Anda di halaman 1dari 184

(LAMBANG NEGARA)

(Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun
2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157 pada Lampiran III)

BUPATI/WALI KOTA …
PROVINSI …

RANCANGAN
PERATURAN BUPATI/WALI KOTA ...
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG
… (nama wilayah yang direncanakan)
Catatan: disepakati tanpa menggunakan tahun perencanaan, apabila
mencantumkan tahun perencanaan perlu cermat melihat tahun
perencanaan dengan tahun pengundangan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI/WALI KOTA ...,

Bila RDTR diamanatkan langsung dalam RTRW dan substansi RDTR konsisten
dengan muatan RTRW:
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 angka 7
dan angka 10 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal ... Peraturan
Daerah Nomor ... Tahun ... tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota ...;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Bupati/Wali Kota tentang Rencana Detail Tata Ruang ...
(nama wilayah yang direncanakan);

atau

Bila RDTR diamanatkan langsung dalam RTRW dan sebagian substansi RDTR
berbeda dengan muatan RTRW:
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 angka 7 dan
angka 10 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan
Peraturan Bupati/Wali Kota tentang Rencana Detail Tata
Ruang ... (nama wilayah yang direncanakan);
atau

Bila RDTR tidak diamanatkan langsung Perda RTRW Kabupaten/Kota:


Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
DRAFT
yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara,
baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan
upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna,
dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah
penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah dapat
terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan
umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan
konstitusional Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; (landasan filosofis)
b. bahwa untuk meningkatkan iklim investasi dan
memberikan nilai tambah terhadap ruang wilayah
Kabupaten/Kota ..., diperlukan rencana detail tata ruang
yang memberikan kepastian hak dan kepastian hukum
yang berkeadilan bagi masyarakat dalam pemanfaatan
ruang; (landasan sosiologis)
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 angka 7
dan angka 10 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
(landasan yuridis)
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan
Peraturan Bupati/Wali Kota tentang Rencana Detail Tata
Ruang ... (nama wilayah yang direncanakan);

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
Catatan : Pemerintah daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas
perbantuan, perkada termasuk ke dalam
peraturan lain.
2. Undang-Undang … (Pembentukan Kabupaten/Kota);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
DRAFT
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633);
8. Peraturan Daerah Provinsi … Nomor … Tahun … tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ... (Lembaran
Daerah Provinsi … Tahun … Nomor …, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi … Nomor …);
9. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota … Nomor … Tahun …
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ...
(Lembaran Daerah Kabupaten/Kota … Tahun … Nomor …,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten/Kota … Nomor
…);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BUPATI/WALI KOTA TENTANG RENCANA
DETAIL TATA RUANG … (nama wilayah yang direncanakan).

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati/Wali Kota ini yang dimaksud
dengan:
1.
2.
DRAFT
Daerah adalah Kabupaten/Kota … .
Bupati adalah Bupati/Wali Kota ... .
3. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
5. Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah
kabupaten/kota yang dipimpin oleh Camat.
6. Distrik atau yang disebut dengan nama lain Kecamatan
adalah wilayah kerja kepala Distrik sebagai perangkat
daerah kabupaten/kota.
7. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat
kabupaten dalam wilayah kerja kecamatan.
8. Desa atau yang disebut dengan nama lain lembang,
selanjutnya disebut lembang, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik lndonesia.
9. Kampung atau yang disebut dengan nama lain Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan
nasional dan berada di daerah kabupaten/kota.
Catatan:
Pada angka 6, 8, dan 9 untuk definisi kecamatan, kelurahan,
desa diperlukan apabila terdapat penamaan lain. Ex:
Kecamatan/Distrik.
10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk hidup lain, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
11. Tata Ruang adalah wujud Struktur Ruang dan Pola
Ruang.
12. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
DRAFT
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki
hubungan fungsional.
13. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.
14. Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR
adalah hasil perencanaan tata ruang.
15. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang.
16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk
mewujudkan Struktur Ruang dan Pola Ruang sesuai
dengan RTR melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib Tata Ruang.
18. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang
selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara
rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR.
19. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat
RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata
ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan
PZ kabupaten/kota.
20. Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat WP
adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau Kawasan
Strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun
RDTR-nya, sesuai arahan atau yang ditetapkan didalam
RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
21. Sub Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat
SWP adalah bagian dari WP yang dibatasi dengan
batasan fisik dan terdiri atas beberapa Blok.
22. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan
karakteristik spesifik.
23. Sub-Zona adalah suatu bagian dari Zona yang memiliki
fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan
pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada Zona yang
bersangkutan.
24. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-
kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan
jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara
tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum
nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana
DRAFT
jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan
rencana kota.
25. Sub-Blok adalah pembagian fisik di dalam satu Blok
berdasarkan perbedaan sub zona.
Catatan: Pada angka 25 disesuaikan kebutuhan RDTRnya, jika
sampai Blok maka definisi Sub-Blok dihapus.
26. Zona Lindung adalah Zona yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan
dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan.
27. Zona Budi Daya adalah Zona yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia
dan sumber daya buatan.
28. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam,
dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis,
resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika.
29. Peraturan Zonasi yang selanjutnya disingkat PZ adalah
ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
Pemanfaatan Ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap Blok/Zona peruntukan yang
penetapan Zonanya dalam RDTR.
30. Teknik Pengaturan Zonasi adalah aturan yang disediakan
untuk mengatasi kekakuan aturan dasar di dalam
pelaksanaan pembangunan.
31. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang
selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara
rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR.
32. Forum Penataan Ruang adalah wadah di tingkat pusat
dan daerah yang bertugas untuk membantu Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dengan memberikan
pertimbangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
33. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang
termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau
pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.

BAB II
RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
DRAFT
Ruang Lingkup Peraturan Bupati/Wali Kota

Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Bupati/Wali Kota meliputi:
a. tujuan penataan WP;
b. rencana Struktur Ruang;
c. rencana Pola Ruang;
d. ketentuan Pemanfaatan Ruang;
e. PZ; dan
f. kelembagaan.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan

Pasal 3
(1) Delineasi WP (nama WP) ditetapkan sebagai WP ...
(kode WP: I/II/III/dst) berdasarkan aspek fungsional
dan/atau administrasi dengan luas … (terbilang) hektare.
(2) Batas WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sebelah utara berbatasan dengan …;
b. sebelah timur berbatasan dengan …;
c. sebelah selatan berbatasan dengan...; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan … .
(3) Delineasi WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. seluruh Kelurahan ... di Kecamatan ...; dan
b. sebagian Kelurahan ... di Kecamatan … .
(4) Delineasi WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi
menjadi … (terbilang) SWP terdiri atas:
a. SWP I.A mencakup sebagian Desa/Kelurahan ...
terdiri atas Blok I.A.1, Blok I.A.2, dst.;
b. SWP I.B mencakup sebagian Desa/Kelurahan ...
terdiri atas Blok I.B.1, Blok I.B.2, dst.; dan
c. SWP I.C mencakup sebagian Desa/Kelurahan ...
terdiri atas Blok I.C.1, Blok I.C.2, dst.
(5) Delineasi WP … sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:5.000
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.
(6) Pembagian SWP dan Blok pada WP … sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran II yang
DRAFT
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.
Catatan:
Penulisan WP menggunakan angka romawi, penulisan SWP
menggunakan huruf kapital, dan penulisan Blok menggunakan
angka. Contoh jika WP II, penulisan SWP II.A/SWP II.B/SWP
II.C dan penulisan Blok II.A.1.

BAB III
TUJUAN PENATAAN WILAYAH PERENCANAAN

Pasal 4
Tujuan penataan WP … sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a yaitu mewujudkan … .

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf b meliputi:
a. rencana pengembangan pusat pelayanan;
b. rencana jaringan transportasi; dan
c. rencana jaringan prasarana.
(2) Rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali
Kota ini.
Catatan:
● Pengaturan bersifat indikatif dapat disesuaikan apabila
tidak dibutuhkan maka tidak perlu dicantumkan.
● Rencana Struktur Ruang disesuaikan berdasarkan Permen
ATR/KBPN No. 11 Th. 2021 pada Lampiran IV.2 setiap
rencana struktur ruang yang berupa jaringan disebutkan
sebaran lokasinya berdasarkan SWP dan setiap rencana
struktur ruang yang berupa titik disebutkan sebaran
lokasinya berdasarkan Blok.
DRAFT
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

Pasal 6
(1) Rencana pengembangan pusat pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan;
b. sub pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan; dan
c. pusat pelayanan lingkungan.
(2) Pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di SWP … pada
Blok …, dan Blok ... .
(3) Sub pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di:
a. SWP … pada Blok …; dan
b. SWP … pada Blok … .
(4) Pusat pelayanan lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. pusat lingkungan kecamatan; dan
b. pusat lingkungan kelurahan/desa.
(5) Pusat lingkungan kecamatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a terdapat di SWP … pada Blok …
dan SWP … pada Blok … .
(6) Pusat lingkungan kelurahan/desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b terdapat di:
a. SWP … pada Blok …;
b. SWP … pada Blok …; dan
c. SWP … pada Blok … .
(7) Rencana pengembangan pusat pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.A yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Bagian Ketiga
Rencana Jaringan Transportasi

Pasal 7
(1) Rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b meliputi:
a. jalan umum;
b. jalan khusus;
c. jalan tol;
d. DRAFT
jalan masuk dan keluar terminal barang dan
penumpang;
e. jalan menuju moda transportasi umum;
f. jalan masuk dan keluar parkir;
g. terminal penumpang;
h. terminal barang;
i. jembatan timbang;
j. jembatan;
k. halte;
l. jaringan jalur kereta api antarkota;
m. jaringan jalur kereta api perkotaan;
n. jaringan jalur kereta api khusus;
o. stasiun kereta api;
p. alur-pelayanan sungai dan alur-pelayaran danau;
q. lintas penyeberangan;
r. pelabuhan sungai dan danau;
s. pelabuhan penyeberangan;
t. pelabuhan utama;
u. pelabuhan pengumpul;
v. pelabuhan pengumpan;
w. terminal umum;
x. terminal khusus;
y. pelabuhan perikanan;
z. bandar udara pengumpul;
aa. bandar udara pengumpan; dan
bb. bandar udara khusus.
(2) Rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.B yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali
Kota ini.

Paragraf 1
Jalan Umum

Pasal 8
(1) Jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf a meliputi:
a. jalan arteri primer;
b. jalan arteri sekunder;
c. jalan kolektor primer;
d. jalan kolektor sekunder;
e. jalan lokal primer;
f. jalan lokal sekunder;
DRAFT
g. jalan lingkungan primer; dan
h. jalan lingkungan sekunder.
Catatan:
klasifikasi jalan huruf e sampai dengan huruf h hanya
disebutkan lokasinya berdasarkan SWP saja, tidak
menyebutkan nama jalan atau nama ruas jalan.
(2) Jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...; dan
b. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... .
(3) Jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...; dan
b. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... .
(4) Jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...;
b. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...; dan
c. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... .
(5) Jalan kolektor sekunder sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi:
a. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... ;
b. jalan ... (nama jalan) melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...; dan
c. ruas jalan ... - ... (apabila tidak ada nama jalan)
melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ....
(6) Jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e melintas di SWP I.A, SWP I.B, dst.
(7) Jalan lokal sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f melintas di SWP I.A, SWP I.B, dst.
(8) Jalan lingkungan primer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g melintas di SWP I.A, SWP I.B, dst.
(9) Jalan lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h melintas di SWP I.A, SWP I.B, dst.
DRAFT
Paragraf 2
Jalan Khusus

Pasal 9
Jalan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf b berupa ruas jalan ...-… melintas di SWP … .

Paragraf 3
Jalan Tol

Pasal 10
(1) Jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf c meliputi:
a. jalan tol ... - ... melintas di SWP ...; dan
b. jalan tol ... - ... melintas di SWP ... .
Catatan: Pengaturan jalan tol untuk jalan tol yang sudah pasti.
(2) Trase jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b bersifat indikatif dan perwujudannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait.
Catatan: Pengaturan jalan tol apabila belum ada trasenya
sesuai contoh ayat (2).

Paragraf 4
Jalan Masuk dan Keluar Terminal Barang dan Penumpang

Pasal 11
Jalan masuk dan keluar terminal barang dan penumpang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d
meliputi:
a. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ...;
b. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ...; dan
c. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ... .

Paragraf 5
Jalan Menuju Moda Transportasi Umum

Pasal 12
Jalan menuju moda transportasi umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e meliputi:
a. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ...;
b. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ...; dan
c. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ... .
DRAFT
Paragraf 6
Jalan Masuk dan Keluar Parkir

Pasal 13
Jalan masuk dan keluar parkir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf f meliputi:
a. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ...;
b. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ...; dan
c. ruas jalan ... -... melintas di SWP ..., SWP ..., dan ....

Paragraf 7
Terminal Penumpang

Pasal 14
(1) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf g meliputi:
a. terminal penumpang tipe A;
b. terminal penumpang tipe B; dan
c. terminal penumpang tipe C.
(2) Terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di
SWP ... pada Blok ...; dan
b. terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di
SWP ... pada Blok ... .
(3) Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di
SWP ... pada Blok ...; dan
b. terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di
SWP ... pada Blok ... .
(4) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di
SWP ... pada Blok ...; dan
b. terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di
SWP ... pada Blok ... .

Paragraf 8
Terminal Barang

Pasal 15
Terminal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf h meliputi:
a. DRAFT
terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di SWP
... pada Blok ...; dan
b. terminal ... (nama terminal, apabila ada namanya) di SWP
... pada Blok ... .

Paragraf 9
Jembatan Timbang

Pasal 16
Jembatan timbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf i terdapat di SWP … pada Blok …, Blok …, dan Blok
….

