Anda di halaman 1dari 15

A.

Aturan-Aturan dalam bermedia


Etika dalam bermedia sosial (netiquette) diterapkan agar tidak terjadi missing
information dan missunderstanding, yang dapat menimbulkan konflik. Cyberbullying
merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi orang lain dan melanggar hukum.
Bagi pelakunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena telah
merugikan orang lain. Tindakan perundungan di media sosial atau yang dikenal
dengan cyberbullying mempunyai dampak yang lebih buruk daripada tindakan bully
yang dilakukan secara langsung oleh pelaku di depan korban. Tidak sedikit
cyberbullying yang akhirnya dibawa ke jalur hukum oleh korban, karena sudah
termasuk dalam unsur-unsur tindak pidana. Ketentuan cyberbullying telah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, diantaranya termasuk dalam bentuk
tindak pidana,
 penghinaan dan/atau pencemaran nama baik [Pasal 27 ayat (3)
 pemerasan dan/atau pengancaman [Pasal 27 ayat (4)]
 ujaran kebencian dan permusuhan [Pasal 28 ayat (2)]
 serta pengancaman dengan kekerasan atau menakuti-nakuti [Pasal 29].
Sanksi pidananya cukup berat, yakni berupa pidana penjara dan/atau denda.

Tindakan perundungan di media sosial atau yang dikenal dengan cyberbullying


memang sedang marak di media sosial. Banyak kasus cyberbullying yang terjadi, tidak hanya
di Indonesia bahkan seluruh dunia. Bukan hanya anak-anak pelakunya, tetapi juga orang
dewasa. Adanya cyberbullying ini menandakan kurang etika dalam mempergunakan media
sosial. Etika sudah tidak ada lagi di dunia maya, masyarakat menganggap ejekan, hinaan, dan
menyebarkan berita bohong sudah dianggap hal biasa sebagai lucu-lucuan, bahkan untuk
becanda yang keterlaluan dengan menghina fisik (body shaming) atau pribadi seseorang
dianggap sebagai hal yang wajar. Jika korban tidak menerima hal tersebut, kata-kata “baper”
atau terbawa perasaan yang dijadikan senjata bagi pelaku untuk membenarkan tindakannya.
Ketika korban melaporkan tindakan bullying tersebut ke kepolisian, pelaku akhirnya meminta
maaf dengan berbagai alasan. Hal itu sering terjadi, dan hingga saat ini tindakan bullying di
media sosial seakan tidak bisa dihentikan.

Berinteraksi dalam bermedia sosial juga memiliki etika dan aturan (hukum) yang
harus ditaati. Etika atau etiket dalam menggunakan internet dikenal dengan sebutan
netiquette. Etika sendiri merupakan kaidah atau pedoman untuk bertindak, sehingga
seseorang dapat mempertimbangkan baik-buruk dari tindakannya, sedangka etiket lebih pada
kesopanan atau adab dalam pergaulan. Netiquette berasal dari kalimat internet etiquette atau
network etiquette. Etika dalam menggunakan internet tersebut dilakukan agar tidak terjadi
missing information dan missunderstanding, yang dapat menimbulkan konflik. Ketidaktahuan
atau tidak dilakukannya netiquette ini akan berdampak negatif dan merugikan bagi pihak lain.

Zulkarnaen mengemukakan, bahwa hukum adalah sebagian dari etika, fungsi


pokoknya dapat tampil sebagai fungsi perantara antara bidang moral dan bidang hukum
murni [23]. Hukum tidak akan berarti jika tidak dijiwai oleh moralitas.
Kurangnya nilai etika dan moral dalam bermedia sosial menimbulkan tindakan-
tindakan yang berpotensi melanggar hukum, diantaranya adalah:

 Melakukan ujaran kebencian, baik terhadap seseorang atau kelompok tertentu,


bahkan menyinggung suku, ras, agama dan golongan tertentu.
 Perbuatan pencemaran nama baik terhadap pribadi orang lain, yang termasuk
bentuk cyberbullying, penghinaan terhadap pejabat negara, instansi swasta
maupun instansi Negara.
 Membuat atau membagikan berita bohong (hoax).
 Membagikan konten yang mengandung pornografi; dan sebagainya.

