Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KUALITAS ALAT KESEHATAN DALAM NEGERI

NAMA : Amara Syafa Nabila


Nim : 620190024
MK : Remedial ALKES dan PKRT

PROGRAM STUDY FARMASI

UNIVERSITAS MATHLAUL ANWAR


Jl. Mohamad Idris, Kp. Lipatik, Ds. Walantaka, Tegalsari, Serang, Kota Serang, Banten 42183

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penggunaan produk alat kesehatan (Alkes) dalam negeri sebagaimana arahan Presiden
pada Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri
Farmasi dan Alat Kesehatan. Salah satu upayanya adalah dengan mendorong penggunaan alat
kesehatan dalam negeri oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Diharapkan dengan
sosialisasi ini mampu menyebarkan informasi mendetail mengenai penggunaan alkes dalam
negeri yang sudah dikembangkan menjadi lebih baik.
Menkes menjelaskan, tercatat ratusan produsen untuk kampanye sosialisasi alkes dalam
negeri ini, terdapat peningkatan industri alat kesehatan di Indonesia yakni dari 193 sarana
industri pada 2015, bertambah menjadi 201 sarana industri pada Juli 2016, yang memproduksi
berbagai produk, antara lain: hospital furniture; sphygmomanometer; stetoskop; sarung tangan
(hand gloves), kateter urine, alat kesehatan elektromedik (infant incubator, nebulizer, O2
concentrator, dental chair, EKG, fetal doppler, syringe pump, infusion pump, lampu operasi, dan
lain-lain); alat kesehatan kontrasepsi (IUD dan kondom); alat kesehatan disposables (syringes,
benang bedah, kantong urine, infusion set, masker, kasa, kapas pembalut, plester elastik, band
aid, dan lain-lain); instrumen bedah (mayor dan minor set); medical apparels (operating gown,
bed sheets, dan lain lain); rapid test (seperti HIV test, hepatitis test, tes kehamilan, tes narkoba);
reagensia pewarnaan; antiseptik; sterilisator; dan lain-lain.
Sosialisasi ini patut dilakukan agar semakin banyak yang menggunakan alkes buatan
negeri sendiri. Untuk beberapa alat yang dirasa sulit untuk diproduksi seperti, MRI dan CT Scan
memang belum ada buatan dalam negeri. Namun, peralatan furnitur kesehatan lainnya sudah
mampu berkembang dan layak digunakan untuk fasilitas kesehatan. “Memang kedua hal itu kita
akui belum sanggup membuatnya. Tapi seperti tempat tidur, jarum suntik, dan alat lainnya sudah
bisa diproduksi di dalam negeri.”
Beberapa alat kesehatan masih akan diimpor ke dalam negeri. Namun, ia akui potensi
perkembangan alkes masih tetap bisa bersaing dengan produksi luar, masih terbuka dan tetap
akan butuh impor karena tujuannya untuk menyelamatkan manusia. Tapi sudah ada peningkatan
penggambaran potensi perkembangan industri alkes dalam negeri.
Pertemuan ini mengundang peserta dari organisasi profesi seperti Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI), ARSADA, Dinas Kesehatan di wilayah Jabodetabek, rumah sakit milik pemerintah dan
BUMN, RS pendidikan milik universitas, universitas kedokteran dan kedokteran gigi, kolegium,
PMI, dan internal Kementerian Kesehatan. Selain kegiatan paparan dan dialog interaktif dengan
para narasumber, juga diselenggarakan pameran, yang menampilkan 21 industri alat kesehatan
dengan berbagai produk.

