28
Ind
p
ISO 9001:2015
824 100 13105
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS
PETUNJUK TEKNIS
PENILAIAN ALAT KESEHATAN
PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO DIAGNOSTIK IN VITRO
PETUNJUK TEKNIS
PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
610.28
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Petunjuk Teknis Penilaian Alat Kesehatan Diagnostik
In Vitro. -- Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.2016
ISBN 978-602-416-072-2
KATA PENGANTAR
DIREKTUR PENILAIAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
KESEHATAN RUMAH TANGGA
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
perkenanNya dan kerjasama tim penyusun sehingga buku Petunjuk
Teknis Penilaian Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro telah disusun.
Dalam menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatan (safety, quality,
and efficacy) alat kesehatan diagnostik in vitro impor maupun dalam
negeri yang beredar di Indonesia maka harus dilakukan pengendalian
alat kesehatan. Hal ini dapat diperoleh dengan menggunakan alat
kesehatan yang telah memiliki izin edar.
Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
berkontribusi terhadap tersusunnya buku petunjuk teknis ini. Sangat
disadari bahwa buku ini masih memerlukan penyempurnaan, untuk itu
diharapkan saran dan masukan sebagai upaya perbaikan.
TIM PENYUSUN
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
PENGARAH
drg. Arianti Anaya, MKM.
(Direktur Penilaian Alkes dan PKRT)
PENANGGUNG JAWAB
Drs. Masrul, Apt.
(Kasubdit Produk Diagnostik dan Alat Kesehatan Khusus)
EDITOR
• Drs. Masrul, Apt. • Anita Nur Fitriana, S.Farm. Apt.
• drg. R. Edi Setiawan, MKM. • Aditya Retno Wijayanti, S.Farm, Apt.
• Nuning Lestin Bintari, M.Si., Apt. • Dyah Sulistyowati, S. Farm.
• Handika Yudha K, S.Si, Apt. • Nurul Hidayati, S.Si., Apt.
• Fera Ayu Dianovita, S.Farm, Apt • Pritha Elisa, S. Farm, Apt.
KONTRIBUTOR
• Dra. Rully Makarawo, Apt. • Wahyu Indarto Setyadi, S.Si., Apt
• Dra. Lili Sa’diah, Apt. • Anisa, S.Farm.
• Lupi Trilaksono S.F., Apt., MM. • Rachmi Sugiarti, S.Farm, Apt.
• Eva Silvia, SKM. • Bethalia Metyarani, S.Farm, Apt.
• Dra. Nurhidayat, S.Si, Apt. • Siti Hardianti Pujiastuti, SKM.
• Ismiyati, M.Si, Apt • Linda Marfuah, Amd. Farm.
• Eva Zahrah, S. Farm., Apt • Syukra Rahmatullah, S.Kom
• Jojor Simanjuntak, M.Si, Apt. • Nurul Safitri, S.Farm, Apt
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN vii
DIAGNOSTIK IN VITRO
DAFTAR ISI
SAMBUTAN..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................... iv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN..................................................... v
TIM PENYUSUN............................................................................... vi
DAFTAR ISI……………………………………………………….............................. vii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………….................1
A. Latar Belakang……………………………………………….................1
B. Dasar Hukum....................................................................1
C Tujuan………………………………………………………......................3
D Sasaran………………………………………………………....................3
E Ruang Lingkup……………………………………………....................3
C. Definisi……………………………………….....................................3
BAB V. PENUTUP................................................................. 59
LAMPIRAN ......................................................................... 60
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 1
DIAGNOSTIK IN VITRO
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatan alat kesehatan
diagnostik in vitro dalam negeri maupun impor yang beredar di
Indonesia, maka Kementerian Kesehatan harus melakukan pengendalian
alat kesehatan. Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1190/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri Kesehatan. Izin edar
alat kesehatan diagnostik in vitro dimaksudkan untuk pengendalian alat
kesehatan dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatan
alat kesehatan, baik produksi dalam negeri maupun impor. Dalam
rangka hal tersebut, Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
perlu menyusun suatu panduan yang merupakan petunjuk teknis
dalam melakukan proses penilaian/evaluasi alat kesehatan diagnostik in
vitro untuk lebih memudahkan pelaku usaha dalam memahami semua
persyaratan permohonan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro
baik persyaratan administrasi maupun teknis.
Petunjuk teknis ini sebagai acuan bagi penilai maupun pelaku usaha
di bidang alat kesehatan diagnostik in vitro dalam proses permohonan
izin edar sehingga pelayanan publik menjadi lebih baik.