Tulisan atau “kicauan” dalam media sosial pun dapat berakhir di ranah hukum, jika
tidak memperhatikan etika dan koridor hukum, karena tindakan tersebut tersangkut
dengan delik hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, cyberbullying
termasuk dalam bentuk tindak pidana, antara lain:

1. Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik;


Tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, diatur
dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa: “Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik”.
Sanksi pidana terhadap tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik tersebut, diatur dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, yang menyatakan
bahwa:

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

2. Pemerasan dan/atau pengancaman;


Tindak pidana pemerasan dan/atau pengancaman diatur dalam Pasal 27
ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa: “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”.
Sanksi pidana terhadap tindak pidana pemerasan dan/atau
pengancaman tersebut, diatur dalam Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, yang menyatakan
bahwa:
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Ujaran kebencian dan permusuhan;


Tindak pidana ujaran kebencian dan permusuhan diatur dalam Pasal 28
ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa: “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.
Sanksi pidana terhadap tindak pidana ujaran kebencian dan
permusuhan tersebut, diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UndangUndang Nomor
11 Tahun 2008 jo. UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016, yang menyatakan
bahwa:
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan
atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) di-pidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

4. Pengancaman dengan kekerasan atau menakuti-nakuti.


Tindak pidana pengancaman dengan kekerasan atau menakuti-nakuti
diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”.
Sanksi pidana terhadap tindak pidana pengancaman dengan kekerasan
atau menakuti-nakuti tersebut, diatur dalam Pasal 45B Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, yang
menyatakan bahwa: “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang dituju-kan secara pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh
ratus lima puluh juta rupiah)”.

Berinteraksi dalam media sosial harus mencermati atau memperhatikan etika dan
aturan hukum yang berlaku. Menjaga kehormatan seseorang sama halnya dengan menjaga
kehormatan diri. Inilah yang kurang dipahami oleh masyarakat. Kehormatan diri seseorang
dapat dilihat ketika berinteraksi atau berkomunikasi dengan pihak lain. Tingginya harga diri
seseorang juga dapat dilihat ketika memuliakan atau memperlakukan orang dengan baik. Hal
tersebut tidak hanya berlaku dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga ketika berinteraksi
dengan orang lain di dunia maya, dan beretika dalam bermedia sosial adalah salah satu
bentuk kecil dalam menjaga kehormatan diri dan menunjukkan kualitas diri.

B. Jenis-Jenis Kejahatan Cybercrime


Semakin maraknya tindakan kejahatan yang berhubungan erat dengan
penggunaan teknologi yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini
semakin membuat para kalangan pengguna jaringan telekomunikasi menjadi
resah. Beberapa jenis kejahatan atau ancaman (threats) yang dikelompokkan
dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi yang ada.
Pengertian Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul
karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan
cybercrime dengan computer crime.
 The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer
crime sebagai: “...any illegal act requiring knowledge of computer
technology for its perpetration, investigation, or prosecution”.
(www.usdoj.gov/criminal/cybercrimes)
 Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of
European Community Development, yang mendefinisikan computer
crime sebagai: “any illegal, unehtical or unauthorized behavior
relating to the automatic processing and/or the transmission of
data”.
 Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek
Pidana di Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer
sebagai: ”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat
diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.

Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa


cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan internet yang berbasispada kecanggihan teknologi komputer
dan telekomunikasi.
Adapun jenis aktifitas cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa
jenis sebagai berikut:

1. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup
ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan
portmerupakan contoh kejahatan ini.
2. Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau
informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat
dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah
penyebaran pornografi.
3. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email.
Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus
ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
4. Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-
dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki
oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
5. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan
internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan
memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion
merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan
atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan internet.
6. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan
seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan
dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan
kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena
kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus
menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
7. Carding Carding
Merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
8. Hacking dan Cracker
Istilah hackerbiasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar
untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan
kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di
internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah
hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif.
Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari
pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing,
menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir
disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang
bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan
layanan.
9. Cybersquatting and Typosquatting Cybersquatting
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama
perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan
tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan
dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain
orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
10. Hijacking Hijacking
Merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain.
Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
11. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam
pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau
militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
 Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC,
diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di
laptopnya.
 Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk
komunikasi jaringannya.
 Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui
menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
 Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai Doktor Nuker
diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau
mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American,
anti-Israel dan pro-Bin Laden.

