Anda di halaman 1dari 21

Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb.

Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

Jakarta, 30 Februari 2022


Nomor : 018/PUU-XI/2022
Lampiran:

Kepada Yth.

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Di Jakarta

Perihal: Permohonan Pengujian Materil Pasal 5 Ayat (4,) Undang-Undang Nomor


3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (Selanjutnya disebut UU IKN) terhadap
Pasal 18 Ayat (1), Pasal 18 Ayat (3), Pasal 18 Ayat (4), Pasal 28D Ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Selanjutnya
disebut UUD NRI 1945).

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Sariaman Marbun, S.H
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jl. Meranti No. 4, Sleman, Yogyakarta.
Selanjutnya disebut …………………..Pemohon I

Nama : Fahrizal
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat :JL. Teluk Mandar. No 70. Jakarta
Selanjutnya disebutkan …………………..Pemohon II

1
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 02/SK.KHS/MK/II/2021 Tanggal 25


Februari 2022 memberi kuasa kepada Yoky Meliandi, S.H.LL.M dan Izmi
Ramadhani, S.H., M.H dari Kantor Advokat Gloria & Partners baik secara sendiri
- sendiri maupun bersama - sama bertindak untuk dan atas nama Pemohon.
Selanjutnya disebut sebagai:

………………………………………...PEMOHON………………………………
Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan Pengujian Materil Pasal 5 Ayat
(4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (Selanjutnya
disebut UU IKN) terhadap Pasal 18 Ayat (1), Pasal 18 Ayat (3), Pasal 18 Ayat (4),
Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Selanjutnya disebut UUD NRI 1945).

Sebelum melanjutkan mengenai permohonan serta alasan-alasannya. Pemohon


terlebih dahulu menguraikan kewenangan Mahkamah Konstitusi dari kedudukan
hukum Pemohon (Legal Standing) sebagai berikut:

I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI


1. Bahwa Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
membentuk sebuah lembaga baru yang berfungsi untuk mengawal konstitusi
(The Guardian Of Constitution), yaitu Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia (selanjutnya disebut dengan MK), sebagaimana tertuang dalam Pasal
7B, Pasal 24 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 24C UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Bukti P-1).
2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 10 ayat (1) huruf (a) Undang - Undang Nomor
24 Tahun 2003 jo Undang - Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah
Konstitusi (Bukti P-2) yang mengatur bahwa :
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang - Undang
terhadap Undang - Undang Dasar.”

2
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

3. Bahwa dalam Pasal 29 ayat (1) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor
48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Bukti P-3)mengatur :
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang – Undang
terhadap Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945...”
4. Bahwa dalam Pasal 9 Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 Jo Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang - Undang Nomor
12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang (Bukti P-4) diatur
dalam hal suatu undang - undang diduga bertentangan dengan Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujian dilakukan
oleh Mahkamah Konstitusi.
5. Bahwa berdasarkan Pasal 7 Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 Jo
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang - Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang –
Undangan (Bukti P-4) mengatur bahwa secara hierarkis kedudukan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 lebih tinggi dari undang - undang.
Oleh karena itu, setiap ketentuan undang - undang tidak boleh bertentangan
dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jika terdapat ketentuan
dalam undang - undang yang bertentangan dengan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, maka ketentuan tersebut dapat dimohonkan untuk diuji
melalui mekanisme pengujian undang – undang.
6. Bahwa menurut Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Saffaat, dalam bukunya Teori
Hans Kelsen Tentang Hukum, (Bukti P-5) semangat pembentukan MK di
Indonesia tampaknya pararel dengan gagasan pemikir hukum asal Austria Hans
Kelsen yang sejak awal meyakini bahwa pelaksanaan aturan konstitusional
dapat secara efektif dijamin hanya apabila suatu organ selain badan legislatif
diberi tugas untuk menguji apakah suatu undang - undang itu konstitusional
atau tidak, dan tidak memberlakukannya apabila sesuai dengan pendapat organ
ini tidak konstitusional. Dapat diadakan organ khusus yang dibentuk untuk
tujuan ini, seperti pengadilan khusus yang disebut Mahkamah Konstitusi.

