernyataan kesesuaian terhadap standar yang dipersyaratkan,
dan digunakan oleh pabrik.
26 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

- Ringkasan hasil pengujian dan evaluasi yang berdasarkan


standar, metode, dan pengujian dari pabrik atau cara lain untuk
membuktikan kesesuaian.
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro steril validasi proses
sterilisasi berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Terdiri dari seluruh data proses sterilisasi mulai dari protokol
proses sampai dengan didapat hasil akhir.
- Lampirkan sertifikat ISO sterilisasi (misal: ISO 11135 dan/atau
11137 dan/atau 11138 dan/atau 17664, dan lain-lain) dan
ringkasan hasil uji sterilisasi.
Validasi proses sterilisasi menjamin bahwa produk yang dibuat dari
waktu ke waktu (batch ke batch) hasilnya tetap memenuhi standar
steril yang telah ditetapkan. Dokumen yang diminta harus lengkap
mulai dari protokol validasi, metode yang dilakukan sampai hasil
dari sterilisasi tersebut
4. Studi Pre-klinis
Studi pre-klinis merupakan informasi untuk menetapkan keamanan,
mutu dan kemanfaatan alat kesehatan diagnostik in vitro secara
pre-klinis. Studi pre-klinis yang diberikan harus meliputi informasi
mengenai disain studi, tes lengkap atau protokol studi, metode
analisa, rangkuman data, hasil dan kesimpulan studi. Parameter
studi pre-klinis terdiri dari :
a) Sensitifitas Analisis adalah kemampuan alat untuk mendeteksi
batas terendah analit pada sampel. Data/ informasi mengenai
sensitifitas analisis yang dilampirkan meliputi :
- Tipe dan cara preparasi spesimen (jumlah, volume, konsentrasi)
- Jumlah pengujian (pengulangan) : duplo, triplo
- Ringkasan data hasil pengujian
- Metode statistik yang digunakan dalam mengolah data: rata-
rata SD (Standar Deviasi)
- Limit of detection (LoD) : Konsentrasi terendah analit yang
dapat dideteksi (kualitatif)
- Limit of quantitation (LoQ) : konsentrasi terendah analit
yang dapat dideteksi dengan akurasi dan presisi yang baik
(kuantitatif)
- Kesimpulan pengujian
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 27
DIAGNOSTIK IN VITRO

b) Spesifisitas Analisis adalah kemampuan alat untuk mendeteksi


ganggunan komponen-komponen lain dalam sampel seperti
adanya produk degradasi, dan senyawa lain. Data/ informasi
mengenai spesifisitas analisis yang diberikan harus terdiri dari :
- Tipe dan cara preparasi spesimen (jumlah, volume, konsentrasi)
- Ringkasan data hasil pengujian
- Metode statistik yang digunakan dalam mengolah data: rata-
rata SD (Standar Deviasi)
- Cross Reactivity/adanya reaksi silang antar analit dalam
spesimen
- Kesimpulan pengujian
c) Presisi
Presisi adalah keterulangan hasil pengukuran dalam kondisi yang
tidak berubah dapat memperoleh hasil yang sama. Ditunjukkan
dengan nilai standar deviasi (SD), varian (S2), koefisien variasi
(CV).
Dimana presisi terdiri dari 3 level : Repeatability (intra-assay
precision), Intermediate precision (variability within a laboratory),
Reproducibility (precision between laboratories).
d) Akurasi
Akurasi adalah Kedekatan hasil pengukuran dengan nilai
sesungguhnya. Nilai hasil akurasi ditunjukan dengan recovery
e) Linearitas
Linearitas adalah korelasi antara konsentrasi dengan hasil uji.
Nilai hasil linearitas ditunjukkan dengan:
- Koefisien korelasi (r)
f) Nilai Cut-Off
Nilai cut-off adalah nilai batas antara nilai positif dan negatif.
g) Interval/ range
Interval/ range adalah rentang antara batas atas dan batas bawah
yang bisa dideteksi. Nilai interval/range ditentukan dari linearitas.
5. Berikan hasil pengujian validasi piranti lunak
Piranti lunak (Software) alat kesehatan diagnostik in vitro adalah
software yang memenuhi definisi alat kesehatan. Software
merupakan software yang berdiri sendiri (stand alone software).
Validasi piranti lunak (software) merupakan hasil pemeriksaan
software untuk memastikan software telah memenuhi spesifikasi
dan persyaratan software.
28 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

Software untuk mengoperasikan suatu alat kesehatan tidak termasuk


sebagai software alat kesehatan yang tidak harus memiliki izin edar
tersendiri.
6. Hasil penelitian untuk alat yang mengandung material biologi
Harus diberikan hasil penelitian yang memuat kecukupan pengukuran
yang berhubungan dengan material yang mempunyai resiko dapat
menularkan. Termasuk pernyataan bebas virus dan bahaya yang
sudah diketahui secara umum.
Penapisan donor harus dijelaskan sepenuhnya dan metode
pengambilannya harus dijelaskan. Hasil validasi proses dibutuhkan
untuk menunjukkan proses produksi sudah dapat meminimalkan
reaksi biologis.
Untuk bahan baku produk yang berasal dari hewan, harus
melampirkan sertifikat atau surat keterangan dari instansi berwenang
yang menyatakan bahwa hewan yang digunakan sebagai sumber
bahan baku tersebut bebas dari penyakit.
7. Bukti klinis (Kelas D)
Bukti klinis merupakan hasil uji klinis yang dilakukan dari spesimen
manusia terhadap produk alat kesehatan diagnostik in vitro. Evaluasi
klinis merupakan suatu penilaian dan analisa atas bukti klinis yang
berkaitan dengan alat kesehatan diagnostik in vitro demi memastikan
keamanan dan kinerja alat tersebut secara klinis.
Bagian ini menyatakan bagaimana persyaratan prinsip utama untuk
evaluasi klinis dari suatu alat kesehatan diagnostik in vitro yang telah
dipenuhi.
Investigasi klinis terutama diperlukan oleh alat kesehatan diagnostik
in vitro dengan resiko yang lebih tinggi atau untuk alat kesehatan
yang belum atau memiliki sedikit bukti klinis.
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas D, harus menyertakan
bukti klinis dari laboratorium terakreditasi dan/atau ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan.
Penggunaan daftar pustaka
Dibutuhkan salinan dari semua studi literatur atau daftar pustaka
yang digunakan oleh pabrik untuk mendukung keamanan dan
keefektifan alat. Daftar pustaka ini berupa bagian rujukan. Rujukan
daftar pustaka umum harus spesifik untuk alat tersebut berdasarkan
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 29
DIAGNOSTIK IN VITRO

urutan kronologis. Harus dipastikan agar rujukan yang diberikan


masih berlaku dan relevan.
Bukti klinis efektivitas meliputi investigasi terhadap alat yang
dilakukan di dalam atau di luar negeri. Bukti klinis dapat diperoleh
dari publikasi yang berhubungan dengan literatur ilmiah hasil
penelaahan bersama.
Dokumen bukti klinis harus meliputi tujuan, metodologi dan hasil
yang sesuai cakupan uji klinis, jelas dan bermakna. Kesimpulan dari
hasil uji klinis harus didahului dengan pembahasan sesuai literatur
yang sudah dipublikasikan. Kesimpulan hasil uji klinis dapat berupa
pernyataan keamanan dan kemanfaatan atau kesesuaiannya dengan
kinerja produk.
Untuk produk inovasi, pemohon harus melampirkan hasil uji klinis
terpublikasi untuk produk yang didaftarkan. Sedangkan untuk
produk non inovasi/me too, Pemohon dapat melampirkan hasil studi
literatur atau hasil uji klinis dari pabrik.
8. Analisa resiko dari alat (kelas D)
Manajemen Resiko alat kesehatan diagnostik in vitro yang didalamnya
termasuk analisa resiko harus sesuai standar internasional atau
standar lain yang diakui dan harus disesuaikan dengan tingkat
kerumitan dan tingkat resiko alat.
Persyaratan dari ISO 14971:2007 tentang manejemen resiko dapat
dipergunakan pada setiap tahapan dari seluruh proses pembuatan
alat kesehatan.
9. Hasil analisa resiko (Kelas D)
Penilaian terhadap resiko dibandingkan dengan kemanfaatan dari
alat dan metode yang digunakan untuk mengurangi resiko sampai ke
tingkat yang dapat diterima harus dijabarkan. Orang atau organisasi
yang melakukan analisis resiko harus disebutkan dengan jelas.
Teknik yang digunakan untuk melakukan analisa resiko harus
disebutkan secara rinci untuk memastikan bahwa analisa ini sesuai
untuk alat kesehatan diagnostik in vitro dan resiko yang terkait.
10.Berikan spesifikasi dan atau persyaratan bahan baku (Kelas D)
Spesifikasi bahan baku atau sertifikat analisa (CoA) dari zat aktif
yang digunakan untuk suatu produk alat kesehatan diagnostik in
vitro merupakan syarat untuk mengetahui apakah bahan baku yang
30 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

digunakan telah memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan.


