UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
EVITA NIDYASARI
0706269104
FAKULTAS TEKNIK
DEPOK
JULI 2011
i
NPM : 0706269104
Tanda Tangan :
ii
Ditetapkan di : Depok
iii
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Arsitektur Jurusan Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, cukup sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi ilmu Arsitektur.
Evita Nidyasari
v
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 6 Juli 2011
Yang Menyatakan
(Evita Nidyasari)
vi
1. PENDAHULUAN ……………………………………..................................... 1
1.1 Perubahan Fungsi Hunian menjadi Komersial di Kawasan Perumahan........... 1
1.2 Perubahan Fungsi Bangunan dan Konflik Teritori.....................................….. 3
1.3 Konflik Sosial dalam Perumahan dengan Pengembang…................................ 5
1.4 Perubahan Fungsi dan Penerimaan Dampak Sosial………................…......… 6
2. KAJIAN TEORI................................................………………….......…......... 7
2.1 Rumah sebagai Fungsi Hunian...........................................................................7
2.2 Rumah sebagai Fungsi Komersial ………………........…….......................... 12
2.3 Fenomena Perubahan Fungsi Bangunan sebagai Permasalahan Umum
Perumahan...................................................................................................... 15
2.3.1 Faktor Penyebab Perubahan Fungsi Lahan Bangunan…...............15
2.3.2 Dampak Perubahan Fungsi Lahan Bangunan............................... 17
2.4. Teritori ………………...............................................................……......…...18
2.4.1 Pola Teritorial Pada Kawasan Perumahan..............................….. 21
2.5. Perubahan Fungsi Bangunan Berdampak Terhadap Teritori Penghuni .........27
3. METODOLOGI............... ……….................................................................. 29
3.1 Penentuan Lokasi Pengamatan...................................................... 29
3.2 Metode Pengamatan...................................................................... 30
3.3 Pengumpulan Data........................................................................ 31
3.4 Teknik Analisa.............................................................................. 32
4. STUDI KASUS................................................................................................ 34
4.1 Gambaran Umum...................................................................................... 34
4.1.1 Bintaro Jaya sebagai Perumahan dengan Pengembang................ 34
4.1.2 Batas Wilayah dan Pencapaian..................................................... 34
4.2 Gambaran Umum Area Pengamatan Jl. Bintaro Utama 3........................ 36
4.3 Rumah sebagai Fungsi Hunian dan Komersial......................................... 37
4.4 Fenomena Perubahan Fungsi Bangunan di Jalur Pengamatan................. 39
4.5 Penyebab Perubahan Fungsi Bangunan.................................................... 41
vii
5. KESIMPULAN.................................................................................................61
viii
x
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
kawasan yang sama, sehingga dalam kawasan ini terbangun beberapa bangunan
komersial seperti salon, apotek, rumah makan dan toko-toko lainnya yang dari
waktu ke waktu semakin bertambah dan terlihat sudah menjadi hal yang biasa
sehingga merubah fungsi utama rumah sebagai hunian.
Sebagai manusia, kita dapat memiliki tempat tinggal yang dapat digunakan
sebagai tempat beristirahat yang nyaman, tempat berkumpul keluarga dan kerabat
serta untuk melakukan kegiatan. Tempat tinggal yang kita miliki seharusnya
menjadi ruang privat bagi penghuninya. Oleh karena itu pada jaman yang sudah
berkembang pada saat ini, banyak sekali pengembangan perumahan yang
menawarkan tempat tinggal yang sangat menjanjikan untuk memberikan ruang
privat yang baik pada setiap manusia, baik yang sudah berkeluarga maupun
belum berkeluarga.
Semakin bertambahnya penduduk yang berada di ibukota Jakarta, semakin
meningkat juga kebutuhan tempat tinggal dan semakin banyak pula pengembang
yang berlomba untuk memberikan dan membangun perumahan dengan konsep
terbaik yang ditawarkan kepada konsumen. Di ibukota seperti Jakarta, perumahan
dengan pengembang seperti Bintaro Jaya menjadi salah satu jenis hunian yang
dicari-cari oleh konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal atau
perumahan yang direncanakan oleh pengembang akan lebih terkontrol dari segi
pembangunan dan pengembangannya, karena dari segi kepadatan hingga tata letak
bangunan dan akses dapat diatur dan ditentukan oleh pengembang. Akibatnya,
pembangunan perumahan dengan pengembang semakin meningkat sesuai dengan
permintaan pasar yang sangat tinggi. Pembangunan perumahan dengan
pengembang ini mengacu kepada hunian yang saling melengkapi dan menunjang
seluruh kebutuhan penghuni dengan berbagai fasilitas yang diberikan.
Saat ini konsumen membeli hunian berdasarkan investasi, nilai tinggi,
keamanan, identitas dan privasi. Hal ini sebagai tantangan bagi para pengembang
untuk membuat suatu hunian yang baik. Perumahan dengan pengembang
menjanjikan suatu lingkungan hunian yang dapat memberikan rasa nyaman bagi
penghuni karena perumahan juga merupakan suatu wadah aktifitas berkegiatan
dan bersosialisasi. Fenomena yang terjadi di Jl. Bintaro Utama 3 justru tidak dapat
menjanjikan keadaan yang diharapkan sesuai dengan kenyataan sebelumnya,
Universitas Indonesia
bahkan yang terjadi justru suatu kawasan memiliki dua fungsi yaitu hunian dan
komersial yang berdiri dan berkegiatan berdampingan dalam suatu kawasan yang
sama.
Beberapa dampak muncul akibat adanya perubahan fungsi lahan yang
menyangkut segi ekonomi, lingkungan dan sosial (permendagri no.4/1996 dalam
perubahan penggunaan lahan). Dari segi ekonomi dapat dilihat terbukanya lahan
perkerjaan yang baru bagi karyawan yang berkegiatan di tempat usaha, lalu
adanya pajak yang diberlakukan oleh pengembang dan pemerintah daerah akan
kegiatan usaha yang berlangsung dan mejadikan kawasan ini sebagai kawasan
yang memiliki nilai tinggi untuk suatu usaha. Hal kedua dari segi lingkungan yang
berpengaruh terhadap perubahan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap
tata ruang perumahan yang menjadi tidak teratur, terlihat lebih berantakan dan
kumuh serta mengakibatkan polusi dan sirkulasi jalan yang lebih padat yang
ditimbulkan dari kegiatan komersial tersebut. Dampak ketiga terhadap sosial,
dampak sosial ini mencakup gangguan yang terjadi dalam kehidupan warga
misalnya konflik kepemilikan wilayah (teritori). Hal ini terjadi dengan indikasi
lingkungan yang sudah terpengaruh oleh kegiatan komersial maka akan timbul
gangguan baik dari segi visual, audio maupun privasi masing-masing penghuni
yang menjadikan nilai huni di kawasan perumahan ini menurun. Suatu perumahan
yang direncanakan pengembang seharusnya dapat mengontrol tata letak dan
fungsi bangunan dari tahun per tahun agar tidak terjadi adanya perubahan fungsi
lahan bangunan yang seharusnya tidak terjadi.
