Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGADAAN SUKU CADANG ALKES DI RUMAH SAKIT

Disusun oleh:

MARGARETA DOQ HURANG

(10821010)

Dosen Pengampu :Safari Hasan,S,IP,MMRS

PRODI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTA WIYATA

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alat kesehatan (alkes) merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan di samping
obat. Alat kesehatan berfungsi mendiagnosis dan meringankan penyakit serta mempertahankan
bahkan meningkatkan kesehatan. Di samping fungsi sosialnya, alat kesehatan juga memiliki
fungsi ekonomi, yakni alat kesehatan menjadi komoditas yang memiliki nilai menjanjikan
terutama di ASEAN, khususnya Indonesia. Pasar Industri alat kesehatan nasional pada tahun
ini diperkirakan mencapai Rp 13,5 triliun atau sekitar 8%, sementara 92% lainnya masih
didominasi oleh produk impor. Itu berarti pasar industri untuk alat kesehatan impor diperkirakan
mencapai Rp 168,75 triliun. Selain itu, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) juga mengklaim
bahwa jumlah izin edar alat kesehatan 92% masih dikuasai oleh produk asing. Angka ini
merupakan angka yang fantastis untuk dijadikan acuan oleh para distributor alat kesehataan
impor untuk menguasai pasar. Namun, hal ini juga tidak mudah untuk dicapai karena begitu
banyaknya pilihan produk dan merek dari berbagai produsen yang berasal dari berbagai negara
di dunia seperti negara-negara Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan China.Alat kesehatan terdiri
dari berbagai macam jenis diantaranya alat kesehatan elektromedik, non elektomedik, dan
diagnosis in vitro. Alat kesehatan elektomedik adalah alat medis yang sistem kerjanya
menggunakan prinsip elektronik, atau mengandung unsur kelistrikan. Sedangkan alat
kesehatan non elektromedik adalah alat medis yang tidak berhubungan dengan listrik atau
elektronik. Dan alat kesehatan in vitro adalah alat medis yang memiliki fungsi spesifik yaitu
sebagai alat diagnosis penyakit pasien. Di Indonesia, masyarakat sudah memiliki perhatian
lebih terhadap gangguan-gangguan kesehatan yang sering dialami sehingga perhatiannya
terhadap penggunaan alat-alat kesehatan yang dapat membantu mendiagnosis suatu keadaan
tubuh juga meningkat PT. Innovation Healthcare Indonesia merupakan Sole Agent produk alat
kesehatan elektromedik impor dengan merk dagang Beurer yang telah memiliki banyak
distributor di kota-kota besar di Indonesia. Beurer merupakan brand produk alat kesehatan
elektromedik yang diproduksi oleh negara Jerman sejak tahun 1919. Selain alat kesehatan,
Beurer memiliki berbagai jenis produk lainnya seperti produk untuk kecantikan, olahraga, serta
perlengkapan/perawatan untuk bayi dan anak. Salah satu produk alat kesehatan elektromedik
Beurer yang dipasarkan oleh PT. Innovation Healthcare Indonesia adalah Tensimeter
Digital.Tensimeter Digital Beurer sendiri terdiri dari berbagai macam tipe yang memiliki fitur dan
design yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan tersebut dibuat agar dapat disesuaikan
untuk memenuhi kubutuhan pengguna yang berbeda-beda juga. Bisa dari segi kapasitas
memori, fleksibilitas data, tampilan visual produk, dan tentunya harga dari produk tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini
yaitu:

1. Penjelasan pengadaan suku cadang alkes di rumah sakit


2. Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pengadaan suku cadang alkes
dirimah sakit

C.TUJUAN

Dalam pembuatan makalah ini,adapun tujuan yang hendak dicapai penulisan yaitu:

1.Untuk mengatahui apa penjelasan dari pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit

2.Untuk mengatahui hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengadaan suku cadang alkes
dirumah sakit

D.MANFAAT

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga bisa membatu mahasiswa untuk lebih
mengatahui tentang pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit dan membawa wawasan
pengatahuan mahasiswa tentang hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit,selain itu juga mahasiswa dan pembaca dapat
memahami dalam bidang pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit.