3
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

7. Bahwa sebagai pelindung konstitusi (The guardian of Constitution). MK juga


berhak memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal dalam
suatu undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi. Tafsir
MK terhadap konstitusionalitas pasal-pasal dalam undang-undang tersebut
merupakan tafsir satu-satunya (the sole interpreter of constitution) yang
memiliki kekuatan hukum.
8. Bahwa Oleh karenanya terhadap pasal-pasal yang memiliki makna ambigu,
tidak jelas, dan/atau multi tafsir dapat pula dimintakan penafsiranya kepada
MK. Dalam sejumlah perkara pengujian undang-undang, MK juga telah
beberapa kali menyatakan sebuah bagian dari udang-undang konstitusional
bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang ditafsirkan sesuai dengan
tafsir yang diberikan MK; atau sebaliknya tidak konstitusional:jika tidak
diartikan sesuai dengan penafsiran MK.
9. Bahwa Pemohon dalam permohonan ini memohon agar MK melakukan
pengujian terhadap Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022
Tentang Ibu Kota Negara (Bukti P-6) yang berbunyi Pasal 5:

4). Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah
Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk,
diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
10. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka MK memiliki
kewenangan untuk menguji permohonan a quo sesuai dengan kewenangan
yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON


1. Bahwa Pemohon adalah Fahrizal, S.H, Sariaman Marbun, S.H adalah dua
(Pemohon I-II) melakukan Uji Materi Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No.3
Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). (Bukti P-6)
2. Bahwa menurut Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H. dalam buku Hak Uji
Materil (Bukti P-7), secara harfiah legal standing dapat diartikan sebagai
kedudukan hukum. Legal standing, standing tu sue, ius standi, locus standi

4
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

juga dapat diartikan sebagai hak seseorang, sekelompok orang atau organisasi
untuk tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses gugatan perdata
(civil proceding). Lebih sederhana lagi, legal standing dapat diartikan sebagai
“hak gugat”.
3. Bahwa menurut Harjono dalam bukunya yang berjudul Konstitusi sebagai
Rumah Bangsa (Bukti P-8), legal standing diartikan sebagai keadaan di mana
seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu
mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan
atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.
4. Bahwa berdasarkan pendapat dua ahli di atas dapat disimpulkan definisi dari
legal standing adalah hak seseorang untuk mengajukan permohonan atau
gugatan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa di depan lembaga
peradilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi.
5. Bahwa jaminan seseorang untuk dapat mengajukan permohonan telah dijamin
oleh konstitusi tertulis dalam UUD NRI Tahun 1945 dalam Pasal 28D ayat
(1) (Bukti P-1) yang mengatur bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang
sama di hadapan  hukum.”
6. Bahwa salah satu indikator kemajuan berbangsa dan bernegara adalah
penjaminan hak setiap warga negara untuk mengajukan permohonan
pengujian peraturan perundang-undangan. Judicial Review merupakan bentuk
perwujudan dari penjaminan hak-hak dasar warga negara sebagaimana diatur
dalam Pasal 24C UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Undang -
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Bukti P-2).
Maka secara tidak langsung MK tidak hanya berperan sebagai penjaga
konstitusi (The guardian Of Constitution) melainkan juga suatu badan yang
menjaga hak asasi manusia.
7. Bahwa MK memiliki kewajiban untuk menjaga supremasi konstitusi,
termasuk dari aturan hukum yang melanggar konstitusi. Oleh karena itu,
sesuai dengan prinsip supremasi konstitusi, hukum yang bertentangan dengan