C. Media computer dalam kejahatan cyber


1. Cybercrime
Cybercrime atau kejahatan berbasis komputer, adalah kejahatan yang
melibatkan komputer dan jaringan (network). Komputer mungkin telah digunakan
dalam pelaksanaan kejahatan, atau mungkin itu sasarannya. Cybercrimes dapat
didefinisikan sebagai: "Pelanggaran yang dilakukan terhadap perorangan atau
sekelompok individu dengan motif kriminal untuk secara sengaja menyakiti
reputasi korban atau menyebabkan kerugian fisik atau mental atau kerugian
kepada korban baik secara langsung maupun tidak langsung, menggunakan
jaringan telekomunikasi modern seperti Internet (jaringan termasuk namun tidak
terbatas pada ruang Chat, email, notice boards dan kelompok) dan telepon
genggam (Bluetooth / SMS / MMS). Cybercrime dapat mengancam seseorang,
keamanan negara atau kesehatan finansial.
seputar jenis kejahatan ini telah menjadi sangat populer, terutama
seputar hacking, pelanggaran hak cipta, penyadapan yang tidak beralasan dan
pornografi. Ada pula masalah privasi pada saat informasi rahasia dicegat atau
diungkapkan, secara sah atau tidak. Debarati Halder dan K. Jaishankar lebih jauh
mendefinisikan cybercrime dari perspektif gender dan mendefinisikan
“cybercrime against women” sebagai “Kejahatan yang ditargetkan pada wanita
dengan motif untuk secara sengaja menyakiti korban secara psikologis dan fisik,
menggunakan jaringan telekomunikasi modern seperti internet dan telepon
genggam". Secara sengaja, baik pemerintah dan swasta terlibat dalam
cybercrimes, termasuk spionase, pencurian keuangan dan kejahatan lintas batas
(cross-border) lainnya. Kegiatan yang melintasi batas negara dan melibatkan
kepentingan setidaknya satu negara ter-kadang disebut sebagai cyberwarfare.
2. Cyberextortion
Cyberextortion terjadi saat sebuah situs web, server e-mail atau sistem
komputer dikenai atau diancam dengan penolakan berulang (Denial of Service /
DoS) terhadap layanan atau serangan lainnya oleh hacker jahat. Para hacker ini
menuntut uang sebagai imbalan dengan janji akan menghentikan serangannya dan
atau menawarkan "perlindungan". Menurut Biro Investigasi Federal, saat ini
semakin banyak serangan yang dilakukan para pelaku cyberextortion pada situs
web perusahaan dan jaringan, melumpuhkan kemampuan / kinerja mereka untuk
beroperasi dan menuntut pembayaran untuk memulihkan layanan mereka. Lebih
dari 20 kasus dilaporkan setiap bulan ke FBI dan banyak yang tidak dilaporkan
untuk menjaga agar nama korban tidak keluar dan tersebar ke publik. Pelaku
biasanya menggunakan serangan denial-of-service terdistribusi (distributed denial-
of-service / DDoS). 11 Contoh cyberextortion adalah serangan terhadap
perusahaan Sony Pictures pada tahun 2014.
3. Cyberwarfare
Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Department of Defense / DoD)
mencatat bahwa dunia maya telah menjadi perhatian tingkat nasional melalui
beberapa peristiwa terkini mengenai signifikansi geo-strategis. Di antaranya
termasuk serangan terhadap infrastruktur Estonia di tahun 2007, yang diduga oleh
hacker Rusia. "Pada bulan Agustus 2008, Rusia kembali melakukan serangan
cyber, kali ini dalam kampanye kinetik dan non kinetik yang terkoordinasi dan
disinkronkan melawan negara Georgia. Khawatir bahwa serangan semacam itu
dapat menjadi norma perang antar negara di masa depan, dampak dari konsep
operasi dunia maya akan disesuaikan oleh para komandan militer di masa depan.
4. Komputer sebagai target