B. DASAR HUKUM
Dalam melaksanakan pelayanan izin edar alat kesehatan diagnostik
in vitro, Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT mengacu pada
peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(lembaran Negara RI No. 42 Tambahan Lembaran Negara RI No.
3821);
b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
C. TUJUAN
1. Sebagai acuan bagi penilai dalam proses penilaian permohonan
persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Sebagai acuan bagi pelaku usaha di bidang alat kesehatan diagnostik
in vitro dalam proses permohonan persetujuan izin edar.
D. SASARAN
1. Penilai sebagai evaluator dalam melakukan penilaian permohonan
persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Pelaku usaha di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan
diagnostik in vitro.
E. RUANG LINGKUP
Petunjuk Teknis Penilaian Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro meliputi
klasifikasi dan tata cara penilaian/evaluasi alat kesehatan diagnostik in
vitro terkait proses persetujuan izin edar.
F. DEFINISI
Dalam petunjuk teknis pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, perkakas,
dan/atau implan, reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak,
bahan atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk
manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosis, pencegahan, pemantauan, perawatan, atau
meringankan penyakit;
b. diagnosis, pemantauan, perawatan, meringankan, atau
memulihkan cedera;
c. pemeriksaan, penggantian, pemodifikasian, atau penunjang
anatomi atau proses fisiologis;
d. menyangga atau mempertahankan hidup
e. mengontrol pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
4 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
16. Mutu adalah ukuran kualitas produk yang dinilai dari cara pembuatan
yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai
serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.
17. Penandaan adalah etiket/label, brosur atau bentuk pernyataan
lainnya yang ditulis, dicetak, atau digambar, berisi informasi penting
yang disertakan pada atau berhubungan dengan alat kesehatan
diagnostik in vitro.
18. Menteriadalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
19. DirekturJenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
20. Agentunggal/ distributor tunggal/ distributor eksklusif adalah
penyalur alat kesehatan yang ditunjuk oleh pihak produsen atau
pabrikan atau principal sebagai wakilnya untuk mendaftarkan dan
menyalurkan alat kesehatan diagnostik in vitro di dalam wilayah
Republik Indonesia serta melaksanakan pelayanan purna jual dari alat
kesehatan diagnostik in vitro dimana penunjukan tersebut dilakukan
berdasarkan perintah/pemberian kuasa dengan memberikan batas-
batas kewenangan tertentu dalam bertindak untuk dan atas nama
produsen atau pabrikan atau principal.
21. Kejadianyang tidak diinginkan atau disingkat KTD adalah kegagalan
fungsi atau penurunan karakteristik atau kinerja alat kesehatan atau
kesalahan penggunaan, yang dapat menyebabkan atau memberikan
kontribusi terhadap kematian, atau cedera pada kesehatan pasien
atau orang lain.
22. Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik yang selanjutnya disingkat
CPAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan
pembuatan dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin
agar produk alat kesehatan yang dibuat memenuhi persyaratan yang
ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya.
23. CaraDistribusi Alat Kesehatan yang Baik yang selanjutnya disingkat
CDAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan
distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin
agar produk alat kesehatan yang didistribusikan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 7
DIAGNOSTIK IN VITRO
BAB II
KLASIFIKASI KELAS ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
Tabel 1.
Contoh Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro Berdasarkan Resiko
LEBIH TINGGI
LEBIH RANDAH
Klasifikasi A B C D
Gambar 1:
Ilustrasi peningkatan persyaratan izin edar sesuai dengan kelas
resiko alat kesehatan diagnostik in vitro
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 9
DIAGNOSTIK IN VITRO
ATURAN 1
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk
tujuan berikut diklasifikasikan sebagai kelas D:
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya, atau paparan,
perantara penular yang dapat dipindahkan/ditularkan
dalam darah, komponen darah, derivat darah, sel,
jaringan atau organ guna menilai kecocokannya untuk
transfusi atau transplantasi.
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya, atau paparan,
perantara penular yang dapat dipindahkan/ditularkan
dan menyebabkan penyakit yang mengancam jiwa,
seringkali tidak dapat disembuhkan, dengan resiko
penyebaran tinggi.
Contoh: Uji untuk mendeteksi infeksi HIV, HCV, HBV.
Aturan ini berlaku untuk pengujian awal, uji konfirmasi,
dan uji tambahan.
Dasar pemikiran:
Alat kesehatan diagnostik in vitro kelas D ini digunakan
untuk memastikan keamanan darah dan komponen darah
untuk transfusi dan/atau memastikan keamanan sel,
jaringan, dan organ untuk transplantasi. Hasil uji tersebut
menjadi penentu utama apakah donasi tersebut dapat
digunakan atau tidak. Penyakit serius yang menyebabkan
kematian atau cacat jangka panjang, yang sering kali tidak
dapat disembuhkan atau membutuhkan pengobatan/terapi
besar (major therapeutic). Diagnosa yang akurat merupakan
hal yang sangat vital untuk mengurangi resiko terhadap
kesehatan masyarakat.