5
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

konstitusi adalah batal. Hal itu secara tegas dinyatakan oleh John Marshall
bahwa untuk menjamin keadilan diperlukan lembaga yang dapat menguji
pemberlakuan undang-undang di tengah masyarakat, dalam hal ini
Mahkamah Konstitusi.
8. Bahwa A. Mukthie Fadjar, dalam bukunya Hukum Konstitusi dan Mahkamah
Konstitusi, (Bukti P-9) menjelaskan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman,
fungsi konstitusional yang dimiliki oleh MK adalah fungsi peradilan untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Fungsi MK dapat ditelusuri dari latar
belakang pembentukannya, yaitu untuk menegakkan supremasi konstitusi.
Oleh karena itu ukuran keadilan dan hukum yang ditegakkan dalam peradilan
MK adalah konstitusi itu sendiri yang dimaknai tidak hanya sekadar sebagai
sekumpulan norma dasar, melainkan juga dari sisi prinsip dan moral
konstitusi, antara lain prinsip negara hukum dan demokrasi, perlindungan hak
asasi manusia, serta perlindungan hak konstitusional warga negara. Di dalam
Penjelasan Umum UU MK disebutkan bahwa tugas dan fungsi MK adalah
menangani perkara ketatanegaraan atau perkara konstitusional tertentu dalam
rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai
dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.
9. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK (Bukti P-2) menyatakan, “Pemohon adalah
pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara;
10. Bahwa penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentnag Mahkamah Konstitusi (Bukti P-2) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-

6
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi MK


menyatakan, “Yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang
diatur dalam UUD Tahun 1945”
11. Bahwa pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji dan merupakan hak
konstitusional Pemohon yakni: (Bukti P-1)

a) Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945

b) Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945

c) Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945

d) Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
12. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK (Bukti P-2) dan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 (Bukti P-10) serta Putusan Nomor
11/PUU-V/2007 (Bukti P-11) yang telah menentukan 5 (lima) syarat
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, sebagai berikut:
a. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan
oleh UUD 1945;
b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, dianggap telah
dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
c. Hak dan/atau kewenangan tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan
aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar
dapat dipastikan akan terjadi;
d. Adanya hubungan sebab-akibat (causal-verband) antara kerugian
dimaksud dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi;

7
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

13. Bahwa dalam pasal (1) UU MK (Bukti P-1) bahwa hak kewenangan
konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 jika pemohon tidak
memiliki kewenangan untuk memberikan permohonan, kewenangan bersifat
khusus artinya harus secara khusus tidak bisa secara luas, dalam kerugian
yang ada dalam undang-undang yang dimohonkan pengujian, jika dalam
permohonan itu dikabulkan maka tidak akan ada kerugian konstitusional.
14. Bahwa menurut Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi (Bukti P-12) ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
kedudukan hukum (legal standing) pemohon dalam perkara pengujian
Undang - Undang terhadap UUD di Mahkamah Konstitusi, yaitu:
a. Pihak yang bersangkutan haruslah terlebih dahulu membuktikan identitas
dirinya telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
b. Pihak yang bersangkutan haruslah membuktikan bahwa dirinya memang
mempunyai hak - hak tertentu yang dijamin atau kewenangan -
kewenangan tertentu yang ditentukan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. Hak - hak atau kewenangan konstitusional dimaksud memang terbukti
telah dirugikan oleh berlakunya Undang - Undang yang bersangkutan.
15. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia, yang bersama-sama dengan
rekan-rekan Pemohon lainnya dengan mengacu kepada:
1. Bahwa ketentuan norma yang diuji konstitusionalitasnya oleh Pemohon
adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 tentang
Ibu Kota Negara (Bukti P-6) yang meliputi pasal-pasal sebagai berikut:
b. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan:
“Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah
pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara.”

8
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

c. Pasal 4 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan: “b.
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat kementerian
yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara.”
d. Pasal 5 ayat ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan: “Sebagai
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, Pemerintahan
Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan
Undang-Undang ini.”
e. Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan: “Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah
Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri,
ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan DPR.”
f. Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Bukti P-6)
Indonesia yang menyatakan:
(1) Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita
Ibu Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan
diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi
dengan DPR.
(2) Pelantikan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Presiden.

9
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

g. Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022


tentang Ibu Kota Negara (Bukti P-6 ) yang menyatakan: Lama
jabatan kepala otorita Ibu Kota Nusantara adalah:
1. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita
Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan
diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama;
2. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden
sebelum masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berakhir.
h. Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022
tentang Ibu Kota Negara (Bukti P-6) yang menyatakan:

