TINJAUAN PUSTAKA
cm. Rongga hidung dibagi dua oleh septum, di dinding lateral terdapat konka
superior, konka media, dan konka inferior. Celah di antara konka dan dinding
lateral hidung dinamakan meatus, terdiri dari meatus superior, meatus medius dan
lebar rongga udara yang optimum. Katup hidung merupakan struktur tersempit
Di bagian atap dan lateral rongga hidung terdapat rongga sinus yang
bervariasi dalam hal jumlah, bentuk, ukuran dan simetrinya. Sinus maksila
dapat digunakan paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru dan memodifikasi
melindungi saluran nafas di bawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6
mukosiliar. Partikel yang berukuran kurang dari 2 mikrometer dapat lolos melalui
hidung.(Ballenger,2003;Heilger,2005)
Septum hidung
Septum hidung terdiri dari tulang rawan dan tulang terletak di garis tengah
dan berfungsi untuk menyokong dorsum nasi dan membagi rongga hidung
Kartilago kuadrilateral meluas dari dorsum nasi sampai krista maksila di inferior.
Di dorsum nasi tulang rawan ini berada di upper lateral cartilages dihubungkan
oleh jaringan ikat fibrosa. Tulang rawan ini meluas ke superior dan berada di
terdapat spinal nasal anterior dan terletak di dalam krista nasi os maksila dan os
palatina dan terikat kuat oleh jaringan ikat fibrosa. Di bagian posterior kartilago
nasal ini bersendi dengan tulang rawan perpendikularis os etmoid dan os vomer,
anterior os sfenoid.
Pendarahan
Pendarahan hidung luar pada bagian dorsum diperoleh dari cabang arteri
fasialis dan arteri oftalmika. Pada basis ala nasi, arteri fasialis bercabang menjadi
arteri labialis, alaris dan angularis. Arteri labialis superior memperdarahi bibir atas
dan kolumela. Arteri alaris superior dan inferior memperdarahi lobul. Arteri
angularis berjalan ke atas dinding lateral dan memperdarahi dorsum nasi. Hidung
bagian dalam memperoleh pendarahan dari cabang arteri oftalmika dan cabang
insisivus. Pada bagian kaudal septum terdapat pleksus Kiesselbach yang terdapat
Persyarafan
dan posterior.
anterior yang akan terbagi menjadi nasalis internus medial dan lateral. Cabang
cabang lateral mempersarafi dinding lateral dan bercabang lagi (n. Nasalis
eksternus) menuju permukaan hidung. Saraf ini akan menembus dinding hidung
diantara os nasal dan kartilago lateral superior dan mempersarafi kulit dorsum
serabut-serabutnya akan mempersarafi kelopak mata dan kulit sisi hidung atas.
Nervus infraorbitalis muncul di pipi di bawah mata melalui foramen infra
orbital untuk mempersarafi sebagian dinding lateral hidung dan strukur wajah
lainnya
(Tardy,2006;Trimartani,2000; Affandi,2000)
sesuai dengan lokasinya yang terbuka atau terlindung. Terdiri dari empat macam
sel. Pertama sel torak berlapis semu bersilia yang mempunyai 50-200 silia setiap
selnya. Di antara sel-sel bersilia terdapat sel-sel goblet dan sel sikat (sel yang
mempunyai mikrovili) / sel torak tidak bersilia. Terakhir adalah sel basal yang
Setiap sel epitel torak bersilia mengandung 50-200 silia. Silia pada
lebarnya sekitar 0,3 mikrometer. Di dalam silia ada sehelai filamen yang disebut
aksonema. Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang
9+2. Masing-masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis
yang disebut neksin dan jari-jari radial. Di bawah aksonema terdapat badan basal
yang silindris dan pendek. Lebih ke bawah lagi fibril memanjang sampai ke
sitoplasma apikal dan disini disebut sebagai tempat akar. Di sini silia tertanam
dengan kuat dan mungkin tempat akar ini meneruskan impuls saraf dari satu silia
menunduk. Tekanan yang dirasa oleh silia akibat kontak dengan silia disebelahnya
yang beraturan. Gerakan silia adalah antara 10-20 kali perdetik pada temperatur
Selimut mukus atau palut lendir merupakan lembaran tipis, kental, elastis,
dan bertegangan permukaan yang cukup tinggi yang menutupi seluruh permukaan
kavitas nasi propia, faring, tuba, kavitas timpanika dan seluruh pohon bronkial.