1
Beberapa catatan yang ditekankan oleh Menteri kesehatan antara lain untuk mengurangi
ketergantungan dengan impor, pengembangan produk alkes dalam negeri, dan kerjasama
akademisi dengan peneliti harus dikembangkan.
“Dengan menggunakan alat kesehatan buatan dalam negeri, negara atau daerah dapat
melakukan penghematan anggaran 20 – 30 persen. Sebab, selain bermutu, harganya pun
terjangkau. Disini yang diutamakan pula adalah harus berstandar internasional dengan izin edar,”
Apalagi dengan jumlah populasi penduduk yang cukup besar sebanyak 255 juta jiwa, dikatakan
Menkes, menjadi pasar potensial dalam negeri yang juga tidak secara sengaja mendorong
pengembangan inovasi alkes, sebagai pendukung kegiatan sosial sekaligus peningkatan ekonomi
bagi bangsa, karenanya dituntut bagi setiap produk alkes buatan dalam negeri untuk
mengutamakan mutu, sehingga bisa mampu berkompetitif dengan produk dari luar. Dengan
tumbuhnya industri alat kesehatan dalam negeri, didukung dengan terbitnya Inpres Nomor 6
Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, Menkes
berharap target penggunaan alat kesehatan dalam negeri akan tercapai, ehingga Indonesia tidak
perlu lagi bergantung pada pemberian alat kesehatan bekas dari luar negeri, karena kualitas alkes
dalam negeri tidak perlu diragukan.
Menkes cukup prihatin dengan ketergantungan pelayanan kesehatan dalam negeri
terhadap alkes impor yang mencapai 90%. Untuk itu, Menkes mengimbau agar bahwa dengan
menggunakan alkes dalam negeri, sudah terjamin keamanan, mutu dan kemanfaatannya dan ikut
juga berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia, dan juga memastikan bahwa mutu
dan kualitas alkes dalam negeri tidak perlu diragukan lagi. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan jenis dan jumlah alkes dalam negeri dapat memenuhi 44,9 persen dari kebutuhan
rumah sakit kelas A, karena saat ini sudah ada 2.623 alat kesehatan dalam negeri yang sudah
memenuhi izin edar dan standar internasional,”
Untuk Jaminan Kesehatan Nasional menurut Menkes, Obat dan alkes menjadi komponen
penting dalam sistem layanan kesehatan, karena itu pemerintah harus memberikan kepastian baik
soal ketersediaan maupun soal harga. Jangan sampai dua komponen tersebut menghambat
pelaksanaan JKN di lapangan. Dengan adanya kompetisi harga alkes dan obat dan adanya
kebutuhan dapat menjadi celah masuknya produk-produk global pada pasar domestik, bisa saja
alkes dan obat luar negeri mendapatkan pasar besar di Indonesia, ketersediaan alkes dan obat
sangat terkait dengan kemampuan industri alkes dalam memenuhi fasilitas layanan kesehatan di
dalam negeri. 

B.Rumusan permasalahan
1. Bagaimana keuntungan penggunaan Alat Kesehatan dalam Negeri.
2. Bagaimana dampak kebijakan Bangga Buatan Indonesia untuk kemandirian kefarmasian
di Indonesia.

2
BAB II
Isi

2.1 Keuntungan Penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri.

Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Alat kesehatan  instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana
dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu
atau beberapa tujuan sebagai berikut:
 diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit;
 diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit;
 penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis;
 mendukung atau mempertahankan hidup;
 menghalangi pembuahan;
 desinfeksi alat kesehatan; dan menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis
melalui pengujian in vitro terhadap spesimen
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat PKRT adalah alat, bahan,
atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali
kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.

A. Upaya Pemprov Bali dalam Mendorong Pengembangan Industri Alat Kesehatan


• Mempercepat perizinan alat kesehatan Dalam Negeri tanpa mengesampingkan sisi
safety, quality dan efficacy. Seluruh permohonan perijinan ditangani oleh Dinas

3
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan menggunakan sistem
OSS (Online Single Submission)
• Menyelenggarakan Workshop Peningkatan Penggunaan Alat Kesehatan Dalam
Negeri oleh Dinas Kesehatan Provinsi melalui dana dekonsentrasi
• Surat Edaran Sekretaris Daerah Provinsi Bali Nomor 1697 Tahun 2018 Tentang
Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Dan Pencantuman Tingkat
Komponen Dalam Negeri (TKDN) Pada Dokumen RUP/Kontrak Pengadaan
Barang/Jasa Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Bali
B. Mengapa memilih produk dalam negeri?

 Produksi alkes dalam negeri sudah banyak jenisnya


 Pabrik dan perusahaan alkes di Indonesia dapat terus berproduksi, lapangan
pekerjaan akan tersedia
 keuntungan perusahaan digunakan untuk investasi perluasan kapasitas produksi
 riset untuk pengembangan produk bisa dilakukan sehingga mutu dan kualitas
produk akan meningkat
 kualitas produksi dalam negeri akan mampu bersaing di pasar global
C. Upaya Mendorong Penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri
 Mendorong penerapan HTA untuk menilai efikasi dan keamanan produk
alkes Dalam Negeri di RS
(Clinical Trial Alat baru produksi dalam negeri di Fasyankes telah dilakukan Unit
penelitian di RSCM
 Edukasi kepada user untuk memanfaatkan Produk Dalam Negeri
(Menu Dana Dekon salah satu kegiatannya adalah Sosialisasi tentang
pemeliharaan sarana Prasarana dan Alkes di Puskesmas dan RS)
 Membuat kebijakan memprioritaskan penggunaan produk alkes Dalam
Negeri Kebijakan DAK Fisik Bid Kes yang berpihak pada Produk Dalam
Negeri
Sesuai PMK No 2. th 2019 tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2019 “Diutamakan
mengusulkan peralatan yang terdapat di dalam e-katalog produksi dalam negeri,