10 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
ATURAN 2:
Alat Kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas C :
• Ditujukan untuk penentuan penggolongan darah, atau
penentuan jenis jaringan guna memastikan kecocokan
imunologi darah, komponen darah, sel, jaringan, atau organ
yang ditujukan untuk transfusi atau transplantasi.
Contoh : tissue typing test Human Leucosyte Antigen (HLA-A,
HLA-B, HLA-C, HLA-D).
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas D :
• Ditujukan untuk penentuan penggolongan darah sistem ABO
[A (ABO1), B (ABO2), AB (ABO3)], sistem rhesus [RH1 (D), RH2
(C), RH3 (E), RH4 (c), RH5 (e)], sistem Kell [Kel1 (K)], sistem
Kidd [JK1 (Jka), JK2 (Jkb)] dan sistem Duffy [FY1 (Fya), FY2
(Fyb)]
Contoh : blood typing test (Anti-A, anti-B, anti A,B)
Dasar pemikiran:
Penerapan aturan ini sebagaimana didefinisikan di atas harus
sesuai dengan dasar pemikiran bahwa resiko yang tinggi
terhadap individu, di mana hasil yang salah akan menempatkan
pasien pada situasi yang jelas mengancam jiwa, menjadikan
alat tersebut masuk ke dalam kelas D. Aturan ini membagi
peralatan penggolongan darah ke dalam dua kelas yaitu kelas
C atau D, tergantung pada sifat antigen kelompok darah yang
akan dideteksi oleh alat kesehatan diagnostik in vitro tersebut,
dan hal ini sangat penting dalam pengaturan proses transfusi.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 11
DIAGNOSTIK IN VITRO
ATURAN 3:
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas C :
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya, atau paparan, perantara
penular secara seksual.
Contoh : Uji Chlamydia trachomatis, uji Neisseria gonorrhoeae.
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya perantara penginfeksi
pada cairan cerebrospinal atau darah dengan risiko
penyebaran terbatas.
Contoh : Uji Neisseria meningitidis, uji Cryptococcus
neoformans.
• Ditujukan untuk mendeteksi adanya perantara penginfeksi
yang menimbulkan risiko besar, jika hasilnya salah akan
menyebabkan kematian atau cacat berat terhadap individu
atau janin yang diuji.
Contoh : Uji diagnosa untuk CMV (Cytomegalovirus), uji
Chlamydia pneumoniae, uji Staphylococcus aureus resisten
Methycillin.
• Ditujukan untuk skrining pra-natal untuk menentukan
kekebalan terhadap perantara penular yang dapat berpindah.
Contoh : Uji imunitas Rubella, Toxoplasmosis
• Ditujukan untuk menentukan status penyakit infeksi atau
status imunitas, dan jika ada risiko bahwa hasil yang salah
akan mengarah pada keputusan penanganan pasien yang
menyebabkan situasi yang secara nyata mengancam jiwa
pasien.
Contoh : Uji Enterovirus, CMV, dan HSV (Herpex Simplex Virus)
pada pasien transplantasi
• Ditujukan untuk skrining pemilihan pasien untuk penanganan
dan terapi khusus, atau untuk menetukan stadium penyakit,
atau pada diagnosa kanker.
12 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
Dasar pemikiran:
Penerapan aturan ini harus sesuai dengan dasar pemikiran bahwa
alat kesehatan diagnostik in vitro pada kelas ini menimbulkan
risiko yang sedang terhadap kesehatan masyarakat, atau
risiko tinggi terhadap individu, di mana hasil yang salah akan
menempatkan pasien pada situasi yang secara nyata mengancam
jiwa, atau akan memiliki dampak negatif besar (major negative
impact). Alat kesehatan diagnostik in vitro ini menjadi penentu
penting untuk melakukan diagnosa yang benar.
Catatan : Alat kesehatan diagnostik in vitro yang digunakan
dalam menentukan keputusan pemilihan terapi setelah dilakukan
investigasi lebih lanjut dan yang digunakan untuk pemantauan
terapi berdasarkan aturan 6 akan masuk ke dalam kelas B.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 13
DIAGNOSTIK IN VITRO
ATURAN 4:
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang ditujukan untuk
tujuan berikut diklasifikasikan sebagai kelas C :
• Ditujukan untuk penggunaan mandiri, namun jika ditujukan
tidak untuk penentuan diagnosa secara medis, atau hanya
bersifat pendahuluan yang membutuhkan pengujian
laboratorium kesehatan lebih lanjut diklasifikasikan kedalam
kelas B.