Universitas Indonesia
menjadi bagian dari penggunaan kehidupan para penghuni. Namun kawasan ini
sudah terkontaminasi oleh kegiatan komersial karena tujuan kedatangan tamu
berasal dari seluruh daerah yang bukan hanya berasal dari kawasan perumahan
Bintaro saja namun juga berasal dari segala penjuru daerah. Kawasan perumahan
Jl. Bintaro Utama 3 menjadi fleksibel karena tidak ada filtrasi pengunjung datang
yang dikenal atau tidak oleh penghuni kawasan perumahan ini, sehingga orang-
orang yang datang ke kawasan perumahan secara umum dapat keluar dan masuk.
sasaran. Sasaran pertama mengenai dampak yang terjadi akibat perubahan fungsi
bangunan di kawasan Jl. Bintaro Utama 3. Sasaran berikutnya mengenai
bagaimana sikap penghuni dan pengembang saat menyikapi adanya ruang usaha
yang berada di tengah-tengah kawasan hunian dengan penerimaan sosial yang
berbeda-beda. Selanjutnya mencari tahu apakah kawasan perumahan di Bintaro
Jaya telah sesuai dengan perumahan yang baik di Jakarta apabila telah terjadi
beberapa perubahan fungsi bangunan menjadi komersial di kawasan hunian.
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini bagi masyarakat dapat
menjadi rekomedasi bagi calon pembeli hunian untuk memilih perumahan yang
baik dan nyaman. Kemudian dapat menjadi bahan rekomendasi pemerintah dan
pengembang untuk menyikapi masalah tentang pengendalian lahan hunian yang
berubah fungsi dan pemanfaatan ruang di jalan utama agar terkontrol dengan baik.
Dengan demikian dapat memperhatikan batasan-batasan privasi penghuni yang
berhak mendapatkan ketenangan dan dapat saling menguntungkan baik untuk
pengembang, penghuni dan warga sekitar komplek.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
KAJIAN TEORI
Universitas Indonesia
kedua adalah house yang diartikan sebagai struktur bangunan untuk bertempat
tinggal. House sudah dalam bentuk satuan unit bangunan yang memiliki ukuran
dan besaran (dimensi) yang sudah memiliki ruang-ruang sebagai tempat untuk
berkegiatan dan tinggal. Ketiga adalah housing yang memiliki definisi
perumahan, hal yang terkait dengan aktivitas bertempat tinggal (membangun,
menghuni) yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungannya.
Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memunkinkan lingkungan perumahan dapat berfungsi sebagaimana mestinya
yang berupa jalan, jaringan listrik, saluran air dan pembuangan sampah.
Sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya yang
berupa tempat peribadatan, pendidikan, perbelanjaan dan pelayanan umum.
Dalam skala ruang lingkup yang lebih besar berupa human settlement,
yaitu kumpulan (agregat) perumahan dan kegiatan permukiman. Berdasarkan UU.
pasal 1 tentang perumahan dan permukiman yang dimaksud dengan permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perkehidupan dan penghidupan. Semua shelter sampai human settlement berada di
dalam habitat. Clements dan Shelford dalam Wikipedia mengatakan, habitat
adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies atau populasi spesies
atau kelompok spesies atau komunitas. Jadi habitat sebagai lingkungan kehidupan
(tidak sebatas manusia). Bila dilihat dari lingkungan bahwa house sebagai
individual hunian berada di dalam human settlement yang berupa sekelompok
rumah yang berada di suatu habitat sebagai lingkungan kehidupan untuk tempat
melakukan kegiatan sehari-hari.
Pembangunan rumah dan perumahan melibatkan banyak peran baik dari
pemerintah, swasta maupun tenaga ahli dalam bidangnya. Secara keseluruhan
pembangun perumahan dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembangunan oleh
pemerintah, pengembang dan arsitek (Woods, 1953, p.6). Pertama adalah
pembangunan unit perumahan umum yang merupakan salah satu perencanaan
yang dilakukan oleh pemerintah. Pembangunan ini merupakan subsidi pemerintah
Universitas Indonesia
bisa mencakup ketiga aspek tersebut sehingga dapat memenuhi kualitas rumah
yang dinamis. Dalam aspek identitas, pemilihan gaya rumah merupakan salah satu
ciri identitas diri yang dipertahankan oleh setiap individu. Lewat desain dan
rumah yang dipilih akan menunjukkan status sosial seseorang sehingga rumah
dapat mencerminkan diri para penghuni di dalamnya. Selanjutnya adalah
pencapaian kualitas melalui aksesibilitas, aksesibilitas adalah kemudahan
pencapaian dalam ruang-ruang di dalam rumah sehingga dapat dijangkau oleh
seluruh penghuni baik sehat maupun cacat fisik. Derajat aksesibilitas harus
disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap usia yang bisa mencapainya, dimana
ada aksesibilitas yang harus dijauhkan karena bahaya untuk anak-anak bila bisa
menjangkaunya. Aksesibilitas kawasan lingkungan adalah kemudahan akses
untuk keluar dan masuk tanpa ada yang menghalangi. Kualitas selanjutnya
mengenai keselamatan yang merupakan salah satu rasa keamanan yang
terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman yang bisa membahayakan
keselamatan jiwa dan harta benda. Hal ini berkaitan dengan penempatan lokasi
rumah dimana suatu bentuk hunian yang terbuka lebih terancam keselamatannya
dibandingkan berada di dalam pola rumah yang lebih tertutup dengan penjagaan
yang lebih ketat. Kemudian aspek yang terakhir adalah kualitas pencapaian
keleluasaan pribadi (privasi). Privasi di dalam rumah dapat dicapai dengan
batasan ruang dan penataan ruang yang tepat. Batasan ruang dapat membatasi dan
mengontrol aksesibilitas bagi orang umum. Batasan ruang privasi dibagi menjadi
dua yaitu privasi visual dan privasi audio (Carmona, 2003).
Privasi visual yang dibagi ke dalam dua tahap, yaitu privasi internal dan
privasi eksternal. Privasi internal bisa dibuat dengan suatu batasan di dalam rumah
seperti pintu dan kaca ruangan yang tidak bisa dilihat ke dalam. Lebih baik
peletakan batasan ruang semakin ke dalam memiliki ruang yang semakin privat,
contohnya pintu masuk dan ruang tamu setidaknya jauh dari kamar tidur. Privasi
eksternal bisa diciptakan dengan menghindari pintu masuk (batasan antara ruang
luar dan dalam rumah seperti pagar pembatas) yang saling berdekatan dan
bersebelahan dengan tetangga. Letak pagar sebagai pembatas yang memiliki
posisi lebih jauh dari bangunan rumah dan lebih rapat, derajat keprivasiaannya
lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih dekat dan renggang.
