Disusun oleh:
(10821010)
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alat kesehatan (alkes) merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan di samping
obat. Alat kesehatan berfungsi mendiagnosis dan meringankan penyakit serta mempertahankan
bahkan meningkatkan kesehatan. Di samping fungsi sosialnya, alat kesehatan juga memiliki
fungsi ekonomi, yakni alat kesehatan menjadi komoditas yang memiliki nilai menjanjikan
terutama di ASEAN, khususnya Indonesia. Pasar Industri alat kesehatan nasional pada tahun
ini diperkirakan mencapai Rp 13,5 triliun atau sekitar 8%, sementara 92% lainnya masih
didominasi oleh produk impor. Itu berarti pasar industri untuk alat kesehatan impor diperkirakan
mencapai Rp 168,75 triliun. Selain itu, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) juga mengklaim
bahwa jumlah izin edar alat kesehatan 92% masih dikuasai oleh produk asing. Angka ini
merupakan angka yang fantastis untuk dijadikan acuan oleh para distributor alat kesehataan
impor untuk menguasai pasar. Namun, hal ini juga tidak mudah untuk dicapai karena begitu
banyaknya pilihan produk dan merek dari berbagai produsen yang berasal dari berbagai negara
di dunia seperti negara-negara Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan China.Alat kesehatan terdiri
dari berbagai macam jenis diantaranya alat kesehatan elektromedik, non elektomedik, dan
diagnosis in vitro. Alat kesehatan elektomedik adalah alat medis yang sistem kerjanya
menggunakan prinsip elektronik, atau mengandung unsur kelistrikan. Sedangkan alat
kesehatan non elektromedik adalah alat medis yang tidak berhubungan dengan listrik atau
elektronik. Dan alat kesehatan in vitro adalah alat medis yang memiliki fungsi spesifik yaitu
sebagai alat diagnosis penyakit pasien. Di Indonesia, masyarakat sudah memiliki perhatian
lebih terhadap gangguan-gangguan kesehatan yang sering dialami sehingga perhatiannya
terhadap penggunaan alat-alat kesehatan yang dapat membantu mendiagnosis suatu keadaan
tubuh juga meningkat PT. Innovation Healthcare Indonesia merupakan Sole Agent produk alat
kesehatan elektromedik impor dengan merk dagang Beurer yang telah memiliki banyak
distributor di kota-kota besar di Indonesia. Beurer merupakan brand produk alat kesehatan
elektromedik yang diproduksi oleh negara Jerman sejak tahun 1919. Selain alat kesehatan,
Beurer memiliki berbagai jenis produk lainnya seperti produk untuk kecantikan, olahraga, serta
perlengkapan/perawatan untuk bayi dan anak. Salah satu produk alat kesehatan elektromedik
Beurer yang dipasarkan oleh PT. Innovation Healthcare Indonesia adalah Tensimeter
Digital.Tensimeter Digital Beurer sendiri terdiri dari berbagai macam tipe yang memiliki fitur dan
design yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan tersebut dibuat agar dapat disesuaikan
untuk memenuhi kubutuhan pengguna yang berbeda-beda juga. Bisa dari segi kapasitas
memori, fleksibilitas data, tampilan visual produk, dan tentunya harga dari produk tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini
yaitu:
C.TUJUAN
Dalam pembuatan makalah ini,adapun tujuan yang hendak dicapai penulisan yaitu:
1.Untuk mengatahui apa penjelasan dari pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit
2.Untuk mengatahui hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengadaan suku cadang alkes
dirumah sakit
D.MANFAAT
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga bisa membatu mahasiswa untuk lebih
mengatahui tentang pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit dan membawa wawasan
pengatahuan mahasiswa tentang hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit,selain itu juga mahasiswa dan pembaca dapat
memahami dalam bidang pengadaan suku cadang alkes dirumah sakit.