Paragraf 10
Jembatan

Pasal 17
Jembatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf j meliputi:
a. jembatan ... (nama jembatan) di SWP ... pada Blok ...; dan
b. jembatan di SWP ... pada Blok ... . (apabila tidak ada
nama jembatan)

Paragraf 11
Halte

Pasal 18
Halte sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf k
terdapat di:
a. SWP ... pada Blok …, dan Blok …; dan
b. SWP ... pada Blok …, dan Blok … .

Paragraf 12
Jaringan Jalur Kereta Api Antarkota

Pasal 19
(1) Jaringan jalur kereta api antarkota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf l meliputi:
a. jaringan jalur kereta api antarkota ... - ... melintas di
SWP ..., SWP ..., dst; dan
b. jaringan jalur kereta api antarkota ... - ... melintas di
SWP ..., SWP ..., dst.
DRAFT
Catatan: Pengaturan jaringan jalur kereta api antarkota yang
sudah diamanatkan dalam RIPPNAS.
(2) Jaringan jalur kereta api antarkota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b bersifat indikatif dan
perwujudannya ditetapkan berdasarkan kajian teknis
dan kebijakan dari instansi terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Catatan: Pengaturan jaringan jalur kereta api antarkota pada
ayat (2) apabila tidak diamanatkan dalam RIPPNAS.

Paragraf 13
Jaringan Jalur Kereta Api Perkotaan

Pasal 20
(1) Jaringan jalur kereta api perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf m meliputi:
a. jalur monorel;
b. jalur kereta rel listrik;
c. jalur MRT (mass rapid transit); dan
d. jalur LRT (light rapid transit).
(2) Jalur monorel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(3) Jalur kereta rel listrik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(4) Jalur MRT (mass rapid transit) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... .
(5) Jalur LRT (light rapid transit) sebagaimana dimaksud
pada pada ayat (1) huruf d melintas di SWP ..., SWP ...,
dan SWP ... .
(6) Jaringan jalur kereta api perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf … bersifat indikatif dan
perwujudannya ditetapkan berdasarkan kajian teknis
dan kebijakan dari instansi terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Catatan: Pengaturan jaringan jalur kereta api perkotaan pada
ayat (6) apabila tidak diamanatkan dalam RIPPNAS.

Paragraf 14
Jaringan Jalur Kereta Api Khusus

Pasal 21
DRAFT
Jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf n melintas di SWP ..., SWP ...,
dan SWP ... .

Paragraf 15
Stasiun Kereta Api

Pasal 22
(1) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf o meliputi:
a. stasiun penumpang besar;
b. stasiun penumpang sedang;
c. stasiun penumpang kecil;
d. stasiun barang; dan
e. stasiun operasi.
(2) Stasiun penumpang besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. stasiun ... (nama stasiun) di SWP .. pada Blok ... dan
Blok …; dan
b. stasiun ... (nama stasiun) di SWP .. pada Blok ... dan
Blok … .
(3) Stasiun penumpang sedang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. stasiun … (nama stasiun) di SWP … pada Blok ... dan
Blok …; dan
b. stasiun … (nama stasiun) di SWP … pada Blok ... dan
Blok … .
(4) Stasiun penumpang kecil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. stasiun … (nama stasiun) di SWP … pada Blok ... dan
Blok …; dan
b. stasiun … (nama stasiun) di SWP … pada Blok ... dan
Blok … .
(5) Stasiun barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
b. SWP ... pada Blok ... dan Blok ... .
(6) Stasiun operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok …; dan
b. SWP ... pada Blok ... dan Blok …
(7) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf … bersifat indikatif dan perwujudannya ditetapkan
berdasarkan kajian teknis dan kebijakan dari instansi
DRAFT
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Catatan:
1. Pengaturan stasiun kereta api pada ayat (7) apabila tidak
diamanatkan sesuai peraturan perundang-undangan.
2. Stasiun kereta api yang bersifat indikatif hanya
digambarkan pada struktur ruang dan tidak digambarkan
pada pola ruang.

Paragraf 16
Alur-Pelayaran Sungai dan Alur-Pelayaran Danau

Pasal 23
(1) Alur-pelayaran sungai dan alur-pelayaran danau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf p
meliputi:
a. alur-pelayaran kelas I;
b. alur-pelayaran kelas II; dan
c. alur-pelayaran kelas III.
(2) Alur-pelayaran kelas I sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(3) Alur-pelayaran kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(4) Alur-pelayaran kelas III sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .

Paragraf 17
Lintas Penyeberangan

Pasal 24
(1) Lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf q meliputi:
a. lintas penyeberangan antarnegara;
b. lintas penyeberangan antarprovinsi;
c. lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam
provinsi;
d. lintas penyeberangan dalam kabupaten; dan
e. lintas penyeberangan dalam kota.
(2) Lintas penyeberangan antarnegara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a melintas di SWP ...,
SWP ..., dan SWP ... .
(3) Lintas penyeberangan antarprovinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b melintas di SWP ...,
SWP ..., dan SWP ... .
DRAFT
(4) Lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(5) Lintas penyeberangan dalam kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d melintas di SWP ...,
SWP ..., dan SWP ... .
(6) Lintas penyeberangan dalam kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e melintas di SWP ...,
SWP ..., dan SWP ... .

Paragraf 18
Pelabuhan Sungai dan Danau

Pasal 25
(1) Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf r meliputi:
a. pelabuhan sungai dan danau utama;
b. pelabuhan sungai dan danau pengumpul; dan
c. pelabuhan sungai dan danau pengumpan.
(2) Pelabuhan sungai dan danau utama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP … pada
Blok ... dan Blok … .
(3) Pelabuhan sungai dan danau pengumpul sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok … .
(4) Pelabuhan sungai dan danau pengumpan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok … .

Paragraf 19
Pelabuhan Penyeberangan

Pasal 26
(1) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf s meliputi:
DRAFT
a. pelabuhan penyeberangan kelas I;
b. pelabuhan penyeberangan kelas II; dan
c. pelabuhan penyeberangan kelas III.
(2) Pelabuhan penyeberangan kelas I sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok … .
(3) Pelabuhan penyeberangan kelas II sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP … pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok … .
(4) Pelabuhan penyeberangan kelas III sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP … pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok … .

Paragraf 20
Pelabuhan Utama

Pasal 27
Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf t meliputi:
a. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada Blok ...
dan Blok …; dan
b. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP … pada Blok ...
dan Blok ... .

Paragraf 21
Pelabuhan Pengumpul

Pasal 28
Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf u meliputi:
a. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada Blok ...
dan Blok ... ; dan
b. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada Blok ...
dan Blok ... .
DRAFT
Paragraf 22
Pelabuhan Pengumpan

Pasal 29
(1) Pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf v meliputi:
a. pelabuhan pengumpan regional; dan
b. pelabuhan pengumpan lokal.
(2) Pelabuhan pengumpan regional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok … .
(3) Pelabuhan pengumpan lokal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP … pada
Blok ... dan Blok …; dan
b. Pelabuhan ... (nama pelabuhan) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok … .

Paragraf 23
Terminal Umum

Pasal 30
Terminal umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf w meliputi:
a. Terminal ... (nama terminal) di SWP … pada Blok ... dan
Blok ..; dan
b. terminal umum di SWP ... pada Blok ... dan Blok ... .
Catatan: apabila tidak ada nama terminal maka
format/klausul seperti contoh huruf b ini berlaku
untuk seluruh .

Paragraf 24
Terminal Khusus

Pasal 31
Terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf x meliputi:
a. terminal khusus untuk kegiatan ... di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ...; dan
b. terminal khusus untuk kegiatan ... di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ... .
DRAFT
Paragraf 25
Pelabuhan Perikanan

Pasal 32
(1) Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf y meliputi:
a. pelabuhan perikanan samudera;
b. pelabuhan perikanan nusantara;
c. pelabuhan perikanan pantai; dan
d. pangkalan pendaratan ikan.
(2) Pelabuhan perikanan samudera sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf ... terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ..; dan
b. SWP ... pada Blok ... dan Blok ... .
(3) Pelabuhan perikanan nusantara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf ... terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ..; dan
b. SWP ... pada Blok ... dan Blok ... .
(4) Pelabuhan perikanan pantai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf ... terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ..; dan
b. SWP … pada Blok ... dan Blok ... .
(5) Pangkalan pendaratan ikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf ... terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ..; dan
b. SWP … pada Blok ... dan Blok ... .

Paragraf 26
Bandar Udara Pengumpul

Pasal 33
(1) Bandar udara pengumpul sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf z meliputi:
a. bandar udara pengumpul skala pelayanan primer;
b. bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder;
dan
c. bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier.
(2) Bandar udara pengumpul skala pelayanan primer
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP … pada
Blok ... dan Blok ..; dan
b. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ... .
DRAFT
(3) Bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ..; dan
b. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ... .
(4) Bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP .. pada
Blok ... dan Blok ..; dan
b. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP .. pada
Blok ... dan Blok ... .

Paragraf 27
Bandar Udara Pengumpan

Pasal 34
Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf aa meliputi:
a. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP … pada
Blok ... dan Blok ..; dan
b. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ... .

Paragraf 28
Bandar Udara Khusus

Pasal 35
Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf bb terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ..; dan
b. SWP … pada Blok ... dan Blok ... .

atau

Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


ayat (1) huruf bb meliputi:
a. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP … pada
Blok ... dan Blok ..; dan
b. Bandar Udara ... (nama bandar udara) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ... .

Bagian Keempat
Rencana Jaringan Prasarana
DRAFT
Paragraf 1
Umum

Pasal 36
Rencana jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf c meliputi:
a. rencana jaringan energi;
b. rencana jaringan telekomunikasi;
c. rencana jaringan sumber daya air;
d. rencana jaringan air minum;
e. rencana pengelolaan air limbah dan pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3);
f. rencana jaringan persampahan;
g. rencana jaringan drainase; dan
h. rencana jaringan prasarana lainnya.

Paragraf 2
Rencana Jaringan Energi

Pasal 37
(1) Rencana jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 huruf a meliputi:
a. infrastruktur minyak dan gas bumi;
b. jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
fasilitas produksi-kilang pengolahan;
c. jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
fasilitas produksi-tempat penyimpanan;
d. jaringan yang menyalurkan gas bumi dari kilang
pengolahan–konsumen;
e. infrastruktur pembangkitan listrik dan sarana
pendukung;
f. jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem;
g. jaringan distribusi tenaga listrik;
h. jaringan pipa/kabel bawah laut penyaluran tenaga
listrik; dan
i. gardu listrik.
(2) Infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. sarana penyimpanan bahan bakar terdapat di SWP …
pada Blok …; dan
b. sarana pengolahan hasil pembakaran terdapat di:
1. SWP … pada Blok …, Blok …, dan Blok …; dan
2. SWP … pada Blok …, Blok …, dan Blok … .
(3)
fasilitas
DRAFT
Jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
produksi-kilang pengolahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. jaringan yang menyalurkan minyak bumi dari fasilitas
produksi-kilang pengolahan melintas di SWP …, SWP
…, dan SWP …; dan
b. jaringan yang menyalurkan gas bumi dari fasilitas
produksi-kilang pengolahan melintas di SWP …, SWP
…, dan SWP … .
(4) Jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari
fasilitas produksi-tempat penyimpanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c melintas di SWP ...,
SWP ..., dan SWP ... .
(5) Jaringan yang menyalurkan gas bumi dari kilang
pengolahan–konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(6) Infrastruktur pembangkitan listrik dan sarana
pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi:
a. pembangkit listrik tenaga air (PLTA) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di SWP ...
pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) … (apabila
ada nama) di SWP ... pada Blok ... dan Blok ... .
b. pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di SWP ...
pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) … (apabila
ada nama) di SWP ... pada Blok ... dan Blok ... .
c. pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di SWP ...
pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) … (apabila
ada nama) di SWP … pada Blok ... dan Blok ... .
d. pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di SWP ...
pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) …
(apabila ada nama) di SWP ... pada Blok ... dan
Blok ... .
e. pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di SWP ...
pada Blok ... dan Blok …; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ...
(apabila ada nama) di SWP … pada Blok ... dan
DRAFT
Blok ... .
f. pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di SWP ...
pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) …
(apabila ada nama) di SWP ... pada Blok ... dan
Blok ... .
g. pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di SWP ...
pada Blok ... dan Blok …; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) …
(apabila ada nama) di SWP ... pada Blok ... dan
Blok ... .
h. pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di
SWP ... pada Blok ... dan Blok …; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) …
(apabila ada nama) di SWP ... pada Blok ... dan
Blok ... .
i. pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH)
meliputi:
1. pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di
SWP … pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) ... (apabila ada nama) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ... .
j. pembangkit listrik lainnya meliputi:
1. pembangkit listrik di SWP ... pada Blok ... dan
Blok ...; dan
2. Pembangkit Listrik ... (jenis/nama) di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ... .
(7) Jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. saluran udara tegangan ultra tinggi (SUTUT) melintas
di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
b. saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET)
melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
c. saluran udara tegangan tinggi (SUTT) melintas di SWP
..., SWP ..., dan SWP ...;
d. saluran udara tegangan tinggi arus searah (SUTTAS)
melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
e. kabel bawah tanah melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...; dan
f. saluran transmisi lainnya melintas di SWP ..., SWP ...,
dan SWP ... .
(8) DRAFT
Jaringan distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g meliputi:
a. saluran udara tegangan menengah (SUTM) melintas
di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
b. saluran udara tegangan rendah (SUTR) melintas di
SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
c. saluran kabel tegangan menengah (SKTM) melintas di
SWP ..., SWP ..., dan SWP ...; dan
d. saluran distribusi lainnya melintas di SWP ...,
SWP ..., dan SWP ... .
(9) Jaringan pipa/kabel bawah laut penyaluran tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h melintas di
SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(10) Gardu listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
i meliputi:
a. gardu induk meliputi:
1. gardu induk ... (nama GI) di SWP ... pada Blok ...
dan Blok ...; dan
2. gardu induk di SWP ... pada Blok ... dan Blok ... .
b. gardu hubung terdapat di:
1. SWP … pada Blok ... dan Blok ..; dan
2. SWP … pada Blok ... dan Blok ... .
c. gardu distribusi terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. SWP … pada Blok ... dan Blok ... .
(11) Rencana jaringan energi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.C yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali
Kota ini.

