Anda di halaman 1dari 69

-1-

WALIKOTA PONTIANAK
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK


NOMOR 30 TAHUN 2021
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG
KOTA PONTIANAK TAHUN 2021 - 2041

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


WALIKOTA PONTIANAK,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan dan


mengatasi keterbatasan lahan kota dalam menghadapi
perkembangan perekonomian kota dan wilayah pada
masa mendatang, perlu didukung rencana detail tata
ruang;
b. bahwa rencana detail tata ruang sebagai salah satu
pedoman untuk rencana pembangunan, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang perlu
diberikan landasan hukum untuk lebih memacu
pembangunan kota yang berwawasan lingkungan;
c. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja bahwa Bupati/Walikota menetapkan rancangan
peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang
Rencana Detail Tata Ruang kabupaten/kota;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan
Peraturan Walikota tentang Rencana Detail Tata Ruang
Kota Pontianak Tahun 2021-2041;
-2-

Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang
Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun
1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1953 Nomor 9) sebagaimana telah diubah
dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1965 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II Tanah Laut, Daerah
Tingkat II Tapin, Daerah Tingkat II Tabalong dengan
Mengubah Undang – Undang Nomor 27 Tahun 1959
Tentang Penetapan Undang-Undang Darurat nomor 3
Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1965 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2758);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Undang-Undang Nomor 11 Nomor 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
-3-

6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6042);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 6633);
8. Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2013
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak
Tahun 2013-2033 (Lembaran Daerah Kota Pontianak
Tahun 2013 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Kota Pontianak Nomor 117);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN WALIKOTA TENTANG RENCANA DETAIL


TATA RUANG KOTA PONTIANAK TAHUN 2021-2041.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Pontianak
2. Kepala Daerah adalah Walikota Pontianak.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah yang memimpin Pelaksanaan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Pontianak.
-4-

4. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang


kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud Undang-Undang
Dasar Tahun 1945.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut, dan
ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan
dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
9. Rencana Detail Tata Ruang adalah rencana secara terperinci tentang
tata ruang wilayah Kota Pontianak yang dilengkapi dengan peraturan
zonasi kota Pontianak.
10. Kota adalah daerah otonom yang terdiri atas kecamatan dan
kelurahan.
11. Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang
dipimpin oleh camat.
12. Kelurahan adalah bagian wilayah dari kecamatan sebagai perangkat
kecamatan.
13. Kota Pontianak adalah daerah otonom yang berperan sebagai ibukota
Provinsi Kalimantan Barat dan berfungsi sebagai Pusat Kegiatan
Nasional.
14. Bagian Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah
bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis
kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya.
15. Sub BWP adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik
dan terdiri dari beberapa blok.
16. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
17. Pusat Pelayanan Kota/Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat
PPK adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi
yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau wilayah provinsi.
-5-

18. Sub Pusat Pelayanan Kota/Kawasan Perkotaan yang selanjutnya


disingkat SPPK adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau
administrasi yang melayani sub wilayah kota.
19. Pusat Lingkungan yang selanjutnya disingkat PL adalah pusat
pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi lingkungan
perumahan.
20. Jaringan adalah satu kesatuan yang saling menghubungkan dan
berada dalam pengaruh pelayanan dalam satu hubungan hierarki.
21. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
22. Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disingkat SPAM adalah
satu kesatuan sarana dan prasarana penyediaan air minum.
23. Sistem Pengelolaan Air Limbah yang selanjutnya disingkat SPAL adalah
satu kesatuan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah.
24. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
25. Zona adalah suatu bagian wilayah atau kawasan yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang untuk mengemban suatu fungsi tertentu
sesuai dengan karakteristik zonanya.
26. Zona Lindung adalah zona yang ditetapkan karakteristik pemanfaatan
ruangnya berdasarkan dominasi fungsi kegiatan masing-masing zona
pada kawasan lindung.
27. Zona Lindung Gambut adalah peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi utama
perlindungan dan keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon,
dan pelestarian keanekaragaman hayati.
28. Zona Sempadan Sungai adalah peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber daya yang
ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.
29. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
-6-