(1) Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyelenggara


Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diberi
kewenangan khusus berdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk


antara lain kewenangan pemberian perizinan investasi,
kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada
pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan
persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara,
serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan daerah mitra.
16. Bahwa pemohon 1 Sariaman Marbun adalah warga negara Indonesia sejak
kelahiranya yang dapat dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (Bukti P-
13) dan kartu tanda Anggota Ibu Kota Negara (Bukti P-14) ,sehingga
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan pemohon adalah warga negara Indonesia.
17. Bahwa pemohon 2 Fahrizal adalah warga negara Indonesia sejak kelahiranya
10
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

yang dapat dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (Bukti P-15) dan kartu
tanda Anggota Ibu Kota Negara (Bukti P-16),sehingga berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan pemohon
adalah warga negara Indonesia.
18. Bahwa para pemohon merupakan para Akademisi Muda (Pemohon I-II)
melakukan Uji Materi Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No.3 Tahun 2022
Tentang Ibu Kota Negara.
19. Bahwa dengan adanya Frasa kata dapat dalam Pasal 5 Ayat (4) UU IKN yang
berbunyi: “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan
setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden
setelah berkonsultasi dengan DPR”. Pasal ini memberikan ketidakpastian
hukum kepada Pemohon mengenai kedudukan Kepala Otorita IKN nyatanya
berbeda dengan konsep pemerintahan daerah yang mana Kepala Otorita IKN
berkedudukan setingkat menteri yang dipilih oleh Presiden. Adapun yang
Pemohon minta agar kata “setingkat menteri” dalam Pasal 5 Ayat (4) dihapus
yang nantinya mewajibkan Presiden untuk menjadikan Jabatan Panglima TNI
menjadi hak semua warga negara Indonesia dan bergiliran jadi keadilan antar
warga negara Indonesia menjadi terwujud.
20. Pemohon juga mengkhawatirkan Frasa kata dapat dalam Pasal 5 Ayat (4) UU
IKN yang berbunyi: “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan
setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden
setelah berkonsultasi dengan DPR”. Pasal ini memberikan ketidakpastian
hukum kepada Pemohon mengenai kedudukan Kepala Otorita IKN nyatanya
berbeda dengan konsep pemerintahan daerah yang mana Kepala Otorita IKN
berkedudukan setingkat menteri yang dipilih oleh Presiden. Adapun yang
Pemohon minta agar kata “ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden” dalam Pasal 5 Ayat (4) dihapus yang nantinya diganti menjadi
“dipilih melalui pemilihan demokratis” sehingga menjadi hak semua warga

11
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

negara Indonesia memiliki kesempatan sebagai Kepala Pemerintahan Otoritas


Ibu Kota Nusantara.
21. Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas para pemohon benar-benar
telah dirugakan hak konstitusionalnya baik yang terjadi saat ini maupun
dikemudian hari sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU
MK dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 (Bukti P-
10)serta Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 (Bukti P-11) yang menentukan 5
(lima) syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, yaitu telah adanya hak dan/atau
kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 yakni
Pasal 4 Ayat (1) (Bukti P-1) “Presiden Republik Indonesia Memegang
Kekuasaan Pemerintahan Menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 28D Ayat
(1): “Setiap Orang Berhak Atas Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, Dan
Kepastian Hukum Yang Adil Serta Perlakuan Yang Sama Di Hadapan
Hukum”.
22. Bahwa Apabila prinsip checks and balances tidak dijalankan dengan baik.
maka ada kemungkinan akan terjadi tindakan kesewenang-wenangan yang
dilakukan salah satu pemegang kekuasaan negara karena tidak ada batas
kekuasaan dan tidak ada pengontrolnya. Kemungkinan lain yang timbul
adalah adanya intervensi atau bahkan saling melemahkan antar cabang
kekuasaan negara. Bila hal itu terjadi, akan dapat menimbulkan suasana
chaos, terjadi pelanggaran hak-hak rakyat dan pemerintahan yang tidak stabil
yang justru merugikan negara. Oleh karena itu, dengan penerapan prinsip
checks and balances maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan
dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan
kekuasaan.
23. Bahwa berdasarkan penjelasan hak dan/atau kewenangan konstitusional
tersebut, dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang
dimohonkan pengujian. Adanya hak dan/atau kewenangan tersebut harus
bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang

12
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Adanya


hubungan sebab-akibat (causal-verband) antara kerugian dimaksud dengan
berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian; dan adanya
kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian
konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi Sehingga para
pemohon memiliki legal standing atau kedudukan hukum dalam perkara ini.