CoA bahan baku yang digunakan oleh produsen/pabrikan dapat
berasal dari pemasok.
Untuk produk kombinasi dengan obat, lampirkan sertifikat analisis
(CoA) bahan baku obat yang digunakan tersebut dan hasil uji
farmakologi dari obat.
11.Berikan spesifikasi kemasan
Penjelasan mengenai jenis, bahan, ukuran dan warna kemasan
(misal: botol kaca 5 ml, tidak berwarna), bahan baku kemasan
primer dan sekunder (misal: PVC)
12.Berikan data hasil analisis uji stabilitas untuk pereaksi atau alat
kesehatan diagnostik in vitro
Data Stabilitas meliputi metode/prosedur uji, hasil uji dan kesimpulan
produk stabil dalam jangka waktu berapa lama dan stabil pada suhu
penyimpanan berapa. Data stabilitas dapat dibuat berdasarkan
metode realtime stability (stabilitas sesuai waktu sebenarnya),
open vial/on board stability (stabilitas untuk produk yang dapat
digunakan berulang), dan transport stability (stabilitas selama proses
distribusi), sesuai dengan klaim yang diberikan. Dikecualikan untuk
produk me too, apabila data stabilitas sesuai waktu sebenarnya
tidak tersedia, dapat melampirkan hasil uji stabilitas dipercepat
(accelerated stability) sesuai dengan klaim yang diberikan.
13.Berikan hasil uji analisis dan atau uji klinis dan keamanan diagnostik
in vitro (CoA produk jadi, IEC 61010)
CoA produk jadi merupakan sertifikat analisa produk jadi (CoA) yang
dikeluarkan oleh bagian QA/QC produsen/pabrikan yang menguji/
mengetahui apakah produk jadi yang dihasilkan telah memenuhi
persyaratan sesuai spesifikasi yang ditentukan oleh produsen/
pabrikan. CoA produk jadi dapat juga dikeluarkan oleh pemilik
produk dengan melampirkan pernyataan bahwa data hasil pengujian
produk jadi tersebut sesuai dengan hasil pengujian yang dilakukan
oleh pabrik asal (physical manufacturer/ manufacturing site).
CoA produk jadi harus mencakup parameter pengujian, spesifikasi/
standard dari produsen/pabrikan, hasil uji dan kesimpulan terhadap
alat kesehatan diagnostik in vitro yang dihasilkan.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 31
DIAGNOSTIK IN VITRO

IEC 61010 yang dikeluarkan oleh laboratorium penguji terakreditasi


atau notified body merupakan standar uji keamanan listrik yang
dipersyaratkan untuk instrumen alat kesehatan diagnostik in vitro
dengan sumber energi berasal dari listrik/ baterai.

FORM D. PETUNJUK PENGGUNAAN


1. Contoh penandaan
Penandaan alat kesehatan diagnostik in vitro dapat berupa etiket/
label, brosur, petunjuk penggunaan atau bentuk pernyataan lainnya
yang ditulis, dicetak, digambar atau kombinasi lainnya yang berisi
informasi penting yang ditempel dan disertakan pada alat kesehatan
diagnostik in vitro atau dimasukkan ke dalam kemasan alat kesehatan
diagnostik in vitro.
Penandaan izin edar memuat:
a. Nomor izin edar;
b. Nama dagang/merek alat kesehatan;
c. Tipe alat kesehatan diagnostik in vitro;
d. Nama dan alamat produsen yang memproduksi alat kesehatan;
e. Nama dan alamat PAK yang mengimpor produk ke dalam wilayah
Indonesia;
f. Nomor bets/kode produksi/nomor seri dan netto;
g. Kata “steril” dan cara sterilisasi untuk alat kesehatan diagnostik
in vitro steril;
h. Spesifikasi produk;
i. Marking plate (jika ada);
j. Komposisi dan kadar bahan aktif (jika ada);
k. Tujuan Penggunaan dan petunjuk penggunaan;
l. Kontra indikasi (jika ada);
m. Tanda peringatan atau efek samping (jika ada);
n. Tanggal kedaluwarsa untuk produk yang memiliki batas
kedaluwarsa;
Ketentuan:
• Berupa desain kemasan produk jadi, pembungkus alat, label
yang menempel pada produk dan/atau kemasan.
• Informasi produk dalam bentuk cetakan, tulisan atau grafik
yang melekat pada kemasan, termasuk kemasan primer dan
sekunder.
32 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

• Setiap penandaan yang tidak tersedia pada kemasan primer,


maka harus mencantumkan penandaan secara jelas, dan
mudah dibaca pada kemasan sekunder.
• Jika secara fisik tidak dimungkinkan untuk menyertakan contoh
dari penandaan (misal penandaan peringatan berukuran besar
yang direkatkan pada mesin), maka cukup diberikan contoh
dengan menggunakan metode alternatif (seperti foto atau
gambar teknis/brosur dengan spesifikasi teknis), sesuai yang
diperlukan.
• Rancangan kemasan dan penandaan yang diajukan terdiri dari
2 (dua) rangkap, khusus untuk alat kesehatan diagnostik in vitro
kelas D harus berwarna dan hardcopy
2. Contoh penandaan pada alat dan kemasan.
Berisi informasi dan penjelasan terhadap simbol dan istilah yang
terdapat pada kemasan/label seperti simbol keamanan, simbol
peringatan, dan lain – lain.
3. Petunjuk penggunaan, materi pelatihan & petunjuk pemasangan
dan pemeliharaan.
Merupakan :
• Petunjuk penggunaan umumnya merujuk pada buku panduan
untuk professional kesehatan, panduan pengguna, panduan
operator atau panduan rujukan.
• Berisi arahan agar professional kesehatan dan pengguna dapat
menggunakan alat dengan aman dan sesuai dengan tujuan
penggunaannnya.
• Bagian ini harus berisi informasi tentang indikasi, kontraindikasi,
peringatan, perhatian, kemungkinan adanya efek yang tidak
diinginkan, alternatif terapi dan kondisi yang harus diatur selama
penggunaan normal untuk menjamin keamanan, mutu, dan
kemanfaatan alat.
• Jika memungkinkan, bagian ini harus termasuk petunjuk untuk
pelatihan bagi pengguna agar mampu menggunakan alat
kesehatan diagnostik in vitro sesuai dengan tujuannya serta untuk
melakukan pemasangan dan pemeliharaan alat.
• Menyertakan buku manual/package insert/instruction for use
yang berkaitan dengan tujuan penggunaan, petunjuk penggunaan,
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 33
DIAGNOSTIK IN VITRO

kontra indikasi, tanda peringatan dan efek samping harus tersedia


dalam bahasa Indonesia.
4. Berikan kode produksi dan artinya
Berikan kode produksi (LOT/BATCH/serial number) alat kesehatan
diagnostik in vitro yang dilengkapi dengan penjelasan arti dari setiap
kode tersebut.
5. Daftar aksesoris
Mencakup:
• Aksesoris adalah produk tambahan yang terpisah dari suatu alat
kesehatan tetapi dapat digunakan secara bersamaan dengan alat
kesehatan tersebut untuk mencapai kinerja yang dimaksudkan,
dan memerlukan izin edar tersendiri.
• Berisi daftar tipe/kode atau aksesoris (bukan suku cadang/
sparepart) dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
dan merupakan lampiran dari persetujuan izin edar.
• Lampirkan data/referensi pendukung yang menjelaskan fungsi
dari aksesoris tersebut.
• Suku cadang adalah produk yang digunakan untuk mengganti
komponen yang telah ada di dalam alat kesehatan dan tidak
memerlukan persetujuan izin edar tersendiri.
• Untuk importasi suku cadang/sparepart dapat dibuatkan surat
keterangan suku cadang/sparepart.