Universitas Indonesia
Privasi audio berupa suara yang tidak diinginkan seperti bising yang dapat
mengganggu kegiatan privasi. Tingkat kebisingan tergantung kepada desibel
volum suara dan jarak bising ke pendengar, semakin dekat dengan sumber suara
maka akan semakin tinggi pula tingkat kebisingannya. Untuk menghindari
kebisingan dapat digunakan penyaring suara seperti pada isolasi yang terletak di
jendela dan dinding serta dari alam dapat menggunakan pohon.
Batasan ruang privasi menjadikan suatu ruang terjaga dan terhindar dari
gangguan. Batasan-batasan tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan ruang yang
disesuaikan oleh fungsi bangunan yang diinginkan, dimana suatu batasan bisa
menjadi publik dan bisa membuat ruang menjadi privat.
Universitas Indonesia
hari dengan radius maksimum 500 meter. Lokasi warung yang berada di dalam
kawasan perumahan membuat fungsi rumah menjadi kegiatan berdagang, karena
warung yang berkembang di Indonesia merupakan transformasi dari rumah
(hunian). Sedangkan pertokoan yang juga memiliki fungsi sama dengan warung,
memiliki lokasi tersendiri yang terpisah dengan hunian kawasan sekitar
perumahan dengan tujuan sasaran pengunjung adalah seluruh warga satu komplek
perumahan dengan tujuan mudah dicapai oleh warga yang bermukim di sekitar
tempat komersial tersebut, dengan lokasinya yang berada di dalam perumahan
sehingga tidak perlu menyebrang ke jalan lingkungan dan cakupan pembeli adalah
penghuni perumahan dan warga sekitar perumahan.
Kebijakan tata guna lahan saat ini sudah mengarahkan kepada
pengelompokkan fungsi-fungsi yang sama sehingga memisahkan dengan fungsi
yang berbeda seperti contohnya pengelompokkan bangunan komersial dengan
komersial lalu pengelompokkan bangunan hunian dengan hunian. Namun
keberadaan warung cukup membuat pengelompokkan fungsi bangunan yang sama
menjadi tidak efektif karena masih dapat terlihat percampuran dua fungsi yang
berbeda antara komersial dan hunian.
Bentuk kawasan komersial yang memiliki fungsi tersendiri dalam satu
kawasan dapat dilihat dari jenis kawasan komersial neighbourhood center,
community center dan regional center. Kestrategisan lokasi perdagangan sangat
diperhitungkan dalam keberhasilan usaha karena potensi lokasi yang strategis dan
mudah dijangkau dengan transportasi baik umum maupun pribadi ditujukan agar
memudahkan pengiriman barang dan menjangkau pelanggan lebih banyak.
Penentuan lokasi perdagangan berkaitan dengan penempatan jenis tempat
komersial karena posisi tempat komersial bergantung kepada cakupan area
perdagangan yang terkait dengan kedekatan wilayah antar pusat perkotaan, hal ini
akan menentukan ukuran dan jenis perdagangan. Pembagian wilayah terhadap
jenis tempat komersial adalah neighbourhood center, community center dan
regional center (Porterfield, 1995, p.126).
Universitas Indonesia
Dari letak lokasi yang mendekati pusat kota ( regional center ) memiliki
besaran ruang komersial yang lebih luas dan lengkap dibandingkan lainnya karena
cakupan pembeli dan penjual berasal dari berbagai daerah yang berkumpul
menjadi satu di pusat wilayah. Jenis-jenis komersial di atas merupakan contoh
sebuah kawasan komersial yang memiliki kawasan tersendiri dengan membatasi
fungsi yang masih berkaitan dengan kegiatan jual dan beli sehingga tidak
bercampur dengan fungsi lain diluar fungsi tersebut dan direncanakan dengan
tujuan tertentu yang sifatnya khusus yaitu berdagang yang dapat dilihat dari jenis
barang yang diperdagangkan serta kapasitas tempat yang memuat 2.500-150.000
karena sifat perdagangan adalah mendatangkan pengunjung atau pembeli
sehingga kapasitas disesuaikan dengan wilayah yang dicakup.
Universitas Indonesia
dipicu oleh gangguan yang diakibatkan oleh kegiatan komersial. Gangguan sosial
ini juga bisa mencakup tentang hubungan pertetanggaan. Ketika semakin banyak
bangunan komersial yang muncul maka hubungan pertentanggaan antar penghuni
semakin berkurang karena tidak memiliki banyak tetangga lagi sehingga semakin
lama komunikasi antar tetangga akan hilang karena kegiatan sosial antar penghuni
yang bisa membuat para penghuni berkumpul menjadi tidak ada lagi.
Dampak ekonomi adalah satu-satunya dampak positif karena munculnya
fungsi bangunan komersial membuka lapangan pekerjaan baru bagi karyawan
yang akan bekerja di tempat usaha yang baru muncul ini. Dengan adanya
bangunan komersial maka pendapatan daerah menjadi meningkat karena
pemasukan-pemasukan dari kegiatan usaha yang berlangsung. Pihak pengembang
juga diuntungkan dari IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan) yang lebih tinggi
dibandingkan fungsi hunian. kegiatan komersial yang menjamur di kawasan
hunian menjadikan kawasan ini memiliki nilai yang tinggi untuk investasi jangka
waktu ke depan karena harga tanah menjadi tinggi.
Dampak lingkungan terjadi akibat munculnya kegiatan komersial di
kawasan hunian menimbulkan polusi yang lebih tinggi karena orang yang menuju
kawasan ini semakin ramai sehingga intensitas lalu lintas menjadi padat
menyebabkan pembuangan CO2 lebih banyak. Selanjutnya dari segi tata ruang di
dalam perumahan menjadi tidak teratur seperti perubahan GSB di tempat
komersial. Penyimpangan fungsi bangunan yang seharusnya tata ruang di tempat
ini sebagai hunian justru ada beberapa yang meyimpang menjadi komersial,
sehingga di kawasan ini menjadi kawasan campuran antara bangunan hunian dan
komersial.
2.4 Teritori
Teori mengenai teritori dibutuhkan ketika teori rumah sebagai ruang privat
tidaklah cukup berdiri sendiri karena konflik atau permasalahan yang terjadi
berada di dalam ruang publik perumahan. Penggunaan teori teritori bisa
menunjukkan kejelasan batasan dan bagian wilayah yang bersinggungan atau
berbentrokan antara wilayah kepemilikan hunian dan komersial sehingga
Universitas Indonesia
Pola rumah yang ditata dalam pola linear tidak memiliki kesamaan keprivasian
dengan pola cluster. Berikut adalah perbedaan teritori yang terbentuk dari pola
kawasan linear dan cluster.