Paragraf 3
Rencana Jaringan Telekomunikasi

Pasal 38
(1) Rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf b meliputi:
a. jaringan tetap;
b. jaringan bergerak terestrial;
c. jaringan bergerak seluler; dan
d. jaringan bergerak satelit.
(2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
DRAFT
a. jaringan serat optik melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... .
b. telepon fixed line melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... .
c. sentral telepon otomat (STO) terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
d. rumah kabel terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. SWP … pada Blok ... dan Blok ...
e. kotak pembagi terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok …; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
f. pusat otomasi sambungan telepon terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok …; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
(3) Jaringan bergerak terestrial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. infrastruktur jaringan mikro digital terdapat di:
1. SWP ... pada Blok … dan Blok ...; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...
b. stasiun transmisi (sistem televisi) terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
(4) Jaringan bergerak seluler sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c berupa menara base transceiver station
(BTS) terdapat di:
a. SWP ... pada Blok … dan Blok …;
b. SWP … pada Blok ... dan Blok …; dan
c. SWP … pada Blok ... dan Blok … .
(5) Jaringan bergerak satelit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d berupa stasiun bumi terdapat di SWP ...
pada Blok … .
(6) Rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.D yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 4
Rencana Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 39
(1) DRAFT
Rencana jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 huruf c meliputi:
a. sistem jaringan irigasi;
b. sistem pengendalian banjir; dan
c. bangunan sumber daya air.
(2) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. jaringan irigasi primer melintas di SWP ..., SWP ...,
dan SWP ... ;
b. jaringan irigasi sekunder melintas di SWP ..., SWP ...,
dan SWP ... ;
c. jaringan irigasi tersier melintas di SWP ..., SWP ...,
dan SWP ... ; dan
d. Jaringan irigasi air melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ... .
(3) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. jaringan pengendalian banjir melintas di SWP ..., SWP
..., dan SWP ... .
b. bangunan pengendalian banjir terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. SWP … pada Blok …. dan Blok … .
(4) Bangunan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. pintu air terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok …; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
b. bendungan terdapat di:
1. SWP … pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
c. prasarana irigasi terdapat di:
1. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
2. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
(5) Rencana jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.E yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 5
Rencana Jaringan Air Minum

Pasal 40
(1) DRAFT
Rencana jaringan air minum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf d meliputi:
a. jaringan perpipaan; dan
b. bukan jaringan perpipaan.
(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. unit air baku meliputi:
1. bangunan pengambil air baku terdapat di:
a) SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b) SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
2. jaringan transmisi air baku melintas di SWP ...,
SWP ..., dan SWP ... .
b. unit produksi meliputi:
1. instalasi produksi terdapat di:
a) SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b) SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
2. bangunan penampung air terdapat di:
a) SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b) SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
3. jaringan transmisi air minum terdapat di:
a) SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b) SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
c. unit distribusi berupa jaringan distribusi pembagi
melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... ;
d. unit pelayanan meliputi:
1. sambungan langsung terdapat di:
a) SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b) SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
2. hidran umum terdapat di:
a) SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b) SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
3. hidran kebakaran terdapat di:
a) SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b) SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(3) Bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. sumur dangkal terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
b. sumur pompa terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
c. bak penampungan air hujan terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
DRAFT
d. terminal air terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
e. bangunan penangkap mata air terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(4) Rencana jaringan air minum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.F yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali
Kota ini.

Paragraf 6
Rencana Pengelolaan Air Limbah dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3)

Pasal 41
(1) Rencana pengelolaan air limbah dan pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana
dimaksud dalam pasal 36 huruf e meliputi:
a. sistem pengelolaan air limbah non domestik;
b. sistem pengelolaan air limbah domestik setempat;
c. sistem pengelolaan air limbah domestik terpusat; dan
d. sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3).
(2) Sistem pengelolaan air limbah non domestik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. jaringan sistem pengelolaan air limbah non domestik
melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...; dan
b. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah non
domestik terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(3) Sistem pengelolaan air limbah domestik setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. sub-sistem pengolahan setempat terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
b. sub-sistem pengolahan lumpur tinja terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(4) Sistem pengelolaan air limbah domestik terpusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. subsistem pelayanan;
DRAFT
b. subsistem pengumpulan; dan
c. subsistem pengolahan terpusat.
(5) Subsistem pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a meliputi:
a. pipa tinja melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
b. pipa non tinja melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...;
c. pipa persil melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
d. bak perangkap lemak dan minyak dari dapur terdapat
di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
e. bak kontrol terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
f. lubang inspeksi terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(6) Subsistem pengumpulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf b meliputi:
a. pipa retikulasi melintas di SWP ..., SWP ..., dan
SWP ...;
b. pipa induk melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ...;
dan
c. prasarana dan sarana pelengkap terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(7) Subsistem pengolahan terpusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf c meliputi:
a. IPAL kota terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
b. IPAL skala kawasan tertentu/permukiman terdapat
di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
c. IPAL komunal industri rumah tangga terdapat di:
1. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
2. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(8) Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
b. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
(9) DRAFT
Rencana pengelolaan air limbah dan pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.G yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 7
Rencana Jaringan Persampahan

Pasal 42
(1) Rencana jaringan persampahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf f meliputi:
a. stasiun peralihan antara (SPA);
b. tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, recycle
(TPS3R);
c. tempat penampungan sementara (TPS);
d. tempat pemrosesan akhir (TPA); dan
e. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST).
(2) Stasiun peralihan antara (SPA) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ..; dan
b. SWP ... pada Blok ... dan Blok … .
(3) Tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, recycle
(TPS3R) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Tempat penampungan sementara (TPS) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(5) Tempat pemrosesan akhir (TPA) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. tempat pemrosesan akhir (TPA) ... (apabila ada
nama) di SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b. tempat pemrosesan akhir (TPA) di SWP .. pada Blok
... dan Blok … .
(6) Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(7) Rencana jaringan persampahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
DRAFT
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.H yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 8
Rencana Jaringan Drainase

Pasal 43
(1) Rencana jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 huruf g meliputi:
a. jaringan drainase primer;
b. jaringan drainase sekunder;
c. jaringan drainase tersier;
d. jaringan drainase lokal;
e. bangunan peresapan (kolam retensi);
f. bangunan tampungan (polder); dan
g. bangunan pelengkap drainase.
(2) Jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(3) Jaringan drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(4) Jaringan drainase tersier sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(5) Jaringan drainase lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(6) Bangunan peresapan (kolam retensi) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(7) Bangunan tampungan (polder) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(8) Bangunan pelengkap drainase sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..; dan
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..
(9) Rencana jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran III.I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali
Kota ini.
Catatan:
DRAFT
1. Pengaturan apabila ada nama menggunakan format/klausul
'meliputi' dan tambahkan nama klasifikasi struktur ruang.
2. Pengaturan apabila tidak ada nama menggunakan
format/klausul 'terdapat di' dan hanya menyebutkan
sebaran lokasi.

Paragraf 9
Rencana Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 44
(1) Rencana jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 huruf h meliputi:
a. jalur evakuasi bencana;
b. tempat evakuasi;
c. jalur sepeda;
d. jaringan pejalan kaki;
e. pengaman pantai; dan
f. tanggul penahan longsor.
(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. jalan … melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP …; dan
b. ruas jalan … –… (apabila tidak ada nama) melintas di
SWP ..., SWP ..., dan SWP … .
(3) Tempat evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. titik kumpul;
b. tempat evakuasi sementara; dan
c. tempat evakuasi akhir.
(4) Titik kumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a meliputi:
a. lapangan/taman/halaman gedung ... (nama tempat)
di SWP ... pada Blok ...; dan
b. lapangan/taman/halaman gedung ... (nama tempat)
di SWP ... pada Blok ... .
(5) Tempat evakuasi sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b meliputi:
a. lapangan/taman/halaman gedung ... (nama tempat)
di SWP ... pada Blok ...; dan
b. lapangan/taman/halaman gedung ... (nama tempat)
di SWP ... pada Blok ... .
(6) Tempat evakuasi akhir sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c meliputi:
DRAFT
a. lapangan/taman/halaman gedung ... (nama tempat)
di SWP ... pada Blok ...; dan
b. lapangan/taman/halaman gedung ... (nama tempat)
di SWP ... pada Blok ... .
(7) Jalur sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c terdapat di:
a. jalan ... (nama jalan/ruas jalan arteri primer/arteri
sekunder/kolektor primer/kolektor sekunder) yang
melintas di SWP ..., SWP ..., dst; dan
b. jalan lokal primer/lokal sekunder/lingkungan
primer/lingkungan sekunder yang melintas di
SWP ..., SWP ..., dst.
Catatan:
1. Pengaturan jalur sepeda untuk JAP, JAS, JKP, dan JKS
disebutkan ruas jalan/nama jalan dan SWP.
2. Pengaturan jalur sepeda untuk jalan lingkungan dan
jalan lokal hanya disebutkan SWP saja.
(8) Jaringan pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d terdapat di:
a. jalan ... (nama jalan/ruas jalan arteri primer/arteri
sekunder/kolektor primer/kolektor sekunder) yang
melintas di SWP ..., SWP ..., dst; dan
b. jalan lokal primer/lokal sekunder/lingkungan
primer/lingkungan sekunder yang melintas di
SWP ..., SWP ..., dst.
Catatan:
1. Pengaturan jaringan pejalan kaki untuk JAP, JAS, JKP,
dan JKS disebutkan ruas jalan/nama jalan dan SWP.
2. Pengaturan jaringan pejalan kaki untuk jalan
lingkungan dan jalan lokal hanya disebutkan SWP
saja.
(9) Pengaman pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(10) Tanggul penahan longsor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f melintas di SWP ..., SWP ..., dan SWP ... .
(11) Rencana jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III.J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

BAB V
RENCANA POLA RUANG
DRAFT
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 45
(1) Rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf c meliputi:
a. Zona Lindung; dan
b. Zona Budi Daya.
(2) Rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:5.000
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Bagian Kedua
Zona Lindung

Pasal 46
Zona Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. Zona hutan lindung dengan kode HL;
b. Zona lindung gambut dengan kode LG;
c. Zona perlindungan setempat dengan kode PS;
d. Zona ruang terbuka hijau dengan kode RTH;
e. Zona konservasi dengan kode KS;
f. Zona hutan adat dengan kode ADT;
g. Zona lindung geologi dengan kode LGE;
h. Zona cagar budaya CB;
i. Zona ekosistem mangrove dengan kode EM; dan
j. Zona badan air dengan kode BA.

Paragraf 1
Zona Hutan Lindung

Pasal 47
(1) Zona hutan lindung dengan kode HL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf a dengan luas ….
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona hutan lindung
dengan kode HL.
(2) Sub-Zona hutan lindung dengan kode HL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas …. (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...;
b. SWP … pada Blok ... dan Blok ..; dan
(3)
DRAFT
c. SWP … pada Blok ... dan Blok … .
Sub-Zona hutan lindung dengan kode HL sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dengan luas ... (terbilang) hektare
direncanakan sebagai holding zone dengan pemanfaatan
ruangnya meliputi:
0. Sub-Zona badan jalan dengan kode HL/BJ dengan
luas ... (terbilang) hektare terdapat di SWP ... pada
Blok ... dan Blok ...;
a. dst.
(4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dilaksanakan setelah adanya keputusan dari
menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang
kehutanan.
(5) Pemanfaatan ruang zona hutan lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kehutanan.