Selimut ini dibentuk oleh kelenjar serous, kelenjar mukus dan sel piala pada
mukosa yang ditutupinya. Selimut mukus ini tersusun oleh 1-2% garam, 2,5-3%
musin, dan sisanya adalah air; dengan PH ± 7 atau sedikit asam. Pada selimut ini
(Heilger,2005;Watelet et al.,2002)
Palut lendir terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan yang meliputi batang
silia dan mikrovili (sol layer) yang disebut lapisan perisilia. Lapisan ini lebih tipis
dan kurang lengket. Yang kedua adalah lapisan superfisial yang lebih kental (gel
layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya. Lapisan
superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang
Cairan perisilia mengandung glikoprotein mukus, protein serum dan protein sekresi
dengan berat molekul lebih rendah. Lapisan ini sangat berperan penting pada gerakan
silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, selain itu denyutan silia
terjadi di dalam cairan ini. Keseimbangan cairan di atur oleh elektrolit. Penyerapan diatur
oleh transport aktif natrium (Na) dan sekresi digerakkan oleh klorida (Cl). Tingginya
permukaan cairan perisilia ditentukan oleh keseimbangan antara kedua elektrolit ini, dan
derajat permukaan ini menentukan kekentalan palut lendir.
Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung glikoprotein
dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan atau bersin. Lapisan ini berfungsi
sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban, gas atau aerosol yang
silia dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transport mukosiliar
hidung. Pada keadaan normal cairan perisilia sedikit lebih rendah dibanding ujung
dangkal maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang perisilia.
Sebaliknya pada keadaan peningkatan cairan perisilia maka ujung silia tidak akan
sistem yang bekerja secara simultan, yaitu gerakan silia dan palut lendir. TMSH
yang baik sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini macet atau
terganggu maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan menembus
Dikatakan bahwa gerakan-gerakan silia seperti gerakan lengan seorang perenang gaya
bebas yang terdiri atas gerakan cepat ke depan (rapid forward beat) atau disebut dengan
effective stroke dan gerakan kembali yang sifatnya lambat (recovery stroke). Gerakan
efektif adalah pada saat silia ekstensi penuh, sewaktu silia dapat mencapai lapisan mukus
diatas lapisan perisilia dan mendorong lapisan mukus ini ke arah nasofaring. Sedangkan
pada recovery stroke, ujung silia tidak mencapai lapisan mukus.(Mygind,1993)
Pada dinding lateral rongga hidung terdapat dua jalur TMSH. Jalur
pertama berasal dari sekret sinus frontal, maksila dan etmoid yang dialirkan ke
berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid yang bergabung dengan resesus
orificium tuba Eustachius. Dari nasofaring mukus turun ke bawah karena gaya
mukosiliar adalah fungsi silia, struktur epitel, sifat dan kualitas palut lendir, serta
akibat kelainan primer dan sekunder. Kelainan primer berupa diskinesia silia
primer (sindrom Kartagener, sindrom silia Immotil, sindrom Young) dan fibrosis
mempengaruhi TMSH atau frekuensi denyut silia (FDS) adalah faktor fisiologis,
polusi udara / rokok, kelainan kongenital, rinitis alergi, infeksi virus / bakteri,
Kelainan Kongenital
abnormal, sel-sel basal abnormal, dan aplasia silia. Kelainan ini jarang dijumpai,
dynein adalah 6,1 Hz, pada defek jari-jari radial adalah 9,6 Hz, dan pada
translokasi adalah 10,2 Hz. Tes sakarin pada pasien ini adalah lebih dari 60 menit.