Universitas Indonesia
Bentuk linear berasal dari suatu bentuk atau pengaturan sederetan bentuk-bentuk
sepanjang sebuah garis yang saling berulang (Ching, 1979, p.76). Pola linear
memiliki jalan kolektor sebagai jalan utama dan jalan lokal untuk pencapaian ke
tiap rumah.
Universitas Indonesia
Penggunaan halaman yang luas dengan jarak yang cukup jauh dengan jalan raya
dan ditumbuhi oleh banyak vegetasi akan menjadi penyaring bising yang
ditimbulkan oleh kendaraan.
2. Peletakan unit-unit perumahan yang tegak lurus dari jalan utama untuk
mengurangi bisi
Universitas Indonesia
Gambar 5.
Dengan pola unit hunian yang tegak lurus dengan jalan utama dapat mengurangi
bising karena muka rumah tidak berhadapan langsung dengan jalan utama, dan
mengaharuskan masuk melalui jalan pencapaian terlebih dahulu.
3. Arah muka bangunan yang tidak menghadap jalan utama bisa mencegah
perubahan fungsi bangunan karena tidak memiliki kesempatan untuk
berinteraksi langsung dengan pengguna jalan utama. Sehingga jalur masuk
ke dalam rumah ini harus melewati jalan lokal terlebih dahulu untuk
mencapai pintu masuk rumah.
Namun dalam keadaan di Indonesia adalah jalan utama tidak tertata seperti ketiga
contoh diatas, karena pemanfaatan bahu jalan yang lebar tidak digunakan oleh
pihak pengembang memanfaatkan lahan semaksimal mungkin untuk dipakai
sebagai hunian, sehingga keadaan perumahan di Indonesia di jalan utama
(boulevard) masih ada beberapa yang di bangun untuk hunian.
Universitas Indonesia
Derajat teritori kedua pola ini berbeda karena untuk pola culdesac akses
masuk hanya ada satu jalur dan merupakan jalan buntu, maka teritorial lebih
bersifat privat dan lebih terkontrol dalam pengamanan untuk para penghuni
dibandingkan pola loopstreet yang mempunyai dua pintu masuk. Rencana
Radburn (1928) ternyata berhasil dengan pemisahan jalan lokal menuju culdesac
atau loopstreet serta sirkulasi pejalan kaki yang telah dipisahkan dari kendaraan
bermotor membentuk suatu lingkungan yang lebih tenang dan lebih aman
daripada penataan perumahan berpola linear (Untermann & Small, 1977, p.120).
Penjelasan derajat keprivatan di dalam pola kawasan cluster digambarkan dalam
diagram dibawah ini.
cluster
Ket: : hunian
: gangguan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
publik. Konflik teritori antara hunian dan komersial terjadi ketika adanya
persingungan antara ketiga batasan teritori tersebut.
Teritori dalam perumahan dapat dilihat juga dari pola perumahan yang
terbentuk. Sehingga teritori yang terbentuk di dalam pola perumahan linear dan
cluster berbeda cakupannya. Perumahan berpola linear cenderung memiliki
tingkat teritorial yang rendah dikarenakan pola linear dilalui oleh jalan lokal atau
jalan kolektor yang bersifat publik, sehingga kawasan perumahan berpola linear
dapat diakses secara umum. Sedangkan tingkat teritorial rumah yang berada di
pola cluster lebih tinggi karena dilakukan pemisahan antara jalan utama dengan
hunian yang terhindar dari sirkulasi umum sehingga membentuk suatu lingkungan
yang lebih tenang dan lebih aman daripada penataan perumahan berpola linear.
Oleh karena itu perumahan berpola linear yang dilewati jalan utama lebih
memiliki potensi komersial. Potensi tersebut bisa dilihat ketika orang yang
melalui jalan lokal atau kolektor (sirkulasi publik) dalam perumahan berpola
linear dapat berhadapan langsung dengan kegiatan atau keberadaan bangunan
komersial, sehingga kemungkinan interaksi jual beli, dilihat dan melihat menjadi
lebih besar.
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI
Pemasukan data dengan jumlah rumah di sepanjang jalur pengamatan dan tahun
perubahan fungsi tiap bangunan. Pengolahan data berupa hasil olahan foto, berupa
foto sequence yang diambil di sepanjang jalan jalur pengamatan. Alur pergerakan
foto bertujuan untuk mengetahui titik-titik kepadatan bangunan komersial di
sepanjang jalan ini. Foto-foto dipilih dan disusun sesuai dengan titik awal sampai
akhir. Foto-foto ini di tracing kembali dengan cara menonjolkan bagian reklame-
reklame yang ada di sepanjang jalan. Pemilihan reklame karena bersifat sebagai
identitas bangunan komersial yang kenyataannya seluruh bangunan komersial
memiliki reklame di depan lahan bangunannya. Hal tersebut bertujuan untuk
dapat melihat perubahan fungsi bangunan sehingga dapat mengetahui di bagian
mana saja dan berapa banyak jumlah perubahan yang terjadi.
Kemudian pengolahan hasil pengamatan kepada intensitas kepadatan
komersial, lokasi yang mendekati pusat komersial memiliki jumlah perubahan
yang lebih banyak, penggambaran tersebut menggunakan denah yang diberi
gradasi warna. Warna yang semakin gelap memiliki perubahan fungsi terbanyak
dan warna yang terang memiliki perubahan fungsi yang sedikit.
b. Dampak teritori dari perubahan fungsi bangunan
Pemasukan data adalah batasan teritori setiap responden dan pengelompokkan
pola perumahan linear dan cluster di sektor 3. Pengolahan data berupa mengetahui
bentrokan atau persinggungan teritori hunian dan komersial dilakukan pemetaan
terhadap titik-titik kepadatan parkir sehingga terlihat daerah mana saja yang
memiliki persinggungan teritori. Dan penggambaran ulang teritori yang
ditentukan oleh narasumber wawancara sehingga terlihat batasan teritori setiap
penghuni.
c. Analisa aspek prilaku dan aktifitas pengunjung komersial dan penghuni.
Pengolahan data berupa pengamatan atas perilaku responden tanpa
diketahui oleh responden, mengikuti prilaku responden yang berada di jalur
pengamatan dengan cara mengamati gerak gerik pengunjung saat datang ketika
memarkirkan mobil dimana dan kemudian menuju ke tempat apa diamati dari
mulai kedatangan sampai kepulangan. Sehingga mengetahui bentrokan teritori
yang terjadi terletak dimana saja. Kemudian mengamati prilaku dan ekspresi
terhadap penghuni rumah yang daerah teritorinya dipakai orang lain
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 4
STUDI KASUS
Pada bab ini saya mengambil contoh studi kasus salah satu perumahan di
Tangerang Selatan untuk memberi gambaran mengenai pergeseran fungsi
bangunan yang berubah menjadi fungsi komersial.