Kejahatan ini dilakukan oleh kelompok kriminal terpilih. Tidak seperti kejahatan
yang menggunakan komputer sebagai alat, kejahatan ini memerlukan pengetahuan
teknis sang pelaku. Dengan demikian seiring perkembangan teknologi, maka
berkembang pula sifat kejahatannya. Kejahatan ini relatif baru dalam sejarah
komputer, yang menjelaskan betapa tidak siapnya masyarakat dan dunia pada
umumnya untuk memberantas kejahatan ini. Ada banyak kejahatan dari sifat ini
yang dilakukan setiap hari di internet. Kejahatan yang terutama menargetkan
jaringan komputer atau perangkat meliputi:
 Virus komputer.
 Denial-of-service attacks.
 Malware (malicious code) Dll.
5. Komputer sebagai alat
Bila individu merupakan target utama cybercrime, komputer bisa dianggap
sebagai alat ketimbang target. Kejahatan ini umumnya kurang melibatkan
keahlian teknis. Kelemahan manusia umumnya dieksploitasi. Kerusakan yang
ditangani sebagian besar bersifat psikologis dan tidak berwujud, membuat
tindakan hukum terhadap varian ini lebih sulit. Inilah kejahatan yang telah ada
selama berabadabad di dunia offline. Penipuan, pen13 Dennis Murphy (February
2010). "War is War? The utility of cyberspace operations in the contemporary
operational environment" (PDF). Center for Strategic Leadership. Archived from
the original (PDF) on 20 March 2012. curian, dan sejenisnya sudah ada bahkan
sebelum pengembangan peralatan berteknologi tinggi. Penjahat yang sama hanya
diberi alat yang meningkatkan potensi korbannya dan membuatnya semakin sulit
dilacak dan ditangkap. Kejahatan yang menggunakan jaringan komputer lainnya
meliputi:
 Penipuan dan pencurian identitas (walaupun hal ini semakin banyak
menggunakan malware hacking atau phishing, menjadikannya sebagai contoh
kejahatan komputer "sebagai sasaran" dan "komputer sebagai alat").
 Perang informasi.
 Penipuan phishing.
 Spam.
 Pornografi, termasuk pelecehan dan ancaman.
Pengiriman email massal yang tidak diminta untuk tujuan komersial (spam)
tidak sah di beberapa wilayah hukum. Phishing sebagian besar disebarkan melalui
email. Email phishing mungkin berisi tautan ke situs web lain yang terpengaruh
oleh malware. Atau, mungkin berisi tautan ke perbankan online palsu atau situs
web lain yang digunakan untuk mencuri informasi akun pribadi.
6. Cyberattacks
Cyberattacks atau Serangan cyber adalah jenis manuver ofensif yang
digunakan oleh negara-negara, individu, kelompok, atau organisasi yang
menargetkan sistem informasi komputer, infrastruktur, jaringan komputer dan atau
perangkat komputer pribadi dengan berbagai cara tindakan berbahaya yang
biasanya berasal dari sumber anonim yang mencuri, mengubah atau
menghancurkan target yang di tentukan dengan cara membobol sistem yang
rentan. Ini dapat diberi label sebagai kampanye cyber, cyberwarfare atau
cyberterrorism dalam konteks yang berbeda. Cyberattacks dapat berkisar dari
menginstal spyware di PC untuk mencoba menghancurkan infrastruktur seluruh
negara. Cyberattacks telah menjadi semakin canggih dan berbahaya seperti worm
Stuxnet yang baru-baru ini didemonstrasikan. Analisis perilaku pengguna dan
Keamanan Informasi dan Event Manajemen (Security Information and Eevent
Management / SIEM) digunakan untuk mencegah serangan ini. Pakar hukum
berusaha membatasi penggunaan istilah tersebut pada insiden yang menyebabkan
kerusakan fisik, membedakannya dari pelanggaran data yang lebih rutin dan
aktivitas hacking yang lebih luas.