FORM E. POST MARKET EVALUATION


Berikan prosedur yang digunakan dan sistem pencatatan, penanganan
komplain, dan lain-lain.
Uraian ini meliputi Standard Operational Procedure (SOP) atau Prosedur
Tetap (Protap) dan sistem pencatatan mengenai :
- Penanganan komplain/keluhan pelanggan,
- Kejadian Tidak Diinginkan (KTD)
- Produk recall
- Informasi produk lain terkait Post Market
34 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

B. PERPANJANGAN IZIN EDAR


Permohonan perpanjangan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro
dapat dilakukan 9 (sembilan) bulan sebelum masa berlaku izin edar
yang lama habis.
Untuk persyaratan perpanjangan izin edar alat kesehatan diagnostik
in vitro terdiri atas:
1. Surat permohonan perpanjangan izin edar
Ketentuan:
• Menggunakan kop surat perusahaan
• Ditanda tangani pimpinan perusahaan dan penanggung jawab
teknis
2. Izin edar lama dan jika ada beserta lampiran
3. Rancangan kemasan dan penandaan yang diajukan terdiri dari 2
(dua) rangkap, khusus untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas
D harus berwarna dan hardcopy
4. Rancangan kemasan dan penandaan yang telah disetujui oleh
Kementerian Kesehatan
5. Surat pernyataan di atas materai tidak terdapat perubahan data
produk Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6.000,-
• Ditandatangani pimpinan perusahaan dan penanggung jawab
teknis
• Tidak ada perubahan data (produk) dari izin edar lama yang telah
disetujui
6. Sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri
Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
Ketentuan sertifikat produksi yang harus diperhatikan oleh pemohon
izin edar adalah sebagai berikut:
• Khusus untuk alat kesehatan dalam negeri
• Sertifikat Produksi berlaku selama 5 tahun. Jika pada saat
registrasi izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro masa berlaku
Sertifikat Produksi kurang dari 6 bulan, lampirkan rekomendasi
dari Dinas Kesehatan provinsi setempat dan/atau pemerintah
Provinsi setempat.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 35
DIAGNOSTIK IN VITRO

• Sertifikat produksi harus mencantumkan jenis produk yang


didaftar. Jika jenis produk belum tercantum, Pemohon harus
melakukan penambahan (addendum) jenis produk.
• Untuk produk alat kesehatan diagnostik in vitro kemas ulang
harus memiliki sertifikat produksi.
• Jika ada perubahan nama pimpinan perusahaan dan/atau penanggung
jawab teknis pada sertifikat produksi, pemohon masih dapat
melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro dengan
melampirkan sertifikat produksi lama yang masih berlaku beserta
rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan tanda terima dari
Kementerian Kesehatan sebagai bukti sedang dalam proses perubahan
nama pimpinan perusahaan dan/atau penanggung jawab teknis.
7. Izin penyalur alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan
Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
Ketentuan IPAK yang harus diperhatikan oleh pemohon izin edar
adalah sebagai berikut:
• IPAK masih berlaku sesuai peraturan perundangan.
• Mencantumkan kelompok alat kesehatan yang didaftarkan, yaitu:
A. Alkes non elektromedik non steril,
B. Alkes non elektromedik steril,
C. Alkes elektromedik non radiasi,
D. Alkes elektromedik radiasi, atau
E. Diagnostik in vitro
• Jika belum ada kelompok alat kesehatan yang akan didaftar harus
melakukan penambahan (addendum) kelompok produk dalam
IPAK melalui Dinas Kesehatan Provinsi.
• Jika ada perubahan nama Pimpinan Perusahaan dan/atau
Penanggung Jawab Teknis pada IPAK, Pemohon masih dapat
melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro dengan
melampirkan IPAK lama beserta rekomendasi dari Dinas
Kesehatan Provinsi dan tanda terima dari Kementerian Kesehatan
sebagai bukti sedang dalam proses perubahan nama pimpinan
perusahaan dan/atau penanggung jawab teknis.
8. Surat penunjukkan dari produsen/pabrikan/principal sebagai
distributor/agen tunggal atau distributor/agen eksklusif alat
kesehatan diagnostik in vitro di Indonesia
36 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

Ketentuan:
• Surat penunjukan tersebut harus mencantumkan nama dagang/
merek dan jenis alat kesehatan diagnostik in vitro yang diageni.
• LoA dibuat oleh produsen/pabrikan/principal kepada distributor
dengan masa berlaku keagenan minimal 2 (dua) tahun dan
maksimal 5 (lima) tahun dan harus dilegalisasi oleh perwakilan
pemerintah Republik Indonesia di negara asal (untuk alat
kesehatan impor) atau dilegalisasi oleh Notaris (untuk alat
kesehatan dalam negeri).
• Jika surat penunjukkan menyebutkan distributor ditunjuk
sebagai perwakilan, distributor, atau distributor non eksklusif,
harus menyertakan juga surat kuasa dari produsen/pabrikan/
principal untuk mendaftarkan alat kesehatan diagnostik in vitro
di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan menyebutkan
nama alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftar.
• Masa berlaku keagenan yang tercantum pada LoA akan menjadi
acuan dalam menentukan masa berlaku izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro. Penunjukkan keagenan harus mempunyai batas
waktu keagenan dan maksimal 5 tahun, kecuali untuk produk dari
perusahaan yang berafiliasi yang LoA-nya tidak mempunyai batas
waktu keagenan atau lebih dari 5 tahun, maka izin edar tetap
berlaku 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal penunjukkan.
• Masa berlaku izin edar untuk produk Original Equipment
Manufacture (OEM) impor maksimal 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
• Untuk produk OEM impor harus melampirkan proposal rencana
pengembangan produksi di dalam negeri.
• Jika nama dan/atau alamat pabrikan berbeda dengan principal,
lampirkan surat hubungan kerjasama pabrikan dengan principal.
• Satu jenis alat kesehatan diagnostik in vitro dengan satu nama
dagang/merek dari produsen atau pabrikan atau principal hanya
dapat diageni oleh satu PAK
9. Sertifikat Bebas Jual (Certificate of Free Sale)
Ketentuan Certificate of Free Sale yang harus diperhatikan oleh
pemohon izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro adalah sebagai
berikut:
• Lembaga yang berwenang mengeluarkan CFS adalah Kementerian
Kesehatan atau Ministry of Health atau Department of Health
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 37
DIAGNOSTIK IN VITRO

atau FDA atau instansi berwenang di negara asal pabrikan.


• CFS harus mencantumkan nama produk, nama dan alamat
pabrikan, serta masa berlaku. Bila tidak mencantumkan masa
berlaku, maka masa berlaku CFS tersebut dianggap 5 tahun sejak
tanggal CFS tersebut diterbitkan.
• Jika di negara asal alat yang didaftarkan tersebut bukan termasuk
alat kesehatan, maka harus melampirkan surat keterangan dari
Kementerian Kesehatan negara asal yang menyebutkan bahwa
alat tersebut bukan alat kesehatan atau melampirkan CFS dari
negara lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau
lembaga lainnya dan harus mencantumkan nama pabrik dan
negara asal yang memproduksi produk tersebut.
• Apabila alat kesehatan yang diimpor tidak terdaftar dan
tidak beredar di negara asal pabrikan/principal, maka harus
melampirkan CFS dari negara-negara yang memiliki sistem
pendaftaran alat kesehatan yang diakui atau yang sesuai dengan
regulasi terharmonisasi atau CFS dari negara-negara anggota
GHTF (Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Inggris, Jerman, Belanda,
Perancis, Italia, Spanyol, dan Australia) dengan mencantumkan
nama dan alamat pabrikan.
• CFS harus mencantumkan nama dan tipe/ukuran produk yang
didaftar, tandai produk yang didaftar pada CFS jika tipe produk
yang didaftarkan lebih dari satu.
• Jika pemilik produk (legal manufacture) dan pabrikan yang
memproduksi alat kesehatan diagnostik in vitro (manufacturing
site) berbeda, maka nama pemilik produk dan pabrikan yang
memproduksi tersebut harus tercantum pada CFS.
10.Sertifikat Merek
Ketentuan:
• Untuk produk dalam negeri atau produk OEM impor yang
menggunakan merek sendiri, lampirkan Sertifikat Merek dari
Kementerian Hukum dan HAM yang mencantumkan merek dan
nama pemilik merek
• Masih berlaku
• Jika sertifikat merek masih dalam proses pendaftaran, maka harus
melampirkan bukti tanda terima permohonan pendaftaran merek
serta melampirkan surat pernyataan bermaterai Rp. 6000,- yang
38 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

menyatakan bersedia melepas merek & mengembalikan izin edar


apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum atas merek
tersebut dan ditandatangani oleh pimpinan perusahaan sesuai
nama yang tercantum pada IPAK.
11.Surat Pernyataan Bersedia Melepas Keagenan
Surat pernyataan yang menyatakan bahwa bersedia melepas
keagenan apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum
atas keagenan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6000,-
• Surat pernyataan dinyatakan berlaku terhitung 3 (tiga) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro sampai dengan masa berlaku izin edar habis.
• Mencantumkan nama dan alamat produsen/pabrikan dengan
maksimal 5 nama produk yang didaftar.
• Mencantumkan nama dan jabatan pemohon serta alamat
perusahaan yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan
sesuai yang tercantum dalam IPAK/Sertifikat Produksi atau Akta
Notaris Pendirian Perusahaan.
12.Laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) akibat penggunaan alat
selama di peredaran dan penanganan yang telah dilakukan.
Laporan yang berisi tentang kejadian tidak diinginkan (KTD) yang
terjadi akibat penggunaan alat kesehatan diagnostik in vitro tersebut
diedarkan dan penanganan yang dilakukan. Laporan ditandatangani
oleh pimpinan perusahaan dan penanggung jawab teknis yang
tercantum pada sertifikat produksi
13.Petunjuk penggunaan, materi pelatihan, dan petunjuk pemasangan
serta pemeliharaan alat kesehatan diagnostik in vitro
Mencakup :
• Petunjuk penggunaan umumnya merujuk pada buku panduan
dokter, panduan pengguna, panduan operator, panduan pemberi
resep atau panduan rujukan.
• Berisi arahan agar pengguna akhir dapat menggunakan alat
kesehatan tersebut secara aman dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 39
DIAGNOSTIK IN VITRO