Bintaro Jaya dapat diakses oleh beberapa jalur. Pencapaian dari arah utara
melalui Tanah Kusir dan tol lingkar luar Jakarta. Selanjutnya dari arah barat
melalui Pondok Kacang yang melalui sektor 9. Pencapaian dari arah selatan
melalui Ciputat, kemudian dari arah Barat pencapaian dari arah Pondok Indah.
Pencapaian dari berbagai arah memudahkan penghuni dapat memilih jalur
alternatif disaat sebagian jalan macet. Contohnya rata-rata penghuni Bintaro Jaya
melewati jalur dari arah Barat menuju Pondok Indah, sering kali jalur ini tiap
harinya merupakan jalur yang padat dan ramai, untuk alternatif jalannya warga
bisa melewati jalur utara melalui tol lingkar luar yang baru saja selesai dibangun
dan sudah dapat dilewati. Dengan pencapaian yang bisa melalui Jakarta Selatan
Universitas Indonesia
dan Tangerang membuat Bintaro Jaya sebagai perumahan yang strategis karena
bisa dilalui oleh berbagai macam arah dan tujuan.
Ket: : RT XI
: RT X
Area yang diamati adalah RT XI/RW III yang dibagi menjadi sisi timur dan barat
yang terdiri dari blok AP dan AM. Jalan Bintaro Utama 3 merupakan jalan
Universitas Indonesia
kolektor sebagai jalan utama yang menghubungkan antara sektor 2 dan 4. Jalan ini
juga merupakan akses warga sektor tiga sampai tujuh yang akan menuju Jakarta
sehingga menjadikan jalan ini berperan penting di dalam kawasan perumahan
Bintaro Jaya. Jalan ini dibagi menjadi dua jalur, salah satu mengarah ke sektor
dua dan sisi satu lagi mengarah ke sektor empat. Jalur jalan utama ini dipisahkan
oleh pembatas jalan selebar 60 cm dan memiliki jalur pejalan kaki selebar 1,2
meter di tiap sisinya. Pada bangunan komersial jalur pejalan kaki diratakan dan
tidak memiliki pagar pembatas yang bertujuan menjadi area parkir agar
pemanfaatan lahan di maksimalkan untuk jumlah mobil yang datang ke tempat
ini. Setiap satu jalur jalan hanya memuat dua buah mobil. Kepadatan jalan
menumpuk di ujung jalan yang bertemu perempatan yang menuju sektor empat
dimana pertemuan dari berbagai arah dan lampu merah terkadang dilalaikan oleh
beberapa pengendara yang menyebabkan kemacetan di saat-saat tertentu.
Jalan ini termasuk dalam tipe jalan boulevard karena bangunan yang
berada di kedua sisi jalan memiliki desain yang sama serta memiliki GSB yang
cukup jauh (Untermann, 1977). Tipe jalan seperti ini membuat potensi komersial
di kawasan Jl. Bintaro Utama 3 menjadi muncul.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Perubahan fungsi bangunan muncul pada tahun 1995 dimana ada salah
satu pemilik unit bangunan di sebelah timur jalan membuka usaha apotek di
rumahnya, hal ini menjadi salah satu pemicu yang menjadikan rumah pribadi
dirubah fungsi menjadi tempat usaha. IMB dan IPB yang diberlakukan pada
kawasan ini hanya berfungsi sebagai hunian. Hal ini juga terlihat di salah satu sisi
jalan terdapat reklame pengumuman yang menjelaskan bahwa hunian tidak boleh
berubah menjadi tempat usaha, namun karena kelalaian pemda setempat
mengakibatkan kawasan ini luput dari pengawasan. Semenjak terbangunnya
tempat usaha sebagai apotek tersebut, menjadikan bangunan lain berani beralih
fungsi menjadi tempat usaha. Mula- mula hunian yang berubah fungsi menjadi
tempat usaha di Jl. Bintaro Utama 3 berawal dari tempat usaha dengan pemilik
usaha adalah penghuni rumah itu sendiri. Namun seiring bejalannya waktu yang
terjadi adalah para penghuni rumah asli menjual rumah mereka untuk disewakan
atau dijual kepada pihak lain karena melihat potensi investasi yang bagus dan
tentu saja karena kenyamanan sudah berkurang. Kemudian sekitar tahun 1998-
2000 mulai bermunculan bangunan komersial yang berjumlah 5 unit. Dalam
rentang waktu tahun 2005 sampai 2010 perubahan fungsi menjadi komersial
semakin banyak dan jumlahnya lebih mendominasi dibandingkan dengan fungsi
Universitas Indonesia
hunian asli dari total 38 unit bangunan sudah 22 bangunan berubah fungsi sebagai
tempat usaha atau komersial.
Universitas Indonesia
menyewakannya, dari keadaan tersebut bisa terlihat bahwa minat warga sangat
minim untuk tinggal di kawasan ini dalam jangka waktu yang lama.
Faktor yang berkaitan dengan kawasan ini adalah adanya peraturan dari
pemerintah yang menjadi tidak efektif. Sedangkan sudah ada pengumuman yang
terpampang di salah satu sisi jalan yang berbunyi bahwa “ kawasan hunian di
sepanjang Jl.Bintaro Utama 3 tidak diperbolehkan untuk tempat usaha”. Peraturan
daerah lebih lengkapnya berada dalam peraturan daerah nomor 7 tahun 1991
tentang bangunan dalam wilayah. Disebutkan di dalam paragraf ketiga dalam
ruangan dalam bangunan :
Pasal 98
(1) Perubahan fungsi dan penggunaan ruangan suatu bangunan atau bagian
bangunan dapat diizinkan, apabila masih memenuhi ketentuan penggunaan
jenis bangunan dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan
serta penghuninya.
(2) Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan
perbaikan, perluasan, penambahan, tidak boleh menyebabkan berubahnya
fungsi dan atau penggunaan utama, karakter arsitektur bangunan dan
bagian-bagian bangunan serta tidak boleh mengurangi atau mengganggu
fungsi sarana jalan ke luar.”
Kemudian dari bab III dalam ketentuan dalam teknis bangunan disebutkan:
Pasal 40
(1) Setiap bangunan harus sesuai dengan peruntukan yang diatur dalam
rencana kota.