30. Zona Budi Daya adalah zona yang ditetapkan karakteristik


pemanfaatan ruangnya berdasarkan dominasi fungsi kegiatan masing-
masing zona pada kawasan budi daya.
31. Zona Perumahan yang selanjutnya disebut Zona R adalah suatu bagian
wilayah yang meliputi kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
32. Zona Perdagangan dan Jasa yang selanjutnya disebut Zona K adalah
suatu bagian wilayah tempat kegiatan yang terkait dengan transaksi
barang dan/atau jasaberupa pasar rakyat, pertokoan, pusat
perbelanjaan, toko modern, gudang, pusat distribusi, pusat
perbankaan, jasa informasi, jasa keuangan, jasa perusahaan,
penyediaan akomodasi, penyediaan makan minum, dan lainnya, untuk
mendukung kelancaran arus distribusi barang.
33. Zona Perkantoran yang selanjutnya disebut Zona KT adalah suatu
bagian wilayah dengan karakteristik sebagai tempat bekerja.
34. Zona Sarana Pelayanan Umum yang selanjutnya disingkat Zona SPU
adalah suatu bagian wilayah dengan karakteristik kegiatan pendidikan,
kesehatan, olahraga, sosial budaya, peribadatan, dan transportasi yang
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
35. Zona Kawasan Peruntukan Industri yang selanjutnya disingkat Zona
KPI adalah suatu bagian wilayah tempat pemusatan kegiatan industri
yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang terdiri
atas kawasan industri dan Sentra Industri Kecil dan Menengah.
36. Zona Pergudangan yang selanjutnya disebut Zona PL-6 adalah suatu
bagian wilayah dengan karakteristik sebagai suatu ruangan tidak
bergerak yang tertutup dan/atau terbuka dengan tujuan tidak untuk
dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat
penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan dan tidak untuk
kebutuhan sendiri.
37. Zona Pariwisata yang selanjutnya disebut Zona W adalah suatu bagian
wilayah yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait
dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
-7-

38. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan


pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun
untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam
rencana rinci tata ruang.
39. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.
40. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan
gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
41. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan
dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuairencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
42. Koefisien Tapak Basemen yang selanjutnya disingkat KTB adalah
penetapan besar maksimal tapak basemen didasarkan pada batas KDH
minimal yang ditetapkan.
43. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah garis
sempadan jalan.
44. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
45. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Maksud disusunnya Peraturan Walikota ini adalah sebagai pedoman
dalam peningkatan pembangunan dan mengatasi keterbatasan lahan
kota agar terwujud ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan.
-8-

Pasal 3
Tujuan disusunnya peraturan Walikota ini adalah sebagai acuan
pemberian izin pemanfaatan ruang dalam mengimplementasikan
kebijakan penataan ruang, rencana struktur dan rencana pola ruang
serta pengendalian pemanfaatan ruang di kota Pontianak.

Pasal 4
Ruang lingkup peraturan Walikota ini meliputi:
a. peran dan fungsi RDTR serta cakupan BWP;
b. tujuan dan sasaran penataan ruang;
c. rencana struktur ruang;
d. rencana pola ruang;
e. penetapan Sub BWP yang prioritaskan penanganannya;
f. ketentuan pemanfaatan ruang;
g. peraturan zonasi;
h. ketentuan perizinan;
i. hak, kewajiban, dan peran Masyarakat;
j. jangka waktu dan peninjauan kembali;

BAB III
PERAN DAN FUNGSI RDTR SERTA CAKUPAN BWP
Bagian Kesatu
Peran dan Fungsi RDTR
Pasal 5
RDTR berperan sebagai alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Pontianak dan alat koordinasi pelaksanaan pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Pontianak.