Paragraf 2
Zona Lindung Gambut

Pasal 48
(1) Zona lindung gambut dengan kode LG sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dengan luas ….
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona lindung gambut
dengan kode LG.
(2) Sub-Zona lindung gambut dengan kode LG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas … (terbilang) hektare
terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …

Paragraf 3
Zona Perlindungan Setempat

Pasal 49
(1) Zona perlindungan setempat dengan kode PS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf c dengan
luas … (terbilang) hektare berupa Sub-Zona perlindungan
setempat dengan kode PS.
(2) Sub-Zona perlindungan setempat dengan kode PS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas …
(terbilang) hektare terdapat di:
DRAFT
a. SWP ... pada Blok … dan Blok ..;
b. SWP ... pada Blok ... dan Blok ...; dan
c. SWP … pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 4
Zona Ruang Terbuka Hijau

Pasal 50
(1) Zona Ruang Terbuka Hijau dengan kode RTH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf d dengan
luas …. (terbilang) hektare meliputi:
a. Sub-Zona rimba kota dengan kode RTH-1;
b. Sub-Zona taman kota dengan kode RTH-2;
c. Sub-Zona taman kecamatan dengan kode RTH-3;
d. Sub-Zona taman kelurahan dengan kode RTH-4;
e. Sub-Zona taman RW dengan kode RTH-5;
f. Sub-Zona taman RT dengan kode RTH-6;
g. Sub-Zona pemakaman dengan kode RTH-7; dan
h. Sub-Zona jalur hijau dengan kode RTH-8.
(2) Sub-Zona rimba kota dengan kode RTH-1 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas ... (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok … dan Blok ...;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ...; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona taman kota dengan kode RTH-2 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas ... (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona taman kecamatan dengan kode RTH-3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas
….. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(5) Sub-Zona taman kelurahan dengan kode RTH-4
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan
luas ….. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(6) DRAFT
Sub-Zona taman RW dengan kode RTH-5 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(7) Sub-Zona taman RT dengan kode RTH-6 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(8) Sub-Zona pemakaman dengan kode RTH-7 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(9) Sub-Zona jalur hijau dengan kode RTH-8 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 5
Zona Konservasi

Pasal 51
(1) Zona konservasi dengan kode KS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 huruf e dengan luas …. (terbilang)
hektare meliputi:
a. Sub-Zona cagar alam dengan kode CA;
b. Sub-Zona cagar alam laut dengan kode CAL;
c. Sub-Zona suaka margasatwa dengan kode SM;
d. Sub-Zona suaka margasatwa laut dengan kode SML;
e. Sub-Zona taman nasional dengan kode TN;
f. Sub-Zona taman hutan raya dengan kode THR;
g. Sub-Zona taman wisata alam dengan kode TWA;
h. Sub-Zona taman wisata alam laut dengan kode TWL;
i. Sub-Zona taman buru dengan kode TB;
j. Sub-Zona suaka pesisir dengan kode SPS;
k. Sub-Zona suaka pulau kecil dengan kode SPK;
l. Sub-Zona taman pesisir dengan kode TP;
m. Sub-Zona taman pulau kecil dengan kode TPK;
DRAFT
n. Sub-Zona daerah perlindungan adat maritim dengan
kode PAM;
o. Sub-Zona perlindungan budaya maritim dengan kode
PBM; dan
p. Sub-Zona kawasan konservasi perairan dengan kode
KPR.
(2) Sub-Zona cagar alam dengan kode CA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok ... dan Blok …;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ...; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona cagar alam laut dengan kode CAL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas…..
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ...; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona suaka margasatwa dengan kode SM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas
…. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(5) Sub-Zona suaka margasatwa laut dengan kode SML
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan
luas ... (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(6) Sub-Zona taman nasional dengan kode TN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(7) Sub-Zona taman hutan raya dengan kode THR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dengan luas
… (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(8) Sub-Zona taman wisata alam dengan kode TWA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dengan luas
… (terbilang) hektare terdapat di:
DRAFT
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(9) Sub-Zona taman wisata alam laut dengan kode TWL
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dengan
luas… (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(10) Sub-Zona taman buru dengan kode TB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf i dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(11) Sub-Zona suaka pesisir dengan kode SPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf j dengan luas …..(terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(12) Sub-Zona suaka pulau kecil dengan kode SPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k dengan
luas…(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(13) Sub-Zona taman pesisir dengan kode TP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf l dengan luas….(terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(14) Sub-Zona taman pulau kecil dengan kode TPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(15) Sub-Zona daerah perlindungan adat maritim dengan
kode PAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n
dengan luas…(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
DRAFT
(16) Sub-Zona daerah perlindungan budaya maritim dengan
kode PBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o
dengan luas…(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(17) Sub-Zona kawasan konservasi perairan dengan kode KPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p dengan
luas…(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …

Paragraf 6
Zona Hutan Adat

Pasal 52
(1) Zona hutan adat dengan kode ADT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf f dengan luas …
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona hutan adat dengan
kode ADT.
(2) Sub-Zona hutan adat dengan kode ADT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas …. (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok … dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ...; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 7
Zona Lindung Geologi

Pasal 53
(1) Zona Lindung Geologi dengan kode LGE sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf g dengan luas …
(terbilang) hektare meliputi:
a. Sub-Zona keunikan batuan dan fosil dengan kode
LGE-1;
b. Sub-Zona keunikan bentang alam dengan kode LGE-
2;
c. Sub-Zona keunikan proses geologi dengan kode LGE-
3; dan
d. Sub-Zona imbuhan air tanah dengan kode LGE-4.
(2) Sub-Zona keunikan batuan dan fosil dengan kode LGE-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
DRAFT
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(3) Sub-Zona keunikan bentang alam dengan kode LGE-2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(4) Sub-Zona keunikan proses geologi dengan kode LGE-3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas
… (terbilang) hektare terdapat di
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …
(5) Sub-Zona imbuhan air tanah dengan kode LGE-4
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan
luas ….. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 8
Zona Cagar Budaya

Pasal 54
(1) Zona cagar budaya dengan kode CB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf h dengan luas …
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona cagar budaya
dengan kode CB.
(2) Sub-Zona cagar budaya dengan kode CB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas … (terbilang) hektare
terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 9
Zona Ekosistem Mangrove

Pasal 55
(1) Zona ekosistem mangrove dengan kode EM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf i dengan luas …
DRAFT
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona ekosistem mangrove
dengan kode EM.
(2) Sub-Zona ekosistem mangrove dengan kode EM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas …
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok …. .

Paragraf 10
Zona Badan Air

Pasal 56
(1) Zona badan air dengan kode BA sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 huruf j dengan luas …. (terbilang) hektare
berupa Sub-Zona badan air dengan kode BA.
(2) Sub-Zona badan air dengan kode BA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas …. (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona badan air dengan kode BA sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dengan luas ... (terbilang) hektare
direncanakan sebagai holding zone dengan pemanfaatan
ruangnya meliputi:
a. Sub-Zona sarana pelayanan umum skala kota dengan
kode BA/SPU-1 dengan luas ... (terbilang) hektare
terdapat di SWP ... pada Blok ... dan Blok ...;
b. dst.
(4) Perwujudan pemanfaatan ruang Sub-Zona sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui reklamasi.
(5) Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan
pelaksanaan reklamasi dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan.
Catatan: Zona badan air dapat dicantumkan apabila
diperlukan pengaturannya dalam pola ruang.

Bagian Ketiga
DRAFT Zona Budi Daya

Pasal 57
Zona Budi Daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf b meliputi:
a. Zona hutan produksi dengan kode KHP;
b. Zona perkebunan rakyat dengan kode KR;
c. Zona pertanian dengan kode P;
d. Zona perikanan dengan kode IK;
e. Zona pergaraman dengan kode KEG;
f. Zona pertambangan dengan kode T;
g. Zona pembangkitan tenaga listrik dengan kode PTL;
h. Zona kawasan peruntukan industri dengan kode KPI;
i. Zona pariwisata dengan kode W;
j. Zona perumahan dengan kode R;
k. Zona sarana pelayanan umum dengan kode SPU;
l. Zona ruang terbuka non hijau dengan kode RTNH;
m. Zona campuran dengan kode C;
n. Zona perdagangan dan jasa dengan kode K;
o. Zona perkantoran dengan kode KT;
p. Zona pengelolaan persampahan dengan kode PP;
q. Zona transportasi dengan kode TR;
r. Zona pertahanan dan keamanan dengan kode HK;
s. Zona peruntukan lainnya dengan kode PL; dan
t. Zona badan jalan dengan kode BJ.

Paragraf 1
Zona Hutan Produksi

Pasal 58
(1) Zona hutan produksi dengan kode KHP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dengan luas …
(terbilang) hektare meliputi:
a. Sub-Zona hutan produksi terbatas dengan kode HPT;
b. Sub-Zona hutan produksi tetap dengan kode HP; dan
c. Sub-Zona hutan produksi yang dapat dikonversi
dengan kode HPK.
(2) Sub-Zona hutan produksi terbatas dengan kode HPT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona hutan produksi tetap dengan kode HP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
DRAFT
luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona hutan produksi yang dapat dikonversi dengan
kode HPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dengan luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
Catatan:
1. Sub-Zona Hutan Produksi Terbatas menunggu hasil
konfirmasi oleh KLHK dan Subdit Pedoman.
2. Ditambahkan Holding Zone pada Sub-Zona Hutan
Produksi Yang Dapat Dikonversi mengikuti
format/klausul pada Holding Zone Zona Hutan Lindung.
(akan ditambahkan).

Paragraf 2
Zona Perkebunan Rakyat

Pasal 59
(1) Zona perkebunan rakyat dengan kode KR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf b dengan luas …
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona perkebunan rakyat
dengan kode KR.
(2) Sub-Zona perkebunan rakyat dengan kode KR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas ….
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 3
Zona Pertanian

Pasal 60
(1) Zona pertanian dengan kode P sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf c dengan luas … (terbilang) hektare
meliputi:
a. Sub-Zona tanaman pangan dengan kode P-1;
b. Sub-Zona hortikultura dengan kode P-2;
c. Sub-Zona perkebunan dengan kode P-3; dan
d. Sub-Zona peternakan dengan kode P-4.
(2) Sub-Zona DRAFTtanaman pangan dengan kode
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
P-1

luas … (terbilang) hektare terdapat di:


a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona hortikultura dengan kode P-2 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas …
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona perkebunan dengan kode P-3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas ….
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(5) Sub-Zona peternakan dengan kode P-4 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan luas ….
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 4
Zona Perikanan

Pasal 61
(1) Zona Perikanan dengan kode IK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf d dengan luas … (terbilang) hektare
meliputi:
a. Sub-Zona perikanan tangkap dengan kode IK-1; dan
b. Sub-Zona perikanan budi daya dengan kode IK-2.
(2) Sub-Zona perikanan tangkap dengan kode IK-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona perikanan budi daya dengan kode IK-2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
DRAFT
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 5
Zona Pergaraman

Pasal 62
(1) Zona pergaraman dengan kode KEG sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf e dengan luas …
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona pergaraman dengan
kode KEG.
(2) Sub-Zona pergaraman dengan kode KEG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas … (terbilang) hektare
terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 6
Zona Pertambangan

Pasal 63
(1) Zona pertambangan dengan kode T sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf f dengan luas …
(terbilang) hektare meliputi:
a. Sub-Zona pertambangan mineral radioaktif dengan
kode MRA;
b. Sub-Zona pertambangan mineral logam dengan kode
MLG;
c. Sub-Zona pertambangan mineral bukan logam
dengan kode MNL;
d. Sub-Zona peruntukan pertambangan batuan dengan
kode MBT;
e. Sub-Zona pertambangan batubara dengan kode BR;
f. Sub-Zona pertambangan minyak dan gas bumi
dengan kode MG; dan
g. Sub-Zona panas bumi dengan kode PB.
(2) Sub-Zona pertambangan mineral radioaktif dengan kode
MRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dengan luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona pertambangan mineral logam dengan kode
MLG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dengan luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
DRAFT
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona pertambangan mineral bukan logam dengan
kode MNL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dengan luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(5) Sub-Zona peruntukan pertambangan batuan dengan
kode MBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dengan luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(6) Sub-Zona pertambangan batubara dengan kode BR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dengan luas
…. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(7) Sub-Zona pertambangan minyak dan gas bumi dengan
kode MG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
dengan luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(8) Sub-Zona panas bumi dengan kode PB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g dengan luas ….
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
Catatan:
Zona pertambangan yang dicantumkan di sini hanya zona
eksploitasi pertambangan, sisanya dapat dimasukkan ke
Bagian Ketentuan Khusus.

Paragraf 7
Zona Pembangkitan Tenaga Listrik

Pasal 64
(1) Zona pembangkitan tenaga listrik dengan kode PTL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g dengan
luas … DRAFT
(terbilang) hektare berupa
pembangkitan tenaga listrik dengan kode PTL.
Sub-Zona

(2) Sub-Zona pembangkitan tenaga listrik dengan kode PTL


dengan luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 8
Zona Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 65
(1) Zona kawasan peruntukan industri dengan kode KPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf h dengan
luas … (terbilang) hektare berupa Sub-Zona kawasan
peruntukan industri dengan kode KPI.
(2) Sub-Zona kawasan peruntukan industri dengan kode KPI
dengan luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok … dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ...; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 9
Zona Pariwisata

Pasal 66
(1) Zona pariwisata dengan kode W sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf i dengan luas …. (terbilang) hektare
berupa Sub-Zona pariwisata dengan kode W.
(2) Sub-Zona pariwisata dengan kode W sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas …. (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 10
Zona Perumahan

Pasal 67
(1) Zona perumahan dengan kode R sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf j dengan luas … (terbilang) hektare
meliputi:
a. Sub-Zona perumahan kepadatan sangat tinggi
dengan kode R-1;
DRAFT
b. Sub-Zona perumahan kepadatan tinggi dengan kode
R-2;
c. Sub-Zona perumahan kepadatan sedang dengan kode
R-3;
d. Sub-Zona perumahan kepadatan rendah dengan kode
R-4; dan
e. Sub-Zona perumahan kepadatan sangat rendah
dengan kode R-5.
(2) Sub-Zona perumahan kepadatan sangat tinggi dengan
kode R-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dengan luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona perumahan kepadatan tinggi dengan kode R-2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona perumahan kepadatan sedang dengan kode R-
3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(5) Sub-Zona perumahan kepadatan rendah dengan kode R-
4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan
luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(6) Sub-Zona perumahan kepadatan sangat rendah dengan
kode R-5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
dengan luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 11
Zona Sarana Pelayanan Umum

Pasal 68
(1) Zona sarana pelayanan umum dengan kode SPU
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf k dengan
DRAFT
luas … (terbilang) hektare meliputi:
a. Sub-Zona SPU skala kota dengan kode SPU-1;
b. Sub-Zona SPU skala kecamatan dengan kode SPU-2;
c. Sub-Zona SPU skala kelurahan dengan kode SPU-3;
dan
d. Sub-Zona SPU skala RW dengan kode SPU-4.
(2) Sub-Zona SPU skala kota dengan kode SPU-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona SPU skala kecamatan dengan kode SPU-2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona SPU skala kelurahan dengan kode SPU-3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas
…. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(5) Sub-Zona SPU skala RW dengan kode SPU-4
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan
luas …. (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 12
Zona Ruang Terbuka Non Hijau

Pasal 69
(1) Zona ruang terbuka non hijau dengan kode RTNH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf l dengan
luas … (terbilang) hektare berupa Sub-Zona ruang
terbuka non hijau dengan kode RTNH.
(2) Sub-Zona ruang terbuka non hijau dengan kode RTNH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas …
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
DRAFT
Paragraf 13
Zona Campuran

Pasal 70
(1) Zona campuran dengan kode C sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf m dengan luas … (terbilang)
hektare meliputi:
a. Sub-Zona campuran intensitas tinggi dengan kode C-
1; dan
b. Sub-Zona campuran intensitas menengah/sedang
dengan kode C-2.
(2) Sub-Zona campuran intensitas tinggi dengan kode C-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas …. (terbilang) hektare, terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona campuran intensitas menengah/sedang
dengan kode C-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dengan luas … (terbilang) hektare, terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 14
Zona Perdagangan dan Jasa

Pasal 71
(1) Zona perdagangan dan jasa dengan kode K sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf n dengan luas …
(terbilang) hektare meliputi:
a. Sub-Zona perdagangan dan jasa skala kota dengan
kode K-1;
b. Sub-Zona perdagangan dan jasa skala WP dengan
kode K-2; dan
c. Sub-Zona perdagangan dan jasa skala SWP dengan
kode K-3.
(2) Sub-Zona perdagangan dan jasa skala kota dengan kode
K-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) DRAFT
Sub-Zona perdagangan dan jasa skala WP dengan kode
K-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona perdagangan dan jasa skala SWP dengan kode
K-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … ..