D. Kejahatan Cyber Sebagai Salah Satu Kejahatan Internasional

Penggunaan istilah hukum kejahatan internasional merupakan istilah yang


relatif baru dalam studi literatur di Indonesia. Meskipun dalam studi literatur pada
umumnya, istilah ini bukanlah suatu studi ilmu hukum yang baru. Hal ini dapat dilihat
pada uraian sejarah perkembangan hukum kejahatan internasional yang menunjukkan
aktivitas tindak pidana internasional seperti pembajakan di laut (piracy) hampir
memiliki usia yang sama dengan sejarah perkembangan peradaban manusia. Oleh
karena itu, sebagai suatu kajian ilmu hukum maka menurut penulis istilah yang
digunakan adalah hukum kejahatan internasional.

Penggunaan istilah ini dipertimbangkan dengan argumentasi bahwa lingkup


atau cakupan kejahatan internasional bersifat lebih luas. Keluasan makna hukum
kejahatan internasional dikarenakan kejahatan yang sudah ditetapkan sebagai tindak
pidana juga meliputi kejahatan yang belum ditetapkan sebagai tindak pidana dalam
hukum pidana nasional negara-negara.

Argumentasi lain yang digunakan untuk menunjukkan urgensi hukum


kejahatan sebagai ilmu, sebagaimana dikemukakan oleh Bassiouni bahwa hukum
kejahatan internasional sedang berkembang dan sesuai dengan kondisi dunia dewasa
ini. Argumentasi lain yang digunakan untuk menunjukkan urgensi hukum kejahatan
sebagai ilmu, sebagaimana dikemukakan oleh Bassiouni bahwa hukum kejahatan
internasional sedang berkembang dan sesuai dengan kondisi dunia dewasa ini.

Meskipun telah diuraikan di atas bahwa istilah yang digunakan dalam tulisan
ini adalah hukum kejahatan internasional. Akan tetapi pada dasarnya penggunaan
istilah tindak pidana internasional atau international crimes, baik menurut perjanjian-
perjanjian internasional maupun di dalam hukum kebiasaan internasional, masih terus
diperdebatkan karena belum terdapat ketentuan yang jelas hingga saat ini. Hal
tersebut disebabkan adanya perdebatan seputar penetapan peristilahannya yang dapat
berdampak luas, dalam hal substansi dan subjeknya.

Sudah sejak abad ke-18, masyarakat bangsa-bangsa mengenal dan mengakui


kejahatan perompak di laut sebagai kejahatan internasional yang dikenal sebagai
piracy de jure gentium. Kejahatan tersebut dianggap sangat merugikan kesejahteraan
bangsa-bangsa pada saat itu dan dianggap sebagai musuh bangsa-bangsa. Piracy de
jure gentium kemudian ditetapkan sebagai kejahatan internasional karena merupakan
satu-satunya tindak kriminal murni.
Definisi tentang tindak pidana internasional atau kejahatan internasional
(international crimes) menurut Bassiouni sebagai berikut:

“Tindak pidana internasional adalah setiap tindakan yang telah ditetapkan di dalam
konvensi-konvensi multilateral dan yang telah diratifkasi oleh negara-negara peserta,
sekalipun di dalamnya terkandung salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana”

Bassiouni lebih lanjut menjelaskan kesepuluh karakteristik yang dimaksudkan,


sebagai berikut:

1. Explicit recognition of proscribed conduct as constituting an international crime or


a crime under international law. (Pengakuan secara eksplisit atas tindakan-tindakan
yang dipandang sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional).

2. Implicit recognition of the penal nature of the act by establishing a duty to prohibit,
prevent, prosecute, punish or the like (pengakuan secara implisit atas sifat-sifat pidana
dari tindakan-tindakan tertentu dengan menetapkan suatu kewajiban untuk
menghukum, mencegah, menuntut, menjatuhi hukuman atau pidananya).

3. Criminalization of the proscribed conduct (kriminalisasi atas tindakan-tindakan


tertentu).

4. Duty or right to prosecute (kewajiban atau hak untuk menuntut).

5. Duty or right to punish the proscribed conduct. (kewajiban atau hak untuk
memidana tindakan tertentu).

6. Duty or right to extradite (kewajiban atau hak untuk mengekstradisi).

7. Duty or right to cooperate in prosecution, punishment, including judicial assistance


in penal proceeding. (kewajiban atau hak untuk bekerjasama di dalam proses
pemidanaan).

8. Establishment of a criminal jurisdiction basis (penetapan suatu dasar-dasar


yurisdiksi kriminal).

9. Reference to the establishment of an international court (referensi pembentukan


suatu pengadilan internasional).

10. Elimination of the defense of superiors orders (penghapusan alasan-alasan


perintah atasan).

Dilihat dari perkembangan dan asal-usul tindak pidana internasional ini,


eksistensi tindak pidana internasional dapat dibedakan dalam:

1. Tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan yang berkembang di


dalam praktik hukum internasional.