Pasal 6
RDTR berfungsi sebagai pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan di Kota Pontianak;
b. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kota
Pontianak;
c. perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan antar zona, serta keserasian antar sektor di Kota
Pontianak;
d. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kota Pontianak;
-9-

e. pengelolaan Kota Pontianak; dan


f. perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kota Pontianak.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Wilayah

Pasal 7
(1) Ruang lingkup wilayah perencanaan meliputi wilayah administratif
Kota Pontianak dengan luas 11.550 (sebelas ribu lima ratus lima
puluh) hektar beserta ruang perairan, ruang udara di atasnya dan
ruang di dalam bumi.
(2) Wilayah administratif Kota Pontianak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan satu kesatuan BWP yang mencakup 8 (delapan)
Sub BWP terdiri atas:
a. Sub BWP A merupakan bagian wilayah PPK mencakup 12 (dua
belas) Blok dengan luas 1.373,56 (seribu tiga ratus tujuh puluh tiga
koma lima puluh enam) hektar meliputi:
1. blok A-1 meliputi Kelurahan Mariana Kecamatan Pontianak
Kota;
2. blok A-2 meliputi Kelurahan Tengah Kecamatan Pontianak Kota;
3. blok A-3 meliputi Kelurahan Darat sekip Kecamatan Pontianak
Kota;
4. blok A-4 meliputi Kelurahan Benua melayu Darat Kecamatan
Pontianak Selatan;
5. blok A-5 meliputi Kelurahan Benua melayu Laut Kecamatan
Pontianak Selatan;
6. blok A-6 meliputi Kelurahan Tambelan sampit Kecamatan
Pontianak Timur;
7. blok A-7 meliputi Kelurahan Dalam bugis Kecamatan Pontianak
Timur;
8. blok A-8 meliputi Kelurahan Tanjung hilir Kecamatan Pontianak
Timur;
9. blok A-9 meliputi Kelurahan Siantan Tengah Kecamatan
Pontianak Utara;
10. blok A-10 meliputi Kelurahan Siantan Hilir Kecamatan
Pontianak Utara;
- 10 -

11. blok A-11 meliputi Kelurahan Sungai Jawi Dalam dan


Kelurahan Sungai jawi Luar Kecamatan Pontianak Barat; dan
12. blok A-12 meliputi Kelurahan Akcaya danKelurahan Parit
tokaya Kecamatan Pontianak Selatan.
b. Sub BWP B merupakan bagian wilayah SPPK 1 mencakup 4 (empat)
Blok dengan luas 1.458,23 (seribu empat ratus lima puluh delapan
koma dua puluh tiga) hektar meliputi:
1. blok B-1 meliputi Kelurahan Bansir Laut Kecamatan Pontianak
Tenggara;
2. blok B-2 meliputi Kelurahan Bangka Belitung Laut Kecamatan
Pontianak Tenggara;
3. blok B-3 meliputi Kelurahan Bangka Belitung Darat Kecamatan
Pontianak Tenggara; dan
4. blok B-4 meliputi Kelurahan Bansir Darat Kecamatan Pontianak
Tenggara.
c. Sub BWP C merupakan bagian wilayah SPPK 2 mencakup 6 (enam)
Blok dengan luas 1.516,6 (seribu lima ratus enam belas koma
enam) hektar meliputi:
1. blok C-1 meliputi Kelurahan Sungai bangkong Kecamatan
Pontianak Kota;
2. blok C-2 meliputi Kelurahan Sungai bangkong Kecamatan
Pontianak Kota;
3. blok C-3 meliputi Kelurahan Sungai bangkong Kecamatan
Pontianak Kota;
4. blok C-4 meliputi Kelurahan Akcaya Kecamatan Pontianak
Selatan;
5. blok C-5 meliputi Kelurahan Kotabaru Kecamatan Pontianak
Selatan; dan
6. blok C-6 meliputi Kelurahan Parit tokaya Kecamatan Pontianak
Selatan.
d. Sub BWP D merupakan bagian wilayah SPPK 3 mencakup 5 (lima)
Blok dengan luas 1.487,53 (seribu empat ratus delapan puluh
tujuh koma lima puluh tiga) hektar meliputi:
1. blok D-1 meliputi Kelurahan Sungai jawi Dalam Kecamatan
Pontianak Barat;
- 11 -

