Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Miasis adalah istilah yang digunakan untuk adanya infeksi pada organ atau
jaringan tubuh manusia atau hewan oleh larva-larva lalat (maggot). Untuk suatu
periode tertentu, larva-larva itu memakan jaringan yang hidup atau mati atau
makanan yang sudah dicerna oleh inang. Miasis banyak ditemukan pada hewan,
tetapi sangat jarang pada manusia. Investasi larva lalat pada manusia dapat terjadi
apabila seseorang menelan buah atau makanan yang kebetulan mengandung telur atau
larva lalat atau juga dapat terjadi pada orang-orang yang hidup didaerah kumuh dan
kotor.
Berbagai istilah miasis yang terjadi pada mamalia disesuaikan dengan lokasi
tempat terjadinya infestasi larva lalat. Sebagai contoh, dalam tubuh hewan atau
manusia dapat terjadi miasis lambung, miasi perut, miasis dubur, miasis saluran
kencing, miasis telinga, miasis mata, miasis kulit, miasis hidung
Myasis hidung ialah terdapatnya infestasi larva (belatung = ulat ) dari lalat
pada hidung manusia. Penyakit ini sering ditemukan pada negara-negara masyarakat
golongan sosial ekonomi rendah. Diantara lalat penyebab myasis di dunia, lalat
Chrysomya bezziana mempunyai nilai medis yang penting karena bersifat obligatif
parasit.Infestasi myasis pada jaringan akan mengakibatkan berbagai gejala tergantung
pada lokasi yang dikenai. Larva yang menyebabkan myasis dapat hidup sebagai
parasit di kulit,jaringan subkutan, soft tissue, mulut, traktus gastrointestinal, sistem
urogenital,hidung,telinga dan mata. Higiene yang buruk dan bekerja pada daerah
yang terkontaminasi, melatar belakangi infestasi parasit ini. Manifestasi klinik
termasuk pruritus, nyeri, inflamasi, demam, eosinofilia dan infeksi sekunder. Penyakit
ini jarang menyebabkan kematian.
Myasis hidung merupakan kasus yang jarang ditemukan dan di Indonesia
tidak banyak dipublikasikan. Dari beberapa kasus yang pernah dilaporkan, masih
belum ada keseragaman dalam mengelola kasus myasis.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
A. ANATOMI HIDUNG
1. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)

Gambar 1.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis

pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan
menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar),
antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada
bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

Superior : os frontal, os nasal, os maksila

Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor
dan kartilago alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi
fleksibel.
Perdarahan :
1. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.
Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris
interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. Angularis (cabang dari A. Fasialis)
Persarafan :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
2. Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang
membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini
berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa
kranial media. Batas batas kavum nasi :

Posterior : berhubungan dengan nasofaring

Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale


dan sebagian os vomer

Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,


bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap.
Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra
dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,
jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri
dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna =
kolumela.

Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os


etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang
etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.
Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfenoetmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka
nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina
yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan
cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa
yang berjalan bersama sama arteri.
Persarafan :
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N.
Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.
3. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat
pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel sel goblet. Pada
bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang
terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa
berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel
goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.
Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke
arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan
dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam
rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret
terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia
dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan
obat obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan
tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk
oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah
mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
B. Fisiologi hidung
1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara
ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan
kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian
depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran
dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara
yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah


di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga
radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara
setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung


Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh :

Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

Silia

Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.

4. Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel
bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
menarik nafas dengan kuat.
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung
akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana
rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran
udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan
refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi
kelenjar liur, lambung dan pankreas.

BAB III
MYASIS HIDUNG
Myasis adalah infestasi larva lalat ke dalam suatu jaringan hidup termasuk
manusia. Myasis hidung ialah terdapatnya infestasi larva (belatung = ulat ) dari lalat
pada hidung manusia. Penyakit ini sering ditemukan pada negara-negara masyarakat
golongan sosial ekonomi rendah. Diantara lalat penyebab myasis di dunia, lalat
Chrysomya bezziana mempunyai nilai medis yang penting karena bersifat obligatif
parasit.Infestasi myasis pada jaringan akan mengakibatkan berbagai gejala tergantung
pada lokasi yang dikenai. Larva yang menyebabkan myasis dapat hidup sebagai
parasit di kulit,jaringan subkutan,soft tissue,mulut,traktus gastrointestinal,sistem
urogenital,hidung,telinga dan mata. Higiene yang buruk dan bekerja pada daerah
yang terkontaminasi, melatar belakangi infestasi parasit ini. Manifestasi klinik
termasuk pruritus,nyeri,inflamasi,demam,eosinofilia dan infeksi sekunder. Penyakit
ini jarang menyebabkan kematian.
Myasis hidung merupakan kasus yang jarang ditemukan dan di Indonesia tidak
banyak dipublikasikan. Dari beberapa kasus yang pernah dilaporkan, masih belum
ada keseragaman dalam mengelola kasus myasis. Ada yang dengan manipulasi ringan
tanpa menggunakan zat-zat yang berbahaya, tetapi juga ada yang menggunakan zatzat yang cukup berbahaya seperti premium dan sebagainya.
KARAKTERISTIK Chrysomya bezziana
Chrysomya bezziana adalah serangga yang termasuk dalam famili
Calliphoridae,ordo diptera,subordo Cyclorrapha ,kelas Insecta. Lalat dewasa
berukuran sedang berwarna biru atau biru kehijauan dan berukuran 8-10mm, bergaris
gelap pada thoraks dan pada abdomen bergaris melintang. Larva mempunyai kait-kait