Contoh pengujian mandiri yang termasuk kelas C :
Pemantauan gula darah.
Contoh pengujian mandiri yang termasuk kelas B : uji
kehamilan untuk penggunaan mandiri, uji kesuburan, strip-
uji urin.
• Ditujukan untuk penentuan gas darah dan gula darah untuk
pengujian terhadap pasien yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan tetapi tidak dilakukan di laboratorium kesehatan.
Alat kesehatan diagnostik in vitro lain yang ditujukan
untuk penggunaan di dekat pasien (yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dan tidak dilakukan di laboratorium
kesehatan) harus diklasifikasikan sesuai dengan resikonya
menggunakan aturan klasifikasi.
Dasar pemikiran :
Alat ini digunakan oleh individu yang tidak memiliki keahlian
dan kemampuan teknis oleh karenanya informasi yang jelas
pada penandaan dan petunjuk penggunaan sangat penting
untuk memperoleh hasil tes yang tepat.
14 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
ATURAN 5:
Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang ditujukan untuk tujuan
berikut diklasifikasikan sebagai kelas A :
• Reagen atau bahan lain yang memiliki karakteristik spesifik,
yang ditujukan oleh pabrikan untuk digunakan sesuai dengan
prosedur penggunaan produk diagnostik in vitro yang
berhubungan dengan pemeriksaan spesifik.
• Instrumen yang ditujukan oleh pabrikan secara spesifik untuk
digunakan dalam prosedur penggunaan produk diagnostik in
vitro.
• Wadah spesimen
Contoh: media mikrobiologis selektif/diferensial (tidak
termasuk serbuk yang dikeringkan yang dianggap sebagai
produk jadi), perangkat identifikasi untuk mikroorganisme yang
telah dikulturkan, larutan pencuci, instrumen dan wadah/cup
urin, sputum, fecal dll.
Catatan:
Produk yang diproduksi, dijual dan tujuan penggunaannya untuk
laboratorium umum dan penggunaannya bukan spesifik untuk
diagnostik in vitro, tidak termasuk ke dalam alat kesehatan
diagnostik in vitro.
Dasar pemikiran:
Penerapan pedoman ini sebagaimana didefinisikan di atas harus
sesuai dengan landasan bahwa alat kesehatan ini memiliki risiko
rendah terhadap individu, dan risiko rendah terhadap kesehatan
masyarakat.
Catatan 1: Kinerja piranti lunak atau instrumen yang dipersyaratkan
secara khusus dan telah dilakukan dengan tes tertentu akan dinilai
pada saat bersamaan dengan tes kit.
Catatan 2: Saling ketergantungan antara instrumen dan metodologi
tes menghindari instrumen tersebut dinilai secara terpisah,
meskipun instrumen itu sendiri masih diklasifikasikan sebagai
Kelas A.
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 15
DIAGNOSTIK IN VITRO
ATURAN 6:
Alat kesehatan diagnostik in vitro yang tidak tercakup pada
aturan 1-5 diklasifikasikan ke dalam kelas B.
Contoh: uji H. pylori dan penanda (marker) fisiologis seperti
hormon, vitamin, enzim, penanda metabolik, uji kadar IgE spesifik.
Dasar pemikiran:
Penerapan aturan ini harus sesuai dengan dasar pemikiran sebagai
berikut: Alat ini menimbulkan risiko sedang terhadap individu
karena hasil yang salah tidak akan menyebabkan kematian atau
cacat berat, tidak memiliki dampak negatif besar (major negatif
impact) pada pasien atau menempatkan individu pada bahaya
langsung. Alat kesehatan diagnostik in vitro ini memberikan hasil
yang biasanya merupakan salah satu dari beberapa penentu.
Jika hasil tes menjadi satu-satunya penentu namun tersedia
informasi lain, seperti munculnya tanda dan gejala atau informasi
klinis lain yang bisa menjadi pedoman bagi dokter, maka alat
kesehatan diagnostik in vitro tersebut diklasifikasikan ke dalam
kelas B. Kendali lain yang sesuai, bisa juga untuk memvalidasi
hasil pemeriksaan.
Kelas ini juga termasuk alat yang menimbulkan risiko rendah
terhadap kesehatan masyarakat, karena mendeteksi perantara
penginfeksi yang tidak mudah menyebar di dalam populasi.
ATURAN 7:
Kontrol, kalibrator diagnostik in vitro tanpa nilai kuantitatif dan
kualitatif yang ditentukan, diklasifikasikan sebagai Kelas B.
