Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL DAN KONSEP

ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Lapangan Stase


Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:
Nida Ulhasanah
(221FK04078)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TAHUN 2023
A. Konsep Isolasi Sosial
1. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. (Wuryaningsih, E. Dkk. 2018)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negative dan mengancam.
(Kusmawati, 2010).
2. Manifestasi Klinis Isolasi Sosial
Tanda dan gejala isolasi social meliputi :
a. Gejala subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang dan sangat singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam dikamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
5) Klien tampak sedih, ekpresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis
9) Ekspresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Masukkan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urin dan feses
15) Akktivitas menurun
16) Kurang energy
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah (Direja, 2011).
3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsive
Bekerja sama Ketergantungan Narkisme
b. Respon Adaptif
Saling tergantungan
 Solitude
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri
dan menetukan langkah selanjutnya..
 Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide pikiran.
 Kebersamaan
Suatu keadaaan dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untk memberi danmenerima
 Saling Ketergantungan.
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
hubungan interpersonal.
 Merasa Sendiri
Biasanya disebut kesepian dimanifestasikan dengan merasa tidak
tahan dan menganggap dirinya sendirian dalam menghadapi
masalah, cenderung pemalu, sering merasa tidak pedee dan
minder, kurang bisa bergaul.
 Menarik Diri
Merupakan suatau keadaan dimana seseorang mengalami
kesulitan dalam membina hubungan secraa terbuka dengan orang
lain.
 Tergantung (dependen)
Terjadi bila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya
diri atas kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
Gambaran utama dari gangguan ini adalah kesulitan dengan
perpisahan, dimana gangguan ini beresiko menjadi dangguan
depresi dan cemas.
c. Respon Maladaptif
 Manipulasi
Adalah hubungan social yang terdapat pada individu yang
nenganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri
sendiri atau pada tujuan, bukan pada orang lain, individu idak
membina hubungan social secara mendalam.
 Impulsive
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, mempunyai penilaian buruk dan memaksakan
kehendak
 Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki sifat egosentris,
pencemburu dan marah jika orang lain tidak mendukung (Abdul,
Muhith. 2015).
4. Penilaian Stressor
Penilaian stressor Penilaian stressor merupakan faktor yang harus selalu
diperkuat didalam pemberian asuhan keperawatan sehingga kemampuan
tersebut membudaya dalam diri klien. Penilaian terhadap stressor yang
dialami klien dengan isolasi sosial meliputi kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan sosial.
a. Kognitif
Faktor kognitif bertugas mencatat kejadian stressful dan reaksi yang
ditimbulkan secara emosional, fisiologis, serta perilaku dan 7 reaksi
sosial seseorang yang ditampilkan akibat kejadian stress full dalam
kehidupan selain memilih pola koping yang digunakan. Pada klien
isolasi sosial kemampuan kognitif klien sangat terbatas klien lebih
berfokus pada masalah bukan bagaimana mencari alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi (Satrio, 2015).
b. Afektif
Respon afektif pada isolasi sosial merupakan adanya perasaan putus
asa, sedih, kecewa, merasa tidak berharga dan merasakan tidak
diperhatikan. Perasaan tersebut dapat mengakibatkan sikap menarik
diri dari lingkungan sekitar (Satrio, 2015).
c. Fisiologis
Respon fisiologis merupakan respon neurobiologis yang bertujuan
untuk menyiapkan klien dalam mengatasi bahaya. Respon perilaku
isolasi sosial yang ditampilkan merupakan hasil belajar dari
pengalaman sosial pada masa kanak-kanak dan dewasa khusunya
dalam menghadapi berbagai stressor yang mengancam harga diri klien
(Satrio, 2015).
d. Perilaku
Perilaku merupakan hasil drai respon emosional dan fisiologis.
Respon perilaku isolasi sosial teridentifikasikan tiga perilaku yang