Barlocco, seperti yang dilaporkan oleh Al-Rawi dalam penelitian ultrastuktur silia
pada 154 anak dengan infeksi saluran napas kronis / rekuren terdapat 18 %
genetik ini merupakan contoh diskinesia silia primer, dimana terlihat kekurangan
sebagian atau seluruh lengan dynein luar / dalam. Akibatnya terjadi gangguan
yang sangat serius pada koordinasi gerakan silia serta disorientasi arah pukulan /
denyut. Sering juga disebut dengan sindrom silia immotil. Gangguan pada TMSH
dan FDS menyebabkan infeksi kronis dan berulang, sehingga terjadi bronkiektasi
dan sinusitis. Dengan mekanisme yang sama juga terjadi gangguan gerak pada
ekor sperma, sehingga terjadi infertilitas. Dekstrokardia hanya dijumpai pada 50
% kasus.(Heilger,2005;Al-Rawi et al.,1998)
yang dihubungkan dengan sinusitis kronis atau rekuren. Ultrastruktur silia pada
dari palut lendir. FDS terlihat normal, tetapi terdapat pemanjangan waktu sakarin /
TMSH.(Ballenger,2003;Heilger,2005)
Lingkungan
Silia selalu ditutupi oleh lapisan lendir agar tetap aktif. FDS bekerja
Kekeringan akan cepat merusak silia. FDS dipengaruhi oleh dehidrasi, hiperoksia,
memperlambat gerakan silia, dan oksigen yang banyak dapat menaikkan FDS
sampai dengan 30-50 %. Asap rokok pada binatang percobaan terlihat merugikan
perokok dan non-perokok. Debu tidak berbahaya pada TMSH, kecuali zat yang
berbahaya yang menempel di atas permukaannya seperti pada industri kayu dan
mendapatkan waktu TMSH yang lebih tinggi secara bermakna dibanding kontrol.
Rerata waktu TMSH pekerja adalah 12,16 menit (SD 4,05) dibandingkan
dari hasil pengukuran TMSH dan FDS pada pasien alergi dan kontrol. Pada
Fisiologis
TMSH berdasarkan umur, jenis kelamin atau posisi saat tes. Penelitian Ho dkk,
2001 pada orang sehat dengan rentang umur yang lebih lebar menghasilkan
Obat-obatan
dan EDTA terbukti membahayakan epitel saluran napas dan bersifat siliotoksik.
Obat dekongestan topikal juga telihat dapat menghambat fungsi silia.
dapat menyebabkan toksisitas silia pada percobaan binatang, tetapi tidak terbukti
pada manusia. Lidokain topikal dapat menurunkan FDS pada binatang percobaan,
(Waguespack,1995;Rautiainen,1994)
itraconazole dari 0.25 % menjadi 1 % dapat menurunkan aktivitas silia dari 8 jam
konsentrasi betadin dua kali lipat. Hasil ini mengindikasikan bahwa pemakaian
obat-obat topikal antibiotik dan anti jamur khususnya pada konsentrasi tinggi
aktivitas silia tetapi dapat merangsang pembentukan palut lendir. Obat kolinergik
(Waguespack,1995)
fungsi mukosiliar secara lokal. Jika permukaan mukosa yang saling berhadapan
menjadi lebih mendekat atau bertemu satu sama lain, maka aktivitas silia akan
terhenti. Septum deviasi, polip, konka bulosa atau kelainan stuktur lain di daerah
antara kedua lubang hidung dengan septum deviasi. Mereka mendapatkan waktu
TMSH pada rongga hidung yang cekung (16,5 ± 8,06)menit, sedangkan rongga
signifikan antara waktu TMS hidung yang tersumbat dengan yang tak tersumbat.
Slater dkk,1996 dalam penelitiannya pada pasien dengan polip nasal didapatkan
dari 9 pasien, hanya 3 yang waktu TMSH memanjang, dan hanya 1 pasien dengan
perlambatan FDS.