16 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 17
DIAGNOSTIK IN VITRO
BAB III
PEDOMAN PENGISIAN PERMOHONAN
IZIN EDAR ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
A. PERMOHONAN BARU
Ketentuan :
• Lampirkan sertifikat masih berlaku dan memiliki ruang lingkup
mencakup jenis alat kesehatan diagnostik in vitro
• CPAKB dan CDAKB (khusus untuk alat kesehatan diagnostik in
vitro dalam negeri yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan
RI), ISO 9001, ISO 13485, dan sertifikat CE bernomor untuk alat
kesehatan diagnostik in vitro dalam negeri atau impor yang
diterbitkan oleh notified body seperti TUV, SGS, BSI dsb atau
laboratorium pengujian terakreditasi.
• Sertifikat CE bernomor wajib dilengkapi jika pada penandaan
mencantumkan simbol CE bernomor.
• Nama dan alamat pabrikan yang tercantum harus sesuai dengan
yang tercantum pada CFS (khusus untuk alat kesehatan diagnostik
in vitro impor).
6. Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)
Ringkasan eksekutif mencakup informasi sebagai berikut :
- Suatu tinjauan ringkas mengenai deskripsi alat kesehatan
diagnostik in vitro, mekanisme kerja dan kinerjanya, serta
informasi penting yang berhubungan dengan keamanan produk.
- Sejarah pemasaran yang menjelaskan secara rinci tentang status
peredaran dan informasi terkait izin edar produk tersebut berikut
izin pemasaran di negara lain.
- Tujuan penggunaan dan indikasi pada label sesuai yang dimaksud
oleh pemilik produk.
- Informasi penting yang berhubungan dengan keamanan/kinerja
alat.
7. Standar yang Digunakan dan Bukti Kesesuaian Standar
Pernyataan dari pabrikan yang menyatakan kesesuaian alat yang
didaftarkan terhadap standar alat kesehatan diagnostik in vitro yang
dipersyaratkan (berupa Delaration of Conformity/DoC)
Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro produksi dalam negeri,
lampirkan surat pernyataan dari produsen yang mencantumkan
standar nasional atau internasional yang digunakan dalam
memproduksi alat kesehatan diagnostik in vitro antara lain ISO
produk, SNI, Farmakope, ASTM, IEC. Surat pernyataan tersebut
harus bermaterai Rp. 6000,- dan ditandatangani oleh pimpinan
22 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
Ketentuan:
• Surat penunjukan tersebut harus mencantumkan nama dagang/
merek dan jenis alat kesehatan diagnostik in vitro yang diageni.
• LoA dibuat oleh produsen/pabrikan/principal kepada distributor
dengan masa berlaku keagenan minimal 2 (dua) tahun dan
maksimal 5 (lima) tahun dan harus dilegalisasi oleh perwakilan
pemerintah Republik Indonesia di negara asal (untuk alat
kesehatan impor) atau dilegalisasi oleh Notaris (untuk alat
kesehatan dalam negeri).
• Jika surat penunjukkan menyebutkan distributor ditunjuk
sebagai perwakilan, distributor, atau distributor non eksklusif,
harus menyertakan juga surat kuasa dari produsen/pabrikan/
principal untuk mendaftarkan alat kesehatan diagnostik in vitro
di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan menyebutkan
nama alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftar.
• Masa berlaku keagenan yang tercantum pada LoA akan menjadi
acuan dalam menentukan masa berlaku izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro. Penunjukkan keagenan harus mempunyai batas
waktu keagenan dan maksimal 5 tahun, kecuali untuk produk dari
perusahaan yang berafiliasi yang LoA-nya tidak mempunyai batas
waktu keagenan atau lebih dari 5 tahun, maka izin edar tetap
berlaku 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal penunjukkan.
• Masa berlaku izin edar untuk produk Original Equipment
Manufacture (OEM) impor maksimal 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
• Untuk produk OEM impor harus melampirkan proposal rencana
pengembangan produksi di dalam negeri.
• Jika nama dan/atau alamat pabrikan berbeda dengan principal,
lampirkan surat hubungan kerjasama pabrikan dengan principal.