maladaptif yaitu sering melamun, tidak mau bergaul dengan klien lain
tidak mau mengemukakan pendapat, medah menyerah dan ragu-ragu
dalam mengambil keputusan atau dalam melakukan tindakan (Satrio,
2015).
e. Sosial
Sosial merupakan hasil perpaduan dari respon kognitif, afektif,
fisiologis dan perilaku yang akan mempengaruhi hubungan atau
interaksi dengan orang lain. Respon negatif yang ditampilkan
merupakan akibat keterbatasan kemampuan klien dalam
menyelesaikan masalah, dan keterbatasan klien dalam melakukan
penilaian terhadap stressor, sehingga klien memilih untuk
menghindari stressor bukan sesuatu yang harus dihadapi atau
diselesaikan (Satrio, 2015).
5. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi
sosial:
a) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga
mempunyai masalah respon sosial mengisolasi diri. Sistem keluarga
yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya mengisolasi diri.
Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional
untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif
sewajarnya dapat mengurangi masalah respon sosial.
b) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan
berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
c) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik.
Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem
nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang
tidak realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan
dengan gangguan ini (Deden & Rusdi, 2013).
6. Faktor Presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
mengisolasi diri. Fakto-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor
antara lain:
a) Stressor sosiokultural
Salah satu stresor sosial budaya adalah ketidakstabilan keluarga.
Perceraian adalah penyebab yang umum terjadi. Mobilitas dapat
memecahkan keluarga besar, merampas orang yang menjadi sistem
pendukung yang penting pada semua usia. Kurang kontak yang terjadi
antara generasi. Tradisi, yang menyediakan hubungan yang kuat
dengan masa lalu dan rasa identitas dalam keluarga besar, sering
kurang dipertahankan ketika keluarga terfregmentasi. Ketertarikan
pada etnis dan ”budaya” mencerminkan upaya orang yang terisolasi
untuk menghubungkan dirinya dengan identitas tertentu.
b) Stressor psikologik
Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas yang
berkepanjangan atau terus menerus dengan kemampuan koping yang
terbatas dapat menyebabkan masalah hubungan yang berat. Orang
dengan gangguan kepribadian borderline kemungkinan akan
mengalami tingkat ansietas yang membuatnya tidak mampu dalam
menanggapi peristiwa kehidupan yang memerlukan peningkatan
otonomi dan pemisahan contohnya lulus dari sekolah, pernikahan
pekerjaan. Orang yang memiliki gangguan kepribadian narsistik
cenderung mengalami ansietas yang tinggi, dan menyebabkan
kesulitan berhubungan, ketika orang berarti tidak memadai lagi
memperhatikan untuk memelihara harga diri seseorang yang rapuh
(Deden & Rusdi, 2013)..
7. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada masing-masing
gangguan hubungan social yaitu regresi, proyeksi, persepsi, dan isolasi
(Riyadi & Purwanto. 2009)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan perasaan dan pikiran pikiran yang tidak
dapat diterima, secara sadardibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadaar yang mengaakibatkan
timbulnya kegagalan defensive daalmmenghubungkan perilaku
dengan motivasi atau pertentangan antara sikap dan perilaku.
(Damaiyanti,2012).
8. Mekanisme Koping
Sumber koping merupakan pilihan atau strategi bantuan untuk
memutuskan mengenai apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi suatu
masalah. Dalam menghadapi stressor klien dapat menggunakan berbagai
sumber koping yang dimilikinya baik internal maupun eksternal (Stuart,
2009 dalam Satrio, 2015).
9. Penatalaksanaan Isolasi Sosial
a. Penatalaksanaan Medis
 ECT (Electro Confulsive Therapy)
Jenis pengobatan dengan menggunakan arus listrik pada otak
menggunakan 2 elektrode.
 Psikoterapi
Membutuhhkan waktu yang relative lama dan menggunakan
bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalaam psikoterapi
ini meliputi ; memberikan rasa nyaman dan tenang,menciptakan
lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,menerima klien apa
adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaanya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur.
 Terapi Okupasi
Ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipan seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan
harga diri seseorang. (Dalami, 2009)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
 Perawatan Isolasi Sosial : Psikoterapi Individual
Psikoterapi individualadalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap,
cara piker, dan perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu
satu antara ahli terapi dank lien. Individu biasanya mencari terapi
jenisini dengan tujuan memahami diri dan perilaku mereka
sendiri, membuat perubahan personal. Hubungan terbina melalui
tahap yang samadengan tahap hubungan perawat klien :
introduksi, kerja, dan terminasi. (Damaiyanti, 2012)
 Terapi Modalitass : Terapi Ativitas Kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan
satu dengan yang lain, saling ketergantungan dan mempunyai
norma yang sama (Riyadi, 2009)
Jenis terapi aktivitas kelompok :
- Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Terapi aktivitas kelompok
syimulus kognitif/persepsi adalah terapiyang bertujuan untuk
membantu klien yang mengalamikemunduran
orientasi,menstimulasi persepsi dalam upaya memotivasi
proses berpikir dan efektif serta mengurangiperilaku
maladaftif.
- Terapi Aktivits Kelompok Stimulasi sensori
Terapi aktivitas kelompok orientasi realistas adalah
pendekatan untuk mengorientasikan klien terhadap situasi
nyata (realitas). Umunya dilaksanaakn pada kelompok yang
mengalami gangguan orientasi terhadap orang,waktu dan
tempat. Tehnik yang digunakan meliputi inspirasi represif,
interaksi bebas maupun secara didaktif.
- Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu
yang ada disekitar klien. Kegiatan sosialisasi adalah terapi
untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan
inteaksi social maupun berperan dalam lingkungan social.
- Penyalur Energi
Penyalur energy merupakan teknik untuk menyalurkan
energy secara konstruktif diman memungkinkan
pengembangan pola-pola penyambungan energy seperti
kataris, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif
dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri
maupun lingkungan. (Direja, 2011).
B. Proses Terjadinya Masalah (Psikodinamika)
Proses terjadinya isolasi sosial dapat dijelaskan dengan menggunakan
pendekatan psikodinamika model dimana pada model ini masalah
keperawatan dimulai dengan menganalisa faktor predisposisi, presipitasi,
pernilaian terhadap stressor, sumber koping dan mekanisme koping yang
digunakan oleh seorang klien sehingga menghasilkan respon baik yang 2
bersifat konstruktif maupun destruktif dalam rentang adaptif sampai
maladaptife (Satrio, 2015).
C. Data Fokus Pengkajian
Pengkajian pasien isolasi social dapat dilakukan melaluli wawancara dan
observasi kepada pasien dan keluarga. Tanda dan gejala isolasi social dapat
ditemukan dengan wawancara, melalui bentuk pernyataan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan anda saat berinteraksi dengan orang lain?
2. Bagaimana perasaan anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa
yang anda rasakan? Apakah anda merasa nyaman?
3. Bagaimana penilaian anda terhadap orang orang disekeliling anda
(keluarga atau tetangga)?
4. Apakah anda mempunyai anggota keluarga atau teman dekat anda?bila
punya siapa anggota keluarga dan teman terdekat itu?
5. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan anda? Bila
punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekat itu?
6. Apa yang membuat anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi social yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut:
a. Pasien tampak diam dan tidak mau bicara
b. Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
c. Pasien tampak sedih, ekspresi daatr dan dangkal
d. Kontak mata kurang (Nurhaliamh, 2016).
D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul
1. Isolasi Sosial
2. Hambatan komunikasi verbal
3. Harga diri rendah
4. Gangguan sensori persepsi halusinasi (Satrio, 2015).
E. Analisa Data
Analisa Data Pohon Masalah
DS: Risiko Gangguan Sensori
1. Klien mengatakan Persepsi: Halusinasi
bingung dalam memulai
pembicaraan karena
menurut klien tidak ada ISOLASI SOSIAL
bahan pembicaraan
untuk berinteraksi
DO: Harga Diri Rendah