(2) Penggunaan jenis bangunan pada lingkungan peruntukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dimungkinkan adanya penggunaan lain
sebagai pelengkap atau penunjang kegiatan utama yang diatur sesuai tabel
pada lampiran I Peraturan Daerah ini.
pemilik usaha daerah tersebut sudah diijinkan oleh pemerintah setempat dengan
syarat sebelum mendirikan usaha ini terlebih dahulu izin kepada RT, RW,
kelurahan dan ke BP2T (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu). Menurut pihak
pengembang bahwa mereka dari dulu memang tidak mengijinkan dan sudah
pernah menegur para pemilik usaha yang berada di kawasan hunian untuk tidak
melanjutkan usaha tersebut, namun usaha pengembang diabaikan dan sempat
terjadi bentrok dengan para pemilik usaha. Namun Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BP2T) Kabupaten Tangerang memberlakukan izin berjangka atas
kepemilikan bangunan yang telah beralih fungsi. Izin mengalihkan fungsi
bangunan ini berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang bila kondisinya
memungkinkan. Kepala Bidang Pelayanan BP2T Kabupaten Tangerang Akip
Syamsudin mengatakan, pemberlakukan izin berjangka untuk alih fungsi
bangunan ini telah ditetapkan dalam sebuah peraturan daerah (perda). Aturan ini
hanya berlaku bagi kepemilikan bangunan dengan status sewa dan hanya bagi
usaha-usaha yang tidak menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar. Berdasarkan
peraturan peralihan fungsi rumah dibutuhkan IMB, ketika beralih menjadi tempat
usaha harus mempunyai ijin usaha dan ijin gangguan. Bila suatu hunian tidak
merubah izin maka akan merugikan daerah. Menurut Kepala BP2T kota Tangsel
(Warta Kota, 2011)
“ Jika kemudian, rumah yang sudah disulap menjadi tempat usaha itu tidak
bisa dikembalikan ke fungsi semula, akan ditetapkan sebagai kawasan niaga.
Dalam waktu dekat ini kami akan memanggil pengelola Bintaro untuk
membantu pendataan, dan meminta pemilik rumah untuk mengurus ijin usaha
dan ijin gangguan. Karena kami berencana menjadikan kawasan itu sebagai
kawasan niaga," ucapnya.
Sesuatu yang janggal terjadi disini bahwa pemerintah yang mengeluarkan
larangan namun pemerintah juga yang menggubris larangan dalam pasal-pasal
tersebut sehingga peraturan yang dibuat menjadi tidak efektif. Dengan adanya
dukungan pemerintah akan perubahan fungsi hunian menjadi komersial menjadi
terlihat memudahkan tanpa harus melewati izin yang berbelit-belit dan biaya yang
murah sehingga warga tidak kesulitan mengurus izin usaha yang menjadikan
menjamurnya perubahan fungsi bangunan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
utama dan jalan lokal untuk pencapaian ke tiap rumah. Sehingga perumahan
berpola linear dilewati oleh jalur sibuk dan ramai.
Teritori primer
Teritori publik
Universitas Indonesia
Teritori sekunder
Gambar 4.8 Pengelompokkan Teritori
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Satu unit hunian diklasifikasikan sebagai teritori primer bersifat privat
karena tempat ini dimiliki oleh seseorang yang mempunyai hak kepemilikan yang
sah dan bila ada orang lain yang ingin masuk teritori ini harus melalui izin pemilik
rumah. Kemudian jalur pejalan kaki dan kawasan depan rumah termasuk dalam
teritori sekunder karena masih berkaitan dengan bangunan rumah tersebut dan
pemilik rumah masih merasakan bahwa daerah tersebut masih dalam teritorinya
walaupun hak penguasaannya tidak begitu kuat. Kemudian jalan utama sebagai
teritori publik karena jalan ini sudah termasuk tempat terbuka untuk umum yang
boleh di akses oleh semua orang.
Wilayah yang masih merupakan kawasan perumahan berdasarkan hasil
survey dengan hasil sebesar 80% menurut
warga Bintaro Utama 3 RT XI mencakup
seluruh kawasan Jl. Bintaro Utama 3 di
sepanjang jalan RT XI sampai perempatan
jalan raya utama yang digambarkan oleh
garis putus-putus gambar 4.9 sebagai batasan
teritori. Menurut warga satu lokasi tersebut
merupakan daerah wilayah mereka, karena
seluruh cakupan wilayah tersebut menjadi
salah satu faktor yang membangun
kenyamanan karena rumah yang tidak berdiri
sendiri melainkan berdampingan dengan
lingkungannya untuk menciptakan suatu
Gambar 4.9 Teritori Warga
(Sumber: Ilustrasi pribadi) lingkungan yang aman, nyaman dan bersih.
Keseluruhan daerah wilayah Jl. Bintaro
Utama 3 dikatakan sebagai teritori yang derajat kepublikannya lebih tinggi dari
teritori sekunder yang akan disebut sebagai teritori tersier. Walaupun lokasi
teritori sekunder dan tersier berada di ruang publik namun karena teritori diakui
Universitas Indonesia
secara persepsi sehingga mereka masih mengakui jalan raya tersebut masih
wilayah perumahan yang termasuk dalam teritori penghuni.
Universitas Indonesia
Hal ini disebabkan oleh tempat parkir yang tidak memadai sehingga
membuat pengunjung menggunakan lahan lain yang bukan tempat usaha tersebut
untuk meletakkan mobilnya. Walaupun parkir pengunjung menggunakan jalan
(ruang publik), namun atas persepsi warga wilayah tersebut masih dalam batasan
wilayah (teritori sekunder) mereka, disinilah terjadi persinggungan antara wilayah
kepemilikan warga dan bangunan komersial. Oleh karena itu warga yang terkena
Universitas Indonesia
imbas parkir merasa terganggu karena kerap kali parkiran tersebut mengahalangi
sirkulasi kendaraan pribadi dan kenyamanan baik dari segi estetik yang
mengganggu pandangan penghuni rumah.
akan berubah menjadi komersial tetapi karena melihat investasi akan besar maka
ia tetap membeli rumah ini. Mengenai fenomena yang terjadi di kawasan ini
tentang perubahan beberapa fungsi bangunan menjadi komersial. Menurut beliau
banyaknya bangunan komersial yang berada di kawasan hunian ini menjadi salah
satu masalah yang mengganggu kenyamanannya yaitu gangguan yang timbulkan
oleh tetangga komersialnya, terutama tetangga komersial sebelah barat yaitu
restoran Bu Broto. Menurut ibu Tati semenjak tetangganya berubah menjadi
komersial mulailah gangguan secara bentrokan kawasan hunian dan komersial.
Bentrokan kawasan yang terjadi menurut Ibu Tati adalah parkir
pengunjung komersial yang berada di depan rumahnya. Parkir ini sangat
mengganggu karena orang yang parkir di depan bukanlah kerabat yang
dikenalinya sehingga Ibu Tati merasa asing karena lahan terdekat rumahnya
dimasuki orang asing dan bukanlah kerabat yang dikenali. Beliau merasa risih
karena gerak-geriknya seakan terlihat oleh orang yang parkir di depan rumahnya
walaupun yang berada di depan rumahnya hanya mobil tanpa ada orang
didalamnya, namun ia merasa seperti diawasi oleh sesuatu yang asing sehingga
rasa nyaman dan terganggu itu muncul. Menurut beliau daerah depan rumah yang
sering dijadikan lahan parkir masih merupakan kawasan hunian beliau sehingga ia
merasakan sesuatu yang mengganggu kegiatannya.