BAB 2
PEMBAHASAN
Alat kesehatan (Alkes) didefinisikan sebagai instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Selain kategori diatas, juga termasuk
reagenin vitro dan kalibrator, perangkat lunak, bahan atau material yang digunakan tunggal
atau kombinasi, untuk menghalangi pembuahan, desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in
vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia, dan dapat mengandung obat yang tidak mencapai
kerja utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme
untuk dapat membantu fungsi atau kerja yang diinginkan. Sedangkan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan pemeliharaan, rumah tangga dan
tempat-tempat umum. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017). Pemerintah
menjamin ketersediaan Alkes dan PKRT di Rumah Sakit dan Apotek untuk keberlangsungan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pengadaan yang telah dilakukan selama ini dengan
sistem tender/lelang namun sering menemui kendala dan hambatan seperti: persaingan
mendapatkan Alkes antar daerah dan antar instansi, harga tidak seragam, butuh waktu lama,
prosesnya rumit, rawan untuk terjadinya penyelewengan dan menjadi beban bagi pelaksana.
Oleh karena itu pemerintah mewajibkan pengadaan Alkes dan PKRT (Bahan Medis Habis
Pakai) oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta untuk Program Jaminan
Kesehatan melalui e-purchasing berdasarkan e-katalog. Sistem e-katalog ini mempermudah
dan mengefisienkan pengadaan Alkes, memuat fitur-fitur daftar, jenis, spesifikasi teknis dan
harga dari Penyedia (yang bekerjasama dengan pihak LKPP). Namun kelemahannya belum
semuajenis Alkes tersedia pada e-katalog. Saat ini tersedia e-katalog versi 5.0 Tahun 2019
dengan 34(tiga puluh empat) kategori, dengan jenisnya lebih kurang 13.312 produk dari 19
vendor, pengguna (users) dapat mengecek pada link: https://e-katalog.lkpp.go.id/. Dalam situasi
pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) terjadi peningkatan harga yang sangat
signifikan dan fluktuatif, bahkan diawal tahun terjadi kelangkaan Alkes di pasaran (Scarcity).
Jika pengguna (users) memesan Alkes melalui e-katalog harus menunggu lama sekali karena
seluruh daerah di Indonesia bahkan di dunia, bersaing untuk memperolehnya. Profit dari pasar
Alkes di Indonesia cukup menjanjikan, apalagi pembelian dalam jumlah atau partai besar,
semakin banyak quantity yang dipesan maka harga perolehan bisa lebih murah, plus adanya
discount, rabat atau fee. Dan dengan meningkatnya permintaan (demand),menyebabkan
pengadaan Alkes rawan untuk terjadinya penyalahgunaan/penyelewengan. Pada masa
pandemi COVID-19, hampir seluruh anggaran di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah
Daerah/Instansi difokuskan untuk penanganan COVID-19 dan regulasi yang diterbitkan untuk
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sudah banyak sekali. Selain Belanja Tidak Terduga
(BTT) yang telah tersedia, diminta Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah mengutamakan
alokasi anggarannya untuk mempercepat penanganan wabah sesuai protocol untuk percepatan
penanganan COVID-19 melalui Refocussing Kegiatan dan Realokasi Anggaran (Instruksi
Presiden Nomor 4 Tahun 2020).
1. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur tentang tata cara pengadaan
Barang/Jasa untuk Keadaan Darurat, seperti: Bencana Alam, Bencana Non-Alam, dan/atau
Bencana Sosial.
2. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa (LKPP) Nomor 13 Tahun 2018
tentang tahapan Pengadaan Barang/Jasa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
pembayaran.
3. Surat Edaran (SE) Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
4. SE Kepala BPKP Nomor 6/K/D2/2020 dan Nomor 12/K/D2/2020 mengenai Tata Cara
Pelaksanaan pendampingan/reviu dan Tata Cara Audit Tujuan Tertentu oleh APIP terhadap
Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
Adapun poin penting dalam melakukan reviu Pengadaan Barang/Jasa secara umum:
3. Memastikan Alkes, Alat Kedokteran dan obat yang disediakan Penyedia memiliki Nomor izin
Edar atau sedang dalam proses perpanjangan.
4. Memastikan Penyedia menyiapkan bukti analisa/struktur pembentuk harga yang berlaku saat
itu untuk dinilai rasionalitasnya pada saat post audit.
5. Penyedia harus menyiapkan bukti kewajaran harga, berupa bukti pembelian dari
pabrikan/distributor, kontrak yang pernah dilakukan atau dokumen lain yang dapat
dipertanggungjawabkan, seperti harga yang sudah dipublikasikan (Price list).