BAB 2

PEMBAHASAN

Alat kesehatan (Alkes) didefinisikan sebagai instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Selain kategori diatas, juga termasuk
reagenin vitro dan kalibrator, perangkat lunak, bahan atau material yang digunakan tunggal
atau kombinasi, untuk menghalangi pembuahan, desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in
vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia, dan dapat mengandung obat yang tidak mencapai
kerja utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme
untuk dapat membantu fungsi atau kerja yang diinginkan. Sedangkan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan pemeliharaan, rumah tangga dan
tempat-tempat umum. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017). Pemerintah
menjamin ketersediaan Alkes dan PKRT di Rumah Sakit dan Apotek untuk keberlangsungan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pengadaan yang telah dilakukan selama ini dengan
sistem tender/lelang namun sering menemui kendala dan hambatan seperti: persaingan
mendapatkan Alkes antar daerah dan antar instansi, harga tidak seragam, butuh waktu lama,
prosesnya rumit, rawan untuk terjadinya penyelewengan dan menjadi beban bagi pelaksana.
Oleh karena itu pemerintah mewajibkan pengadaan Alkes dan PKRT (Bahan Medis Habis
Pakai) oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta untuk Program Jaminan
Kesehatan melalui e-purchasing berdasarkan e-katalog. Sistem e-katalog ini mempermudah
dan mengefisienkan pengadaan Alkes, memuat fitur-fitur daftar, jenis, spesifikasi teknis dan
harga dari Penyedia (yang bekerjasama dengan pihak LKPP). Namun kelemahannya belum
semuajenis Alkes tersedia pada e-katalog. Saat ini tersedia e-katalog versi 5.0 Tahun 2019
dengan 34(tiga puluh empat) kategori, dengan jenisnya lebih kurang 13.312 produk dari 19
vendor, pengguna (users) dapat mengecek pada link: https://e-katalog.lkpp.go.id/. Dalam situasi
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) terjadi peningkatan harga yang sangat
signifikan dan fluktuatif, bahkan diawal tahun terjadi kelangkaan Alkes di pasaran (Scarcity).
Jika pengguna (users) memesan Alkes melalui e-katalog harus menunggu lama sekali karena
seluruh daerah di Indonesia bahkan di dunia, bersaing untuk memperolehnya. Profit dari pasar
Alkes di Indonesia cukup menjanjikan, apalagi pembelian dalam jumlah atau partai besar,
semakin banyak quantity yang dipesan maka harga perolehan bisa lebih murah, plus adanya
discount, rabat atau fee. Dan dengan meningkatnya permintaan (demand),menyebabkan
pengadaan Alkes rawan untuk terjadinya penyalahgunaan/penyelewengan. Pada masa
pandemi COVID-19, hampir seluruh anggaran di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah
Daerah/Instansi difokuskan untuk penanganan COVID-19 dan regulasi yang diterbitkan untuk
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sudah banyak sekali. Selain Belanja Tidak Terduga
(BTT) yang telah tersedia, diminta Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah mengutamakan
alokasi anggarannya untuk mempercepat penanganan wabah sesuai protocol untuk percepatan
penanganan COVID-19 melalui Refocussing Kegiatan dan Realokasi Anggaran (Instruksi
Presiden Nomor 4 Tahun 2020).

Regulasi terkait penanganan COVID-19, antara lain:

1. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur tentang tata cara pengadaan
Barang/Jasa untuk Keadaan Darurat, seperti: Bencana Alam, Bencana Non-Alam, dan/atau
Bencana Sosial.

2. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa (LKPP) Nomor 13 Tahun 2018
tentang tahapan Pengadaan Barang/Jasa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
pembayaran.

3. Surat Edaran (SE) Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.

4. SE Kepala BPKP Nomor 6/K/D2/2020 dan Nomor 12/K/D2/2020 mengenai Tata Cara
Pelaksanaan pendampingan/reviu dan Tata Cara Audit Tujuan Tertentu oleh APIP terhadap
Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28 tahun 2020 mengenai adanya bentuk-bentuk


keringanan/pembebasan pajak untuk Barang dan Jasa yang diperlukan dalam rangka
Penanganan Pandemi COVID-19.

Adapun poin penting dalam melakukan reviu Pengadaan Barang/Jasa secara umum:

1. Memastikan kegiatan pengadaan dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 dan


sesuai dengan daftar identifikasi kebutuhan.

2. PA/KPA memerintahkan PPK untuk melaksanakan pengadaan dalam rangka percepatan


penanganan COVID-19 dengan menunjuk Penyedia yang memiliki kemampuan untuk
melaksanakan pengadaan Barang/Jasa, antara lain: pernah menyediakan Barang/Jasa sejenis
di instansi Pemerintah, sebagai Penyedia dalam e-Katalog atau bukti lainnya Jadi tidak perlu
menyusun HPS, cukup identifikasi kebutuhan terhadap pengadaan barang dimaksud.