III. ALASAN PERMOHONAN (POSITA)

Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi, atas dasar legal standing tersebut di
atas, Pemohon menyampaikan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi
untuk dapat menguji keberlakuan dari Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara terhadap Pasal 18 Ayat (1),
Pasal 18 Ayat (3), Pasal 18 Ayat (4), Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1. Bahwa 2 orang warga negara Indonesia melakukan uji materil terhadap


Pasal 5 Ayat (4) UU No 3/2022 tentang UU IKN. Bahwa pemohon adalah
para Akademisi Muda.
2. Bahwa Isu hukum yg diuji, PERTAMA : frasa “setingkat menteri” dalam
Pasal 5 ayat (4) UU IKN (Bukti P-6) yang berbunyi “Kepala Otorita Ibu
Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan
diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR”. Pasal
ini memberikan ketidakpastian hukum kepada Pemohon mengenai
ketentuan bentuk pemerintahan seperti apa yang akan dibangun di Otorita
Ibu Kota Nusantara.

13
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

3. Frasa kata “ditunjuk, diangkat dan diberhentian oleh Presiden” dalam


Pasal 5 Ayat (4) UU IKN yang berbunyi: “Kepala Otorita Ibu Kota
Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan
diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR”. Bahwa
Pasal tersebut diatas memberikan ketidakpastian hukum kepada pemohon
mengenai ketentuan jabatan Kepala pemerintahan yang wajib untuk
dipergilirkan oleh semua warga negara Indonesia berhak menjabat sebagai
kepala pemerintah.
4. Bahwa Penerapan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022
Tentang IKN, menimbulkan dampak negatif terhadap kerangka sistem
demokrasi yang hendak dibangun pada umumnya dan menimbulkan
berbagai implikasi serius terhadap pelembagaan Kepala Pemerintahan
Otorita Ibu Kota Nusantara pada khususnya. Penerpanan Pasal 5, dan
khususnya mekanisme fit af proper test, ditenggarai telah mengacaukan
sistem perundang-undangan, menciderai sistem presidensial yang dianut
Negara Indonesia, dan merusak kesantutan komunikasi politik antar
negara. Pertama terjadi politisasi terselubung terhadap Kepala
Pemerintahan Otoritas Ibu Kota Nusantara dengan adanya Pasal 5
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang TNI.
5. Bahwa Pasal 28G UUD 1945 (Bukti P-1), menyatakan: Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa yang
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945,
menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 28I ayat (4)
UUD 1945, menyatakan: Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama

14
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

pemerintah.
6. Bahwa Pemohon meminta agar kata “setingkat menteri” di dalam Pasal 5
ayat (4) tersebut diganti menjadi SETINGKAT DAERAH PROVINSI, yg
nantinya mewajibkan Presiden untuk menjadikan jabatan kepala
pemerintahan menjadi hak semua warga negara Indonesia dan bergilir jadi
keadilan antar warga negara Indonesia menjadi terwujud.
7. Bahwa para pemohon menganggap Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No.
3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara, disebutkan bahwa pada Frasa
kata dapat dalam Pasal 5 Ayat (4) UU IKN yang berbunyi: “Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus
Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk,
diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan
DPR”. Pasal ini memberikan ketidakpastian hukum kepada Pemohon
mengenai ketentuan kepala pemerintahan daerah khusus ibu kota
nusantara seperti yang tercantum dalam UUD 1945 tugas Menteri adalah
membantu presiden untuk membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan dan bukan sebagai Kepala Pemerintahan. Adapun yang
Pemohon minta agar kata “setingkat menteri” dalam Pasal 5 Ayat (4)
diganti menjadi “setingkat daerah provinsi” yang nantinya mewajibkan
Presiden untuk menjadikan tata cara pengelolaan Pemerintahan Otoritas
Ibu Kota Nusantara setara dengan daerah Provinsi di Indonesia.
8. Bahwa pada Pasal 5 ayat (4) UU IKN yang berbunyi “Kepala Otorita Ibu
Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan
diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR”. Dari
ayat tersebut dapat dilihat jika kata setingkat menteri menjadi setingkat
daerah provinsi maka akan mendapat kepastian dari negara sehingga
kepala Pemerintahan Otoritas Ibu Kota Nusantara bisa mendapat suatu
keadilan yang pasti.