• Satu jenis alat kesehatan diagnostik in vitro dengan satu nama
dagang/merek dari produsen atau pabrikan atau principal hanya
dapat diageni oleh satu PAK
9. Sertifikat Bebas Jual (Certificate of Free Sale)
Ketentuan Certificate of Free Sale yang harus diperhatikan oleh
pemohon izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro adalah sebagai
berikut:
• Lembaga yang berwenang mengeluarkan CFS adalah Kementerian
Kesehatan atau Ministry of Health atau Department of Health
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 37
DIAGNOSTIK IN VITRO
10.Sertifikat Merek
Ketentuan:
• Untuk produk dalam negeri atau produk OEM impor yang
menggunakan merek sendiri, lampirkan Sertifikat Merek dari
Kementerian Hukum dan HAM yang mencantumkan merek dan
nama pemilik merek
• Masih berlaku
• Jika sertifikat merek masih dalam proses pendaftaran, maka harus
melampirkan bukti tanda terima permohonan pendaftaran merek
serta melampirkan surat pernyataan bermaterai Rp. 6000,- yang
menyatakan bersedia melepas merek & mengembalikan izin edar
apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum atas merek
tersebut dan ditandatangani oleh pimpinan perusahaan sesuai
nama yang tercantum pada IPAK.
11.Surat Pernyataan Bersedia Melepas Keagenan
Surat pernyataan yang menyatakan bahwa bersedia melepas
keagenan apabila ada pihak lain yang lebih berhak secara hukum
atas keagenan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
Ketentuan:
• Bermaterai Rp. 6000,-
• Surat pernyataan dinyatakan berlaku terhitung 3 (tiga) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan izin edar alat kesehatan
diagnostik in vitro sampai dengan masa berlaku izin edar habis.
• Mencantumkan nama dan alamat produsen/pabrikan dengan
maksimal 5 nama produk yang didaftar.
• Mencantumkan nama dan jabatan pemohon serta alamat
perusahaan yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan
sesuai yang tercantum dalam IPAK/Sertifikat Produksi atau Akta
Notaris Pendirian Perusahaan.
12.Laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) akibat penggunaan alat
selama di peredaran dan penanganan yang telah dilakukan.
Laporan yang berisi tentang kejadian tidak diinginkan (KTD) yang
terjadi akibat penggunaan alat kesehatan diagnostik in vitro tersebut
diedarkan dan penanganan yang dilakukan. Laporan ditandatangani
oleh pimpinan perusahaan dan penanggung jawab teknis yang
tercantum pada sertifikat produksi
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 45
DIAGNOSTIK IN VITRO
waktu keagenan atau lebih dari 5 tahun, maka izin edar tetap
berlaku 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal penunjukkan.
• Masa berlaku izin edar untuk produk Original Equipment
Manufacture (OEM) impor maksimal 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal persetujuan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro.
• Untuk produk OEM impor harus melampirkan proposal rencana
pengembangan produksi di dalam negeri.
• Jika nama dan/atau alamat pabrikan berbeda dengan principal,
lampirkan surat hubungan kerjasama pabrikan dengan principal.
• Satu jenis alat kesehatan diagnostik in vitro dengan satu nama
dagang/merek dari produsen atau pabrikan atau principal hanya
dapat diageni oleh satu PAK
9. Sertifikat Bebas Jual (Certificate of Free Sale)
Ketentuan Certificate of Free Sale yang harus diperhatikan oleh
pemohon izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro adalah sebagai
berikut:
• Lembaga yang berwenang mengeluarkan CFS adalah Kementerian
Kesehatan atau Ministry of Health atau Department of Health
atau FDA atau instansi berwenang di negara asal pabrikan.
• CFS harus mencantumkan nama produk, nama dan alamat
pabrikan, serta masa berlaku. Bila tidak mencantumkan masa
berlaku, maka masa berlaku CFS tersebut dianggap 5 tahun sejak
tanggal CFS tersebut diterbitkan.
• Jika di negara asal alat yang didaftarkan tersebut bukan termasuk
alat kesehatan, maka harus melampirkan surat keterangan dari
Kementerian Kesehatan negara asal yang menyebutkan bahwa
alat tersebut bukan alat kesehatan atau melampirkan CFS dari
negara lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau
lembaga lainnya dan harus mencantumkan nama pabrik dan
negara asal yang memproduksi produk tersebut.
• Apabila alat kesehatan yang diimpor tidak terdaftar dan
tidak beredar di negara asal pabrikan/principal, maka harus
melampirkan CFS dari negara-negara yang memiliki sistem
pendaftaran alat kesehatan yang diakui atau yang sesuai dengan
regulasi terharmonisasi atau CFS dari negara-negara anggota
GHTF (Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Inggris, Jerman, Belanda,
Perancis, Italia, Spanyol, dan Australia) dengan mencantumkan
nama dan alamat pabrikan.
50 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
15.Daftar Aksesoris
Mencakup:
• Aksesoris adalah produk tambahan yang terpisah dari suatu alat
kesehatan tetapi dapat digunakan secara bersamaan dengan alat
kesehatan tersebut untuk mencapai kinerja yang dimaksudkan,
dan memerlukan izin edar tersendiri.