Paragraf 15
Zona Perkantoran

Pasal 72
(1) Zona perkantoran dengan kode P sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf o dengan luas … (terbilang) hektare
berupa Sub-Zona perkantoran dengan kode KT.
(2) Sub-Zona perkantoran dengan kode KT dengan luas …
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 16
Zona Pengelolaan Persampahan

Pasal 73
(1) Zona pengelolaan persampahan dengan kode PP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf p dengan
luas … (terbilang) hektare berupa Sub-Zona pengelolaan
persampahan dengan kode PP.
(2) Sub-Zona pengelolaan persampahan dengan kode PP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas …
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. Blok ... dan Blok … .

Paragraf 19
Zona Transportasi
(1)
DRAFT
Pasal 74
Zona transportasi dengan kode TR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf q dengan luas …
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona transportasi dengan
kode TR.
(2) Sub-Zona transportasi dengan kode TR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas … (terbilang) hektare
terdapat di:
a. SWP .. Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. Blok ... dan Blok … .

Paragraf 20
Zona Pertahanan dan Keamanan

Pasal 75
(1) Zona pertahanan dan keamanan dengan kode HK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf r dengan
luas …. (terbilang) hektare berupa Sub-Zona pertahanan
dan keamanan dengan kode HK.
(2) Sub-Zona pertahanan dan keamanan dengan kode HK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas ….
(terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 16
Zona Peruntukan Lainnya

Pasal 76
(1) Zona peruntukan lainnya dengan kode PL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf s dengan luas …
(terbilang) hektare meliputi:
a. Sub-Zona tempat evakuasi sementara dengan kode
PL-1;
b. Sub-Zona tempat evakuasi akhir dengan kode PL-2;
c. Sub-Zona instalasi pengolahan air minum (IPAM)
dengan kode PL-3;
d. Sub-Zona instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
dengan kode PL-4;
e. Sub-Zona pengembangan nuklir dengan kode PL-5;
dan
(2)
DRAFT
f. Sub-Zona pergudangan dengan kode PL-6.
Sub-Zona tempat evakuasi sementara dengan kode PL-1
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(3) Sub-Zona tempat evakuasi akhir dengan kode PL-2
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(4) Sub-Zona instalasi pengolahan air minum (IPAM) dengan
kode PL-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dengan luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(5) Sub-Zona instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan
kode PL-4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dengan luas … (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(6) Sub-Zona pengembangan nuklir dengan kode PL-5
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dengan luas
… (terbilang) hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
(7) Sub-Zona pergudangan dengan kode PL-6 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f dengan luas … (terbilang)
hektare terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .

Paragraf 17
Zona Badan Jalan

Pasal 77
(1) Zona badan jalan dengan kode BJ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf t dengan luas ….
DRAFT
(terbilang) hektare berupa Sub-Zona badan jalan dengan
kode BJ.
(2) Sub-Zona badan jalan dengan kode BJ sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan luas … (terbilang) hektare
terdapat di:
a. SWP .. pada Blok .. dan Blok ..;
b. SWP .. pada Blok ... dan Blok ..; dan
c. SWP .. pada Blok ... dan Blok … .
Catatan: Zona badan jalan dapat dicantumkan apabila
diperlukan pengaturannya dalam pola ruang.

BAB VI
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 78
(1) Ketentuan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf d merupakan acuan dalam
mewujudkan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola
Ruang sesuai dengan RDTR … .
(2) Ketentuan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. pelaksanaan Konfirmasi KKPR; dan
b. program Pemanfaatan Ruang prioritas.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 79
(1) Pelaksanaan Konfirmasi KKPR di WP … (nama RDTR)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf a
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Konfirmasi KKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan revisi RDTR.

Bagian Ketiga
Program Pemanfaatan Ruang Prioritas

Pasal 80
(1) Program Pemanfaatan Ruang prioritas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf b meliputi:
DRAFT
a. program perwujudan;
b. lokasi;
c. sumber pendanaan;
d. instansi pelaksana; dan
e. waktu dan tahapan pelaksanaan.
(2) Program perwujudan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. program perwujudan rencana Struktur Ruang; dan
b. program perwujudan rencana Pola Ruang.
(3) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di SWP dan/atau Blok.
(4) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri atas:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi;
c. anggaran pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota; dan/atau
d. sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri dari:
a. kementerian/lembaga;
b. organisasi perangkat daerah (OPD);
c. swasta;
d. Masyarakat; dan/atau
e. pemangku kepentingan lainnya.
Catatan: disesuaikan dengan tabel indikasi program yang
disusun oleh subdit pedoman.
(6) Waktu dan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. tahap I pada periode tahun 2023-2024;
Catatan:
1. Pentahapan disesuaikan dengan periodisasi RPJMD.
2. Bila tahap I sama dengan tahap RPJMD maka yang wajib
dirinci tahap I.
3. bila tahap I kurang dari 3 tahun maka yang wajib dirinci
adalah tahap I dan tahap II utuh.
4. bila tahap I lebih atau sama dengan 3 tahun maka yang
wajib dirinci tahap I.
b. tahap II pada periode tahun 2025-2029;
c. tahap III pada periode tahun 2030-2034;
d. tahap IV pada periode tahun 2035-2039; dan
e. tahap V pada periode tahun 2040-2042.
(7) DRAFT
Program Pemanfaatan Ruang prioritas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

BAB VII
PERATURAN ZONASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 81
PZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
a. aturan dasar; dan/atau
b. Teknik Pengaturan Zonasi.

Bagian Kedua
Aturan Dasar

Pasal 82
Aturan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. ketentuan tata bangunan;
d. ketentuan prasarana dan sarana minimal;
e. ketentuan khusus; dan
f. ketentuan pelaksanaan.
Catatan:
1. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan memiliki
lampiran tersendiri.
2. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata
bangunan, ketentuan prasarana dan sarana minimal
digabungkan ke dalam satu lampiran.
3. ketentuan pelaksanaan dapat diatur jika diperlukan.

Paragraf 1
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

Pasal 83
(1) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 huruf a terdiri atas:
a. klasifikasi I merupakan pemanfaatan
diperbolehkan/diizinkan;
DRAFT
b. klasifikasi T merupakan pemanfaatan bersyarat
secara terbatas;
c. klasifikasi B merupakan pemanfaatan bersyarat
tertentu; dan/atau
d. klasifikasi X merupakan pemanfaatan yang tidak
diperbolehkan.
(2) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan/diizinkan dengan klasifikasi I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
kategori kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu Zona
atau Sub-Zona yang sesuai dengan rencana peruntukan
ruang.
(3) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan yang
bersyarat secara terbatas dengan klasifikasi T
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
kategori kegiatan dan penggunaan lahan yang dibatasi
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk
pembatasan waktu beroperasinya suatu kegiatan di
dalam Sub-Zona maupun pembatasan jangka waktu
pemanfaatan lahan untuk kegiatan tertentu yang
diusulkan;
b. pembatasan luas, baik dalam bentuk pembatasan
luas maksimum suatu kegiatan di dalam Sub-Zona
maupun di dalam persil, bertujuan untuk tidak
mengurangi dominansi pemanfaatan ruang di
sekitarnya; dan
c. pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan
yang diusulkan telah ada mampu melayani
kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, maka
pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau
diizinkan terbatas dengan pertimbangan-
pertimbangan khusus.
(4) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan yang
bersyarat tertentu dengan klasifikasi B sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kategori
kegiatan dan penggunaan lahan yang memerlukan
persyaratan–persyaratan tertentu, berupa persyaratan
umum dan persyaratan khusus mengingat pemanfaatan
ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi
lingkungan sekitarnya seperti menyediakan tempat parkir,
tidak menghambat laju lalu lintas, dan/atau menghitung
dampak lingkungan.
(5) DRAFT
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan yang tidak
diperbolehkan dengan klasifikasi X sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan kegiatan dan
penggunaan lahan yang memiliki sifat tidak sesuai
dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan
dan sekitarnya.
Catatan: Pada ayat (2) s.d ayat (5) dapat disesuaikan sesuai
kebutuhan daerah.
(6) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Zona Lindung; dan
b. Zona Budi Daya.
(7) Zona Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf
a meliputi:
a. Zona hutan lindung dengan kode HL berupa Sub-
Zona hutan lindung dengan kode HL;
b. Zona lindung gambut dengan kode LG berupa Sub-
Zona lindung gambut dengan kode LG;
c. Zona perlindungan setempat dengan kode PS berupa
Sub-Zona perlindungan setempat dengan kode PS;
d. Zona Ruang Terbuka Hijau dengan kode RTH
meliputi:
1. Sub-Zona rimba kota dengan kode RTH-1;
2. Sub-Zona taman kota dengan kode RTH-2;
3. Sub-Zona taman kecamatan dengan kode RTH-3;
4. Sub-Zona taman kelurahan dengan kode RTH-4;
5. Sub-Zona taman RW dengan kode RTH-5;
6. Sub-Zona taman RT dengan kode RTH-6;
7. Sub-Zona pemakaman dengan kode RTH-7; dan
8. Sub-Zona jalur hijau dengan kode RTH-8.
e. Zona konservasi dengan kode KS meliputi:
1. Sub-Zona cagar alam dengan kode CA;
2. Sub-Zona cagar alam laut dengan kode CAL;
3. Sub-Zona suaka margasatwa dengan kode SM;
4. Sub-Zona suaka margasatwa laut dengan kode
SML;
5. Sub-Zona taman nasional dengan kode TN;
6. Sub-Zona taman hutan raya dengan kode THR;
7. Sub-Zona taman wisata alam dengan kode TWA;
8. Sub-Zona taman wisata alam laut dengan kode
TWL;
9. Sub-Zona taman buru dengan kode TB;
10. Sub-Zona suaka pesisir dengan kode SPS;
DRAFT
11. Sub-Zona suaka pulau kecil dengan kode SPK;
12. Sub-Zona taman pesisir dengan kode TP;
13. Sub-Zona taman pulau kecil dengan kode TPK;
14. Sub-Zona daerah Perlindungan Adat Maritim
dengan kode PAM;
15. Sub-Zona perlindungan budaya maritim dengan
kode PBM; dan
16. Sub-Zona kawasan konservasi perairan dengan
kode KPR.
f. Zona hutan adat dengan kode ADT berupa Sub-Zona
hutan adat dengan kode ADT;
g. Zona lindung geologi dengan kode LGE meliputi:
1. Sub-Zona keunikan batuan dan fosil dengan kode
LGE-1;
2. Sub-Zona keunikan bentang alam dengan kode
LGE-2;
3. Sub-Zona keunikan proses geologi dengan kode
LGE-3; dan
4. Sub-Zona imbuhan air tanah dengan kode LGE-4.
h. Zona cagar budaya CB berupa Sub-Zona cagar
budaya dengan kode CB;
i. Zona ekosistem mangrove dengan kode EM berupa
Sub-Zona ekosistem mangrove dengan kode EM; dan
j. Zona badan air dengan kode BA berupa Sub-Zona
badan air dengan kode BA.
(8) Zona budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf b meliputi:
a. Zona hutan produksi dengan kode KHP meliputi:
1. Sub-Zona hutan produksi terbatas dengan kode
HPT;
2. Sub-Zona hutan produksi tetap dengan kode HP;
dan
3. Sub-Zona hutan produksi yang dapat dikonversi
dengan kode HPK.
b. Zona perkebunan rakyat dengan kode KR berupa
Sub-Zona perkebunan rakyat dengan kode KR;
c. Zona pertanian dengan kode P meliputi:
1. Sub-Zona tanaman pangan dengan kode P-1;
2. Sub-Zona hortikultura dengan kode P-2;
3. Sub-Zona perkebunan dengan kode P-3; dan
4. Sub-Zona peternakan dengan kode P-4.
d. Zona perikanan dengan kode IK meliputi:
1. Sub-Zona perikanan tangkap dengan kode IK-1;
dan
2. Sub-Zona perikanan budi daya dengan kode IK-2.
DRAFT
e. Zona pergaraman dengan kode KEG berupa Sub-Zona
pergaraman dengan kode KEG;
f. Zona pertambangan dengan kode T meliputi:
1. Sub-Zona pertambangan mineral radioaktif
dengan kode MRA;
2. Sub-Zona pertambangan mineral logam dengan
kode MLG;
3. Sub-Zona pertambangan mineral bukan logam
dengan kode MNL;
4. Sub-Zona peruntukan pertambangan batuan
dengan kode MBT;
5. Sub-Zona pertambangan batubara dengan kode
BR;
6. Sub-Zona pertambangan minyak dan gas bumi
dengan kode MG; dan
7. Sub-Zona panas bumi dengan kode PB.
g. Zona pembangkitan tenaga listrik dengan kode PTL
berupa Sub-Zona pembangkitan tenaga listrik dengan
kode PTL;
h. Zona kawasan peruntukan industri dengan kode KPI
berupa Sub-Zona kawasan peruntukan industri
dengan kode KPI;
i. Zona pariwisata dengan kode W berupa Sub-Zona
pariwisata dengan kode W;
j. Zona perumahan dengan kode R meliputi:
1. Sub-Zona perumahan kepadatan sangat tinggi
dengan kode R-1;
2. Sub-Zona perumahan kepadatan tinggi dengan
kode R-2;
3. Sub-Zona perumahan kepadatan sedang dengan
kode R-3;
4. Sub-Zona perumahan kepadatan rendah dengan
kode R-4; dan
5. Sub-Zona perumahan kepadatan sangat rendah
dengan kode R-5.
k. Zona sarana pelayanan umum dengan kode SPU
meliputi:
1. Sub-Zona SPU skala kota dengan kode SPU-1;
2. Sub-Zona SPU skala kecamatan dengan kode
SPU-2;
3. Sub-Zona SPU skala kelurahan dengan kode SPU-
3; dan
4. Sub-Zona SPU skala RW dengan kode SPU-4.
l. Zona ruang terbuka non hijau dengan kode RTNH
berupa Sub-Zona ruang terbuka non hijau dengan
DRAFT
kode RTNH;
m. Zona campuran dengan kode C meliputi:
1. Sub-Zona campuran intensitas tinggi dengan kode
C-1; dan
2. Sub-Zona campuran intensitas menengah/sedang
dengan kode C-2.
n. Zona perdagangan dan jasa dengan kode K meliputi:
1. Sub-Zona perdagangan dan jasa skala kota
dengan kode K-1;
2. Sub-Zona perdagangan dan jasa skala WP dengan
kode K-2; dan
3. Sub-Zona perdagangan dan jasa skala SWP
dengan kode K-3.
o. Zona perkantoran dengan kode KT berupa Sub-Zona
perkantoran dengan kode KT;
p. Zona pengelolaan persampahan dengan kode PP Sub-
Zona pengelolaan persampahan dengan kode PP;
q. Zona transportasi dengan kode TR berupa Sub-Zona
transportasi dengan kode TR;
r. Zona pertahanan dan keamanan dengan kode HK
berupa Sub-Zona pertahanan dan keamanan; dan
s. Zona peruntukan lainnya dengan kode PL meliputi:
1. Sub-Zona tempat evakuasi sementara dengan
kode PL-1;
2. Sub-Zona tempat evakuasi akhir dengan kode PL-
2;
3. Sub-Zona instalasi pengolahan air minum (IPAM)
dengan kode PL-3;
4. Sub-Zona instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
dengan kode PL-4;
5. Sub-Zona pengembangan nuklir dengan kode PL-
5; dan
6. Sub-Zona pergudangan dengan kode PL-6.
t. Zona badan jalan dengan kode BJ berupa Sub-Zona
badan jalan dengan kode BJ.
(9) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 2
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