3. Memastikan Alkes, Alat Kedokteran dan obat yang disediakan Penyedia memiliki Nomor izin
Edar atau sedang dalam proses perpanjangan.
4. Memastikan Penyedia menyiapkan bukti analisa/struktur pembentuk harga yang berlaku saat
itu untuk dinilai rasionalitasnya pada saat post audit.

5. Penyedia harus menyiapkan bukti kewajaran harga, berupa bukti pembelian dari
pabrikan/distributor, kontrak yang pernah dilakukan atau dokumen lain yang dapat
dipertanggungjawabkan, seperti harga yang sudah dipublikasikan (Price list).

6. Memastikan barang telah dibayar sesuai dengan Surat Pesanan (SP) dan diterima sesuai
jangka waktu yang disepakati secara tertulis.

7. Untuk Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya/Jasa Konsultansi, memastikan bahwa Penyedia


melaksanakan pekerjaan segera setelah Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)
dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) terbit.

8. Untuk pekerjaan Swakelola, memastikan bahwa Tim Pelaksana Kegiatan mempunyai


keahlian profesional, personil dan sumber daya teknis, serta telah menyetujui untuk
menyediakan Barang/Jasa

9. Memastikan pihak-pihak yang terlibat membuat dan menandatangani Pakta Integritas


pengadaan Barang/Jasa dan sebelum proses pembayaran PPK harus memperhatikan
pelaksanaan serah terima Barang/Jasa dimaksud sesuai standar yang ditetapkan, agar tepat
guna dan tepat sasaran.Pengawas Internal melaksanakan pendampingan/pengawasan
berbasis risiko dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 di lingkungan kerja dan
mencegah terjadinya penyimpangan/kecurangan dengan membuat Pedoman/Panduan langkah
kerja. Selanjutnya dibuat prioritas pengawasan yang akan dilaksanakan, memilih dan
menetapkan jenis audit yang sesuai, Audit Kinerja atau Audit dengan Tujuan Tertentu. Titik
kritis pada tahapan Pengadaan Barang/Jasa antara lain:

1. Kegiatan Perencanaan dan Identifikasi Kebutuhan serta Penyusunan Dokumen Spesifikasi


Teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);2. Kegiatan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dan
Penyusunan Rancangan SP/SPPBJ/ SPMK;

3. Kegiatan pelaksanaan Pengadaan dan Penyusunan Kontrak;

4. Kegiatan Perhitungan Bersama dan Serah Terima Hasil Pekerjaan/Distribusi; dan

5. Kegiatan Pembayaran Hasil Pekerjaan.


Terutama sekali melihat kewajaran harga dan kesesuaian antara realisasi dengan
kontrak.Adapun perbedaan yang prinsip antara Pengadaan Barang/Jasa pada masa kondisi
Pandemi COVID-19 dengan kondisi normal adalah:

1. Pelaksanaan kegiatan yang diutamakan (emergency) dengan mempertimbangkan


ketersediaan Barang/Jasa di lapangan.

2. Perhitungan pekerjaan dilakukan berdasarkan SP/SPPBJ/SPMK.

3. Penyusunan Kontrak berdasarkan pekerjaan yang diserahterimakan.

4. Dimungkinkan adanya pembayaran Uang Muka Kerja (UMK)/Down Payment (DP) hingga
100% karena kelangkaan barang dan Vendor/Penyedia harus bersaing mendapatkan barang
dari distributor tunggal/Pabrik.

Dalam menghadapi kelangkaan Alkes dan PKRT di Pasaran, apakah boleh melaksanakan
pengadaan Alkes Tanpa Izin Edar:

Untuk keperluan penanggulangan Wabah dan/atau kedaruratan kesehatan masyarakat, Alkes


diimpor melalui Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme/SAS) dan dapat beredar
tanpa memiliki Izin Edar dari Kementerian Kesehatan sebagaimana kondisi normal, hal ini diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2020 khusus bagi produk COVID-19 dan
hanya berlaku s.d tanggal 27 Maret 2020. Namun dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun
2020, Pimpinan Kementerian/Lembaga memberi mandat pemberian pengecualian perizinan
Tata Niaga Impor kepada Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19,
sehingga SAS untuk perizinan impor s.d tanggal 30 Juni 2020 dialihkan dari Kementerian
Kesehatan kepada BNPB melalui aplikasi Sistem Indonesia National Single Window (INSW),
yaitu sinergi antara Lembaga Nasional Single Window (LNSW), BNPB, Bea Cukai, Kementerian
Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Langkah Kerja dalam melakukan pengecekan terhadap Alkes dan PKRT untuk penanganan
COVID-19:

1. Uji proses perencanaan pengadaan Alkes, antara lain: membandingkan hasil identifikasi
kebutuhan dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, analisis ketersediaan sumber
daya dan cara pengadaan yang ditetapkan serta alokasi anggaran:
2. Lakukan pengujian proses pelaksanaan pengadaan Alkes melalui Vendor/Penyedia dengan
cara menganalisis kesesuaian dokumen pengadaan yang dibuat dengan yang dipersyaratkan,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dapatkan SP/SPPBJ/SPK/Kontrak, Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK), Hasil Perhitungan Bersama Hasil Pekerjaan dan Berita Acara Serah
Terima (BAST), ketepatan pembayaran dan kewajaran harga. Untuk tahap penyelesaian
sebelum pembayaran dapatkan Kontrak, baru dilakukan Post Audit.

3. Proses penerimaan pengadaan:

a. Pertama harus diperoleh barang dokumen pengiriman barang yang berisikan informasi
tentang:

- material produk, formulasi, uraian alat, deskripsi, dan fitur;

- standar dan proses produksi;

- indikasi, tujuan, dan petunjuk penggunaan;

- merk, vendor/distributor;

- kontra indikasi, peringatan, perhatian, serta potensi efek yang tidak diinginkan, dan informasi
lain.

Jika dokumen ini tidak diperoleh, dapat membandingkan dengan Kontrak dan SP. Tanpa
dokumen ini, Pengawas tidak dapat melakukan pengujian/pengecekan terhadap Alkes.

b. Uji kelengkapan administrasi Vendor/Penyedia antara lain:

perusahaan berbentuk badan hukum (PT, Koperasi), memiliki izin usaha sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (bidang usahanya sesuai), pastikan telah memiliki
Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). Jika Panitia
Pengadaan/Pokja UKPBJ tidak memberikan syarat kualifikasi IPAK, maka hal ini harus
dipertanyakan, karena setiap Vendor/Penyedia Alkes harus memenuhi persyaratan Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) guna meyakini Alkes sampai ke pengguna/users
dalam kondisi potensi, mutu dan keamanan yang sama dengan pada saat diproduksi. Untuk
Alkes yang diimpor, mintakan Certificate of Free Sale (CFS) dari lembaga yang berwenang.

c. Persyaratan spesifikasi:

- Spesifikasi bahan baku, spesifikasi kemasan;


- spesifikasi kinerja alat;

- hasil pengujian laboratorium (Certificate of Analysis/CoA), uji stabilitas, uji sterilitas, uji
keamanan listrik;

- hasil studi pre-klinik dan klinik (untuk Alkes dan Alkes DIV kelas C dan D) dan manajemen
resiko (risk management),

- Brosur

- Surat dukungan pabrikan, Supplier/agen tunggal;

- jadwal pelaksanaan pekerjaan (time schedule);

- Identitas Alkes (jenis, tipe dan merk), Jaminan Purna Jual/Garansi, Negara asal barang;

- Sertifikat jaminan kualitas seperti: SNI, ISO, TUV, Nomor Izin Edar/Registrasi dari
Kementerian Kesehatan, Surat Keaslian Barang (Certificate of Original/CoO).

d. Beberapa jenis Alkes terdapat hologram untuk memastikan keasliannya;

e. Untuk bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);

f. Persyaratan Khusus untuk beberapa jenis Alkes DIV dan PKRT yaitu:

- Keamanan bahan radiasi;

- Uji Klinik produk HIV dari laboratorium rujukan tingkat nasional;

g. Persyaratan Penandaan (Labelling):

- Contoh dan penjelasan penandaan:

- petunjuk penggunaan, materi pelatihan, dan petunjuk pemasangan serta pemeliharaan.

Misal pada Alkes DIV: komposisi zat aktif, bahan pembawa, tanggal produksi/pembuatan,
tanggal kadaluarsa, unit yang memproduksi, serta suhu penyimpanan;

- Volume medium dan pembawa harus sesuai dengan komposisi zat aktif/ingredient.

h. Persyaratan Post Market berupa prosedur pencatatan dan penanganan efek samping serta
keluhan.
i. Tanggal kadaluarsa, secara umum minimal 2 (dua) tahun, khusus untuk Alkes Diagnostik in
Vitro tertentu seperti vaksin dan reagensia, masa potensi hanya 1 (satu) tahun pada kondisi
penyimpanan yang dipersyaratkan:

j. Bandingkan Nomor Izin Edar dengan nomor yang tercantum pada


Alkes/kemasan/wadah/pembungkus, etiket, produk, brosur/leaflet, terdapat pada tempat yang
jelas terlihat, biasanya dibagian depan atau belakang alat:

Dokumen Nomor Izin Edar harus dilegalisir oleh distributor resmi (tanda tangan dan stempel
basah):

k. Jaminan Pengadaan Alkes oleh Bank atau asuransi, Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah
Banding, Jaminan Pelaksanaan, Jaminan Uang Muka dan Jaminan Pemeliharaan; (Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018)

l. Lakukan pengecekan terhadap Kartu Garansi Alkes, uji fungsi, paket pelatihan untuk operator
dan teknisi:

m. Untuk Alat Rontgent X-Ray harus memperoleh Izin dari Bapeten:

beberapa Vendor/penyedia menyediakan dalam bentuk paket pengadaan, termasuk izin


Bapeten.

n. Teliti dan lihat tanggal kadaluwarsa bagi Alkes DIV;

o. Cek nama dan alamat produsen, tulisannya jelas terlihat atau tidak, sulit untuk dilepas atau
tidak, bisa saja label ditempel ulang. Kalau Pengawas ragu, bisa dilakukan pengecekan ke link:
www.pom.go.id, terhadap list registrasi yang pernah dikeluarkan.

4.Lakukan pengujian terhadap penyimpanan sebelum didistribusikan:

metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis,yang
disusun secara alfabetis, dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

Beberapa Alkes DIV dan PKRT harus disimpan pada suhu tertentu untuk menjaga kestabilan
zat aktif dan potensinya, yaitu:

suhu dingin (2-80C), suhu Coolbox (8-150C) suhu sejuk (15 – 250C), Suhu kamar 250C.
(Standar Penyimpanan Vaksin menurut Kemenkes RI dan WHO)
5. Lakukan pengujian terhadap kesesuaian pendistribusian/pemanfaatan ke end user sesuai
kebutuhan yang direncanakan dengan cara:

- mengecek dokumen distribusi dengan Kartu Stok, Surat Permintaan, dan Surat Bukti Barang
Keluar (SBBK);

- Bandingkan dengan SOP;

- Apakah telah dilakukan penyesuaian jumlah persediaan secara periodik (stock opname/stock
take/cycle count) dengan membandingkan jumlah persediaan secara fisik dengan yang tercatat.

Dari hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis dan
risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan dan
serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang
ditemukan. Penyebab hal ini karena:

1. Dokumen pengadaan disiapkan belakangan sehingga pemeriksaan dan perhitungan


bersama hanya sebagai pemenuhan persyaratan saja.

2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan
untukmemastikan kesesuaian mutu dan volume pada kontrak: dan

3.Proses Serah-Terima tidak dilakukan tepat waktu:

Sehingga Alkes yang dilakukan pengadaannya menjadi tidak bermanfaat atau tidak sampai
kepada end user.

Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk mematuhi etika
pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk memberi dan
menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi oknum atau
Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri uang Negara/
daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan hukuman pidana
matisebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8 Tahun 2020).
Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/Undang-undang
yang berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-
undang/hukum yang berlaku tersebut. (artikel Tahun 2019; Memahami Korupsi)Demikian
pengenalan klasifikasi, jenis-jenis Alkes dan regulasinya, khususnya di masa Pandemi COVID-
19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran.

Dari hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis

dan risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan

dan serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan
Panitia

Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,

waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang ditemukan.

Penyebab hal ini karena:

1. Dokumen pengadaan disiapkan belakangan sehingga pemeriksaan dan perhitungan


bersama

hanya sebagai pemenuhan persyaratan saja;

2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan untuk

memastikan kesesuaian mutu dan volume pada kontrak; dan

3. Proses Serah-Terima tidak dilakukan tepat waktu;

Sehingga Alkes yang dilakukan pengadaannya menjadi tidak bermanfaat atau tidak sampai

kepada end user.

Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk mematuhi

etika pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk memberi

dan menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi oknum atau

Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri uang Negara/

daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan hukuman pidana mati

sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8 Tahun 2020).
Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/Undang-undang
yang

berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-undang/

hukum yang berlaku tersebut. (artikel Tahun 2019; Memahami Korupsi)

Demikian pengenalan klasifikasi, jenis-jenis Alkes dan regulasinya, khususnya di masa

Pandemi COVID-19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran. Dari
hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis

dan risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan

dan serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan
Panitia

Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,

waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang ditemukan.