4
dengan persyaratan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan rumah sakit dan
peraturan perundangundangan yang berlaku. Jika tidak melalui e-katalog, maka
menggunakan tiga pembanding dari perusahaan yang mempunyai IPAK (Izin
Penyalur Alat Kesehatan) untuk jenis alat tersebut dilampiri justifikasi yang
ditanda tangani direktur rumah sakit”
 Terlibat dalam kajian alkes yang akan masuk dalam e-katalog
SK Penugasan Pokja E-Catalog Alkes) Surat SekJen Kemkes No.
FK.03.01/II/1723/2018 tanggal 17 Mei 2018 tentang Penugasan Pokja Katalog
Alkes

5
6
2.2 Dampak Kebijakan Bangga Buatan Indonesia Untuk Kemandirian Kefarmasian Di
Indonesia

Alat kesehatan merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan. Kemajuan teknologi kesehatan menyebabkan berkembangnya alat kesehatan dan
pengobatan yang serba canggih. Teknologi alat kesehatan yang berkembang saat ini seiring
dengan perkembangan teknologi IT dari teknologi sederhana sampai teknologi tinggi dan
digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di rumah tangga. Perkembangan industri alat
kesehatan tentunya harus sejalan dengan peningkatan teknologi produk alat kesehatan nasional.

Berbagai upaya pengembangan alat kesehatan telah dilakukan, baik oleh kalangan
akademisi, pemerintah, bisnis dan juga komunitas. Namun masih terdapat berbagai macam
persoalan mendasar yang dihadapi dalam upaya pengembangan alat kesehatan. Terutama terkait
dengan aspek keberlangsungan program untuk dapat terus dilaksanakan secara
berkesinambungan dari waktu ke waktu.Dalam rangka meningkatkan pemahaman penggunaan
alat kesehatan, Direktorat Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ditjen Kefarmasian dan
Alat Kesehatan melaksanakan kegiatan Workshop Penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri
untuk mendukung gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).

Pemerintah telah meluncurkan berbagai inisiatif yakni melalui program Peningkatan


Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN), kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri
(TKDN) untuk e-Catalog 2021-2022, program Bangga Buatan Indonesia (BBI), dan
Formularium Fitofarmaka.

1.Dukungan GP.Farmasi dan Kemandirian Farmasi

Terhadap masalah kemandirian, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP. Farmasi)


mendukung road map kemandirian farmasi melalui bahan baku obat, produk biological, vaksin,
natural dan chemical API."Untuk setiap jalur sudah ada beberapa industri farmasi bahan baku
yang komitmen dan berinvestasi, mulai membangun industri farmasi di Indonesia. Dexa juga
terlibat sejak 2005 melalui Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS), karena kita

7
meyakini biodiversitas Indonesia harus dimanfaatkan," kata Ferry seperti dikutip di Medsos (IG)
dharmadexa.Sedangkan di laman web ITB, disebutkan bahwa Advisory Board Sharing Session
ke-7 kembali digelar mengangkat tema ’Dinamika Industri Farmasi di Indonesia’ yang
dibawakan oleh Ir. Ferry Soetikno, M.Sc., MBA.Ferry Soetikno adalah alumni Teknik Kimia
ITB- yang sekarang menjabat sebagai Pimpinan Dexa Group. Acara ini dipandu oleh Dekan
Sekolah Farmasi, Prof. apt. I Ketut Adnyana, Ph.D.. Dan pembahasan akan difokuskan pada
kemandirian bahan baku obat nasional.Ferry menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 di awal
tahun 2020 menyebabkan kontraksi pasar farmasi sebesar -4,6%. Sebagai perbandingan, sebelum
COVID-19 pertumbuhan pasar farmasi berkisar antara 5%-10%.Kondisi ini terjadi sebagai
akibat dari supply shock, yaitu kesulitan mendapat bahan baku obat terutama yang berasal dari
luar negeri karena 90% bahan baku obat Indonesia masih diimpor.Namun pada tahun 2021, pasar
farmasi mengalami titik balik dengan pertumbuhan 18%. Pola pikir masyarakat juga berubah
menjadi lebih preventif sebagai hasil dari langkah transformasi kesehatan yang digalakkan
pemerintah.

2.Berbagai Skema Kemandirian Farmasi

Menimbang situasi tersebut, pada 12 Juni 2020 pemerintah mulai menginstruksikan


untuk membangun kemandirian dengan produksi lokal dalam hal bahan baku obat, obat jadi, dan
alat kesehatan Tujuan tersebut akan dicapai dengan membangun sinergi lintas kementerian, lintas
komunitas, dan lintas aspek. Hingga saat ini, berbagai program dan kebijakan telah diluncurkan
untuk mengelola urgensi kemandirian dalam negeri, seperti:

Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN), Kebijakan Total


Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk e-Catalog 2021-2022, Program Bangga Buatan
Indonesia (BBI), dan Formularium Fitofarmaka.