• Berisi informasi tentang indikasi, kontraindikasi, peringatan,


perhatian, kemungkinan adanya efek yang tidak diinginkan, dan
kondisi yang harus diatur selama penggunaan normal untuk
mempertahankan keamanan dan efektifitas alat.
• Jika memungkinkan, bagian ini harus termasuk petunjuk untuk
pelatihan bagi pengguna agar mampu menggunakan alat
sesuai dengan tujuannya, serta melakukan pemasangan dan
pemeliharaan alat.
• Menyertakan buku manual/package insert/instruction for use
yang berkaitan dengan tujuan penggunaan, petunjuk penggunaan,
kontra indikasi, tanda peringatan dan efek samping harus tersedia
dalam bahasa Indonesia.
14.Berikan hasil uji analisis atau hasil uji klinis dan keamanan alat
kesehatan diagnostik in vitro (Kelas D)
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas D, harus menyertakan
bukti klinis dari laboratorium terakreditasi dan/atau ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan.
15.Daftar Aksesoris
Mencakup:
• Aksesoris adalah produk tambahan yang terpisah dari suatu alat
kesehatan tetapi dapat digunakan secara bersamaan dengan alat
kesehatan tersebut untuk mencapai kinerja yang dimaksudkan,
dan memerlukan izin edar tersendiri.
• Berisi daftar tipe/kode atau aksesoris (bukan suku cadang/
sparepart) dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
dan merupakan lampiran dari persetujuan izin edar.
• Lampirkan data/referensi pendukung yang menjelaskan fungsi
dari aksesoris tersebut.
• Suku cadang adalah produk yang digunakan untuk mengganti
komponen yang telah ada di dalam alat kesehatan dan tidak
memerlukan persetujuan izin edar tersendiri.
• Untuk importasi suku cadang/sparepart dapat dibuatkan surat
keterangan suku cadang/sparepart.
16.Surat pernyataan keaslian dokumen atau data yang diunggah/ upload
bermaterai Rp. 6.000.-. Surat pernyataan tersebut ditanda tangani
oleh Pimpinan dan Penanggung jawab teknis yang tercantum pada
Sertifikat Produksi/ Izin Penyalur Alat Kesehatan
40 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

C. PERUBAHAN IZIN EDAR


Permohonan perubahan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro
dapat dilakukan 9 (sembilan) bulan sebelum masa berlaku izin edar
yang lama habis.
Permohonan perubahan izin edar harus diajukan apabila terjadi
perubahan:
a) Ukuran;
b) Kemasan;
c) Penandaan;
d) Aksesoris/lampiran izin edar;
e) Nama dan/ atau alamat principal yang bersifat bukan akuisisi, tanpa
perubahan nama pabrikan, untuk alat kesehatan diagnostik in vitro
impor.
Untuk persyaratan perubahan izin edar alat kesehatan diagnostik in
vitro terdiri atas:
1. Surat permohonan perubahan izin edar
Ketentuan:
• Menggunakan kop surat perusahaan
• Mencantumkan matriks perubahan yang terjadi pada izin edar
• Ditandatangani pimpinan perusahaan dan penanggung jawab
teknis
2. Izin edar lama dan jika ada beserta lampiran
3. Rancangan kemasan dan penandaan yang diajukan terdiri dari 2
(dua) rangkap, khusus untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas
D harus berwarna dan hardcopy
4. Rancangan kemasan dan penandaan yang telah disetujui oleh
Kementerian Kesehatan
5. Surat pernyataan di atas materai tidak terdapat perubahan data
produk
Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6.000,-
• Ditandatangani pimpinan perusahaan dan penanggung jawab
teknis
• Tidak ada perubahan data (produk) dari izin edar lama yang telah
disetujui
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 41
DIAGNOSTIK IN VITRO

6. Sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri


Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
Ketentuan sertifikat produksi yang harus diperhatikan oleh pemohon
izin edar adalah sebagai berikut:
• Khusus untuk alat kesehatan dalam negeri
• Sertifikat Produksi berlaku selama 5 tahun. Jika pada saat
registrasi izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro masa berlaku
Sertifikat Produksi kurang dari 6 bulan, lampirkan rekomendasi
dari Dinas Kesehatan provinsi setempat dan/atau pemerintah
Provinsi setempat.
• Sertifikat produksi harus mencantumkan jenis produk yang
didaftar. Jika jenis produk belum tercantum, Pemohon harus
melakukan penambahan (addendum) jenis produk.
• Untuk produk alat kesehatan diagnostik in vitro kemas ulang
harus memiliki sertifikat produksi.
• Jika ada perubahan nama pimpinan perusahaan dan/atau
penanggung jawab teknis pada sertifikat produksi, pemohon
masih dapat melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in
vitro dengan melampirkan sertifikat produksi lama yang masih
berlaku beserta rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan
tanda terima dari Kementerian Kesehatan sebagai bukti sedang
dalam proses perubahan nama pimpinan perusahaan dan/atau
penanggung jawab teknis.
7. Izin penyalur alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan
Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
Ketentuan IPAK yang harus diperhatikan oleh pemohon izin edar
adalah sebagai berikut:
• IPAK masih berlaku sesuai peraturan perundangan.
• Mencantumkan kelompok alat kesehatan yang didaftarkan, yaitu:
A. Alkes non elektromedik non steril,
B. Alkes non elektromedik steril,
C. Alkes elektromedik non radiasi,
D. Alkes elektromedik radiasi, atau
E. Diagnostik in vitro
• Jika belum ada kelompok alat kesehatan yang akan didaftar harus
melakukan penambahan (addendum) kelompok produk dalam
IPAK melalui Dinas Kesehatan Provinsi.
42 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

• Jika ada perubahan nama Pimpinan Perusahaan dan/atau


Penanggung Jawab Teknis pada IPAK, Pemohon masih dapat
melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro dengan
melampirkan IPAK lama beserta rekomendasi dari Dinas
Kesehatan Provinsi dan tanda terima dari Kementerian Kesehatan
sebagai bukti sedang dalam proses perubahan nama pimpinan
perusahaan dan/atau penanggung jawab teknis.
8. Surat penunjukkan dari produsen/pabrikan/principal sebagai
distributor/agen tunggal atau distributor/agen eksklusif alat
kesehatan diagnostik in vitro di Indonesia
Ketentuan:
• Surat penunjukan tersebut harus mencantumkan nama dagang/
merek dan jenis alat kesehatan diagnostik in vitro yang diageni.
• LoA dibuat oleh produsen/pabrikan/principal kepada distributor
dengan masa berlaku keagenan minimal 2 (dua) tahun dan
maksimal 5 (lima) tahun dan harus dilegalisasi oleh perwakilan
pemerintah Republik Indonesia di negara asal (untuk alat
kesehatan impor) atau dilegalisasi oleh Notaris (untuk alat
kesehatan dalam negeri).
• Jika surat penunjukkan menyebutkan distributor ditunjuk
sebagai perwakilan, distributor, atau distributor non eksklusif,
harus menyertakan juga surat kuasa dari produsen/pabrikan/
principal untuk mendaftarkan alat kesehatan diagnostik in vitro
di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan menyebutkan
nama alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftar.
• Masa berlaku keagenan yang tercantum pada LoA akan menjadi
acuan dalam menentukan masa berlaku izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro. Penunjukkan keagenan harus mempunyai batas
waktu keagenan dan maksimal 5 tahun, kecuali untuk produk dari
perusahaan yang berafiliasi yang LoA-nya tidak mempunyai batas
waktu keagenan atau lebih dari 5 tahun, maka izin edar tetap
berlaku 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal penunjukkan.
• Masa berlaku izin edar untuk produk Original Equipment
Manufacture (OEM) impor maksimal 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
• Untuk produk OEM impor harus melampirkan proposal rencana
pengembangan produksi di dalam negeri.
• Jika nama dan/atau alamat pabrikan berbeda dengan principal,
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 43
DIAGNOSTIK IN VITRO

lampirkan surat hubungan kerjasama pabrikan dengan principal.