Penyebab hal ini karena:

1. Dokumen pengadaan disiapkan belakangan sehingga pemeriksaan dan perhitungan


bersama

hanya sebagai pemenuhan persyaratan saja;

2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan untuk

memastikan kesesuaian mutu dan volume pada kontrak; dan

3. Proses Serah-Terima tidak dilakukan tepat waktu;


Sehingga Alkes yang dilakukan pengadaannya menjadi tidak bermanfaat atau tidak sampai

kepada end user.

Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk mematuhi

etika pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk memberi

dan menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang

diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi oknum atau

Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri uang Negara/

daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan hukuman pidana mati

sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8 Tahun 2020).
Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/Undang-undang
yang

berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-undang/

hukum yang berlaku tersebut. (artikel Tahun 2019; Memahami Korupsi)

Demikian pengenalan klasifikasi, jenis-jenis Alkes dan regulasinya, khususnya di masa

Pandemi COVID-19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran. Dari
hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis

dan risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan

dan serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan
Panitia

Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,

waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang ditemukan.
Penyebab hal ini karena:
1. Dokumen pengadaan disiapkan belakangan sehingga pemeriksaan dan perhitungan
bersama hanya sebagai pemenuhan persyaratan saja.

2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan untuk
memastikan kesesuaian mutu dan volume pada kontrak:dan

3. Proses Serah-Terima tidak dilakukan tepat waktu.

Sehingga Alkes yang dilakukan pengadaannya menjadi tidak bermanfaat atau tidak sampai
kepada end user.Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk
mematuhi etika pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk
memberi dan menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada
siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi
oknum atau Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri
uang Negara/ daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan
hukuman pidana mati sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8
Tahun 2020). Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua
hukum/Undang-undang yang berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum
berdasarkan undang-undang/hukum yang berlaku tersebut. (artikel Tahun 2019) Memahami
Korupsi)Demikian pengenalan klasifikasi, jenis-jenis Alkes dan regulasinya, khususnya di masa
Pandemi COVID-19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran.

Kebijakan adalah peraturan atau pedoman sebagai acuan dalam pengadaan alat kesehatan di
RSUD Padang pariaman. Hasil penelitian kebijakan dalam pelaksanaan Pengadaan alat
kesehatan di RSUD Padang Pariaman berpedoman pada Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit dan sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. RSUD Padang Pariaman belum
menuangkan lebih lanjut dalam kebijakan operasional Rumah Sakit baik berupa protap ataupun
Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD
Padang Pariaman.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang menyatakan tata cara pelaksanaan
pengadaan obat dan alat kesehatan di RSUD Kabupaten Sukoharjo sudah bisa dijadikan model
pengadaan obat dan alat kesehatan bagi RSUD-RSUD lainnya, karena patuh terhadap aturan
yang berlaku dan sudah terstandarisasi dalam operasionalnya.9 , Standar Operasional
Prosedur (SOP) merupakan prosedur kerja yang dilakukan secara benar dan konsisten,
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan
mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus
dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.10 Dengan adanya Standar Operasional Prosedur
(SOP) pelaksanaan pengadaan alat kesehatan oleh setiap petugas yang melaksanakan
pengadaan akan menguranggi tingkat keselahan atau kelalaian, meningkatkan efisien dan
efektifitas, menciptakan ukuran standar kinerja dan sebagai intrumen yang dapat melindunggi
pelaksana dari kemungkinan tuntutan hukum, terarah dan tujuan dari pengadaan tersebut dapat
tercapai dengan baik maka diupayakan.

Rumah Sakit perlu mengeluarkan petunjuk operasional sebagai pedoman. Tanpa adanya
dukungan kebijakan dari manajemen maka pelaksaan pengadaan alat kesehatan tidak akan
bisa terlaksana dengan baik karena kebijakan di sebuah rumah sakit merupakan dasar hukum
untuk pelaksanaan sebuah kegiatan khsususnya dalam pengadaan alat kesehatan.

Pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman ditemui bahwa


pelaksanaan pengadaan alat kesehatan belum didukung dengan jumlah sumber daya manusia
yang cukup. Namun dari segi kualitas sumber daya manusia untuk Pejabat Pembuat Komitmen
dan Pejabat Pengadaan sudah memenuhi syarat yaitu telah memiliki sertifikat keahlian
barang/jasa dan peryaratan manajerial lainya. Dan begitu juga sumber daya manusia tim
penerima/pemeriksa juga sudah memehui secara kualitas yaitu sudah adanya satu orang
tenaga ahli eletromedik dalam tim penerima/pemeriksa hasil pengadaan alat kesehatan.