2. Tindak pidana internasional yang berasal dari konvensikonvensi internasional.


3. Tindak pidana internasional yang lahir dari sejarah perkembangan konvensi
mengenai hak asasi manusia.

Tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan hukum internasional


adalah tindak pidana pembajakan atau piracy, kejahatan perang atau war crimes, dan
tindak pidana perbudakan atau Slavery. Tindak pidana internasional yang berasal dari
konvensi-konvensi internasional ini secara historis dibedakan antara tindak pidana
internasional yang ditetapkan di dalam satu konvensi saja dan tindak pidana
internasional yang ditetapkan oleh banyak konvensi. Tindak pidana internasional yang
lahir dari sejarah perkembangan konvensi mengenai hak asasi manusia merupakan
konsekuensi logis akibat Perang Dunia II yang meliputi bukan hanya korban-korban
perang mereka yang termasuk combatant, melainkan juga korban penduduk sipil
(non-combatant) yang seharusnya dilindungi dalam suatu peperangan. Salah satu
tindak pidana internasional ini adalah crimes of genocide sesuai dengan Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tanggal 11 Desember yang menetapkan genosida
sebagai kejahatan menurut hukum internasional.

Penetapan tindak pidana internasional atau International crimes itu diperkuat


dalam Piagam Mahkamah Militer Internasional di Nuremberg atau the International
Military Tribunal yang dibentuk segera setelah Perang Dunia II terakhir (1946).
Mahkamah ini ditetapkan oleh negara pemenang Perang Dunia II yakni Amerika
Serikat, Inggris, Prancis, dan Rusia. The International Military Tribunal memiliki
yurisdiksi atas tiga golongan kejahatan:

1. Crimes against peace atau kejahatan atas perdamaian, yang diartikan


termasuk persiapan-persiapan atau pernyataan perang agresi.

2. War crimes atau kejahatan perang atau pelanggaran atas hukum-hukum


tradisional dan kebiasaan dalam peperangan.

3. Crimes against humanity yakni segala bentuk kekejaman terhadap


penduduk sipil selama peperangan berlangsung.

Dalam naskah rancangan ketiga Undang-Undang Pidana Internasional atau the


International Criminal Code Tahun 1954, telah ditetapkan 13 kejahatan yang dapat
dijatuhi pidana berdasarkan hukum internasional sebagai kejahatan terhadap
perdamaian dan keamanan seluruh umat manusia. Ketiga belas tindak pidana ini
adalah sebagai berikut:

1. Tindakan persiapan untuk agresi dan tindakan agresi.

2. Persiapan penggunaan kekuatan bersenjata terhadap negara lain.

3. Mengorganisasi atau memberikan dukungan persenjataan yang ditujukan


untuk memasuki wilayah suatu negara.

4. Memberikan dukungan untuk dilakukan tindakan terorisme di negara asing.


5. Setiap pelanggaran atas perjanjian pembatasan senjata yang telah disetujui.

6. Aneksasi wilayah asing.

7. Genocide (genosida).

8. Pelanggaran atas kebiasaan dan hukum perang.

9. Setiap pemufakatan, pembujukan, dan percobaan untuk melakukan tindak


pidana tersebut pada butir 8 di atas.

10. Piracy (Pembajakan).

11. Slavery (Perbudakan).

12. Apartheid.

13. Threat and use of force against internationally protected persons.

Dalam naskah rancangan Undang-Undang Pidana Internasional atau The


International Criminal Code Tahun 1979 yang disusun oleh The International
Association of Penal Law, telah dimasukkan jenis tindak pidana lainnya, seperti: lalu
lintas perdagangan narkotika ilegal (illicit drug trafcking), pemalsuan mata uang
(counterfeiting), keikutsertaan di dalam perdagangan budak, penyuapan (bribery), dan
pengambilan harta karun negara tanpa izin. Berdasarkan internasionalisasi kejahatan
dan karakteristik kejahatan internasional, dalam konteks hukum kejahatan
internasional, kejahatan internasional memiliki hirarki atau tingkatan. Sampai dengan
tahun 2003 atas dasar 281 konvensi internasional sejak tahun 1812, ada 28 kategori
kejahatan internasional. Kategori tersebut yakni :

1. Aggression.

2. Genocide.

3. Crimes against humanity.

4. War crimes.

5. Unlawful possession or use or emplacement of weapons.

6. Theft of nuclear materials.

7. Mercenaries.

8. Apartheid.

9. Slavery and slave-related practices.

10. Torture and other forms of cruel, inhuman, or degrading

treatment.
11. Unlawful human experimentation.

12. Piracy.

13. Aircraft hijacking and unlawful acts against international

air safety.