• Satu jenis alat kesehatan diagnostik in vitro dengan satu nama
dagang/merek dari produsen atau pabrikan atau principal hanya
dapat diageni oleh satu PAK
9. Sertifikat Bebas Jual (Certificate of Free Sale/CFS)
Ketentuan Certificate of Free Sale yang harus diperhatikan oleh
pemohon izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro adalah sebagai
berikut:
• Lembaga yang berwenang mengeluarkan CFS adalah Kementerian
Kesehatan atau Ministry of Health atau Department of Health
atau FDA atau instansi berwenang di negara asal pabrikan.
• CFS harus mencantumkan nama produk, nama dan alamat
pabrikan, serta masa berlaku. Bila tidak mencantumkan masa
berlaku, maka masa berlaku CFS tersebut dianggap 5 tahun sejak
tanggal CFS tersebut diterbitkan.
• Jika di negara asal alat yang didaftarkan tersebut bukan termasuk
alat kesehatan, maka harus melampirkan surat keterangan dari
Kementerian Kesehatan negara asal yang menyebutkan bahwa
alat tersebut bukan alat kesehatan atau melampirkan CFS dari
negara lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau
lembaga lainnya dan harus mencantumkan nama pabrik dan
negara asal yang memproduksi produk tersebut.
• Apabila alat kesehatan yang diimpor tidak terdaftar dan
tidak beredar di negara asal pabrikan/ principal, maka harus
melampirkan CFS dari negara-negara yang memiliki sistem
pendaftaran alat kesehatan yang diakui atau yang sesuai dengan
regulasi terharmonisasi atau CFS dari negara-negara anggota
GHTF (Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Inggris, Jerman, Belanda,
Perancis, Italia, Spanyol, dan Australia) dengan mencantumkan
nama dan alamat pabrikan.
• CFS harus mencantumkan nama dan tipe/ukuran produk yang
didaftar, tandai produk yang didaftar pada CFS jika tipe produk
yang didaftarkan lebih dari satu.
• Jika pemilik produk (legal manufacture) dan pabrikan yang
memproduksi alat kesehatan diagnostik in vitro (manufacturing
site) berbeda, maka nama pemilik produk dan pabrikan yang
memproduksi tersebut harus tercantum pada CFS.
44 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

10.Sertifikat Merek
Ketentuan:
• Untuk produk dalam negeri atau produk OEM impor yang
menggunakan merek sendiri, lampirkan Sertifikat Merek dari
Kementerian Hukum dan HAM yang mencantumkan merek dan
nama pemilik merek
• Masih berlaku
• Jika sertifikat merek masih dalam proses pendaftaran, maka harus
melampirkan bukti tanda terima permohonan pendaftaran merek
serta melampirkan surat pernyataan bermaterai Rp. 6000,- yang
menyatakan bersedia melepas merek & mengembalikan izin edar
apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum atas merek
tersebut dan ditandatangani oleh pimpinan perusahaan sesuai
nama yang tercantum pada IPAK.
11.Surat Pernyataan Bersedia Melepas Keagenan
Surat pernyataan yang menyatakan bahwa bersedia melepas
keagenan apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum
atas keagenan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6000,-
• Surat pernyataan dinyatakan berlaku terhitung 3 (tiga) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro sampai dengan masa berlaku izin edar habis.
• Mencantumkan nama dan alamat produsen/pabrikan dengan
maksimal 5 nama produk yang didaftar.
• Mencantumkan nama dan jabatan pemohon serta alamat
perusahaan yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan
sesuai yang tercantum dalam IPAK/Sertifikat Produksi atau Akta
Notaris Pendirian Perusahaan.
12.Laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) akibat penggunaan alat
selama di peredaran dan penanganan yang telah dilakukan.
Laporan yang berisi tentang kejadian tidak diinginkan (KTD) yang
terjadi akibat penggunaan alat kesehatan diagnostik in vitro tersebut
diedarkan dan penanganan yang dilakukan. Laporan ditandatangani
oleh pimpinan perusahaan dan penanggung jawab teknis yang
tercantum pada sertifikat produksi
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 45
DIAGNOSTIK IN VITRO

13.Petunjuk penggunaan, materi pelatihan, dan petunjuk pemasangan


serta pemeliharaan alat kesehatan diagnostik in vitro
Mencakup :
• Petunjuk penggunaan umumnya merujuk pada buku panduan
dokter, panduan pengguna, panduan operator, panduan pemberi
resep atau panduan rujukan.
• Berisi arahan agar pengguna akhir dapat menggunakan alat
kesehatan tersebut secara aman dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
• Berisi informasi tentang indikasi, kontraindikasi, peringatan,
perhatian, kemungkinan adanya efek yang tidak diinginkan, dan
kondisi yang harus diatur selama penggunaan normal untuk
mempertahankan keamanan dan efektifitas alat.
• Jika memungkinkan, bagian ini harus termasuk petunjuk untuk
pelatihan bagi pengguna agar mampu menggunakan alat
sesuai dengan tujuannya, serta melakukan pemasangan dan
pemeliharaan alat.
• Menyertakan buku manual/package insert/instruction for use
yang berkaitan dengan tujuan penggunaan, petunjuk penggunaan,
kontra indikasi, tanda peringatan dan efek samping harus tersedia
dalam bahasa Indonesia.
14.Berikan hasil uji analisis atau hasil uji klinis dan keamanan alat
kesehatan diagnostik in vitro (Kelas D)
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas D, harus menyertakan
bukti klinis dari laboratorium terakreditasi dan/atau ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan.
15.Daftar Aksesoris
Mencakup:
• Aksesoris adalah produk tambahan yang terpisah dari suatu alat
kesehatan tetapi dapat digunakan secara bersamaan dengan alat
kesehatan tersebut untuk mencapai kinerja yang dimaksudkan,
dan memerlukan izin edar tersendiri.
• Berisi daftar tipe/kode atau aksesoris (bukan suku cadang/
sparepart) dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
dan merupakan lampiran dari persetujuan izin edar.
• Lampirkan data/referensi pendukung yang menjelaskan fungsi
dari aksesoris tersebut.
46 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

• Suku cadang adalah produk yang digunakan untuk mengganti


komponen yang telah ada di dalam alat kesehatan dan tidak
memerlukan persetujuan izin edar tersendiri.
• Untuk importasi suku cadang/sparepart dapat dibuatkan surat
keterangan suku cadang/sparepart.
16.Surat pernyataan keaslian dokumen atau data yang diunggah/ upload
bermaterai Rp. 6.000.-. Surat pernyataan tersebut ditanda tangani
oleh Pimpinan dan Penanggung jawab teknis yang tercantum pada
Sertifikat Produksi/ Izin Penyalur Alat Kesehatan

D. PERPANJANGAN DENGAN PERUBAHAN IZIN EDAR


Permohonan perpanjangan izin edar diagnostik in vitro dengan
perubahan izin edar alat kesehatan dapat dilakukan 9 (sembilan) bulan
sebelum masa berlaku izin edar yang lama habis.
Permohonan perpanjangan dengan perubahan izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro hanya diperbolehkan sesuai ketentuan tentang
perpanjangan dan perubahan izin edar.
Jika permohonan perpanjangan izin edar dengan perubahan yang
dilakukan setelah habis masa berlakunya harus memenuhi persyaratan
izin edar baru.
Untuk persyaratan perpanjangan dengan perubahan izin edar alat
kesehatan diagnostik in vitro terdiri atas:
1. Surat permohonan perpanjangan dengan perubahan izin edar
Ketentuan:
• Menggunakan kop surat perusahaan
• Mencantumkan matriks perubahan yang terjadi pada izin edar
• Ditandatangani pimpinan perusahaan dan penanggung jawab
teknis
2. Izin edar lama dan jika ada beserta lampiran
3. Rancangan kemasan dan penandaan yang diajukan terdiri dari 2
(dua) rangkap, khusus untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas
D harus berwarna dan hardcopy
4. Rancangan kemasan dan penandaan yang telah disetujui oleh
Kementerian Kesehatan
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 47
DIAGNOSTIK IN VITRO

5. Surat pernyataan di atas materai tidak terdapat perubahan data


produk
Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6.000,-
• Ditandatangani pimpinan perusahaan dan penanggung jawab
teknis
• Tidak ada perubahan data (produk) dari izin edar lama yang telah
disetujui
6. Sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri
Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
Ketentuan sertifikat produksi yang harus diperhatikan oleh pemohon
izin edar adalah sebagai berikut:
• Khusus untuk alat kesehatan dalam negeri
• Sertifikat Produksi berlaku selama 5 tahun. Jika pada saat
registrasi izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro masa berlaku
Sertifikat Produksi kurang dari 6 bulan, lampirkan rekomendasi
dari Dinas Kesehatan provinsi setempat dan/atau pemerintah
Provinsi setempat.
• Sertifikat produksi harus mencantumkan jenis produk yang
didaftar. Jika jenis produk belum tercantum, Pemohon harus
melakukan penambahan (addendum) jenis produk.
• Untuk produk alat kesehatan diagnostik in vitro kemas ulang
harus memiliki sertifikat produksi.
• Jika ada perubahan nama pimpinan perusahaan dan/atau
penanggung jawab teknis pada sertifikat produksi, pemohon
masih dapat melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in
vitro dengan melampirkan sertifikat produksi lama yang masih
berlaku beserta rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan
tanda terima dari Kementerian Kesehatan sebagai bukti sedang
dalam proses perubahan nama pimpinan perusahaan dan/atau
penanggung jawab teknis.
7. Izin penyalur alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan
Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
Ketentuan IPAK yang harus diperhatikan oleh pemohon izin edar
adalah sebagai berikut:
• IPAK masih berlaku sesuai peraturan perundangan.
• Mencantumkan kelompok alat kesehatan yang didaftarkan, yaitu:
48 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