"Selama dua tahun berlalu pemerintah bekerja keras dan mengajak seluruh komponen
bangsa ini untuk menyukseskan berbagai program yang diluncurkan. Memang setiap program
memerlukan waktu untuk beradaptasi, meyakinkan berbagai macam stakeholder, untuk
kemudian dirangkum menjadi program yang lebih realistis dan global," ujar Ferry sebagaimana
dikutip di laman web ITB.

8
Lebih lanjut, urgensi kemandirian ini juga menjadi hal yang digarisbawahi pada
Permenkes Nomor 87 Tahan 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku Obat.Di
dalamnya memuat posisi industri farmasi Indonesia sebagai industri strategis nasional yang
didukung oleh empat pilar bahan baku, yaitu biological, vaccines, natural, dan sintesa kimia
(chemical API).

Pergerakan keempat pilar ini mencapai percepatan dalam dua tahun terakhir karena
pandemi. Untuk setiap pilar, sudah terdapat beberapa perusahaan industri farmasi bahan baku
yang berkomitmen dan berinvestasi di spesifikasinya masing-masing.Selain itu, pada bulan
Oktober 2021 pemerintah melalui BPOM juga turut mendorong pengembangan obat herbal
tersandar dan fitofarmaka dalam program Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI)
di masa pandemi COVID-19.Program ini pun ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya
Formularium Fitofarmaka oleh Kementerian Kesehatan.Ferry juga menambahkan,
"Pendampingan diberikan BPOM untuk mendorong pengembangan obat herbal berstandar
fitofarmaka ke depannya.

Semua ini dilakukan dalam kaitannya dengan kemandirian bahan baku obat nasional.
Pendampingan dari BPOM ini juga menggerakkan berbagai komponen yang ada untuk mulai
serius dan bersama-sama menghasilkan produk bahan baku obat untuk Indonesia."

Dengan keanekaragaman hayati di Indonesia yang menduduki peringkat ke-2 di dunia,


potensi fitofarmaka sebagai penunjang kemandirian bahan baku obat nasional sangat besar.Hal
tersebut menjadi poin penting dalam pengembangan fitofarmaka sebagai produk farmasi
berbahan baku natural yang difokuskan untuk produksi dalam negeri melalui pembentukan
Satgas Percepatan Pengembangan Fitofarmaka.Program akselerasi ini diharapkan menjadi titik
balik yang efektif bagi Indonesia untuk memiliki kemandirian di bidang farmasi mengingat
sumber daya nasional yang ada sangat melimpah."Kerangka pengembangan fitofarmaka ke
depan makin jelas, melibatkan lebih banyak lagi pihak untuk menghasilkan fitofarmaka.Hasil
riset yang dilakukan juga sudah lebih dekat ke sisi hilir sehingga tidak hanya berhenti di
permukaan, tapi sampai kepada produksi dan komersialisasi nasional," ungkap Ferry Soetikno.

9
KESIMPULAN
Upaya Mendorong Penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri
• Mendorong penerapan HTA untuk menilai efikasi dan keamanan produk alkes Dalam
Negeri di RS
• Edukasi kepada user untuk memanfaatkan Produk Dalam Negeri
• Membuat kebijakan memprioritaskan penggunaan produk alkes Dalam Negeri Kebijakan
DAK Fisik Bid Kes yang berpihak pada Produk Dalam Negeri
• Terlibat dalam kajian alkes yang akan masuk dalam e-katalog

Berbagai upaya pengembangan alat kesehatan telah dilakukan, baik oleh kalangan
akademisi, pemerintah, bisnis dan juga komunitas. Namun masih terdapat berbagai macam
persoalan mendasar yang dihadapi dalam upaya pengembangan alat kesehatan. Terutama terkait
dengan aspek keberlangsungan program untuk dapat terus dilaksanakan secara
berkesinambungan dari waktu ke waktu.Dalam rangka meningkatkan pemahaman penggunaan
alat kesehatan, Direktorat Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ditjen Kefarmasian dan
Alat Kesehatan melaksanakan kegiatan Workshop Penggunaan Alat Kesehatan Dalam Negeri
untuk mendukung gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).

10
DAFTAR PUSTAKA

1) https://www.obatnews.com/pharmacy/pr-4463848726/potensi-
fitofarmaka-penunjang-kemandirian-obat-mengemuka-pada-
advisory-board-sharing-session-itb?page=4
2) https://farmalkes.kemkes.go.id/2022/05/dukung-penggunaan-alat-
kesehatan-dalam-negeri-melalui-gerakan-nasional-bangga-buatan-
indonesia-bbi
3) https://diskes.baliprov.go.id/download/materi-peningkatan-
penggunaan-alat-kesehatan-dalam-negeri-2019/

11

Anda mungkin juga menyukai