 Klien lebih banyak


berdiam diri
Tidak Efektifnya Koping
 Kontak mata kurang
Individu, Koping Defensif.
 Klien sering menyendiri
 Klien tidak pernah
Pohon masalah isolasi
memulai pembicaraan,
sosial (Satrio, 2015)
maupun perkenalan
 Afek tumpul (hanya
mampu tertawa sat ada
simulus perawat tertawa

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan
pasien mencakup baik respon sehat adaptif atau maladaptif serta stressor yang
menunjang.
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah :
b. Isolasi Sosial
c. Hambatan komunikasi verbal
d. Harga diri rendah
e. Gangguan sensori persepsi Halusinasi (Satrio, 2015)
G. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Kriteria Evakuasi Intervensi
Isolasi Pasien mampu: Setelah ..... SP1
Sosial  Menyadari pertemuan pasien 1. Identifikasi
penyebab isos mampu: penyebab
 Berinteraksi  Membina  Siapa yang satu
dengan orang hubngan saling rumah dengan
lain percaya pasien?
 Menyadari  Siapa yang
penyebab isos, dekat dengan
keuntungan dan pasien?
kerugian  Siapa yang tidak
berinteraksi dekat dan apa
dengan orang lain sebabnya?
 Melakukan 5. Tanyakan
interaksi dengan keuntungan dan
orang lain secara kerugian
bertahap berinteraksi
dengan orang lain
 Tanyakan
pendapat pasien
tentang
kebiasaan
berinteraksi
dengan orang
lain
 Tanyakan apa
yang
menyebabkan
pasien tidak
ingin
berinteraksi
dengan orang
lain.
 Diskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
banyak
temandan
bergaul akrab
dengan mereka
 Diskusikan
kerugian bila
pasien hanya
mengurung diri
dan tidak
bergaul dengan
orang lain.
 Jelaskan
pengaruh isos
terhadap
kesehatan fisik
pasien
6. Latih berkanalan
 Jelaskan keada
pasien cara
berinteraksi
dengan orang
lain
 Berikan contoh
cara berinterkasi
dengan orang
lain
 Beri kesempatan
pasien
mempraktekan
cara berinterkasi
dengan orang
lain yang
dilakukan
dihadapan
perawat
 Mulailah bantu
pasien
berinteraksi
dengan satu
orang teman/
anggota
keluarga
 Bila pasien
sudah
menunjukan
kemajuan
tingkatkan
jumlah interkasi
 Beri pujian
untuk setiap
kemajuan
interaksi yang
telah dilakukan
pasien
 Siap
mendengarkan
ekspresi
perasaan pasien
setelah
berinteraksi
dengan orang
lain, mungkin
pasien
mengungkapkan
keberhasilan
atau
kegagalannya,
beri dorongan
terus menerus
agar pasien
tetap semangat
meningkatkan
interkasinya.
7. Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP2
1. Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1)
2. Latih berhubungan
social secara
bertahap, mengobrol
dengan 1 orang
3. Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP3
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1 & 2)
 Latih cara
berkenalan dengan 2
orang atau lebih
 Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Keluarga mampu: Setelah .... SP1
 Merawat pertemuan keluarga 1. Identifikasi masalah
pasien mampu menjelaskan yang dirasakan
dengan isos tentang: keluarga dalam
di rumah  Masalah isos merawat pasien
dan dampaknya 2. Jelaskan tentang isos
pada pasien 3. Jelaskan tentang
 Penyebab isos cara merawat pasien
 Sikap keluarga isos
untuk membantu 4. Latih (simulasi)
pasien keluarga dalam
mengatasi isos merawat pasien

 Pengobatan HDR

yang 5. RTL keluarga/

berkelanjutan jadwal keluarga

dan mencegah untuk merawat

putus obat pasien

 Tempat rujukan
dan fasilitas
kesehatan yang
tersedia bagi
pasien
SP2
1. Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1)
2. Latih keluarga
langsung ke pasien
3. Menyusun RTL
keluarga/ jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP3
1. Evaluasi
kemampuan
keluarga (SP1 & 2)
2. Evaluasi
kemampuan pasien
3. Menyusun RTL
keluarga/ jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
4. RTL keluarga:
Follow Up dan
rujukan
SP4
1. Evaluasi
kemampuan
keluarga (SP1, 2, &
3)
2. Evaluasi
kemampuan pasien
3. RTL keluarga:
Follow Up dan
rujukan
Sumber: (Jiwa, n.d.)
Daftar Pustaka
Dalami, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Jiwa.
Jogjakarta :Trans Info Media
Damayanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Deden & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Kusmawati, F., & Yudi, H. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Nurhalimah. (2016). Modul bahan ajar cetak keperawatan jiwa. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa(Teori dan aplikasi).
Yogyakarta : Andi
Riyadi, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Graha Ilmu
Jiwa, K. (n.d.). Satuan asuhan keperawatan (sak).
Satrio. dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Raden Intan Lampung: LP2M
Institut Agama Islam Negeri.
Wakhid, A. Dkk. 2013. Jurnal Keperawaatn Jiwa. Volume 1, No. 1. Penerapan
Terapi Latihan Keterampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan
Harga Diri Renda Dengan Pendekatan Model Hubungan interpersonal
Peplau Di RS Marzoeki Mahdi Bogor.
Wuryaningsih, dkk. (2018). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jember: UPT
Percetakan & Penerbiatan universitas jember

Anda mungkin juga menyukai