2. blok D-2 meliputi Kelurahan Pal lima Kecamatan Pontianak


Barat;
3. blok D-3 meliputi Kelurahan Sungai jawi Kecamatan Pontianak
Kota;
4. blok D-4 meliputi Kelurahan Sungai jawi Kecamatan Pontianak
Kota; dan
5. blok D-5 meliputi Kelurahan Sungai jawi Kecamatan Pontianak
Kota.
e. Sub BWP E merupakan bagian wilayah SPPK 4 mencakup 3 (tiga)
Blok dengan luas 821,12 (delapan ratus dua puluh satu koma dua
belas) hektar meliputi:
1. blok E-1 meliputi Kelurahan Sungai jawi Luar Kecamatan
Pontianak Barat;
2. blok E-2 meliputi Kelurahan Sungai beliung Kecamatan
Pontianak Barat; dan
3. blok E-3 meliputi Kelurahan Sungai beliung Kecamatan
Pontianak Barat.
f. Sub BWP F merupakan bagian wilayah SPPK 5 mencakup 5 (lima)
Blok dengan luas 2.090,36 (dua ribu sembilan puluh koma tiga
puluh enam) hektar meliputi:
1. blok F-1 meliputi Kelurahan Siantan Hulu Kecamatan
Pontianak Utara;
2. blok F-2 meliputi Kelurahan Siantan Hulu Kecamatan
Pontianak Utara;
3. blok F-3 meliputi Kelurahan Siantan Tengah Kecamatan
Pontianak Utara;
4. blok F-4 meliputi Kelurahan Siantan Hilir Kecamatan
Pontianak Utara; dan
5. blok F-5 meliputi Kelurahan Siantan Hulu, Kelurahan Siantan
Tengah, dan Kelurahan Siantan Hilir Kecamatan Pontianak
Utara.
g. Sub BWP G merupakan bagian wilayah SPPK 6 mencakup 4
(empat) Blok dengan luas 1.895,13 (seribu delpan ratus sembilan
puluh lima koma tiga belas) hektar meliputi:
1. blok G-1 meliputi Kelurahan Siantan Hilir Kecamatan
Pontianak Utara;
- 12 -

2. blok G-2 meliputi Kelurahan Batu layang Kecamatan


Pontianak Utara;
3. blok G-3 meliputi Kelurahan Batulayang Kecamatan Pontianak
Utara; dan
4. blok G-4 meliputi Kelurahan Siantan Hilir dan Kelurahan Batu
layang Kecamatan Pontianak Utara.
h. Sub BWP H merupakan bagian wilayah SPPK 7 mencakup 4
(empat) Blok dengan luas 907,9 (sembilan ratus tujuh koma
sembilan) hektar meliputi:
1. blok H-1 meliputi Kelurahan Tanjung hulu Kecamatan
Pontianak Timur;
2. blok H-2 meliputi Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak
Timur;
3. blok H-3 meliputi Kelurahan Banjar Serasan Kecamatan
Pontianak Timur; dan
4. blok H-4 meliputi Kelurahan Parit mayor Kecamatan Pontianak
Timur.
(3) Cakupan BWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan
dalam Peta Cakupan BWP dengan menggunakan tingkat ketelitian
sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu), tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Walikota ini.