• Berisi daftar tipe/kode atau aksesoris (bukan suku cadang/
sparepart) dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan
dan merupakan lampiran dari persetujuan izin edar.
• Lampirkan data/referensi pendukung yang menjelaskan fungsi
dari aksesoris tersebut.
• Suku cadang adalah produk yang digunakan untuk mengganti
komponen yang telah ada di dalam alat kesehatan dan tidak
memerlukan persetujuan izin edar tersendiri.
• Untuk importasi suku cadang/sparepart dapat dibuatkan surat
keterangan suku cadang/sparepart.
16. Surat pernyataan keaslian dokumen atau data yang diunggah/
upload bermaterai Rp. 6.000.-. Surat pernyataan tersebut ditanda
tangani oleh Pimpinan dan Penanggung jawab teknis yang tercantum
pada Sertifikat Produksi/ Izin Penyalur Alat Kesehatan
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 53
DIAGNOSTIK IN VITRO
BAB IV
MATRIKS PERSYARATAN IZIN EDAR
ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
NO FORMULIR A KELAS
PERSYARATAN DATA ADMINISTRASI A B C D
Sertifikat produksi alat kesehatan yang dikeluarkan oleh
Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
1 √ √ √ √
Kesehatan (Produk dalam negeri dan produk kemas ulang) dan
masih berlaku
Izin penyalur alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Menteri
2 Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat √ √ √ √
Kesehatan dan masih berlaku
Surat penunjukan dari pabrikan atau principal sebagai agen
tunggal atau distributor tunggal atau distributor eksklusif
3 √ √ √ √
atau distributor yang diberi kuasa mendaftar ke Kementerian
Kesehatan dan dilegalisasi oleh KBRI setempat
Sertifikat bebas jual (Certificate of Free Sale/CFS) dari instansi
4 √ √ √ √
yang berwenang (untuk alat kesehatan impor)
Sertifikasi dan dokumen yang menyebutkan kesesuaian terhadap
standar produk, persyaratan keamanan, efektivitas dan sistem
5 √ √ √ √
mutu dalam desain dan proses pembuatan (ISO 9001, ISO
13485, sertifikat CE)
Ringkasan eksekutif (Executive summary) alat kesehatan berisi
informasi sbb (singkat dan jelas) :
1. Ringkasan produk secara singkat
2. Sejarah pemasaran
6 - - √ √
3. Mekanisme kerja
4. Tujuan penggunaan
5. Formula
6. Riwayat penggunaan.
54 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
FORMULIR B
NO FORMULIR B KELAS
PERSYARATAN INFORMASI PRODUK A B C D
1 Uraian alat √ √ √ √
2 Deskripsi dan fitur alat kesehatan √ √ √ √
3 Tujuan Penggunaan √ √ √ √
4 Indikasi √ √ √ √
5 Petunjuk Penggunaan √ √ √ √
6 Kontra indikasi (jika ada) √ √ √ √
7 Peringatan (jika ada) √ √ √ √
8 Perhatian (jika ada) √ √ √ √
9 Potensi efek yang tidak diinginkan (jika ada) √ √ √ √
10 Alternatif terapi (jika ada) √ √ √ √
11 Material √ √ √ √
12 Informasi pabrik √ √ √ √
13 Proses produksi √ √ √ √
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 55
DIAGNOSTIK IN VITRO
FORMULIR C
NO FORMULIR C KELAS
INFORMASI SPESIFIKASI DAN JAMINAN MUTU A B C D
Karakteristik fungsional dan spesifikasi kinerja teknis alat
1 √ √ √ √
termasuk aksesoris (jika ada) beserta fungsinya
Informasi tambahan karakteristik alat kesehatan
2 diagnostik in vitro yang belum dicantumkan pada bagian √ √ √ √
sebelumnya (jika ada)
Ringkasan dari verifikasi rancangan dan dokumen validasi
3 √ √ √ √
(untuk produk steril)
4 Studi Pre Klinis - - √ √
Hasil pengujian validasi piranti lunak (software sebagai
5 √ √ √ √
alat kesehatan)
Hasil penelitian untuk alat yang mengandung material - - - -
6
biologi
7 Bukti Klinis - - - √
8 Analisa resiko dari alat - - √ √
9 Hasil analisa resiko - - √ √
10 Spesifikasi dan atau persyaratan bahan baku - - √ √
11 Spesifikasi kemasan √ √ √ √
Data hasil analisis dan/ atau uji klinis (spesifitas,
12 sensitivitas dan stabilitas) untuk pereaksi atau alat √ √ √ √
kesehatan diagnostik in vitro
Berikan hasil uji analisis / hasil uji klinis dan keamanan