Pasal 84
(1) DRAFT
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 huruf b meliputi:
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum;
b. Koefisien lantai bangunan (KLB) minimum dan
maksimum;
c. koefisien dasar hijau (KDH) minimal;
d. luas kaveling minimum;
e. koefisien tapak basement (KTB) maksimum; dan
f. koefisien wilayah terbangun (KWT) maksimum.
Catatan:
KLB minimum, KTB maksimum, dan KWT maksimum
dapat diatur apabila diperlukan.
(2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 3
Ketentuan Tata Bangunan

Pasal 85
(1) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82 huruf c meliputi:
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum;
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum;
c. jarak bebas antar bangunan minimal; dan
d. jarak bebas samping (JBS) dan jarak bebas belakang
(JBB) minimum.
(2) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali
Kota ini.

Paragraf 4
Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal

Pasal 86
(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 huruf d mengatur jenis
prasarana dan sarana pendukung minimal apa saja yang
harus ada pada setiap Zona.
(2) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai kelengkapan
dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan
lingkungan yang nyaman melalui penyediaan prasarana
DRAFT
dan saran yang sesuai agar Zona berfungsi secara
optimal.
(3) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 5
Ketentuan Khusus

Pasal 87
Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
huruf e terdiri atas:
a. kawasan keselamatan operasi penerbangan;
b. lahan pertanian pangan berkelanjutan;
c. kawasan rawan bencana;
d. kawasan berorientasi transit;
e. tempat evakuasi bencana;
f. pusat penelitian;
g. kawasan cagar budaya;
h. kawasan resapan air;
i. kawasan sempadan;
j. kawasan pertahanan dan keamanan;
k. kawasan karst;
l. kawasan pertambangan mineral dan batubara;
m. kawasan migrasi satwa; dan
n. ruang dalam bumi.

Pasal 88
(1) Ketentuan khusus kawasan keselamatan operasi
penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
huruf a meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan keselamatan operasi
penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan keselamatan operasi
penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:5.000
DRAFT
tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 89
(1) Ketentuan khusus lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b terdapat
di Sub-Zona tanaman pangan di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran
IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 90
(1) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf c meliputi:
a. kawasan rawan bencana banjir tingkat sedang; dan
b. kawasan rawan bencana longsor tingkat sedang.
(2) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana banjir
tingkat sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana longsor
tingkat sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(4) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(5) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran X yang
DRAFT
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ni.
Catatan: disesuaikan dengan kondisi daerah, Pemda dapat
mengatur penetapan ketentuan setiap KRB dengan
mempertimbangkan pengaturan kebencanaan dari
BPBD.

Pasal 91
(1) Ketentuan khusus kawasan berorientasi transit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf d meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan berorientasi transit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan berorientasi transit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran
XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 92
(1) Ketentuan khusus tempat evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf e meliputi:
a. tempat evakuasi sementara; dan
b. tempat evakuasi akhir.
(2) Ketentuan khusus tempat evakuasi sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(3) Ketentuan khusus tempat evakuasi akhir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(4) Ketentuan khusus tempat evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(5) Ketentuan DRAFT
khusus tempat evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran
XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati/Wali Kota ini.
atau
(2) Ketentuan khusus tempat evakuasi sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(3) Ketentuan khusus tempat evakuasi sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(4) Ketentuan khusus tempat evakuasi akhir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(5) Ketentuan khusus tempat evakuasi akhir sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(6) Ketentuan khusus tempat evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran
XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati/Wali Kota ini.
atau
(1) Ketentuan khusus tempat evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf e berupa
tempat evakuasi akhir meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus tempat evakuasi akhir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus tempat evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian geometri dan ketelitian
DRAFT
detail informasi skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran
XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 93
(1) Ketentuan khusus pusat penelitian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf f meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus pusat penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus pusat penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 94
(1) Ketentuan khusus kawasan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf g meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan cagar budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan cagar budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XIV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 95
(1) Ketentuan khusus kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf h meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
DRAFT
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 96
(1) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf i meliputi:
a. kawasan sempadan sungai; dan
b. kawasan sempadan pantai.
(2) Ketentuan khusus kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan sempadan pantai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(4) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(5) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XVI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.
atau
(2) Ketentuan khusus kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(4) Ketentuan DRAFTkhusus kawasan sempadan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
pantai

a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan


b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(5) Ketentuan khusus kawasan sempadan pantai
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(7) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.
atau
(4) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf e berupa kawasan
sempadan pantai meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(5) Ketentuan khusus kawasan sempadan pantai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(6) Ketentuan khusus kawasan sempadan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 97
(1) Ketentuan khusus kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf j meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
(3)
b. ... . DRAFT
Ketentuan khusus kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian geometri dan ketelitian
detail informasi skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran
XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 98
(1) Ketentuan khusus kawasan karst sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87 huruf k meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan karst sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan karst sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala
1:5.000 tercantum dalam Lampiran XVIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 99
(1) Ketentuan khusus kawasan pertambangan mineral dan
batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf l
meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan pertambangan mineral dan
batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan pertambangan mineral dan
batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
geometri dan ketelitian detail informasi skala 1:5.000
tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 100
(1) DRAFT
Ketentuan khusus kawasan migrasi satwa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf m meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus kawasan migrasi satwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus kawasan migrasi satwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 101
(1) Ketentuan khusus ruang dalam bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 huruf n meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Ketentuan khusus ruang dalam bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Ketentuan khusus ruang dalam bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi
skala 1:5.000 tercantum dalam Lampiran XXI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Paragraf 6
Ketentuan Pelaksanaan

Pasal 102
(1) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82 huruf f meliputi:
a. ketentuan variansi pemanfaatan ruang;
b. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
c. ketentuan penggunaan lahan yang sudah ada dan
tidak sesuai dengan PZ.
(2) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan ketentuan
DRAFT
yang memberikan kelonggaran untuk menyesuaikan
dengan kondisi tertentu dengan tetap mengikuti
ketentuan massa ruang yang ditetapkan dalam PZ.
(3) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
merupakan ketentuan yang memberikan insentif bagi
kegiatan Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTR,
serta yang memberikan disinsentif untuk mencegah
dan/atau memberikan batasan terhadap kegiatan
Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTR namun
berpotensi melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
(4) Ketentuan pelaksanaan insentif dan disinsentif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat perangkat
untuk:
a. meningkatkan upaya Pengendalian Pemanfaatan
Ruang dalam rangka mewujudkan Tata Ruang sesuai
dengan RDTR;
b. memfasilitasi kegiatan Pemanfaatan Ruang agar
sejalan dengan RDTR; dan
c. meningkatkan kemitraan semua pemangku
kepentingan dalam rangka Pemanfaatan Ruang yang
sejalan dengan RDTR.
(5) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diberikan apabila Pemanfaatan Ruang sesuai dengan
RDTR sehingga perlu didorong namun tetap dikendalikan
pengembangannya.
(6) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang
untuk mencegah dan/atau memberikan batasan
terhadap kegiatan Pemanfaatan Ruang yang sejalan
dengan RDTR dalam hal berpotensi melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
insentif dan disinsentif dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali
Kota ini.
Catatan:
1. Pengaturan ketentuan pelaksanaan dapat diatur atau tidak
diatur serta disesuaikan dengan kebutuhan Kabupaten/Kota.
2. Pengaturan DRAFT
ketentuan pelaksanaan terkait ketentuan
pemberian insentif dan disinsentif perlu dicantumkan dalam
batang tubuh secara normatif karena merupakan salah satu
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang.

Bagian Ketiga
Teknik Pengaturan Zonasi

Pasal 103
Teknik Pengaturan Zonasi (dicantumkan jika ada)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b meliputi:
a. transfer development right (TDR) dengan kode …;
b. bonus zoning dengan kode …;
c. conditional uses dengan kode …;
d. zona performa (performance zoning) dengan kode …;
e. zona fiskal (fiscal zoning) dengan kode …;
f. zona pemufakatan pembangunan (negotiated development)
dengan kode …;
g. zona pertampalan aturan (overlay zone) dengan kode …;
h. zona ambang (floating zone) dengan kode …;
i. zona banjir (flood plain zone) dengan kode …;
j. tpz khusus dengan kode …;
k. zona pengendalian pertumbuhan (growth control) dengan
kode …;
l. zona pelestarian cagar budaya dengan kode …; dan
m. tpz lainnya dengan kode … .

Pasal 104
(1) Teknik Pengaturan Zonasi transfer development right
(TDR) dengan kode … sebagaimana dalam Pasal 103
huruf a meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi transfer development right
(TDR) dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi transfer development right
(TDR) dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran ... yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.
(1)
DRAFT
Pasal 105
Teknik Pengaturan Zonasi bonus zoning dengan kode …
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf b
meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi bonus zoning dengan kode …
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ... ; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi bonus zoning dengan kode …
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran ... yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 106
(1) Teknik Pengaturan Zonasi conditional uses dengan kode
… sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf c
meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi conditional uses dengan kode
… sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi conditional uses dengan kode
… sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran ... yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 107
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona performa (performance
zoning) dengan kode … sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 103 huruf d meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi zona performa (performance
zoning) dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) DRAFT
Teknik Pengaturan Zonasi zona performa (performance
zoning) dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran ... yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 108
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona fiskal (fiscal zoning)
dengan kode … sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
huruf e meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi zona fiskal (fiscal zoning)
dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi zona fiskal (fiscal zoning)
dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran ... yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 109
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona pemufakatan
pembangunan (negotiated development) dengan kode …
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf f meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi zona pemufakatan
pembangunan (negotiated development) dengan kode …
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi zona pemufakatan
pembangunan (negotiated development) dengan kode …
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran ... yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 110
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona pertampalan aturan
(overlay zone) dengan kode … sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 103 huruf g meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
(2)
DRAFT
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
Teknik Pengaturan Zonasi zona pertampalan aturan
(overlay zone) dengan kode … sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi zona pertampalan aturan
(overlay zone) dengan kode … sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran ... yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 111
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona ambang (floating zone)
dengan kode … sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
huruf h meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi zona ambang (floating zone)
dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi zona ambang (floating zone)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran ... yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 112
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona banjir (flood plain zone)
dengan kode … sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
huruf i meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi zona banjir (flood plain zone)
dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi zona banjir (flood plain zone)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran ... yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.
DRAFT
Pasal 113
(1) Teknik Pengaturan Zonasi tpz khusus dengan kode …
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf j
meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi tpz khusus dengan kode …
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi tpz khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran ...
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 114
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona pengendalian
pertumbuhan (growth control) dengan kode …
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf k
meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi zona pengendalian
pertumbuhan (growth control) dengan kode …
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi zona pengendalian
pertumbuhan (growth control) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran ... yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 115
(1) Teknik Pengaturan Zonasi zona pelestarian cagar budaya
dengan kode … sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
huruf l meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) DRAFT
Teknik Pengaturan Zonasi zona pelestarian cagar budaya
dengan kode … sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi zona pelestarian cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran ... yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Bupati/Wali Kota ini.