6. Memastikan barang telah dibayar sesuai dengan Surat Pesanan (SP) dan diterima sesuai
jangka waktu yang disepakati secara tertulis.
4. Dimungkinkan adanya pembayaran Uang Muka Kerja (UMK)/Down Payment (DP) hingga
100% karena kelangkaan barang dan Vendor/Penyedia harus bersaing mendapatkan barang
dari distributor tunggal/Pabrik.
Dalam menghadapi kelangkaan Alkes dan PKRT di Pasaran, apakah boleh melaksanakan
pengadaan Alkes Tanpa Izin Edar:
Langkah Kerja dalam melakukan pengecekan terhadap Alkes dan PKRT untuk penanganan
COVID-19:
1. Uji proses perencanaan pengadaan Alkes, antara lain: membandingkan hasil identifikasi
kebutuhan dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, analisis ketersediaan sumber
daya dan cara pengadaan yang ditetapkan serta alokasi anggaran:
2. Lakukan pengujian proses pelaksanaan pengadaan Alkes melalui Vendor/Penyedia dengan
cara menganalisis kesesuaian dokumen pengadaan yang dibuat dengan yang dipersyaratkan,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dapatkan SP/SPPBJ/SPK/Kontrak, Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK), Hasil Perhitungan Bersama Hasil Pekerjaan dan Berita Acara Serah
Terima (BAST), ketepatan pembayaran dan kewajaran harga. Untuk tahap penyelesaian
sebelum pembayaran dapatkan Kontrak, baru dilakukan Post Audit.
a. Pertama harus diperoleh barang dokumen pengiriman barang yang berisikan informasi
tentang:
- merk, vendor/distributor;
- kontra indikasi, peringatan, perhatian, serta potensi efek yang tidak diinginkan, dan informasi
lain.
Jika dokumen ini tidak diperoleh, dapat membandingkan dengan Kontrak dan SP. Tanpa
dokumen ini, Pengawas tidak dapat melakukan pengujian/pengecekan terhadap Alkes.
perusahaan berbentuk badan hukum (PT, Koperasi), memiliki izin usaha sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (bidang usahanya sesuai), pastikan telah memiliki
Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). Jika Panitia
Pengadaan/Pokja UKPBJ tidak memberikan syarat kualifikasi IPAK, maka hal ini harus
dipertanyakan, karena setiap Vendor/Penyedia Alkes harus memenuhi persyaratan Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) guna meyakini Alkes sampai ke pengguna/users
dalam kondisi potensi, mutu dan keamanan yang sama dengan pada saat diproduksi. Untuk
Alkes yang diimpor, mintakan Certificate of Free Sale (CFS) dari lembaga yang berwenang.
c. Persyaratan spesifikasi:
- hasil pengujian laboratorium (Certificate of Analysis/CoA), uji stabilitas, uji sterilitas, uji
keamanan listrik;
- hasil studi pre-klinik dan klinik (untuk Alkes dan Alkes DIV kelas C dan D) dan manajemen
resiko (risk management),
- Brosur
- Identitas Alkes (jenis, tipe dan merk), Jaminan Purna Jual/Garansi, Negara asal barang;
- Sertifikat jaminan kualitas seperti: SNI, ISO, TUV, Nomor Izin Edar/Registrasi dari
Kementerian Kesehatan, Surat Keaslian Barang (Certificate of Original/CoO).
e. Untuk bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);
f. Persyaratan Khusus untuk beberapa jenis Alkes DIV dan PKRT yaitu:
Misal pada Alkes DIV: komposisi zat aktif, bahan pembawa, tanggal produksi/pembuatan,
tanggal kadaluarsa, unit yang memproduksi, serta suhu penyimpanan;
- Volume medium dan pembawa harus sesuai dengan komposisi zat aktif/ingredient.
h. Persyaratan Post Market berupa prosedur pencatatan dan penanganan efek samping serta
keluhan.
