Anda di halaman 1dari 2

Nama : Arkan Aptama

Kelas : XI TGB 1

Kisah Seorang Penjual Koran

Di ufuk timur matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti
embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang. Siapakah gerangan
anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Doni.Menjelang pukul lima pagi, ia telah
sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa Doni?” tanya Bang Karno. “Biasa
saja.”jawab Doni. Bang Karno mengambil sejumlah koran dan majalah yang biasa dibawa Doni untuk
langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat.Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu
rumah ke rumah lainnya.Begitulah pekerjaan Doni setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para
pelanggannya. Semua itu dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab.Ketika
Doni sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah
sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Doni jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan
merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana. Doni khawatir benda
itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di
dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus. “Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Doni segera
membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnyaterdapat kalung emas
dan perhiasan lainnya. “Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Doni membolak-balik
cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena adakartu kredit di dalamnya.
“Lho,…ini kan milikPak Alif. Kasihan sekali Pak Alif , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam
hati.Apa yang diperkirakan Doni itu memamg benar. Rumah Pak Alif telah kemasukan maling tadi
malam. Karena pencuri tersebutterburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh.
Doni dengansegera memberitahukan Pak Alif. Ia menceritakan apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa
senangnya Pak Alif karenaperhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh
ke tangan orang yang jujur. Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Alif memberikan modal kepada Doni
untuk membuka kios di rumahnya. Kini Doni tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan
koran. Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan
majalah kepada pelanggannya, Doni digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum mempunyai
pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.
Gadis Penjaja Tikar

Suasana Kebun Raya Bogor dipenuhi dengan pengunjung. Laki-laki, perempuan, tua maupun muda
semuanya ada disana. Saat itu adalah hari libur panjang sekolah sehingga banyak pengunjung yang pergi
liburan. Mereka ingin menikmati suasana malam dan menghilangkan kejenuhan.Seorang anak kecil tiba-
tiba datang. Denganpakaian sederhana, ia menjajakan tikar dari plastik kepada para pengunjung ke
pengunjung lain, ia terus menawarkan tikarnya. “Pak, mau sewa tikar?”katanya pada Pak Umar. “Berapa
harga sewa satu lembar tikarnya?”tanya Pak Umar. “Lima ribu rupiah, Pak!”jawabnya dengan suara
lembut. “Bagaimana kalau Bapak ambil tiga puluh ribu rupiah?”tanya Pak Umar lagi. Gadis itu diam
sejenak. Kemudian ia pun berkata,”Baiklah kalau begitu. Silahkan pilih,Pak!”Pak Umar memilih tikar
plastik yang akana disewanya. Dalam hati Pak Umar ada rasa tak tega terhadap gadis itu. Gadis berusia
delapan tahun harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. “Kamu sekolah?”tanya Pak Umar. “Sekolah,
Pak! Saya kelas empat SD. “jawabnya.”Mengapa kamu menyewakan tikar plastik ini?”tanya Pak Umar
lagi. “Saya harus membantu ibu saya. “jawab gadis itu. “Kemana ayahmu?”Pak Umar bertanya lagi.
“Bapak telah lama meninggal dunia. Untuk itu, saya harus membantu ibu untuk mencari uang,”jawab
gadis itu pelan. Mendengar cerita gadis tersebut, Pak Umar merasa terharu.Pak Umar merasa kasihan
terhadap anak tersebut. Diambilnya beberapa lembar uang dua puluh ribuan lalu diberikannya kepada
gadis kecil itu. “Pak maaf, saya tidak boleh menerima uang jika tidak bekerja, “katanya sambil
menggeleng-gelengkan kepala. “Mengapa?”tanya Pak Umar heran. “Kata ibu, saya boleh menerima uang
kalau memamg hasil bekerja. Saya tidak boleh meminta belas kasihan dari orang. “Mendengar perkataan
gadis itu, Pak Umar makin terharu. Ia tahu kalau ibu gadis kecil itu seorang yang berbudi luhur. “Begini
saja, kalau memang harus bekerja, sekarang bantu Bapak beserta keluarga. Tolong kamubawakan rantang
ini. Kita akan makan bersama di bawah pohon yang rindang itu!” kata Pak Umar ramah. Pak Umar dan
keluarga menuju ke bawah pohon yang rindang tersebut. Mereka pun menggelar tikar plastik yang baru
saja disewanya. Gadis kecil itu pun diajak untuk makan bersama

Anda mungkin juga menyukai