Pasal 116
(1) Teknik Pengaturan tpz lainnya dengan kode …
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf m
meliputi:
a. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... ; dan
b. Sub-Zona ... terdapat di SWP ... pada Blok ... .
(2) Teknik Pengaturan Zonasi tpz lainnya dengan kode …
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. ...; dan
b. ... .
(3) Teknik Pengaturan Zonasi tpz lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran ...
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota ini.
Catatan:
1. Pengaturan TPZ sesuai dengan kebutuhan.
2. Lampiran TPZ bersifat optional karena boleh
dijadikan lampiran tersendiri ataupun tidak dibuat
lampiran TPZ.
3. nama TPZ terkait LSD yaitu: TPZ ketahanan pangan
dengan kode m. Apabila terdapat lebih dari 1 TPZ
dengan kode m, maka TPZ ketahanan pangan
diberikan kode m1.

BAB VIII
KELEMBAGAAN

Pasal 117
(1) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang secara
partisipatif di daerah, dibentuk Forum Penataan Ruang.
(2) Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas untuk memberikan masukan dan
pertimbangan dalam pelaksanaan Penataan Ruang.
(3) DRAFT
Anggota Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di daerah terdiri atas perangkat daerah,
instansi vertikal bidang pertanahan, asosiasi profesi,
asosiasi akademisi, dan tokoh masyarakat.
(4) Pembentukan, susunan keanggotaan, tugas, fungsi, dan
tata kerja Forum Penataan Ruang dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan terkait
koordinasi penyelenggaraan penataan ruang.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 118
(1) Jangka waktu RDTR … adalah 20 (dua puluh) tahun dan
dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima)
tahunan.
(2) Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis,
peninjauan kembali RDTR … dapat dilakukan lebih dari
1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahunan.
(3) Perubahan lingkungan strategis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan;
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
dengan undang- undang;
c. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan
dengan undang- undang; atau
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.
(4) Perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d yang
berimplikasi pada peninjauan kembali Peraturan
Bupati/Wali Kota … tentang RDTR … dapat
direkomendasikan oleh Forum Penataan Ruang.
(5) Rekomendasi Forum Penataan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diterbitkan berdasarkan kriteria:
a. penetapan kebijakan nasional yang bersifat
strategis dalam peraturan perundang-undangan;
b. rencana pembangunan dan pengembangan objek
vital nasional; dan/atau
c. lokasinya berbatasan dengan kabupaten/kota di
sekitarnya.
(6) Peraturan Bupati/Wali Kota … tentang RDTR …
dilengkapi dengan rencana dan album peta yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati/Wali Kota … ini.
DRAFT
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 119
(1) Pada saat Peraturan Bupati/Wali Kota ini mulai berlaku,
izin Pemanfaatan Ruang atau KKPR berlaku ketentuan:
a. izin Pemanfaatan Ruang dan KKPR yang telah
dikeluarkan tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. Pemanfaatan Ruang di …. yang diselenggarakan
tanpa izin Pemanfaatan Ruang atau KKPR dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Bupati ini,
akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Bupati/Wali Kota ini; dan
c. izin Pemanfaatan Ruang yang telah habis masa
berlakunya dan akan diperpanjang, ditindaklanjuti
melalui mekanisme penerbitan KKPR.
(2) Pemanfaatan Ruang pada Zona hutan yang tercakup
dalam holding zone sebagaimana dimaksud dalam Pasal
… tetap berlaku sampai diterbitkannya
keputusan/peraturan mengenai perubahan peruntukan
dan/atau fungsi kawasan hutan.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 120
Peraturan Bupati/Wali Kota ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Bupati/Wali Kota ini dengan
penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten/Kota … .

Ditetapkan di …
pada tanggal …

BUPATI/WALI KOTA …,

(nama tanpa gelar)


DRAFT
Diundangkan di ...
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN/KOTA …,

...............................................
BERITA DAERAH KABUPATEN/KOTA … TAHUN … NOMOR …

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA BAGIAN HUKUM,

...............................................
NIP …………………………………
LAMPIRAN V
PERATURAN BUPATI/WALI KOTA …
NOMOR …TAHUN 2023
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG …

TABEL INDIKASI PROGRAM PEMANFAATAN RUANG PRIORITAS


Pelaksana Waktu Pelaksanaan
Kementerian / TP-I
Perangkat
Sumber Lembaga yang Perangkat
No. Program Utama Lokasi Daerah Pemangku TP-2 TP-3 TP-4
Pendanaan Menyelenggara Daerah 1 2 3 4 5
Kabupaten / Kepentingan (2030- (2035- (2040-
kan Urusan Provinsi yang
Kota yang Lainnya 2034) 2039) 2044)
Pemerintahan membidangi 2025 2026 2027 2028 2029
membidangi
di Bidang
I PERWUJUDAN RENCANA STRUKTUR RUANG

A Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

a Perwujudan Pusat Pelayanan Kota/Kawasan Perkotaan

1 Program Penataan Bangunan dan Lingkungannya

1.1 Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungannya di Daerah Kabupaten/Kota

SWP A Pekerjaan
Pemeliharaan Bangunan dan Blok 1, APBD Umum dan
1.1.1 - - -                
Lingkungan Blok 2, Kab/Kota Penataan
Blok 3 Ruang

SWP A Pekerjaan
Monitoring Pemeliharaan Blok 1, APBD Umum dan  
1.1.2 - - -              
Bangunan dan Lingkungan Blok 2, Kab/Kota Penataan
Blok 3 Ruang

Dst
B Rencana Jaringan Transportasi

A Perwujudan Rencana Jaringan Transportasi

1 Program Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

1.1 Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe C


Pelaksana Waktu Pelaksanaan
Kementerian / Perangkat TP-I
Sumber Perangkat
No. Program Utama Lokasi Lembaga yang Daerah Pemangku TP-2 TP-3 TP-4
Pendanaan Daerah
Menyelenggara Kabupaten / Kepentingan 1 2 3 4 5 (2030- (2035- (2040-
Provinsi yang
kan Urusan Kota yang Lainnya 2034) 2039) 2044)
membidangi 2025 2026 2027 2028 2029
Pemerintahan membidangi
Penyusunan Rencana di Bidang
SWP A APBD
1.1.1 Pembangunan Terminal - - Perhubungan -                
Blok 2 Kab/Kota
Penumpang Tipe C

Pembangunan Gedung Terminal SWP A APBD


1.1.2 - - Perhubungan -                
Tipe C Blok 2 Kab/Kota

Pengembangan Sarana dan SWP A APBD


1.1.3 - - Perhubungan -
Prasarana Terminal Tipe C Blok 2 Kab/Kota

Dst

II PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG

A Perwujudan Zona Lindung

a Perwujudan Zona Ruang Terbuka Hijau

1 Program Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (KEHATI)

1.1 Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Kabupaten/Kota


SWP C
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Blok 1, APBD Lingkungan
1.1.1 - - -                
(RTH) Blok 2, Kab/Kota Hidup
Blok 3
Dst
B Perwujudan Zona Budi Daya

a Perwujudan Zona Kawasan Peruntukan Industri (KPI)

1 Program Perencanaan dan Pembangunan Industri

1.1 Penyusunan dan Evaluasi Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota

SWP C
Blok 4,
Penyusunan Rencana Blok 5, APBD
1.1.1 - - Perindustrian -                
Pembangunan Industri SWP D Kab/Kota
Blok 1,
2,3
Dst

Keterangan:
: Program Utama untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang

: Kegiatan untuk mendukung Program Utama

: Sub-Kegiatan sebagai rincian dari kegiatan untuk mendukung Program Utama

atau

TABEL INDIKASI PROGRAM PEMANFAATAN RUANG PRIORITAS


Pelaksana Waktu Pelaksanaan
Kementerian / TP -I TP-II
Perangkat
Sumber Lembaga yang Perangkat
No. Program Utama Lokasi Daerah Pemangku TP-III TP-IV TP-V
Pendanaan Menyelenggarakan Daerah 1 2 1 2 3 4 5
Kabupaten / Kepentingan (2030- (2035- (2040-
Urusan Provinsi yang
Kota yang Lainnya 2034) 2039) 2042)
Pemerintahan di membidangi 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029
membidangi
Bidang
I PERWUJUDAN RENCANA STRUKTUR RUANG

A Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

a Perwujudan Pusat Pelayanan Kota/Kawasan Perkotaan

1 Program Penataan Bangunan dan Lingkungannya

1.1 Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungannya di Daerah Kabupaten/Kota

SWP A Pekerjaan
Pemeliharaan
Blok 1, APBD Umum dan
1.1.1 Bangunan dan - - -                
Blok 2, Kab/Kota Penataan
Lingkungan
Blok 3 Ruang

Monitoring SWP A Pekerjaan


Pemeliharaan Blok 1, APBD Umum dan  
1.1.2 - - -              
Bangunan dan Blok 2, Kab/Kota Penataan
Lingkungan Blok 3 Ruang

Dst
B Rencana Jaringan Transportasi

A Perwujudan Rencana Jaringan Transportasi

1 Program Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

1.1 Pengelolaan Terminal Penumpang Tipe C


Penyusunan
SWP A APBD
1.1.1 Rencana - - Perhubungan -                
Blok 2 Kab/Kota
Pembangunan
Pelaksana Waktu Pelaksanaan
Kementerian / Perangkat TP -I TP-II
Sumber Perangkat
No. Program Utama Lokasi Lembaga yang Daerah Pemangku TP-III TP-IV TP-V
Pendanaan Daerah
Menyelenggarakan Kabupaten / Kepentingan 1 2 1 2 3 4 5 (2030- (2035- (2040-
Provinsi yang
Urusan Kota yang Lainnya 2034) 2039) 2042)
membidangi 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029
Pemerintahan di membidangi
Terminal Bidang
Penumpang Tipe
C
Pembangunan
SWP A APBD
1.1.2 Gedung - - Perhubungan -                
Blok 2 Kab/Kota
Terminal Tipe C
Pengembangan
Sarana dan SWP A APBD
1.1.3 - - Perhubungan -
Prasarana Blok 2 Kab/Kota
Terminal Tipe C
Dst
II PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG

A Perwujudan Zona Lindung

a Perwujudan Zona Ruang Terbuka Hijau

1 Program Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (KEHATI)

1.1 Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Kabupaten/Kota


SWP C
Pengelolaan
Blok 1, APBD Lingkungan
1.1.1 Ruang Terbuka - - -                
Blok 2, Kab/Kota Hidup
Hijau (RTH)
Blok 3
Dst
B Perwujudan Zona Budi Daya

a Perwujudan Zona Kawasan Peruntukan Industri (KPI)

1 Program Perencanaan dan Pembangunan Industri

1.1 Penyusunan dan Evaluasi Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota

SWP C
Penyusunan Blok 4,
Rencana Blok 5, APBD
1.1.1 - - Perindustrian -                
Pembangunan SWP D Kab/Kota
Industri Blok 1,
2,3
Dst
Keterangan:

: Program Utama untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang

: Kegiatan untuk mendukung Program Utama


: Sub-Kegiatan sebagai rincian dari kegiatan untuk mendukung Program Utama

BUPATI/WALI KOTA …,

(ttd)

(nama tanpa gelar)


LAMPIRAN VI
PERATURAN BUPATI/WALI KOTA …
NOMOR …TAHUN 2023
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG …

TABEL KETENTUAN KEGIATAN DAN PENGGUNAAN LAHAN

KETERANGAN
I Diperbolehkan/Diizinkan
T Bersyarat Secara Terbatas
B Bersyarat Tertentu
X Tidak Diperbolehkan
Catatan
Pewarnaan heading zona/sub-zona disesuaikan dengan pewarnaan zona/sub-zona pada Permen ATR/BPN Nomor 14/2021

LAMPIRAN VII
BUPATI/WALI KOTA …,
PERATURAN BUPATI/WALI KOTA …
TABEL KETENTUAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG, KETENTUAN TATA NOMOR …TAHUN 2023 (ttd)
BANGUNAN, DAN KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL TENTANG
RENCANA DETAIL TATA
(nama tanpaRUANG
gelar) …
ZONA LINDUNG
Zona Hutan Lindung dengan kode HL
Sub-Zona Hutan Lindung dengan kode HL
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …

Zona Lindung Gambut dengan kode LG


Sub-Zona Lindung Gambut dengan kode LG
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
Sub-Zona Lindung Gambut dengan kode LG
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h.