i. Tanggal kadaluarsa, secara umum minimal 2 (dua) tahun, khusus untuk Alkes Diagnostik in
Vitro tertentu seperti vaksin dan reagensia, masa potensi hanya 1 (satu) tahun pada kondisi
penyimpanan yang dipersyaratkan:
Dokumen Nomor Izin Edar harus dilegalisir oleh distributor resmi (tanda tangan dan stempel
basah):
k. Jaminan Pengadaan Alkes oleh Bank atau asuransi, Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah
Banding, Jaminan Pelaksanaan, Jaminan Uang Muka dan Jaminan Pemeliharaan; (Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018)
l. Lakukan pengecekan terhadap Kartu Garansi Alkes, uji fungsi, paket pelatihan untuk operator
dan teknisi:
o. Cek nama dan alamat produsen, tulisannya jelas terlihat atau tidak, sulit untuk dilepas atau
tidak, bisa saja label ditempel ulang. Kalau Pengawas ragu, bisa dilakukan pengecekan ke link:
www.pom.go.id, terhadap list registrasi yang pernah dikeluarkan.
metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis,yang
disusun secara alfabetis, dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Beberapa Alkes DIV dan PKRT harus disimpan pada suhu tertentu untuk menjaga kestabilan
zat aktif dan potensinya, yaitu:
suhu dingin (2-80C), suhu Coolbox (8-150C) suhu sejuk (15 – 250C), Suhu kamar 250C.
(Standar Penyimpanan Vaksin menurut Kemenkes RI dan WHO)
5. Lakukan pengujian terhadap kesesuaian pendistribusian/pemanfaatan ke end user sesuai
kebutuhan yang direncanakan dengan cara:
- mengecek dokumen distribusi dengan Kartu Stok, Surat Permintaan, dan Surat Bukti Barang
Keluar (SBBK);
- Apakah telah dilakukan penyesuaian jumlah persediaan secara periodik (stock opname/stock
take/cycle count) dengan membandingkan jumlah persediaan secara fisik dengan yang tercatat.
Dari hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis dan
risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan dan
serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang
ditemukan. Penyebab hal ini karena:
2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan
untukmemastikan kesesuaian mutu dan volume pada kontrak: dan
Sehingga Alkes yang dilakukan pengadaannya menjadi tidak bermanfaat atau tidak sampai
kepada end user.
Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk mematuhi etika
pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk memberi dan
menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi oknum atau
Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri uang Negara/
daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan hukuman pidana
matisebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8 Tahun 2020).
Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/Undang-undang
yang berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-
undang/hukum yang berlaku tersebut. (artikel Tahun 2019; Memahami Korupsi)Demikian
pengenalan klasifikasi, jenis-jenis Alkes dan regulasinya, khususnya di masa Pandemi COVID-
19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran.
Dari hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis
dan risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan
dan serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan
Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,
waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang ditemukan.
2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan untuk
Sehingga Alkes yang dilakukan pengadaannya menjadi tidak bermanfaat atau tidak sampai
Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk mematuhi
etika pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk memberi
dan menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi oknum atau
Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri uang Negara/
daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan hukuman pidana mati
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8 Tahun 2020).
Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/Undang-undang
yang
berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-undang/
Pandemi COVID-19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran. Dari
hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis
dan risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan
dan serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan
Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,
waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang ditemukan.
2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan untuk
Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk mematuhi
etika pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk memberi
dan menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi oknum atau
Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri uang Negara/
daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan hukuman pidana mati
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8 Tahun 2020).
Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/Undang-undang
yang
berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-undang/
Pandemi COVID-19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran. Dari
hasil pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengadaan Alkes, titik kritis
dan risiko pengadaan yang sering terjadi di lapangan adalah pada tahap perhitungan pekerjaan
dan serah terima. Tim Pengadaan seharusnya telah melakukan perhitungan bersama dan
Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) juga telah memastikan hasil pekerjaan tepat dari aspek
mutu,
waktu dan lokasi, namun masih banyak ketidaksesuaian pengadaan Alkes yang ditemukan.
Penyebab hal ini karena:
1. Dokumen pengadaan disiapkan belakangan sehingga pemeriksaan dan perhitungan
bersama hanya sebagai pemenuhan persyaratan saja.