Keterangan:
: Teritori primer IbuTati
: Teritori sekunder IbuTati
: Teritori primer restoran
: Teritori sekunder restoran
: Teritori yang bersinggungan
bergantung oleh jalan depan rumah, dengan adanya gangguan parkir di dalam
wilayah yang diakuinya membuat kawasan Ibu Tati menjadi bentrok dan tumpang
tindih dengan kawasan bangunan komersial sebelah rumahnya yang seringkali
menggunakan lahan depan rumahnya (gambar 4.13). Dengan cakupan kawasan
yang ia akui dan ia rasakan, maka wilayah tersebut dikatakan sebagai teritori
sekundernya, dimana ia hanya menginginkan orang yang memasuki wilayah
tersebut adalah orang yang dikenalinya. Beliau juga menjelaskan bahwa wilayah
yang berhubungan dengan lingkungan perumahannya adalah sepanjang Jl.Bintaro
Utama 3 karena jalan ini sebagai salah satu sayarat penunjang kenyamanan dalam
kehidupan di suatu perumahan yang ia tempati. Sehingga wilayah Jl.Bintaro
Utama 3 termasuk dalam klasifikasi derajat diantara teritori sekunder dan publik
yaitu teritori tersier dimana teritori ini masih berhubungan dekat dengan batasan
teritori sekunder.
Konflik teritori juga muncul ketika
teritori sekunder Pak Wowor bersinggungan
dengan kemacetan yang terjadi di depan
rumahnya. Hal tersebut terjadi karena karena
depan rumahnya terdapat lampu merah yang
sering kali membuat antrian kendaraan
sehingga membuat sirkulasi masuk keluar
kendaraan Pak Wowor terhambat. Terlihat dari
gambar 4.14 bahwa di depan rumah Pak
Gambar 4.14 KonflikTeritori
Wowor juga selalu digunakan oleh pengendara Bapak Wowor
(Sumber: Ilustrasi pribadi)
motor (kotak merah) untuk memarkirkan
sejenak kendaraan mereka untuk menunggu sesuatu karena terletak di ujung jalan
yang merupakan kawasan yang strategis. Keberadaan kendaraan yang parkir juga
membuat kawasan yang diakui kepemilikan beliau menjadi bentrok, sama seperti
yang dialami oleh Ibu Tuti.
yang dilewati jalan utama memiliki kenyamanan dan nilai huni yang berkurang,
dikarenakan pintu masuk ke rumah berdekatan langsung dengan jalan utama yang
menjadi jalur sibuk sehingga menimbulkan gangguan visual dan audio. Gangguan
visual yang kerap terjadi adalah keleluasan pandangan di depan rumah, karena
bersinggungan langsung dengan jalan raya maka pandangan akan estetika
lingkungan tidak ada, seperti tidak adanya penghijauan dalam penglihatan yang
ada hanya melihat lalu lalang mobil saja.
Gangguan visual menurut narasumber yaitu Bapak Wowor adalah disaat
batasan wilayah yang ia akui kepemilikannya terganggu oleh keberadaan
bangunan komersial. Ketergangguan mengenai gangguan visual membuat daerah
di sepanjang RT XI Jl.Bintaro Utama 3 yang ia akui batasan wilayah
kepemilikinnya, menjadi bersinggungan dengan keberadaan bangunan komersial.
Rasa ketergangguan beliau adalah di saat perubahan fungsi bangunan semakin
Keterangan:
Universitas Indonesia
Rumah yang dimaksud sudah diakui kepemilikannya secara sah yang membuat
batasan fisiknya menjadi jelas.
Kedua adalah teritori sekunder, teritori ini dalam hasil analisa berupa
wilayah yang berhubungan dengan rumah. Letaknya berada di sekitar depan
rumah. Keberadaan teritori ini yang terletak di dekat rumah menunjukkan bahwa
kawasan sekitar rumah masih dalam batasan kawasan kepemilikan penghuni,
walaupun derajat teritorialnya lebih rendah. Teritori ini pengakuannya secara
kehendak seseorang, tentu saja kehendak atas batasan teritori sekunder setiap
orang berbeda-beda. Ada yang membatasi teritori ini berdasarkan daerah yang
menurut orang tersebut aman atau membatasi berdasarkan daerah yang tidak
ingin merasa ada gangguan dari kegiatan komersial sehingga mengganggap
daerah tersebut adalah teritorinya.
Ketiga adalah teritori tersier, teritori ini muncul ketika teritori publik tidak
bisa diletakkan dalam kawasan perumahan. disini terlihat bahwa kedua teritori
diatas tidaklah cukup bila ditempatkan di suatu kawasan perumahan sehingga
dibutuhkan teritori yang derajat kepublikannnya lebih tinggi dibandingkan teritori
sekunder dan lebih rendah daripada teritori publik. Batasan teritori yang diakui
kepemilikannya oleh warga adalah berada di kawasan perumahan Jl. Bintaro
Utama 3 karena warga menginginkan Jl.Bintaro Utama 3 hanya ingin dijangkau
oleh orang yang dikenal.
Perbedaan antara teritori sekunder dan tersier di pembahasan kasus ini
adalah, dimana teritori sekunder berkaitan dengan property (lingkup yang lebih
kecil) dan teritori tersier berkaitan dengan lingkup yang lebih besar yaitu kawasan
perumahan. Walaupun sepanjang Jl.Bintaro Utama merupakan tempat publik yang
bisa diakses oleh seluruh orang namun penghuni rumah tidak ingin jalan tersebut
diakses oleh seluruh orang yang tidak dikenal, karena jalan perumahan seharusnya
bukan suatu jalan utama dimana bising dan segala ketidaknyamanan ditimbulkan
olehnya sehingga tidak dapat menunjang kenyamanan dan keamanan warga.
Sehingga wilayah ini saya klasifikasikan menjadi teritori lain (yang tidak ada di
kajian teori).
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Carmona, M., Heath, T., Oc, T. & Tiesdell, S. (2003). Public Places Urban
Spaces. Oxford: Architectural Press.
Chapin, F. Steward & Kaiser, Edward J. (1979). “Urban Land Use Planning”.
Chicago: University of Illnois Press.
Chiara, J.D. & Callender, J. (1983). Time Saver Standards for Building Types
(2nd ed.). New York: McGraw-Hill International Editions.
D. K. Ching, Francis (1996). Architecture; Form, Space, And Order (6th ed.)
Jakarta. Penerbit Erlangga.
Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur Perilaku Manusia. Surabaya: PT.
Gramedia Widiasarana dan Universitas Kristen Petra.
Mandanipour, Ali. (2003). Public and Private Spaces of The City. New York:
Routledge.
Marlina, Endy. (2008). Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta:
Andi Offset
Potterfield, Gerald. (1995). A Concise Guide To Community Planning. New York:
McGraw Hill.
Spreiregen, Paul D. (1965). Urban Design: The Architecture of Towns and Cities.
New York: McGraw-Hill Book Co.
Untermann, R., & Small, R. (1977). Site Planning for Cluster Housing. New
York: Van Nostrand Reinhold Company.