Zona Perlindungan Setempat dengan kode PS


Sub-Zona Perlindungan Setempat dengan kode PS
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
Sub-Zona Perlindungan Setempat dengan kode PS
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Ruang Terbuka Hijau dengan kode RTH


Sub-Zona Rimba Kota dengan kode RTH-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
Sub-Zona Taman Kota dengan kode RTH-2
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
Sub-Zona Taman Kecamatan dengan kode RTH-3
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman Kelurahan dengan kode RTH-4


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman RW dengan kode RTH-5


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman RT dengan kode RTH-6


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Pemakaman dengan kode RTH-7


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Jalur Hijau dengan kode RTH-8


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Zona Konservasi dengan kode KS


Sub-Zona Cagar Alam dengan kode CA
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Cagar Alam Laut dengan kode CAL


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Suaka Margasatwa dengan kode SM


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Suaka Margasatwa Laut dengan kode SML


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman Nasional dengan kode TN


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
Sub-Zona Taman Hutan Raya dengan kode THR
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman Wisata Alam dengan kode TWA


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman Wisata Alam Laut dengan kode TWL


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman Buru dengan kode TB


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Suaka Pesisir dengan kode SPS


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Suaka Pulau Kecil dengan kode SPK


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman Pesisir dengan kode TP


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Taman Pulau Kecil dengan kode TPK


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Daerah Perlindungan Adat Maritim dengan kode PAM


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Perlindungan Budaya Maritim dengan kode PBM


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Kawasan Konservasi Perairan dengan kode KPR


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
Zona Hutan Adat dengan kode ADT
Sub-Zona Hutan Adat dengan kode ADT
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Zona Lindung Geologi dengan kode LGE


Sub-Zona Keunikan Batuan dan Fosil dengan kode LGE-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Keunikan Bentang Alam dengan kode LGE-2


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Keunikan Proses Geologi dengan kode LGE-3


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Sub-Zona Imbuhan Air Tanah dengan kode LGE-4


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

Zona Cagar Budaya dengan kode CB


Sub-Zona Cagar Budaya dengan kode CB
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Sub-Zona Cagar Budaya dengan kode CB
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …

Zona Ekosistem Mangrove dengan kode EM


Sub-Zona Ekosistem Mangrove dengan kode EM
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
Sub-Zona Ekosistem Mangrove dengan kode EM
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …

Zona Badan Air dengan kode BA


Sub-Zona Badan Air dengan kode BA
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
Sub-Zona Badan Air dengan kode BA
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …

ZONA BUDI DAYA


Zona Hutan Produksi dengan kode KHP
Sub-Zona Hutan Produksi Terbatas dengan kode HPT
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
Sub-Zona Hutan Produksi Terbatas dengan kode HPT
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
1) …
2) …
3) …
g. …
h. …
i. …
j. …

Zona Perkebunan Rakyat dengan kode KR


Sub-Zona Perkebunan Rakyat dengan kode KR
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h.

Zona Pertanian dengan kode P


Sub-Zona Tanaman Pangan dengan kode P-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
Sub-Zona Tanaman Pangan dengan kode P-1
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Hortikultura dengan kode P-2


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Sub-Zona Hortikultura dengan kode P-2
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Perkebunan dengan kode P-3
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Peternakan dengan kode P-4
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
Sub-Zona Peternakan dengan kode P-4
j. …
k.

Zona Perikanan dengan kode IK


Sub-Zona Perikanan Tangkap dengan kode IK-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
Sub-Zona Perikanan Tangkap dengan kode IK-1
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Perikanan Budi Daya dengan kode IK-2


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
Sub-Zona Perikanan Budi Daya dengan kode IK-2
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Pergaraman dengan kode KEG


Sub-Zona Pergaraman dengan kode KEG
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Sub-Zona Pergaraman dengan kode KEG
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Pertambangan dengan kode T


Sub-Zona Pertambangan Mineral Radioaktif dengan kode MRA
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
Sub-Zona Pertambangan Mineral Radioaktif dengan kode MRA
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Pertambangan Mineral Logam dengan kode MLG


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
Sub-Zona Pertambangan Mineral Logam dengan kode MLG
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Pertambangan Mineral Bukan Logam dengan kode MNL


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
Sub-Zona Pertambangan Mineral Bukan Logam dengan kode MNL
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Peruntukan Pertambangan Batuan dengan kode MBT


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
Sub-Zona Peruntukan Pertambangan Batuan dengan kode MBT
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Pertambangan Batubara dengan kode BR


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
Sub-Zona Pertambangan Batubara dengan kode BR
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dengan kode MG
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Panas Bumi dengan kode PB
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
Sub-Zona Panas Bumi dengan kode PB
j. …
k.

Zona Pembangkitan Tenaga Listrik dengan kode PTL


Sub-Zona Pembangkitan Tenaga Listrik dengan kode PTL
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
Sub-Zona Pembangkitan Tenaga Listrik dengan kode PTL
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Kawasan Peruntukan Industri dengan kode KPI


Sub-Zona Kawasan Peruntukan Industri dengan kode KPI
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
Sub-Zona Kawasan Peruntukan Industri dengan kode KPI
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Pariwisata dengan kode W


Sub-Zona Pariwisata dengan kode W
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
Sub-Zona Pariwisata dengan kode W
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Perumahan dengan kode R


Sub-Zona Perumahan Kepadatan Sangat Tinggi dengan kode R-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
Sub-Zona Perumahan Kepadatan Sangat Tinggi dengan kode R-1
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Perumahan Kepadatan Tinggi dengan kode R-2


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
Sub-Zona Perumahan Kepadatan Tinggi dengan kode R-2
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Sub-Zona Perumahan Kepadatan Sedang dengan kode R-3


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
Sub-Zona Sub-Zona Perumahan Kepadatan Sedang dengan kode R-3
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Perumahan Kepadatan Rendah dengan kode R-4


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
Sub-Zona Perumahan Kepadatan Rendah dengan kode R-4
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Perumahan Kepadatan Sangat Rendah dengan kode R-5
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Zona Sarana Pelayanan Umum dengan kode SPU
Sub-Zona SPU Skala Kota dengan kode SPU-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
Sub-Zona SPU Skala Kota dengan kode SPU-1
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona SPU Skala Kecamatan dengan kode SPU-2


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
Sub-Zona SPU Skala Kecamatan dengan kode SPU-2
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona SPU Skala Kelurahan dengan kode SPU-3


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
Sub-Zona SPU Skala Kelurahan dengan kode SPU-3
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona SPU Skala RW dengan kode SPU-4


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
Sub-Zona SPU Skala RW dengan kode SPU-4
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Ruang Terbuka Non Hijau dengan kode RTNH


Sub-Zona Ruang Terbuka Non Hijau dengan kode RTNH
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
Sub-Zona Ruang Terbuka Non Hijau dengan kode RTNH
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Zona Campuran dengan kode C
Sub-Zona Campuran Intensitas Tinggi dengan kode C-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
Sub-Zona Campuran Intensitas Tinggi dengan kode C-1
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Campuran Intensitas Menengah/Sedang dengan kode C-2


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
Sub-Zona Campuran Intensitas Menengah/Sedang dengan kode C-2
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Perdagangan dan Jasa dengan kode K


Sub-Zona Perdagangan dan Jasa Skala Kota dengan kode K-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Perdagangan dan Jasa Skala WP dengan kode K-2
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
Sub-Zona Perdagangan dan Jasa Skala WP dengan kode K-2
j. …
k.

Sub-Zona Perdagangan dan Jasa Skala SWP dengan kode K-3


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
Sub-Zona Perdagangan dan Jasa Skala SWP dengan kode K-3
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Perkantoran dengan kode KT


Sub-Zona Perkantoran dengan kode KT
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Sub-Zona Perkantoran dengan kode KT
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Zona Pengelolaan Persampahan dengan kode PP
Sub-Zona Pengelolaan Persampahan dengan kode PP
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
Sub-Zona Pengelolaan Persampahan dengan kode PP
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Zona Transportasi dengan kode TR
Sub-Zona Transportasi dengan kode TR
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
Sub-Zona Transportasi dengan kode TR
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Zona Pertahanan dan Keamanan dengan kode HK
Sub-Zona Pertahanan dan Keamanan dengan kode HK
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
Sub-Zona Pertahanan dan Keamanan dengan kode HK
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Peruntukan Lainnya dengan kode PL


Sub-Zona Tempat Evakuasi Sementara dengan kode PL-1
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
Sub-Zona Tempat Evakuasi Sementara dengan kode PL-1
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Tempat Evakuasi Akhir dengan kode PL-2
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
Sub-Zona Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) dengan kode PL-3
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
Sub-Zona Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) dengan kode PL-3
j. …
k.

Sub-Zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan kode PL-4


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
Sub-Zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan kode PL-4
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Pengembangan Nuklir dengan kode PL-5


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
Sub-Zona Pengembangan Nuklir dengan kode PL-5
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Sub-Zona Pergudangan dengan kode PL-6


I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
Sub-Zona Pergudangan dengan kode PL-6
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.

Zona Badan Jalan dengan kode BJ


Sub-Zona Badan Jalan dengan kode BJ
I Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
a. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum
b. koefisien lantai bangunan (KLB) minimum
c. koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum
d. koefisien dasar hijau (KDH) minimal
e. luas kaveling minimum
f. koefisien tapak basement (KTB) maksimum dapat diatur apabila diperlukan
g. koefisien wilayah terbangun (KWT) dapat diatur apabila diperlukan
maksimum
II Ketentuan Tata Bangunan
a. ketinggian bangunan (TB) maksimum
b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum
c. jarak bebas antar bangunan minimal
Sub-Zona Badan Jalan dengan kode BJ
d. jarak bebas samping (JBS) minimum
e. jarak bebas belakang (JBB) minimum
III Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
a. …
1) …
2) …
3) …
b. …
c. …
d. …
e. …
f. …
g. …
h. …
i. …
j. …
k.
PETA KETENTUAN KHUSUS BUPATI/WALI KOTA …,

(ttd)

(nama tanpa gelar)


LAMPIRAN VIII
...
PERATURAN BUPATI/WALI KOTA …
NOMOR …TAHUN 2023
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG …

LAMPIRAN ...
PERATURAN BUPATI/WALI KOTA …
NOMOR …TAHUN 2023
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG …

KETENTUAN PELAKSANAAN
A. KETENTUAN VARIANSI PEMANFAATAN RUANG

NO PERUBAHAN KETENTUAN JENIS KETERANGAN


1. Perubahan Ketentuan
Kegiatan dan Penggunaan
Lahan
2. Perubahan Ketentuan - KDB Minimum melebihi aturan dasar Diperkenankan, tidak lebih dari 10 %, dan dikompensasi dengan
Intensitas Pemanfaatan sumur resapan yang memadai, namun dengan pembatasan
waktu atau pada saat merubah atau merenovasi bangunan sudah
Ruang diterapkan ketentuan yang baru.
3. Perubahan Ketentuan
Prasarana dan Sarana BUPATI/WALI KOTA …,
Minimal
4. Perubahan Lainnya (ttd)
Catatan: (nama tanpa gelar)
Ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang merupakan ketentuan yang memberikan kelonggaran untuk menyesuaikan dengan kondisi
tertentu dengan tetap mengikuti ketentuan massa ruang yang ditetapkan dalam peraturan zonasi. Hal ini dimaksudkan untuk
menampung dinamika pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain transfer of development rights (TDR) dan air right
development yang dapat diatur lebih lanjut dalam RTBL.
B. KETENTUAN PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF

NO ZONA/SUB-ZONA LOKASI BENTUK INSENTIF TUJUAN KRITERIA/SYARAT PENERAPAN


1 Zona Perumahan - SWP II.A - Pemberian Mendorong Kegiatan pemanfaatan lahan untuk kolam retensi
Kepadatan Sedang pada kompensasi terwujudnya kawasan perumahan; secara permanen menjadi
dengan kode R-3 Blok - Subsidi zona resapan kolam retensi
II.A.2 - Imbalan air
- Sewa Ruang
2

LOKASI BENTUK
NO ZONA/SUB-ZONA TUJUAN KRITERIA/SYARAT PENERAPAN
DISINSENTIF
1 Sub-Zona Instalasi - SWP II.A - Pengenaan pajak Menghambat ….
Pengolahan Air pada dan/atau terwujudnya
Minum (IPAM) Blok retribusi yang instalasi
dengan kode PL-3 II.A.2 tinggi pengolahan air
- Kewajiban minum
memberi
kompensasi atau
imbalan
2

Catatan:
- Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif mengikuti Pasal 163—Pasal 187 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
- Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif yang merupakanketentuan yang memberikan insentif bagi kegiatan Pema nfaatan ruang
yang sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, serta yang memberikan disinsentif bagi
kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan dampak negatif bagi masyarakat.

C. KETENTUAN UNTUK PENGGUNAAN LAHAN YANG SUDAH ADA DAN TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN ZONASI

NO PERMASALAHAN PERTIMBANGAN KETENTUAN


1 - Terjadi proses erosi - Peraturan Presiden No.51 tahun - Bangunan yang sudah ada sebelum berlakunya
2016 tentang Batas Sempadan Peraturan Bupati ini dapat diizinkan.
Sungai dan peraturan turunannya - Dalam waktu menjalankan kegiatan usaha
- Pembangunan di sungai merupakan harus mempertahankan karakteristik
bagian dari sejarah perkotaan lingkungan sungai dan laut.
Martapura - Perluasan bangunan dalam satu kepemilikan
- Menghindari kerugian akibat tidak dilakukan ke arah sungai.
bencana alam erosi - Dalam pemberian izin baru maupun
- Erosi sebagai proses alami telah penenentuan status qou atau status hukum
menimbulkan masalah status keberadaan bangunan maupun jenis kegiatan
pertanahan di sepanjang sungai karena alasan historis harus melalui
Martapura. Upaya pengendalian pertimbangan Forum Penataan Ruang.
pembangunan sangat dibutuhkan
untuk menghindari tuntutan hukum
kepada pemerintah sekaligus
menghindari bencana.

- - -

Catatan:
Ketentuan ini berlaku untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan RDTR/peraturan zonasi, dan dapat
dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar.
D. ATURAN PERALIHAN

NO ZONA/SUB-ZONA STATUS PEMANFAATAN RUANG

1. Sub-Zona tanaman pangan dengan kode P-1 Ditetapkan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota …

Catatan:
Aturan peralihan mengatur status pemanfaatan ruang yang berbeda dengan fungsi ruang zona peruntukannya. Untuk pemanfaatan
ruang tertentu yang memenuhi persyaratan dapat mengajukan persetujuan “legal nonconforming use” atau persetujuan “conditional use”
LAMPIRAN ...
PERATURAN BUPATI/WALI KOTA …
NOMOR …TAHUN 2023
TENTANG BUPATI/WALI KOTA …,
RENCANA DETAIL TATA RUANG …
(ttd)

TEKNIK PENGATURAN ZONASI (nama tanpa gelar)

BUPATI/WALI KOTA …,

(ttd)

(nama tanpa gelar)

Anda mungkin juga menyukai