2. Tidak dilakukan oleh SDM yang memiliki keahlian (sertifikasi) atau pengetahuan untuk
memastikan kesesuaian mutu dan volume pada kontrak:dan
Sehingga Alkes yang dilakukan pengadaannya menjadi tidak bermanfaat atau tidak sampai
kepada end user.Selain itu diwajibkan kepada para pihak yang terlibat dalam pengadaan untuk
mematuhi etika pengadaan, dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau menjanjikan untuk
memberi dan menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, berupa apa saja dari atau kepada
siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa. Dan bagi
oknum atau Penyelenggara Negara yang memanfaatkan wabah Virus Corona untuk mencuri
uang Negara/ daerah atau melakukan korupsi pada saat bencana, dan diancam dengan
hukuman pidana mati sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (SE KPK Nomor 8
Tahun 2020). Dansetiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua
hukum/Undang-undang yang berlaku dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum
berdasarkan undang-undang/hukum yang berlaku tersebut. (artikel Tahun 2019) Memahami
Korupsi)Demikian pengenalan klasifikasi, jenis-jenis Alkes dan regulasinya, khususnya di masa
Pandemi COVID-19, agar dapat terhindar dari segala bentuk kesalahan dan pelanggaran.
Kebijakan adalah peraturan atau pedoman sebagai acuan dalam pengadaan alat kesehatan di
RSUD Padang pariaman. Hasil penelitian kebijakan dalam pelaksanaan Pengadaan alat
kesehatan di RSUD Padang Pariaman berpedoman pada Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit dan sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. RSUD Padang Pariaman belum
menuangkan lebih lanjut dalam kebijakan operasional Rumah Sakit baik berupa protap ataupun
Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD
Padang Pariaman.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang menyatakan tata cara pelaksanaan
pengadaan obat dan alat kesehatan di RSUD Kabupaten Sukoharjo sudah bisa dijadikan model
pengadaan obat dan alat kesehatan bagi RSUD-RSUD lainnya, karena patuh terhadap aturan
yang berlaku dan sudah terstandarisasi dalam operasionalnya.9 , Standar Operasional
Prosedur (SOP) merupakan prosedur kerja yang dilakukan secara benar dan konsisten,
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan
mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus
dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.10 Dengan adanya Standar Operasional Prosedur
(SOP) pelaksanaan pengadaan alat kesehatan oleh setiap petugas yang melaksanakan
pengadaan akan menguranggi tingkat keselahan atau kelalaian, meningkatkan efisien dan
efektifitas, menciptakan ukuran standar kinerja dan sebagai intrumen yang dapat melindunggi
pelaksana dari kemungkinan tuntutan hukum, terarah dan tujuan dari pengadaan tersebut dapat
tercapai dengan baik maka diupayakan.
Rumah Sakit perlu mengeluarkan petunjuk operasional sebagai pedoman. Tanpa adanya
dukungan kebijakan dari manajemen maka pelaksaan pengadaan alat kesehatan tidak akan
bisa terlaksana dengan baik karena kebijakan di sebuah rumah sakit merupakan dasar hukum
untuk pelaksanaan sebuah kegiatan khsususnya dalam pengadaan alat kesehatan.
Dalam sebuah sistem dalam halnya organisasi sumber daya manusia merupakan elemen
organisasi yang sangat penting dimana sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus
pengerak organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Oleh karena itu harus
dipastikan sumber daya manusia harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan
kontribusi secara maksimal. Sehingga membutuhkan sebuah pengelolaan secara sistimatis,
dan terencana agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa yang akan datang dapat
terlaksana dimana sering disebut sebagai manajemen sumber daya manusia.
Dalam pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman, sumber daya
manusia sangat penting untuk meningkatkan mutu pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit,
maka disarankan agar RSUD Pariaman segera membenahi dengan menambah sumber daya
manusia bidang perencanaan alat kesehatan dan mengirimkan atau melaksanakan pelatihan
pengadaan barang/jasa. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan pengadaan alat kesehatan
di RSUD Padang Pariaman dapat terlaksana sesuai dengan tujuan pengadaan alat kesehatan
dan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSUD Padang pariaman.
Pengadaan adalah kegiatan pelaksanaan pemilihan penyedia pengadaan yang dilakukan oleh
panitia pengadaan untuk memenuhi kebutuhan user. Hasil penelitian proses pelaksanaan
pemilihan penyedia pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman dilaksanakan
dengan E-Purchasing melalui E-caatalogue.