13 √ √ √ √
alat kesehatan diagnostik in vitro (IEC, CoA, Test Report)
56 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
FORMULIR D
FORMULIR D KELAS
NO
PETUNJUK PENGGUNAAN A B C D
1 Rancangan kemasan dan penandaan √ √ √ √
2 Penjelasan penandaan (simbol) √ √ √ √
Petunjuk penggunaan, materi pelatihan dan
3 √ √ √ √
petunjuk pemasangan serta pemeliharaan
4 Kode produksi dan artinya √ √ √ √
FORMULIR E
NO FORMULIR E KELAS
POST MARKET EVALUATION A B C D
1 Prosedur yang digunakan dan sistem pencatatan, √ √ √ √
penanganan keluhan dan lain-lain
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 57
DIAGNOSTIK IN VITRO
* Keterangan :
√ : wajib
- -- : tidak wajib
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 59
DIAGNOSTIK IN VITRO
BAB V
PENUTUP
LAMPIRAN
Lampiran 1
Kategori dan Sub Kategori Diagnostik in Vitro
4. PERALATAN ANESTESI
a. Peralatan Anestesi Diagnostik
b. Peralatan Anestesi Pemantauan
c. Peralatan Anestesi Terapetik
d. Peralatan Anestesi Lainnya
5. PERALATAN KARDIOLOGI
a. Peralatan Kardiologi Diagnostik
b. Peralatan Kardiotogi Pemantauan
c. Peralatan Kardiologi Prostetik
d. Peralatan Kardiologi Bedah
e. Peratatan Kardiologi Terapetik
6. PERALATAN GIGI
a. Peralatan Gigi Diagnostik
b. Peralatan Gigi Prostetik
c. Peralatan Gigi Bedah
d. Peralatan Gigi Terapetik
e. Peralatan Gigi Lainnya
7. PERALATAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN (THT)
a. Peralatan THT Diagnostik
b. Peralatan THT Prostetik
c. Peralatan THT Bedah
d. Peralatan THT Terapetik
8. PERALATAN GASTROENTEROLOGI-UROLOGI (GU)
a. Peralatan GU Diagnostik
b. Peralatan GU Pemantauan
c. Peralatan GU Prostetik
d. Peralatan GU Bedah
e. Peralatan GU Terapetik
9. PERALATAN RUMAH SAKIT UMUM DAN PERORANGAN (RSU
& P)
a. Peralatan RSU & P Pemantauan
b. Peralatan RSU & P Terapetik
c. Peralatan RSU & P Lainnya
62 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
Lampiran 2
Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro
Stempel perusahaan
(___________________) (___________________)
1
64 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
LAMPIRAN 3
TEMPLATE SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN IZIN EDAR
TANPA PERUBAHAN
Yang terhormat,
Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling No. 4-9
Jakarta 12950
No. Surat :
Lampiran :
Hal : Permohonan Perpanjangan Izin Edar Tanpa Perubahan
Dengan Hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan perpanjangan izin edar tanpa perubahan
untuk produk :
Nama Produk NIE Nama Pabrik
*
Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Tempat, tanggal/bulan/tahun
Stempel Perusahaan
*) Maksimal 5 Produk
2
PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN 65
DIAGNOSTIK IN VITRO
LAMPIRAN 4
TEMPLATE SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN IZIN EDAR
DENGAN PERUBAHAN
Yang terhormat,
Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling No. 4-9
Jakarta 12950
No. Surat :
Lampiran :
Hal : Permohonan Perpanjangan Izin Edar dengan Perubahan
Dengan Hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan perpanjangan izin edar untuk
produk :
Nama Produk NIE Nama Pabrik
*
Stempel
Perusahaan
(Nama Lengkap) ( Nama Lengkap)
*) Maksimal 5 Produk
3
66 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN ALAT KESEHATAN
DIAGNOSTIK IN VITRO
LAMPIRAN 5
TEMPLATE SURAT PERMOHONAN PERUBAHAN IZIN EDAR
Yang terhormat,
Direktur Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling No. 4-9
Jakarta 12950
No. Surat :
Lampiran :
Hal : Permohonan Perubahan Izin Edar
Dengan Hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan perubahan izin edar untuk
produk :
Nama NIE (Kemasan/No. (Kemasan/No.
Produk Ref./Tipe) Lama Ref./Tipe) Baru
*
Stempel
Perusahaan
(Nama Lengkap) ( Nama Lengkap)
*) Maksimal 5 Produk