Dalam sebuah sistem dalam halnya organisasi sumber daya manusia merupakan elemen
organisasi yang sangat penting dimana sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus
pengerak organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Oleh karena itu harus
dipastikan sumber daya manusia harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan
kontribusi secara maksimal. Sehingga membutuhkan sebuah pengelolaan secara sistimatis,
dan terencana agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa yang akan datang dapat
terlaksana dimana sering disebut sebagai manajemen sumber daya manusia.

Dalam pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman, sumber daya
manusia sangat penting untuk meningkatkan mutu pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit,
maka disarankan agar RSUD Pariaman segera membenahi dengan menambah sumber daya
manusia bidang perencanaan alat kesehatan dan mengirimkan atau melaksanakan pelatihan
pengadaan barang/jasa. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan pengadaan alat kesehatan
di RSUD Padang Pariaman dapat terlaksana sesuai dengan tujuan pengadaan alat kesehatan
dan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSUD Padang pariaman.

A. Perancanaan penentuan kebutuhan dan prioritas kebutuhan:

Pariaman membemtuk Tim perencanaan, membuat SOP pelaksanaan penilaian kebutuhan


peralatan medis, melibatkan tenaga teknik eletromedik, bidang sarana prasarana rumah sakit.
Dan untuk pengadaan alat kesehatan yang mengunakan anggaran APBN atau DAK pemilihan
menu alat kesehatan pada aplikasi alat kesehatan DAK tetap berpedoman pada prioritas
kebutuhan alat yang telah ditetapkan dan tidak memilih menu yang bukan termasuk prioritas
kebutuhan, karena tidak akan efektif dalam pemamfaatan atau sama sekali belum dapat di
mamfaatkan. Untuk alat kesehatan yang menjadi prioritas kebutuhan tetapi tidak ada pada
menu DAK maka bidang perencanaan mengkembalikan lagi pada bedang pelayanan medik
untuk diusulkan pada tahun berikutnya atau mengunakan sumber anggaran lainya.

B. Pengadaan alat kesehatan:

Pengadaan adalah kegiatan pelaksanaan pemilihan penyedia pengadaan yang dilakukan oleh
panitia pengadaan untuk memenuhi kebutuhan user. Hasil penelitian proses pelaksanaan
pemilihan penyedia pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman dilaksanakan
dengan E-Purchasing melalui E-caatalogue.

Hasil penelitian proses pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD padang Pariaman
dilaksanakan dengan pemilihan penyedia penunjukan langsung melalui E-Purchasing. Hal ini
telah sesuai karena alat kesehatan merupakan alat yang sudah terstandar dan juga kewajiban
Kementerian, Lembaga, Dinas dan Instansi melakukan E-Purchasing terhadap barang/jasa
yang sudah dimuat dalam sistem katalog elektronik sesuai dengan kebutuhan Kementerian,
Lembaga, Dinas dan Instans.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian menyatakan bahwa dalam melakukan pengadaan
obat dan alat kesehatan di RSUD Kabupaten Sukoharjo secara keseluruhan sudah memenuhi
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku yakni Perpres Nomor 4 Tahun 2015, Perka LKPP dan
peraturan internal rumah sakit lainnya.

Pengadaan barang/jasa pemerintah dapat juga dilakukan secara eletronik. Pengadaan


barang/jasa secara eletronik dilakukan dengan cara E-Tendering atau E-purchasing.14
Sementara itu K/L/D/I wajib melakukan E-purchasing terhadap barang/jasa yang sudah dimuat
dalam sistim katalog eletronik sesuai kebutuhan.13 Metode pelelangan lebih efisien digunakan
untuk pengadaan yang bernilai besar dan beresiko tinggi karena pekerjaan tersebut belum
terstandarisasi, sedangkan untuk barang yang sudah terstandart seperti alat kesehatan metode
E-catalogue lebih tepat digunakan. Khusus untuk barang bernilai dan beresiko kecil yang belum
memiliki standar sehingga tidak bisa dimuat dalam E-catalogue pengadaan barang/jasa lebih
efisien dengan spot purchasing atau pengadaan langsung.