Hasil penelitian proses pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD padang Pariaman
dilaksanakan dengan pemilihan penyedia penunjukan langsung melalui E-Purchasing. Hal ini
telah sesuai karena alat kesehatan merupakan alat yang sudah terstandar dan juga kewajiban
Kementerian, Lembaga, Dinas dan Instansi melakukan E-Purchasing terhadap barang/jasa
yang sudah dimuat dalam sistem katalog elektronik sesuai dengan kebutuhan Kementerian,
Lembaga, Dinas dan Instans.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian menyatakan bahwa dalam melakukan pengadaan
obat dan alat kesehatan di RSUD Kabupaten Sukoharjo secara keseluruhan sudah memenuhi
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku yakni Perpres Nomor 4 Tahun 2015, Perka LKPP dan
peraturan internal rumah sakit lainnya.
Keanggotaan panitia/pejabat penerima pengadaan alat kesehatan terdiri dari unsur teknik,
pengguna (user), manajemen dan petugas administrasi barang dan Proses penerimaan
pengadaan alat kesehatan melalui tahapan pemeriksaan fisik alat atau adminstrasi, uji fungsi
alat, pelatihan operator dan uji coba alat.
Hasil penelitian keanggotaan tim penerima/pemeriksa terdiri dari lima orang yakni satu dari
manajemen, satu dari tenaga teknis eletromedik, satu dari ekbang dan dua orang dari farmasi.
Dalam keanggotan penerima dan pemeriksa sudah melibatkan unsur teknis eletromedik, tetapi
tidak melibatkan tenaga administrsi barang dan pengguna (user). Hasil penelitian dalam
penerimaan dilakukan instalisasi alat, pemeriksaan fisik atau administrasi dan melakukan uji
fungsi alat. Akan tetapi tidak melakukan uji coba alat dan pelatihan operator oleh penyedia.
Untuk mendapatkan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan rumah sakit, user dan
dapat termanfaatkan langsung dalam pelayanan kesehatan tim penerima/pemeriksa alat
kesehatan tersebut harus memastikan alat kesehatan tersebut sudah di instalisasi oleh
penyedia, melakukan pemeriksaan administrasi, pemeriksaan uji fungsi alat, uji coba alat dan
pelatihan operator.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman dilihat pada pendekatan sistim
pada komponen input kebijakan (SOP), SDM, dana dan sarana belum sepenuhnya memenuhi
syarat, pada komponen proses belum sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Peralatan
Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; 2015. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan dan Pada komponen output pelaksanaan pengadaan alat
kesehatan di RSUD Padang Pariaman belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan rumah
sakit dan user.
SARAN
Agar pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman berjalan dengan baik
dan dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, maka disarankan kepada semua
pihak manajemen yang terkait dengan proses pengadaan alat kesehatan segera membenahi
semua komponen yang berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan alat kesehatan mulai dari
komponen input (kebijakan, sumber daya manusia, dana dan sarana prasarana) dan komponen
proses (perencanaan, pengadaan dan penerimaan). Bagi peneliti lanjutan perlunya penilitian
lebih lanjut tentang pemanfaatan alat kesehatan di RSUD Padang Padang Pariaman.
DAFTAR PUSTAKA
1. DPR RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit.
Jakarta: DPR RI; 2009.
7. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 04 Tahun 2003. Tentang Kebijakan dan
Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI; 2003.
8. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2014.
Tentang Petunjuk Teknis Pengunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan. Jakarta:
Kemenkes RI; 2014.
9. Kurniawan D. G. Model Transaksi Pengadaan Obat dan alat Kesehatan Studi Transaksi
PT.Enseval Putera Megatranding,TBK.Cabang Surakarta dengan RSUD Kabupaten Sukoharjo.
Surakarta: Tesis Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2017.
10. Kemen PAN RI. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. Jakarta:
Kemen PAN RI; 2012.
11. Presiden RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010. Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Presiden RI; 2010.
12. Kemenkes RI. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan:
Pedoman Pengelolaan Peralatan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 2015. Jakarta:
Kemenkes RI; 2015.
13. Presiden RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015. Tentang
Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Jakarta: Presiden RI; 2015.
14. Presiden RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012. Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Jakarta: Presiden RI; 2012