14. Unlawful acts against the safety of maritime navigation

and the safety of platforms on high seas.

15. Threat and use of force against internationally protected

persons.

16. Crimes against United Nations and associated

personnel.

17. Taking of civilian hostages.

18. Unlawful use of the mail.

19. Attacks with explosives.

20. Financing of terrorism.

21. Unlawful trafc in drugs and related drug ofenses.

22. Organized crime.

23. Destruction and/or theft of national treasures.

24. Unlawful acts against certain internationally protected

elements of the environment.

25. International trafc in obscene materials.

26. Falsifcation and counterfeiting.

27. Unlawful interference with submarine cables.

28. Bribery of foreign public officials.

Berdasarkan 28 kategori kejahatan internasional tersebut, M. Cherif Bassiouni


membagi tingkatan kejahatan internasional menjadi tiga. Pertama, kejahatan
internasional yang disebut sebagai international crimes adalah bagian dari jus cogens.
Tipikal dan karakter dari international crimes berkaitan dengan perdamaian dan
keamanan manusia serta nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental. Terdapat sebelas
kejahatan yang menempati hirarki teratas sebagai international crime, yakni:
1. Aggression.

2. Genocide.

3. Crimes against humanity.

4. War crimes

5. Unlawful possession or use or emplacement of weapons.

6. Theft of nuclear materials.

7. Mercenaries.

8. Apartheid.

9. Slavery and slave-related practices.

10.Torture and other forms of cruel, inhuman, or degrading treatment.

11. Unlawful human experimentation.

Kedua, kejahatan internasional yang disebut sebagai international delicts.


Tipikal dan karakter international delicts berkaitan dengan kepentingan internasional
yang dilindungi meliputi lebih dari satu negara atau korban dan kerugian yang timbul
berasal dari satu negara. Ada tiga belas kejahatan internasional yang termasuk dalam
international delicts, yaitu:

Piracy.

2. Aircraft hijacking and unlawful acts against international

air safety.

3. Unlawful acts against the safety of maritime navigation

and safety of platforms on the high seas.

4. Threat and use of force against internationally protected

person.

5. Crimes against United Nations and associated

personnel.

6. Taking of civilian hostages.

7. Unlawful use of the mail.

8. Attacks with explosives.

9. Financing of terrorism.
10. Unlawful trafc in drugs and related drug ofenses.

11. Organized crime

12. Destruction and/or theft of national treasures.

13. Unlawful acts against certain internationally protected

elements of the environment.

Ketiga, kejahatan internasional yang disebut dengan istilah international


infraction. Dalam hukum pidana internasional secara normatif, international infraction
tidak termasuk dalam kategori international crime dan international delicts. Kejahatan
yang tercakup dalam international Infraction hanya ada empat, yaitu:

1. International trafc in obscene materials.

2. Falsifcation and counterfeiting.

3. Unlawful interference with submarine cable.

4. Bribery of foreign public ofcials.

Uraian penggunaan istilah dan batasan pengertian kejahatan internasional,


semakin memperjelas posisi kejahatan siber yang secara implisit belum dikategorikan.
Oleh karena itu, pengkualifkasian kejahatan siber harus didasarkan pada penguraian
unsur-unsur kejahatan internasional agar dapat dikategorikan sebagai kejahatan
internasional. Menurut Bassiouni terdapat 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi agar
dapat dikatakan sebagai kejahatan internasional. Unsur tersebut adalah:

1. Unsur internasional termasuk didalamnya ancaman secara langsung dan


tidak langsung atas perdamaian dunia dan menggoyah perasaan kemanusiaan.

2. Unsur transnasional termasuk didalamnya bahwa dampak yang ditimbulkan


memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara, terhadap warga negara dari
lebih satu negara, dan sarana dan prasarana serta metode yang dipergunakan
melampaui batas-batas teritorial suatu negara.

3. Unsur kebutuhan termasuk didalamnya kebutuhan akan kerjasama antara


negara-negara untuk melakukan penanggulangan.

Bertitik tolak pada uraian unsur kejahatan internasional sebagaimana yang


diungkapkan oleh Bassiouni maka secara sederhana (simple way) kejahatan siber
memenuhi keseluruhan unsur untuk dikatakan sebagai kejahatan baru dalam literatur
kejahatan internasional dewasa ini.

Anda mungkin juga menyukai