dibagian mulutnya berwarna coklat tua atau coklat orange. Lalat dewasa meletakkan
telurnya pada jaringan hidup dan hewan berdarah panas yang hidup liar dan juga pada
manusia

misalnya

pada

luka,

lubang-lubang

pada

tubuh

seperti

mata,telinga,hidung,mulut dan traktus urogenital. Siklus hidup C.bezziana berkisar 915 hari dan lalat dewasa meletakkan rata-rata 150-200 telur setiap 2 atau 3 hari. Pada
suhu 300C setelah 12-18 jam, larva stadium I muncul dari dalam telur dan bergerak
dipermukaan luka atau pada jaringan yang basah. Larva ini berubah menjadi larva
stadium II setelah 30 jam dan larva stadium III setelah 4 hari. Larva stadium I
berwarna putih dan memiliki ukuran panjang 1,5mm, larva stadium II berukuran 4-9
mm dan larva stadium II berukuran 18mm. Larva menyerupai cacing yang
mempunyai 11 segmen dengan kait-kait anterior berlokasi pada segmen kedua dan
kait-kait posterior berlokasi pada segmen terakhir. Larva juga memiliki tanduk yang
dapat mengelilingi setiap segmen tubuhnya. Kait-kait anterior memiliki 4-6 bibir.
Larva stadium II dan III menembus jaringan hidup dari host dan hidup dari
jaringannya. Pada saat makan hanya kait-kait posterior yang tampak. Larva Stadium
III meninggalkan luka setelah makan dan berubah menjadi pupa dan kemudia lalat
dewasa .
GEJALA KLINIK
Sakit kepala,terutama daerah sekitar hidung.Hidung tersumbat diikuti rasa
sesuatu bergerak-gerak di dalam rongga hidung.Kadang-kadang disertai epistaksis.
PEMERIKSAAN
Tampak hidung bengkak, kemerahan sekitar mata dan sebagian muka bagian
atas.Pada kavum nasi tampak keropeng-keropeng dan ulat bergerak-gerak.Mukosa
hidung nekrotik,kadang-kadang perforasi septum nasi.Hidung berbau busuk.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisis dimana kadangkadang dapat ditemukan larva yang bergerak-gerak dalam hidung.

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan myasis adalah dengan menghilangkan faktor penyebab
myasis disertai mengeluarkan larva yang ada.Masih terdapat ketidak sesuaian
pendapat antara beberapa penulis tentang penanganan myasis. Terapi model kuno
dengan menggunakan obat insektisida (DDT) tetapi sangat membahayakan dan
sekarang telah ditinggalkan. Sebagian penulis menganjurkan pemberian reagen
tertentu (misalnya kloroform, premium) yang dapat melumpuhkan larva, kemudian
larva tersebut diambil satu persatu. Pendapat lain mengemukakan tindakan
pengambilan larva yang masih hidup tanpa pemberian reagen tertentu. Ada pula
pendapat untuk tindakan irigasi perhidrol 3% setiap hari dan pemberian analgetik
kuat. Tindakan operatif dengan melakukan nekrotomi merupakan tindakan alternatif
lain dengan sebelumnya daerah tersebut ditetesi kloroform.
Untuk mengetahui seberapa aman reagen yang dipergunakan perlu diketahui macammacamnya :
Kloroform
Kloroform dapat dipakai dalam terapi myasis secara tunggal maupun kombinasi
dengan bahan lain. Secara kimia rumus CHCL3 merupakan inhalan yang dapat
dipergunakan sebagai bahan anestesi umum.
Efek samping langsung yang sering terjadi antara lain :
1. Fibrilasi ventrikel
2. Inhibisi vagal
3. Depresi myocardium
Efek samping yang terjadi akibat pemakaian kloroform dalam waktu lama adalah
toxic hepatitis. Pemakaian kloroform 2% dalam waktu lama juga dapat menyebabkan
respirasi arrest.

Bensin (Premium)
Merupakan zat toksik pada tubuh manusia.Gejala yang terjadi berupa mual, muntah,
sakit kepala, penglihatan terganggu, mabuk, koma, depresi sentral dan depresi
pernapasan. Apabila terjadi keracunan secara kronis dapat terjadi sakit kepala kronis,
rasa logam dalam mulut, diare, anemia, paralise dan kejang serta kelainan tulang.
Perhidrol
Perhidrol atau secara kimia H2O2 merupakan larutan yang mempunyai kemampuan
menjadi H2O dan melepas O2. Dalam sediaan farmasi berupa H2O2 30% dan 100%
tetapi bersifat iritatif. Sediaan yang cukup aman berupa sediaan H2O2 3% meskipun
demikian masih ada rasa nyeri pada jaringan tubuh manusia. Perhidrol merubah
homeostasis sekitar larva sehingga larva berusaha keluar.
Untuk memastikan terapi yang tepat terhadap myasis perlu suatu penelitian invitro
yang mampu membunuh larva myasis tetapi tidak toksik terhadap tubuh manusia.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh balai penelitian veteriner Bogor
menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak heksan daging biji Srikaya (Annona
squamosa L) berpengaruh terhadap pertumbuhan larva C.bezziana.

KOMPLIKASI
Sering terjadi deformitas hidung berbentuk saddle nose. Perforasi septum nasi,
radang pada orbita dan ekstensi intrakranial. Kematian banyak disebabkan karena
sepsis dan meningitis

Anda mungkin juga menyukai