BAB IV
TUJUAN DAN SASARAN PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 8
Penataan ruang BWP Kota Pontianak bertujuan untuk mewujudkan
kota perdagangan dan jasa terdepan di Kalimantan yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Pasal 9
Tema penataan ruang Sub BWP terdiri atas:
- 13 -

a. Sub BWP A untuk mewujudkan pelayanan perdagangan dan jasa skala


kota dan regional, pelayanan wisata budaya, dan pelayanan
transportasi laut yang berkarakter dan berkelanjutan;
b. Sub BWP B untuk mewujudkan pelayanan pendidikan tinggi,
pelayanan kesehatan, dan lingkungan hunian yang layak huni dan
hijau yang berketahanan iklim dengan dukungan prasarana sarana
yang handal;
c. Sub BWP C untuk mewujudkan lingkungan hunian yang layak huni
dan hijau yang berketahanan iklim dengan dukungan prasarana
sarana yang handal;
d. Sub BWP D untuk mewujudkan lingkungan hunian yang layak huni
dan hijau yang berketahanan iklim dengan dukungan prasarana
sarana yang handal;
e. Sub BWP E untuk mewujudkan pelayanan pergudangan yang
berkarakter dan lingkungan hunian yang layak huni dan hijau yang
berketahanan iklim dengan dukungan prasarana sarana yang handal;
f. Sub BWP F untuk mewujudkan agribisnis hortikultura, eko-industri
kecil dan menengah yang kreatif terpadu;
g. Sub BWP G untuk mewujudkan pelayanan eko-industri pengolahan
hasil perkebunan dan perikanan; dan
h. Sub BWP H untuk mewujudkan lingkungan hunian yang layak huni
dan hijau yang berketahanan iklim dengan dukungan prasarana
sarana yang handal.

Bagian Kedua
Sasaran Penataan Ruang

Pasal 10
(1) Sasaran untuk mewujudkan pelayanan perdagangan dan jasa skala
kota dan regional, pelayanan wisata budaya, dan pelayanan
transportasi laut yang berkarakter dan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas:
a. berkembangnya zona perdagangan dan jasa skala provinsi, nasional
dan internasional;
b. berkembangnya zona pariwisata budaya;
c. berkembangnya zona perkantoran pemerintahan;
- 14 -

d. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi


dan jaringan telekomunikasi) antar zona dan antar wilayah yang
baik;
e. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
f. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
g. berkembangnya zona perlindungan setempat dan RTH untuk
mendukung kelestarian lingkungan; dan
h. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan
zonasi.
(2) Sasaran untuk mewujudkan pelayanan pendidikan tinggi, pelayanan
kesehatan dan lingkungan hunian yang layak huni dan hijau yang
berketahanan iklim dengan dukungan prasarana sarana yang handal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas:
a. berkembangnya pelayanan pendidikan tinggi dan pelayanan
kesehatan nasional dan internasional;
b. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi,
dan jaringan telekomunikasi) antarzona dan antarwilayah yang
baik;
c. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL, dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
d. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
e. berkembangnya zona sempadan sungai dan RTH untuk mendukung
kelestarian lingkungan; dan
f. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan
zonasi.
(3) Sasaran untuk mewujudkan lingkungan hunian yang layak huni dan
hijau yang berketahanan iklim dengan dukungan prasarana sarana
yang handal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c terdiri atas:
a. berkembangnya zona perumahan dan lingkungan hunian;
b. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi,
dan jaringan telekomunikasi) antarzona yang baik;
c. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
d. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
e. berkembangnya zona sempadan sungai dan RTH untuk mendukung
kelestarian lingkungan; dan
- 15 -

f. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan


zonasi.
(4) Sasaran untuk mewujudkan lingkungan hunian yang layak huni dan
hijau yang berketahanan iklim dengan dukungan prasarana sarana
yang handal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d terdiri atas:
a. berkembangnya zona perumahan dan lingkungan hunian;
b. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi,
dan jaringan telekomunikasi) antarzona yang baik;
c. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
d. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
e. berkembangnya zona sempadan sungai dan RTH untuk mendukung
kelestarian lingkungan; dan
f. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan
zonasi.
(5) Sasaran untuk mewujudkan pelayanan pergudangan yang berkarakter
dan lingkungan hunian yang layak huni dan hijau yang berketahanan
iklim dengan dukungan prasarana sarana yang handal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf e terdiri atas:
a. berkembangnya zona pergudangan;
b. berkembangnya zona kawasan peruntukan industri pengolahan
ikan dengan dukungan pelabuhan perikanan;
c. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi,
dan jaringan telekomunikasi) antar zona yang baik;
d. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
e. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
f. berkembangnya zona sempadan sungai dan RTH untuk mendukung
kelestarian lingkungan; dan
g. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan
zonasi.
(6) Sasaran untuk mewujudkan agribisnis hortikultura, eko-industri kecil
dan menengah yang kreatif terpadu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf f terdiri atas:
a. berkembangnya sistem agribisnis, serta eko-industri kecil dan
menengah;
- 16 -

b. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi


dan jaringan telekomunikasi) antar zona dan antar wilayah yang
baik;
c. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL, dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
d. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
e. berkembangnya zona sempadan sungai dan RTH untuk mendukung
kelestarian lingkungan; dan
f. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan
zonasi.
(7) Sasaran untuk mewujudkan pelayanan eko-industri pengolahan hasil
perkebunan dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf g terdiri atas:
a. berkembangnya zona kawasan peruntukan industri yang sesuai
dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan;
b. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi,
dan jaringan telekomunikasi) antarzona dan antarwilayah yang
baik;
c. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
d. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
e. berkembangnya zona lindung gambut, zona sempadan sungai, dan
RTH untuk mendukung kelestarian lingkungan; dan
f. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan
zonasi.
(8) Sasaran untuk mewujudkan lingkungan hunian yang layak huni dan
hijau yang berketahanan iklim dengan dukungan prasarana sarana
yang handal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf h terdiri atas:
a. berkembangnya zona perumahan baru;
b. meningkatnya kualitas konektivitas (transportasi, jaringan energi
dan jaringan telekomunikasi) antarzona yang baik;
c. meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana SPAM, jaringan
drainase, SPAL dan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan;
d. meningkatnya kualitas sarana pelayanan umum;
e. berkembangnya zona lindung gambut, zona sempadan sungai, dan
RTH untuk mendukung kelestarian lingkungan; dan
- 17 -

f. terkendalinya pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan peraturan


zonasi.

BAB V
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 11
(1) Rencana Struktur Ruang Kota Pontianak ditetapkan dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas pusat pelayanan, meningkatkan kualitas
dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana, serta meningkatkan
fungsi Kota Pontianak sebagai Pusat Kegiatan Nasional yang mandiri
dengan mengedepankan pelestarian lingkungan.
(2) Rencana struktur ruang Kota Pontianak berfungsi sebagai penunjang
dan penggerak kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarki memiliki hubungan fungsional.
(3) Rencana struktur ruang Kota Pontianak terdiri atas:
a. rencana pengembangan pusat pelayanan;
b. rencana jaringan transportasi;
c. rencana jaringan energi;
d. rencana jaringan telekomunikasi;
e. rencana jaringan air minum;
f. rencana jaringan drainase;
g. rencana pengelolaan air limbah;
h. rencana jaringan persampahan; dan
i. rencana jaringan prasarana lainnya.
(4) Rencana Struktur Ruang Kota Pontianak sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) digambarkan dalam Peta Rencana Struktur Ruang Kota
Pontianak dengan menggunakan tingkat ketelitian sumber data skala
1:5.000 (satu banding lima ribu), tercantum dalam Lampiran II
dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Walikota ini.
- 18 -

Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

Pasal 12
(1) Rencana pengembangan pusat pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a merupakan distribusi pusat-pusat
pelayanan yang ditetapkan dengan tujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas dan jangkauan pusat pelayanan Kota
Pontianak.
(2) Rencana pengembangan pusat pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. PPK;
b. SPPK; dan
c. PL.
(3) PPK sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan
dalam rangka meningkatkan pelayanan ekonomi, sosial dan/atau
administrasi yang memiliki fungsi pelayanan utama untuk melayani
wilayah kota, provinsi, nasional dan internasional berada di Sub BWP
A.
(4) SPPK sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan
dalam rangka meningkatkan pelayanan ekonomi, sosial dan/atau
administrasi yang memiliki fungsi pelayanan sekunder untukkota
terdiri atas:
a. SPPK 1 merupakan pusat Sub BWP B;
b. SPPK 2 merupakan pusat Sub BWP C;
c. SPPK 3 merupakan pusat Sub BWP D;
d. SPPK 4 merupakan pusat Sub BWP E;
e. SPPK 5 merupakan pusat Sub BWP F;
f. SPPK 6 merupakan pusat Sub BWP G; dan
g. SPPK 7 merupakan pusat Sub BWP H.
(5) PL sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan dalam
rangka meningkatkan pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau
administrasi yang memiliki fungsi pelayanan tersier untuk melayani
permukiman terdiri atas:
a. Pusat Lingkungan Kecamatan;
b. Pusat Lingkungan Kelurahan, dan
c. Pusat Rukun Warga.
- 19 -

(6) PPK, SPPK dan PL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran III dimaksud merupakan yang bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
(7) Rencana pengembangan pusat pelayanan Kota Pontianak sebagaimana
dimaksud dalam Bagian Kedua digambarkan dalam Peta Rencana
Pengembangan Pusat Pelayanan Kota Pontianak dengan menggunakan
tingkat ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu),
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dimaksud merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Ketiga
Rencana Jaringan Transportasi

Pasal 13
(1) Rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (3) huruf b ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas dan jangkauan pelayanan pergerakan orang dan barang serta
memfungsikannya sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
(2) Rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. rencana jaringan transportasi darat; dan
b. rencana jaringan transportasi laut dan sungai.

Pasal 14
Rencana jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. sistem jaringan jalan dan jembatan;
b. jaringan jalur kereta api; dan
c. jaringan sungai dan penyeberangan.

Pasal 15
Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
terdiri atas:
a. jaringan jalan;
b. jalur pejalan kaki;
- 20 -

c. jalur sepeda; dan


d. terminal penumpang.

Pasal 16
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a berupa
jaringan jalan arteri primer terdiri atas:
a. jaringan jalan nasional;
b. jaringan jalan provinsi; dan
c. jaringan jalan kota.
(2) Jaringan jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa jaringan jalan arteri primer terdiri atas:
a. Jalan Khatulistiwa;
b. Jalan Gusti Situt Mahmud;
c. Jalan Sultan Hamid II (Jalan Perintis Kemerdekaan);
d. Jalan Komodor Yos Sudarso;
e. Jalan Pak Kasih;
f. Jalan Rahadi Usman;
g. Jalan Tanjungpura;
h. Jalan Pahlawan;
i. Jalan Veteran;
j. Jalan Ahmad Yani; dan
k. Jalan Ya’ M. Sabran.
(3) Jaringan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1)
huruf b berupa jaringan jalan kolektor primer terdiri atas:
a. Jalan Hasanudin;
b. Jalan H.R.A. Rachman;
c. Jalan Husein Hamzah;
d. Jalan Imam Bonjol;
e. Jalan Adi Sucipto; dan
f. Jalan Tanjung Raya II.
(4) Jaringan jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
atas:
a. jaringan jalan arteri sekunder;
b. jaringan jalan kolektor sekunder;
c. jaringan jalan lokal sekunder; dan
d. jaringan jalan lingkungan sekunder.
- 21 -

(5) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan
ayat (4) tercantum dalam Lampiran V sebagaimana dimaksud
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
(6) Jaringan jalan lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf d merupakan jalan yang menghubungkan antar persil yang
tersebar merata dan seimbang di seluruh Blok.
(7) Jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, arteri sekunder, dan
kolektor sekunder dapat dimanfaatkan sebagai jaringan jalan untuk
bus rapid transit.