A. Alkes non elektromedik non steril,


B. Alkes non elektromedik steril,
C. Alkes elektromedik non radiasi,
D. Alkes elektromedik radiasi, atau
E. Diagnostik in vitro
• Jika belum ada kelompok alat kesehatan yang akan didaftar harus
melakukan penambahan (addendum) kelompok produk dalam
IPAK melalui Dinas Kesehatan Provinsi.
• Jika ada perubahan nama Pimpinan Perusahaan dan/atau
Penanggung Jawab Teknis pada IPAK, Pemohon masih dapat
melakukan registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro dengan
melampirkan IPAK lama beserta rekomendasi dari Dinas
Kesehatan Provinsi dan tanda terima dari Kementerian Kesehatan
sebagai bukti sedang dalam proses perubahan nama pimpinan
perusahaan dan/atau penanggung jawab teknis.
8. Surat penunjukkan dari produsen/pabrikan/principal sebagai
distributor/agen tunggal atau distributor/agen eksklusif alat
kesehatan diagnostik in vitro di Indonesia
Ketentuan:
• Surat penunjukan tersebut harus mencantumkan nama dagang/
merek dan jenis alat kesehatan diagnostik in vitro yang diageni.
• LoA dibuat oleh produsen/pabrikan/principal kepada distributor
dengan masa berlaku keagenan minimal 2 (dua) tahun dan
maksimal 5 (lima) tahun dan harus dilegalisasi oleh perwakilan
pemerintah Republik Indonesia di negara asal (untuk alat
kesehatan impor) atau dilegalisasi oleh Notaris (untuk alat
kesehatan dalam negeri).
• Jika surat penunjukkan menyebutkan distributor ditunjuk
sebagai perwakilan, distributor, atau distributor non eksklusif,
harus menyertakan juga surat kuasa dari produsen/pabrikan/
principal untuk mendaftarkan alat kesehatan diagnostik in vitro
di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan menyebutkan
nama alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftar.
• Masa berlaku keagenan yang tercantum pada LoA akan menjadi
acuan dalam menentukan masa berlaku izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro. Penunjukkan keagenan harus mempunyai batas
waktu keagenan dan maksimal 5 tahun, kecuali untuk produk dari
perusahaan yang berafiliasi yang LoA-nya tidak mempunyai batas
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 49
DIAGNOSTIK IN VITRO

waktu keagenan atau lebih dari 5 tahun, maka izin edar tetap
berlaku 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal penunjukkan.
• Masa berlaku izin edar untuk produk Original Equipment
Manufacture (OEM) impor maksimal 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
• Untuk produk OEM impor harus melampirkan proposal rencana
pengembangan produksi di dalam negeri.
• Jika nama dan/atau alamat pabrikan berbeda dengan principal,
lampirkan surat hubungan kerjasama pabrikan dengan principal.
• Satu jenis alat kesehatan diagnostik in vitro dengan satu nama
dagang/merek dari produsen atau pabrikan atau principal hanya
dapat diageni oleh satu PAK
9. Sertifikat Bebas Jual (Certificate of Free Sale)
Ketentuan Certificate of Free Sale yang harus diperhatikan oleh
pemohon izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro adalah sebagai
berikut:
• Lembaga yang berwenang mengeluarkan CFS adalah Kementerian
Kesehatan atau Ministry of Health atau Department of Health
atau FDA atau instansi berwenang di negara asal pabrikan.
• CFS harus mencantumkan nama produk, nama dan alamat
pabrikan, serta masa berlaku. Bila tidak mencantumkan masa
berlaku, maka masa berlaku CFS tersebut dianggap 5 tahun sejak
tanggal CFS tersebut diterbitkan.
• Jika di negara asal alat yang didaftarkan tersebut bukan termasuk
alat kesehatan, maka harus melampirkan surat keterangan dari
Kementerian Kesehatan negara asal yang menyebutkan bahwa
alat tersebut bukan alat kesehatan atau melampirkan CFS dari
negara lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau
lembaga lainnya dan harus mencantumkan nama pabrik dan
negara asal yang memproduksi produk tersebut.
• Apabila alat kesehatan yang diimpor tidak terdaftar dan
tidak beredar di negara asal pabrikan/principal, maka harus
melampirkan CFS dari negara-negara yang memiliki sistem
pendaftaran alat kesehatan yang diakui atau yang sesuai dengan
regulasi terharmonisasi atau CFS dari negara-negara anggota
GHTF (Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Inggris, Jerman, Belanda,
Perancis, Italia, Spanyol, dan Australia) dengan mencantumkan
nama dan alamat pabrikan.
50 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

• CFS harus mencantumkan nama dan tipe/ukuran produk yang


didaftar, tandai produk yang didaftar pada CFS jika tipe produk
yang didaftarkan lebih dari satu.
• Jika pemilik produk (legal manufacture) dan pabrikan yang
memproduksi alat kesehatan diagnostik in vitro (manufacturing
site) berbeda, maka nama pemilik produk dan pabrikan yang
memproduksi tersebut harus tercantum pada CFS.
10.Sertifikat Merek
Ketentuan:
• Untuk produk dalam negeri atau produk OEM impor yang
menggunakan merek sendiri, lampirkan Sertifikat Merek dari
Kementerian Hukum dan HAM yang mencantumkan merek dan
nama pemilik merek
• Masih berlaku
• Jika sertifikat merek masih dalam proses pendaftaran, maka harus
melampirkan bukti tanda terima permohonan pendaftaran merek
serta melampirkan surat pernyataan bermaterai Rp. 6000,- yang
menyatakan bersedia melepas merek & mengembalikan izin edar
apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum atas merek
tersebut dan ditandatangani oleh pimpinan perusahaan sesuai
nama yang tercantum pada IPAK.
11.Surat Pernyataan Bersedia Melepas Keagenan
Surat pernyataan yang menyatakan bahwa bersedia melepas
keagenan apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum
atas keagenan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6000,-
• Surat pernyataan dinyatakan berlaku terhitung 3 (tiga) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro sampai dengan masa berlaku izin edar habis.
• Mencantumkan nama dan alamat produsen/pabrikan dengan
maksimal 5 nama produk yang didaftar.
• Mencantumkan nama dan jabatan pemohon serta alamat
perusahaan yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan
sesuai yang tercantum dalam IPAK/Sertifikat Produksi atau Akta
Notaris Pendirian Perusahaan.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 51
DIAGNOSTIK IN VITRO

12.Laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) akibat penggunaan alat


selama di peredaran dan penanganan yang telah dilakukan.
Laporan yang berisi tentang kejadian tidak diinginkan (KTD) yang
terjadi akibat penggunaan alat kesehatan diagnostik in vitro tersebut
diedarkan dan penanganan yang dilakukan. Laporan ditandatangani
oleh pimpinan perusahaan dan penanggung jawab teknis yang
tercantum pada sertifikat produksi
13.Petunjuk penggunaan, materi pelatihan, dan petunjuk pemasangan
serta pemeliharaan alat kesehatan diagnostik in vitro
Mencakup :
• Petunjuk penggunaan umumnya merujuk pada buku panduan
dokter, panduan pengguna, panduan operator, panduan pemberi
resep atau panduan rujukan.
• Berisi arahan agar pengguna akhir dapat menggunakan alat
kesehatan tersebut secara aman dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
• Berisi informasi tentang indikasi, kontraindikasi, peringatan,
perhatian, kemungkinan adanya efek yang tidak diinginkan, dan
kondisi yang harus diatur selama penggunaan normal untuk
mempertahankan keamanan dan efektifitas alat.
• Jika memungkinkan, bagian ini harus termasuk petunjuk untuk
pelatihan bagi pengguna agar mampu menggunakan alat
sesuai dengan tujuannya, serta melakukan pemasangan dan
pemeliharaan alat.
• Menyertakan buku manual/package insert/instruction for use
yang berkaitan dengan tujuan penggunaan, petunjuk penggunaan,
kontra indikasi, tanda peringatan dan efek samping harus tersedia
dalam bahasa Indonesia.
14.Berikan hasil uji analisis atau hasil uji klinis dan keamanan alat
kesehatan diagnostik in vitro (Kelas D)
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas D, harus menyertakan
bukti klinis dari laboratorium terakreditasi dan/atau ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan.
52 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

15.Daftar Aksesoris
Mencakup:
• Aksesoris adalah produk tambahan yang terpisah dari suatu alat
kesehatan tetapi dapat digunakan secara bersamaan dengan alat
kesehatan tersebut untuk mencapai kinerja yang dimaksudkan,
dan memerlukan izin edar tersendiri.
• Berisi daftar tipe/kode atau aksesoris (bukan suku cadang/
sparepart) dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
dan merupakan lampiran dari persetujuan izin edar.
• Lampirkan data/referensi pendukung yang menjelaskan fungsi
dari aksesoris tersebut.
• Suku cadang adalah produk yang digunakan untuk mengganti
komponen yang telah ada di dalam alat kesehatan dan tidak
memerlukan persetujuan izin edar tersendiri.
• Untuk importasi suku cadang/sparepart dapat dibuatkan surat
keterangan suku cadang/sparepart.
16. Surat pernyataan keaslian dokumen atau data yang diunggah/
upload bermaterai Rp. 6.000.-. Surat pernyataan tersebut ditanda
tangani oleh Pimpinan dan Penanggung jawab teknis yang tercantum
pada Sertifikat Produksi/ Izin Penyalur Alat Kesehatan
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 53
DIAGNOSTIK IN VITRO