C. Penerimaan pengadaan alat kesehatan:

Penerimaan adalah penilaian atau pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia


penerima/pemeriksa dalam pengadaan alat ksehatan di RSUD Padang Pariaman. Hasil
penelitian terhadap penerimaan pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang
Pariaman adalah penerimaan dilakukan oleh tim penerima barang yang beranggotakan lima
orang, satu orang dari KTU, satu orang dari ekbang, satu orang tenaga eletromedik dan dua
orang dari farmasi, pemeriksaan berpedoman pada surat pesanan atau kontrak dan dilakukan
instalisasi alat yang membutuhkan instalisasi, pemeriksaan administrasi dan uji fungsi alat.

Keanggotaan panitia/pejabat penerima pengadaan alat kesehatan terdiri dari unsur teknik,
pengguna (user), manajemen dan petugas administrasi barang dan Proses penerimaan
pengadaan alat kesehatan melalui tahapan pemeriksaan fisik alat atau adminstrasi, uji fungsi
alat, pelatihan operator dan uji coba alat.

Hasil penelitian keanggotaan tim penerima/pemeriksa terdiri dari lima orang yakni satu dari
manajemen, satu dari tenaga teknis eletromedik, satu dari ekbang dan dua orang dari farmasi.
Dalam keanggotan penerima dan pemeriksa sudah melibatkan unsur teknis eletromedik, tetapi
tidak melibatkan tenaga administrsi barang dan pengguna (user). Hasil penelitian dalam
penerimaan dilakukan instalisasi alat, pemeriksaan fisik atau administrasi dan melakukan uji
fungsi alat. Akan tetapi tidak melakukan uji coba alat dan pelatihan operator oleh penyedia.

Untuk mendapatkan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan rumah sakit, user dan
dapat termanfaatkan langsung dalam pelayanan kesehatan tim penerima/pemeriksa alat
kesehatan tersebut harus memastikan alat kesehatan tersebut sudah di instalisasi oleh
penyedia, melakukan pemeriksaan administrasi, pemeriksaan uji fungsi alat, uji coba alat dan
pelatihan operator.
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Proses pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman dilihat pada pendekatan sistim
pada komponen input kebijakan (SOP), SDM, dana dan sarana belum sepenuhnya memenuhi
syarat, pada komponen proses belum sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Peralatan
Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; 2015. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan dan Pada komponen output pelaksanaan pengadaan alat
kesehatan di RSUD Padang Pariaman belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan rumah
sakit dan user.

SARAN

Agar pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman berjalan dengan baik
dan dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, maka disarankan kepada semua
pihak manajemen yang terkait dengan proses pengadaan alat kesehatan segera membenahi
semua komponen yang berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan alat kesehatan mulai dari
komponen input (kebijakan, sumber daya manusia, dana dan sarana prasarana) dan komponen
proses (perencanaan, pengadaan dan penerimaan). Bagi peneliti lanjutan perlunya penilitian
lebih lanjut tentang pemanfaatan alat kesehatan di RSUD Padang Padang Pariaman.

DAFTAR PUSTAKA

1. DPR RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit.
Jakarta: DPR RI; 2009.

2. Kementerian RI. Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56


Tahun 2014.Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI; 2014

3. Bowersox D J. Manajemen Logistik, Jakarta: Bumi Aksara; 2006. P. 3-12.

4. Aditama T Y. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: Uneversitas Indonesisa; 2003.


P. 109-120
5. RSUD Padang Pariaman. Profil RSUD Padang Pariaman Tahun 2017. Bidang Penunjang
Medis. Parit Malintang; 2017.

6. Febriawati H. Manajemen Logistik Rumah Sakit.Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2013. P. 5-


46.

7. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 04 Tahun 2003. Tentang Kebijakan dan
Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI; 2003.

8. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2014.
Tentang Petunjuk Teknis Pengunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan. Jakarta:
Kemenkes RI; 2014.

9. Kurniawan D. G. Model Transaksi Pengadaan Obat dan alat Kesehatan Studi Transaksi
PT.Enseval Putera Megatranding,TBK.Cabang Surakarta dengan RSUD Kabupaten Sukoharjo.
Surakarta: Tesis Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2017.

10. Kemen PAN RI. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. Jakarta:
Kemen PAN RI; 2012.

11. Presiden RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010. Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Presiden RI; 2010.

12. Kemenkes RI. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan:
Pedoman Pengelolaan Peralatan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 2015. Jakarta:
Kemenkes RI; 2015.

13. Presiden RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015. Tentang
Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Jakarta: Presiden RI; 2015.

14. Presiden RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012. Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Jakarta: Presiden RI; 2012

15. Arfani N. Efisiensi Pengadaan Barang/Jasa dengan E-Catologe.Jurnal Pengadaan


Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). 2015; 4(1):38-50. Diakses 18
Juni 2017.

Anda mungkin juga menyukai