Pada zaman dahulu, di pesisir pantai daerah Sumatera Barat, hiduplah seorang ibu
bersama anak kesayangannya yang bernama Malin Kundang. Suaminya sudah lama
meninggal dunia. Semakin hari, Malin semakin beranjak dewasa. Ia merasa sudah
saatnya untuk menggantikan ibunya bekerja. Malin pun ingin pergi ke luar kota agar
menjadi kaya.
“Ibu, Malin ingin pergi ke kota seberang. Malin akan bekerja dan mencari uang yang
“Jangan, Malin. Tetaplah di sini bersama Ibu. Ibu bahagia walau hidup dengan
sederhana asalkan tetap bersama anak ibu.” Tetapi Malin Kundang tetap ingin pergi.
“Hati-hati di sana ya, Nak. Jangan lupa untuk cepat pulang.” Ibu Malin memeluk
Malin dengan sangat erat. Dia melambaikan tangan di tepi Pantai Air Manis untuk
Bertahun-tahun lamanya Malin tidak kunjung pulang ke rumah dan ibunya hanya
hidup sendirian. Hingga pada suatu hari, Malin Kundang datang bersama istrinya.
"Malin Kundang!! Akhirnya kamu pulang juga, nak! Kamu semakin tampan nak"
Malin Kundang merasa malu karena ibunya berpakaian lusuh dan kotor.
"Cih, siapa kau? Ngaku-ngaku ibuku. Ibuku itu cantik, kaya raya, dan pakaiannya
"Aku sama sekali tidak lupa. Aku ingat ibuku cantik dan kaya raya. Mana mungkin
aku punya ibu sepertimu, huh!" Malin Kundang meludah ke arah Ibunya.
"Meski kau banyak berubah, aku takkan pernah lupa 'kan siapa kau, nak. Kau anak
Ibu. Dan ternyata, setelah bertahun-tahun, bukan hanya wajahmu yang berubah. Tapi
juga sikapmu juga, nak!" kini Ibu Malin Kundang benar-benar menangis.
"Kau bukan Ibuku! Dasar wanita tua miskin!!" Malin Kundang menendang ibunya
"Ya Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Agung... Jika benar dia anakku Malin
Kundang, ubahlah anak durhaka ini menjadi patung batu!!" kutuk Ibunda Malin.
Guntur dan petir menyambar-nyambar, hujan deras turun. Tiba-tiba... duarr!! Malin
Kundang disambar petir dan sekarang ia hanyalah batu. Ibunya menjerit dan