Wood, Roberts. (1953). The House & The Art of Its Design. USA: reinhold
Publishing Corporation.
Syahrir. (2010). Kajian Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan menjadi
Perdagangan dan Jasa Komersial di Perumahan Tumbuh I dan
Perumahan Tumbuh II Kota Kendari. Semarang: Tesis Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.
Elsyen. (19 Maret 2011). Wawancara Pribadi.
Peraturan Mentri Dalam Negri No. 1 Tahun 2008 Pasal 1 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan.
Permendagri no.4/1996 dalam Perubahan Penggunaan Lahan.
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan dalam Wilayah.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992. Pasal 1 tentang Perumahan dan Permukiman.
Universitas Indonesia
Terima kasih banyak atas waktu dan bantuan yang diberikan
Tentang kehidupan rumah tangga anda
1. Sudah berapa lama anda tinggal di Jl. Bintaro Utama 3?
( ) < 12 bulan
( ) 1‐2 tahun
( ) 5‐10 tahun
( ) 10‐15 tahun
( ) > 15 tahun
2. Ada berapa banyak penghuni di rumah anda ?
Anggota keluarga inti ( ) 2 asisten rumah tangga ( ) 0
( ) 3 ( ) 1
( ) 4 ( ) 2
( ) 5 ( ) 3
( ) > 5 ( ) > 3
3. Berapa lama anda menghabiskan waktu di rumah dalam rentang waktu pukul 05.00‐00.00?
Weekday ( ) 2‐ 5 jam weekend ( ) 2‐5 jam
( ) 5‐10 jam ( ) 5‐10 jam
( ) 10‐15 jam ( ) 10‐15 jam
( ) 15‐19 jam ( ) 15‐19 jam
Tentang kawasan perumahan anda
4. Apa pertimbangan anda dan keluarga memilih untuk tinggal di jl. Bintaro utama 3?
( boleh pilih lebih dari 1 )
( ) strategis
( ) nyaman
( ) aman
( ) nilai investasi yang tinggi
( ) fasilitas lengkap
( ) tata ruang kota bintaro yang bagus
( ) berada di pinggir jalan
( )..........................................................
5. Hari dan waktu apa yang paling nyaman di sekitar kawasan rumah anda?
Hari ( ) Weekday ( coret yg dipilih) senin/selasa/rabu/kamis/jumat
( ) weekend ( coret yg dipilih) sabtu/minggu
Waktu ( ) pagi ( ) sore
( ) siang ( ) malam
Mengenai masalah perumahan
Mengenai data diri
1. Gender anda adalah
( ) pria
( ) wanita
2. Pekerjaan anda adalah
( ) pegawai
( ) pengusaha
( ) pelajar
( )ibu rumah tangga
( ).........................................................
Seiring dengan berjalannya waktu, perumahan semakin tidak terkontrol ketika kepadatan semakin
meningkat yang berdampak terhadap lingkungan untuk mendapatkan suatu kebutuhan ruang yang lebih.
Suatu fungsi bangunan hunian pun berubah fungsi menjadi fungsi yang lain yaitu sektor komersial. Anda
dapat membantu kami untuk lebih memahami perubahan fungsi hunian terhadap suatu kawasan. Anda
dapat menjawab pertanyaan di bawah ini dengan terbuka agar memudahkan analisa terhadap masalah ini.
Terima kasih banyak atas waktu dan bantuan yang diberikan
Tentang usaha komersial anda
12. Sudah berapa lama anda memiliki usaha di Jl. Bintaro Utama 3?
( ) < 12 bulan
( ) 1‐2 tahun
( ) 5‐10 tahun
( ) 10‐15 tahun
( ) > 15 tahun
13. Ada berapa banyak pengunjung di tempat usaha anda perharinya ?
Weekday ( ) 5‐10 orang weekend ( ) 5‐10 orang
( ) 10‐20 orang ( ) 10‐20 orang
( ) 20‐30 orang ( ) 20‐30 orang
( ) > dari 30 ( ) > dari 30
14. Jam berapa kegiatan usaha anda beroperasi dalam satu hari?
Weekday dari pkl. – pkl.
Weekend dari pkl. – pkl.
15. Hari dan waktu apa yang paling ramai pengunjung datang ke tempat usaha anda?
Hari ( ) Weekday ( coret yg dipilih) senin/selasa/rabu/kamis/jumat
( ) weekend ( coret yg dipilih) sabtu/minggu
Waktu ( ) pagi
( ) siang
( ) sore
( ) malam
Tentang kawasan usaha anda
16. Apa pertimbangan anda memilih tempat usaha di jl. Bintaro utama 3?
( boleh pilih lebih dari 1 )
( ) strategis
( ) ramai
( ) aman
( ) nilai investasi yang tinggi
( ) belum ada jenis usaha seperti yang anda dirikan
( ) tata ruang kota bintaro yang bagus
( ) berada di pinggir jalan
( )..........................................................
Nama Lengkap ________________________________
Tanda Tangan ________________________________
Tempat / Tanggal ________________________________
KAWASAN PERUMAHAN
Pertimbangan Tinggal Hari dan Waktu Ternyaman
strategis 40% weekend 28,50%
nyaman 0% weekday 71,50%
aman 10% pagi 0%
investasi tinggi 20% siang 20%
fasilitas lengkap 0% sore 20%
tata ruang bagus 10% malam 60%
lokasi di pinggir jalan 20%
MASALAH
PERUMAHAN
Jalan yang Sibuk dan Deskripsi
Aktif Wilayah
sangat aktif 80% macet 8,30%
aktif 20% strategis 16,70%
tidak aktif 0% teratur 8,30%
lengkap 0%
berantakan 33,20%
berisik 33,20%
tenang 0%
Hunian yang
Menjaga Privasi Permasalahan Umum Perumahan
sudah 40% nilai rumah bergeser 40%
belum 60% standart layanan menurun 0%
fasilitas umum kurang 0%
banyak bangunan yg berubah
fungsi 60%
tidak
Hubungan Warga dengan Komersial setuju setuju netral
saya nyaman tinggal disini 40% 60% 0
saya tidak menyesal membeli hunian di kawasan
ini 100% 0 0
saya berinteraksi dengan tetangga 60% 40%
saya tidak terganggu dengan aktifitas komersial 60% 20% 20%
saya membeli barang/servis dari tetangga
komersial 40% 40% 20%
saya tidak terganggu bising komersial 20% 60% 20%
komersial membuat kemudahan 60% 40%
saya lebih memilih berbelanja di tetangga
komersial 0% 80% 20%
bintaro 3 merupakan kawasan ideal 20% 60% 20%
saya akan bertahan tinggal dalam jangka waktu
lama 60% 40% 0%
developer masih memperhatikan hunian 20% 60% 20%
Deskripsi Wilayah
macet 20%
strategis 70%
teratur 0%
berantakan 0%
berisik 10%