15
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

9. Bahwa Pasal 28D Ayat (1) (Bukti P-1) “Setiap Orang Berhak Atas
Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, Dan Kepastian Hukum Yang Adil
Serta Perlakuan Yang Sama Di Hadapan Hukum” bahwa dalam pasal
terdapat setiap orang berhak mendapat pengakuan sehingga dalam kata
dapat bisa menjadi kata wajib, dimana hal ini kata “dapat” dalam Pasal 5
Ayat (4) diganti menjadi wajib yang nantinya mewajibkan Presiden untuk
menjadikan Jabatan Panglima TNI menjadi hak semua warga negara
Indonesia dan bergiliran jadi keadilan antar warga negara Indonesia
menjadi terwujud.
10. KEDUA, pemohon mengkhawatirkan keterlibatan DPR untuk ikut serta
memberikan persetujuan/melakukan uji kelayakan & kepatutan (fit &
proper test) kepada calon panglima TNI yg diusulkan oleh presiden.
11. Bahwa bunyi Pasal 5 ayat (4) :
(4) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah
Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri,
ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi
dengan DPR.
12. Bahwa Pasal yang dijadikan Batu uji adalah :
1. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang—undang.
2. Pasal 18 ayat (3) UUD NRI 1945
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum.
3. Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945
Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

16
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

4. Pasal 28D ayat (1)


Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
13. Bahwa berdasarkan uraian-uraian dan alasan-alasan hukum tersebut
diatas. Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan
pengujian terhadap ketentuan pasal Menyatakan Pasal 5 Ayat (4)
Undang-Undang No.3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

A. PETITUM
Berdasarkan seluruh uraian sebagaimana tersebut di atas, para pemohon
memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan
sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022
Tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6766) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
Sepanjang dimaknai “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan
kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang
berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan
oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR”. Diubah dengan
pemaknaan “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan
setingkat pemerintahan provinsi yaitu Gubernur, dan dipilih secara
demokratis.”.

17
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

3. Menyatakan Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No. 3 Tahun 2022


Tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6766) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.
5. Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Hormat
kami,

KUASA HUKUM PEMOHON

(Yoky Melliandy, S.H., M.H. L.LM) (Izmi Ramadhani S, S.H.,M.H.)

18
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

A. DAFTAR BUKTI PERMOHONAN


NO
ALAT
ALAT BUKTI KETERANGAN
BUKTI
P-1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
P-2 Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo
Undang - Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Mahkamah Konstitusi
P-3 Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
P-4 Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 Jo
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Undang - Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan

19
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

Perundangan
P-5 Buku Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Prof. Dr.
Jimly Asshiddiqie, S.H. dan M. Ali Safa\'at, S.H.,
M.H. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI. 2006
P-6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu
Kota Negara
P-7 Buku Hak Uji Materil,Dr. H. Imam Soebechi, S.H.,
M.H. Sinar Grafika. 2002
P-8 Buku Konstitusi sebagai rumah bangsa: pemikiran
Dr. Harjono, S.H., MCL. Sekretariat Jendral dan
Kepanitiaan Mahkamah Konstitusi.2008.

P-9 Buku Hukum Konstitusi dan Mahkamah


Konstitusi / A. Mukthie Fadjar. Konstitusi
Press.2006.

P-10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-


III/2005
P-11 Putusan Nomor 11/PUU-V/2007

P-12 Buku Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Prof. Dr.


Jimly Asshiddiqie, S.H Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. 2006.

P-13 Kartu Tanda Penduduk pemohon 1 Sariaman


Marbun, S.H
P-14 Kartu Tanda Anggota TNI pemohon 1 Sariaman
Marbun, S.H
P-15 Kartu Tanda Penduduk pemohon 2 Fahrizal

P-16 Kartu Tanda Anggota TNI pemohon 2 Fahrizal

P-21 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang

20
Jl. Kh. MAS Mansyur, RT.6/RW4, Kb. Melati,
Jakarta Pusat -10230

GLORIA & PARTNERS

Kewarganegaraan
P-22 Draft Rancangan Undang-Undang Ibu Kota
Nusantara

21

Anda mungkin juga menyukai