BAB IV
MATRIKS PERSYARATAN IZIN EDAR
ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

A. Daftar Persyaratan Permohonan Izin Edar Baru Alat Kesehatan Diagnostik


In Vitro

NO FORMULIR A KELAS
  PERSYARATAN DATA ADMINISTRASI A B C D
Sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan oleh
Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
1 √ √ √ √
Kesehatan (Produk dalam negeri dan produk kemas ulang) dan
masih berlaku
Izin penyalur alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri
2 Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat √ √ √ √
Kesehatan dan masih berlaku
Surat penunjukan dari pabrikan atau principal sebagai agen
tunggal atau distributor tunggal atau distributor eksklusif
3 √ √ √ √
atau distributor yang diberi kuasa mendaftar ke Kementerian
Kesehatan dan dilegalisasi oleh KBRI setempat
Sertifikat bebas jual (Certificate of Free Sale/CFS) dari instansi
4 √ √ √ √
yang berwenang (untuk alat kesehatan impor)
Sertifikasi dan dokumen yang menyebutkan kesesuaian terhadap
standar produk, persyaratan keamanan, efektivitas dan sistem
5 √ √ √ √
mutu dalam desain dan proses pembuatan (ISO 9001, ISO
13485, sertifikat CE)
Ringkasan eksekutif (Executive summary) alat kesehatan berisi
informasi sbb (singkat dan jelas) :
1. Ringkasan produk secara singkat
2. Sejarah pemasaran
6 - - √ √
3. Mekanisme kerja
4. Tujuan penggunaan
5. Formula
6. Riwayat penggunaan.
54 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

Standard yang digunakan dan bukti kesesuaian terhadap


standard tersebut.
Untuk alat kesehatan dalam negeri, berikan surat pernyataan
kesesuaian produk dengan standar yang digunakan dan salinan
7 √ √ √ √
standar, misal : SNI produk, ISO produk, Farmakope, dll.
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro impor berikan
Declaration of Comformity dari pabrikan.

Sertifikat merek/ bukti tanda terima permohonan pendaftaran


8 merek dan surat pernyataan bersedia melepas merek untuk alat √ √ √ √
kesehatan dalam negeri dan/atau OEM, bermaterai Rp. 6.000,-
Surat pernyataan kesediaan melepas keagenan untuk alat
9 √ √ √ √
kesehatan impor, bermaterai Rp. 6.000,-
Surat pernyataan keaslian dokumen atau data yang diunggah/
upload. Surat pernyataan tersebut yang ditanda tangani oleh
10 Direktur/ Penanggung jawab teknis yang tercantum pada √ √ √ √
Sertifikat Produksi/ Izin Penyalur Alat Kesehatan bermaterai Rp.
6.000.-

FORMULIR B

NO FORMULIR B KELAS
  PERSYARATAN INFORMASI PRODUK A B C D
1 Uraian alat √ √ √ √
2 Deskripsi dan fitur alat kesehatan √ √ √ √
3 Tujuan Penggunaan √ √ √ √
4 Indikasi √ √ √ √
5 Petunjuk Penggunaan √ √ √ √
6 Kontra indikasi (jika ada) √ √ √ √
7 Peringatan (jika ada) √ √ √ √
8 Perhatian (jika ada) √ √ √ √
9 Potensi efek yang tidak diinginkan (jika ada) √ √ √ √
10 Alternatif terapi (jika ada) √ √ √ √
11 Material √ √ √ √
12 Informasi pabrik √ √ √ √
13 Proses produksi √ √ √ √
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 55
DIAGNOSTIK IN VITRO

FORMULIR C

NO FORMULIR C KELAS
  INFORMASI SPESIFIKASI DAN JAMINAN MUTU A B C D
Karakteristik fungsional dan spesifikasi kinerja teknis alat
1 √ √ √ √
termasuk aksesoris (jika ada) beserta fungsinya
Informasi tambahan karakteristik alat kesehatan
2 diagnostik in vitro yang belum dicantumkan pada bagian √ √ √ √
sebelumnya (jika ada)
Ringkasan dari verifikasi rancangan dan dokumen validasi
3 √ √ √ √
(untuk produk steril)
 4 Studi Pre Klinis - - √ √
Hasil pengujian validasi piranti lunak (software sebagai
5 √ √ √ √
alat kesehatan)
Hasil penelitian untuk alat yang mengandung material - - - -
6
biologi
7 Bukti Klinis - - - √
8 Analisa resiko dari alat - - √ √
9 Hasil analisa resiko - - √ √
10 Spesifikasi dan atau persyaratan bahan baku - - √ √
11 Spesifikasi kemasan √ √ √ √
Data hasil analisis dan/ atau uji klinis (spesifitas,
12 sensitivitas dan stabilitas) untuk pereaksi atau alat √ √ √ √
kesehatan diagnostik in vitro
Berikan hasil uji analisis / hasil uji klinis dan keamanan
13 √ √ √ √
alat kesehatan diagnostik in vitro (IEC, CoA, Test Report)
56 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

FORMULIR D
FORMULIR D KELAS
NO
PETUNJUK PENGGUNAAN A B C D
1 Rancangan kemasan dan penandaan √ √ √ √
2 Penjelasan penandaan (simbol) √ √ √ √
Petunjuk penggunaan, materi pelatihan dan
3 √ √ √ √
petunjuk pemasangan serta pemeliharaan
 4 Kode produksi dan artinya √ √ √ √

FORMULIR E
NO FORMULIR E KELAS
  POST MARKET EVALUATION A B C D
1 Prosedur yang digunakan dan sistem pencatatan, √ √ √ √
penanganan keluhan dan lain-lain
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 57
DIAGNOSTIK IN VITRO

B. Persyaratan Perpanjangan, Perubahan, dan/atau Perpanjangan


dengan Perubahan Izin Edar Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro

Impor Dalam Negeri


NO PERSYARATAN
(AKL) (AKD)
Surat permohonan perpanjangan, perubahan, dan/
1 √ √
atau perpanjangan dengan perubahan izin edar
2 Izin edar lama dan jika ada beserta lampiran √ √
Rancangan kemasan dan penandaan yang diajukan
terdiri dari 2 (dua) rangkap, khusus untuk alat
3 √ √
kesehatan diagnostik in vitro kelas D harus
berwarna dan hardcopy
Rancangan kemasan dan penandaan yang telah
4 √ √
disetujui oleh Kementerian Kesehatan
Surat pernyataan di atas materai tidak terdapat
5 √ √
perubahan data produk
Sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan
6 oleh Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal - √
Kefarmasian dan Alkes.
Izin penyalur alat kesehatan yang dikeluarkan
7 oleh Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal √ -
Kefarmasian dan Alkes.
Surat penunjukan dari pabrikan atau principal di
luar negeri sebagai agen tunggal atau distributor
tunggal atau distributor eksklusif dengan
mencantumkan nama dagang/merek dan jenis
alat kesehatan yang diageni dan harus dilegalisasi
oleh perwakilan pemerintah Republik Indonesia di
8 √ √
negara setempat, atau surat penunjukan sebagai
agen/distributor dan diberi kuasa mendaftar alat
kesehatan dari pabrikan atau principal di luar
negeri dan harus dilegalisasi oleh perwakilan
pemerintah Republik Indonesia di negara
setempat.
Sertifikat bebas jual (Certificate of Free Sale/CFS)
9 dari instansi yang berwenang (untuk alat kesehatan √ -
impor)
Sertifikat merek/ bukti tanda terima permohonan
pendaftaran merek dan surat pernyataan bersedia
10 √ √
melepas merek untuk alat kesehatan dalam negeri
dan/atau OEM, bermaterai Rp. 6.000,-
58 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

Surat pernyataan kesediaan melepas keagenan


11 √ √
untuk alat kesehatan impor, bermaterai Rp. 6.000,-
Surat pernyataan bahwa alat kesehatan yang
12 diedarkan tidak pernah menimbulkan kejadian √ √
yang tidak diinginkan
Petunjuk penggunaan, materi pelatihan, dan
13 √ √
petunjuk pemasangan serta pemeliharaan
Berikan hasil uji analisis atau hasil uji klinis dan
14 keamanan alat kesehatan diagnostik in vitro (Kelas √ √
D)
15 Daftar Aksesoris √ √
Surat pernyataan keaslian dokumen atau data yang
diunggah/ upload bermaterai Rp. 6.000.-. Surat
16 pernyataan tersebut ditanda tangani oleh Pimpinan √ √
dan Penanggung jawab teknis yang tercantum pada
Sertifikat Produksi/ Izin Penyalur Alat Kesehatan

* Keterangan :
√ : wajib
- -- : tidak wajib
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 59
DIAGNOSTIK IN VITRO

BAB V
PENUTUP

Dengan adanya petunjuk teknis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai


pedoman baik oleh penilai/evaluator serta pelaku usaha di bidang alat
kesehatan diagnostik in vitro.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah petunjuk teknis ini juga
merupakan acuan bagi penilai dalam proses penilaian permohonan
persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
Semoga dengan tersedianya Petunjuk Teknis Penilaian Alat Kesehatan
Diagnostik In Vitro ini, semua proses terkait dengan persetujuan izin
edar alat kesehatan diagnostik in vitro dapat berlangsung dengan
transparan dan akuntabel serta efisien dan efektif sehingga sesuai
dengan asas-asas pemerintahan yang baik (Good Government).
60 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

LAMPIRAN

Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor : .......... Tahun ..........
Tanggal : ..........