Infeksi
Di samping itu virus juga menigkatkan kekentalan mukus, kematian silia, dan
mukosa, terlepasnya sel-sel radang, dan perubahan pH. Endotoksin dari bakteri
serta enzim proteolitik yang dihasilkan oleh netrofil diketahui dapat menurunkan
FDS.(Waguespack,1995;Rautiainen,1994)
menyebabkan hipoksia. Hal ini akan memicu pertumbuhan bakteri di sinus dan
penurunan kadar oksigen saja tidak mempengaruhi silia, kecuali juga diikuti oleh
partikel, baik yang larut dalam air maupun yang tidak. Zat yang bisa larut dalam
air contohnya sakarin, obat topikal atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut
semisal lamp black, colloid sulfur, 600-ug alumunium disc atau substansi
radioaktif seperti human serum albumin, tagged resin particle, teflon, bismuth
serbuk arang, spora jamur, butiran kaca, atau baja dan air raksa. Waktu/kecepatan
(Waguespack,1995)
mukosiliar hidung. Selain tes ini sederhana, tidak mahal, dan noninvasif. Uji ini
paling sering digunakan dalam skrining yang sangat berguna dalam menilai
adanya gangguan motilitas silia. Pada suatu penelitian yang telah dilakukan
dengan cara membandingkan tes sakarin dengan partikel radioaktif dan cakram
aluminium 600-ug menunjukkan tes sakarin adalah tes yang akurat jika
dalam larutan buffer dan dilihat di bawah mikroskop. FDS pada orang normal
tahun 1974 dan dilakukan dengan cara yang sama sampai saat ini. Partikel sakarin
atau sodium saccharinate diletakkan pada 0,5 cm dibelakang ujung anterior dari
Subyek diinstruksikan untuk duduk dengan tenang dan tidak bersin atau
mendengus. Subyek diminta untuk menelan ludah setiap 30 detik dan melaporkan
bila ada perubahan. Waktu dihitung pada saat subyek merasakan adanya rasa
manis yang disebabkan oleh karena partikel sakarin telah mencapai pangkal lidah.
lambat, dan 16 sampai 28 adalah lambat sekali. Lebih dari 28 menit diasosiasikan
dengan adanya kerusakan permanen dan bersifat irreversibel. Jika pasien tidak
waktu TMSH untuk Indonesia untuk saat ini sangat jarang sekali, Iswadi
2.3.1. Definisi
Septum hidung terdiri dari tulang rawan terletak di garis tengah dan
berfungsi untuk menyokong dorsum nasi dan membagi rongga hidung menjadi 2
bagian, jika septum tidak lurus dan tidak berada ditengah hidung, maka disebut
septum deviasi.(Ballenger,2003)
(Sumber: www.geogiahealthinfo.gov)
2.3.2. Insiden
2112 orang dewasa dan mendapatkan 37% mengalami septum deviasi. Kwang
mendapatkan septum deviasi pada 22 kasus (30.1%) tanpa adanya kelainan polip.
Data Instalasi Bedah Sentral menunjukkan pada tahun 2005 sebanyak 14 pasien
(4.6%) septum deviasi menjalani operasi septum reseksi dari seluruh pasien THT
Penyebab paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir,
septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap.
Pada pasien dengan septum deviasi, banyak yang tidak teradapat adanya
riwayat trauma. Gray menerangkan hal ini dengan teori birth moulding. Postur
dan rahang atas. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran pada septum.
Bila septum deviasi ringan, kadang tidak terdapat gejala. Bila septum
Kongesti nasal
Epistaksis
2.3.5. Klasifikasi
Mladina membuat klasifikasi mengenai septum deviasi sebagai berikut :
Tipe I : terdapatnya unilateral crest yang tidak mengganggu fungsi dari rongga
hidung.
crest
Tipe III : satu unilateral crest pada ujung atas konka media hidung
Tipe IV : terdapat dua crest, satu pada ujung atas konka media, satu berada
Tipe V : unilateral ridge pada dasar septum, sedang sisi septum lainnya lurus
pada sisi lainnya terdapat ridge dan asimetri dari rongga hidung.
Grade I : septum deviasi yang tidak menyentuh struktur dinding lateral hidung
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis pada umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
(Ballenger,2003)
2.3.7. Penatalaksanaan
septum. Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada penderita dengan
(Soetjipto,2007)