Lampiran 1
Kategori dan Sub Kategori Diagnostik in Vitro

KATEGORI DAN SUB KATEGORI ALAT KESEHATAN


1. PERALATAN KIMIA KLINIK DAN TOKSIKOLOGI KLINIK
a. Sistem Tes Kimia Klinik
b. Peralatan Laboratorium klinik
c. Sistem Tes Toksikologi klinik
2. PERALATAN HEMATOLOGI DAN PATOLOGI
a. Pewarna Biological
b. Produk Kultur Sel dan Jaringan
c. Peralatan dan Asesori Patologi
d. Pereaksi Penyedia Specimen
e. Peralatan Hematologi Otomatis dan Semi Otomatis
f. Peralatan Hematologi Manual
g. Paket dan Kit hematologi
h. Pereaksi Hematologi
i. Produk yang digunakan dalam pembuatan sediaan darah
dan sediaan berasal dari darah
3. PERALATAN IMUNOLOGI DAN MIKROBIOLOGI
a. Peralatan Diagnostika
b. Peralatan Mikrobiologi
c. Pereaksi Serologi
d. Perlengkapan dan Pereaksi Laboratorium Imunologi
e. Sistem Tes Imunologikal
f. Sistem Tes Imunologikal Antigen Tumor
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 61
DIAGNOSTIK IN VITRO

4. PERALATAN ANESTESI
a. Peralatan Anestesi Diagnostik
b. Peralatan Anestesi Pemantauan
c. Peralatan Anestesi Terapetik
d. Peralatan Anestesi Lainnya
5. PERALATAN KARDIOLOGI
a. Peralatan Kardiologi Diagnostik
b. Peralatan Kardiotogi Pemantauan
c. Peralatan Kardiologi Prostetik
d. Peralatan Kardiologi Bedah
e. Peratatan Kardiologi Terapetik
6. PERALATAN GIGI
a. Peralatan Gigi Diagnostik
b. Peralatan Gigi Prostetik
c. Peralatan Gigi Bedah
d. Peralatan Gigi Terapetik
e. Peralatan Gigi Lainnya
7. PERALATAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN (THT)
a. Peralatan THT Diagnostik
b. Peralatan THT Prostetik
c. Peralatan THT Bedah
d. Peralatan THT Terapetik
8. PERALATAN GASTROENTEROLOGI-UROLOGI (GU)
a. Peralatan GU Diagnostik
b. Peralatan GU Pemantauan
c. Peralatan GU Prostetik
d. Peralatan GU Bedah
e. Peralatan GU Terapetik
9. PERALATAN RUMAH SAKIT UMUM DAN PERORANGAN (RSU
& P)
a. Peralatan RSU & P Pemantauan
b. Peralatan RSU & P Terapetik
c. Peralatan RSU & P Lainnya
62 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

10. PERALATAN NEUROLOGI


a. Peratatan Neurologi Diagnostik
b. Peralatan Neurologi Bedah
c. Peralatan Neurotogi Terapetik
11. PERALATAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI (OG)
a. Peralatan OG Diagnostik
b. Peralatan OG Pemantauan
c. Peralatan OG Prostetik
d. Peralatan OG Bedah
e. Peralatan OG Terapetik
f. Peralatan Bantu Reproduksi
12. PERALATAN MATA
a. Peralatan Mata Diagnostik
b. Peralatan Mata Prostetik
c. Peralatan Mata Bedah
d. Peralatan Mata Terapetik
13. PERALATAN ORTOPEDI
a. Peralatan Ortopedi Diagnostik
b. Peralatan Ortopedi Prostetik
c. Peralatan Ortopedi Bedah
14. PERALATAN KESEHATAN FISIK
a. Peralatan Kesehatan Fisik Diagnostik
b. Peralatan Kesehatan Fisik Prostetik
c. Peratatan Kesehatan Fisik terapetik
15. PERALATAN RADIOLOGI
a. Peralatan Radiologi Diagnostik
b. Peralatan Radiologi Terapetik
c. Peralatan Radiologi Lainnya
16. PERALATAN BEDAH UMUM DAN BEDAH PLASTIK
a. Peralatan Bedah Diagnostik
b. Peratatan Bedah Prostetik
c. Peralatan Bedah
d. Peratatan Bedah Terapetik
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 63
DIAGNOSTIK IN VITRO

Lampiran 2
Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro

DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


DIREKTORAT PENILAIAN ALAT KESEHATAN dan PKRT

PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN


PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR ................................ ............................
TANGGAL ........................

ALAT KESEHATAN DIAGNOSTIK IN VITRO


DALAM NEGERI □
IMPORT □
1. Nama Perusahaan yang :
mendaftarkan :
Alamat Lengkap dan Nomor :
Telepon
Alamat Surat-menyurat dan
Nomor Telepon
2. NPWP :
3. Nama Dagang Alat Kesehatan :
4. Kategori dan Sub Kategori Alat :
Kesehatan
5. Keterangan lain mengenai Alat :
Kesehatan
(Tipe, Netto, Isi, Kemasan,
Ukuran)
6. Nama Pemberi Lisensi :
Alamat Lengkap :
7. Nama Pabrik Induk :
Alamat Lengkap :
8. Nama Penerima Lisensi :
Alamat Lengkap :
9. Permohonan ini dilengkapi : ........ lampiran (sebutkan
dengan jumlahnya)

Jakarta, ............................ .............

Tanda Tangan Tanda Tangan


Pimpinan Perusahaan Penanggung Jawab Teknis

Stempel perusahaan
(___________________) (___________________)

1
64 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

LAMPIRAN 3
TEMPLATE SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN IZIN EDAR
TANPA PERUBAHAN

KOP SURAT PERUSAHAAN

Yang terhormat,
Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling No. 4-9
Jakarta 12950

No. Surat :
Lampiran :
Hal : Permohonan Perpanjangan Izin Edar Tanpa Perubahan

Dengan Hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan perpanjangan izin edar tanpa perubahan
untuk produk :
Nama Produk NIE Nama Pabrik
*

Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.

Tempat, tanggal/bulan/tahun

Pimpinan Perusahaan Penanggung Jawab Teknis

Stempel Perusahaan

(Nama Lengkap) ( Nama Lengkap)

*) Maksimal 5 Produk

2
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 65
DIAGNOSTIK IN VITRO

LAMPIRAN 4
TEMPLATE SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN IZIN EDAR
DENGAN PERUBAHAN

KOP SURAT PERUSAHAAN

Yang terhormat,
Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling No. 4-9
Jakarta 12950

No. Surat :
Lampiran :
Hal : Permohonan Perpanjangan Izin Edar dengan Perubahan

Dengan Hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan perpanjangan izin edar untuk
produk :
Nama Produk NIE Nama Pabrik
*

Selain itu, kami bermaksud mengajukan perubahan…..(misal : desain


kemasan/No. Ref/penambahan tipe produk, dll)
Nama NIE (Kemasan/No. (Kemasan/No.
Produk Ref./Tipe) Lama Ref./Tipe) Baru
*

Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami


ucapkan terima kasih.
Tempat,
tanggal/bulan/tahun

Pimpinan Perusahaan Penanggung Jawab


Teknis

Stempel
Perusahaan
(Nama Lengkap) ( Nama Lengkap)

*) Maksimal 5 Produk

3
66 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO

LAMPIRAN 5
TEMPLATE SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN IZIN EDAR

KOP SURAT PERUSAHAAN

Yang terhormat,
Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling No. 4-9
Jakarta 12950

No. Surat :
Lampiran :
Hal : Permohonan Perubahan Izin Edar

Dengan Hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan perubahan izin edar untuk
produk :
Nama NIE (Kemasan/No. (Kemasan/No.
Produk Ref./Tipe) Lama Ref./Tipe) Baru
*

Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami


ucapkan terima kasih.
Tempat,
tanggal/bulan/tahun

Pimpinan Perusahaan Penanggung Jawab


Teknis

Stempel
Perusahaan
(Nama Lengkap) ( Nama Lengkap)
*) Maksimal 5 Produk

Anda mungkin juga menyukai