Pasal 17
(1) Jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b
ditetapkan dengan tujuan untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki
dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menjamin aspek
keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki.
(2) Jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:
a. jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, arteri sekunder, kolektor
sekunder, dan lokal sekunder di Zona RTH, Zona R, Zona K, Zona KT,
Zona SPU, Zona KPI, Zona PL-6, dan Zona W; dan
b. jaringan jalan lingkungan sekunder.

Pasal 18
(1) Jalur sepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c
ditetapkan dengan tujuan untuk memfasilitasi pergerakan sepeda dari
satu tempat ke tempat lainnya dengan menjamin aspek keselamatan
dan kenyamanan bersepeda.
(2) Jalur sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:
a. jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, arteri sekunder, kolektor
sekunder dan lokal sekunder di Zona RTH, Zona R, Zona K, Zona KT,
Zona SPU, Zona KPI, Zona PL-6, dan Zona W; dan
b. jaringan jalan lingkungan sekunder.

Pasal 19
Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d
terdiri atas:
- 22 -

a. terminal penumpang tipe B Batu Layang di Blok G-3 Kelurahan Batu


layang; dan
b. terminal penumpang tipe C di:
1. blok A-9 Kelurahan Siantan Tengah;
2. blok C-5 Kelurahan Kotabaru;
3. blok D-1 Kelurahan Sungai Jawi Dalam;
4. blok D-2 Kelurahan Pal Lima; dan
5. blok E-3 Kelurahan Sungai Beliung.

Pasal 20
(1) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
b ditetapkan dengan tujuan meningkatkan keterkaitan dengan sistem
perkotaan Pulau Kalimantan dan keterkaitan antar Rencana
Pengembangan Pusat Pelayanan terdiri atas:
a. jaringan jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. jaringan jalur kereta api antar kota; dan
b. jaringan jalur kereta api perkotaan.
(3) Jaringan jalur kereta api antarkota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a merupakan merupakan jalur ganda kereta api antarkota
Lintas Selatan Pulau Kalimantan Bagian Barat yang menghubungkan
Sanggau-Pontianak-Mempawah yang melalui Kelurahan Siantan Hulu,
Kelurahan Siantan Tengah, Kelurahan Siantan Hilir dan Kelurahan
Batu layang.
(4) Jaringan jalur kereta api perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b merupakan jalur ganda kereta api perkotaan atau jalur rel
kereta api ringan untuk Lintas Rel Terpadu terdiri atas:
a. jalur utama meliputi:
1. jalur Selatan Sungai Kapuas ditetapkan di Jalan Adi Sucipto,
Jalan Imam Bonjol, Jalan Tanjung Pura, Jalan Pak Kasih, dan
Jalan Komodor Yos Sudarso; dan
2. jalur Utara Sungai Kapuas ditetapkan di Jalan Gusti Situt
Mahmud dan Jalan Khatulistiwa;
- 23 -

b. jalur penghubung meliputi:


1. penghubung jalur Selatan dan jalur Utara ditetapkan di Jalan
Sultan Hamid II (Jalan Perintis Kemerdekaan);
2. jalur penghubung Stasiun Ambawang ditetapkan di Jalan Ya’ M.
Sabran;
3. jalur tengah ditetapkan di Jalan Diponegoro, Jalan Gusti
Sulung Lelanang, Jalan Sultan Abdurrahman, Jalan Sultan
Syahrir, dan Jalan Prof. M. Yamin;
4. jalur barat ditetapkan di Jalan Hasanudin, Jalan H.R.A.
Rachman, dan Jalan Husein Hamzah; dan
5. jalur penghubung barat tengah ditetapkan di Jalan Ampera;
c. jalur penghubung lainnya meliputi Jalur RSUD di Jalan Sei Raya
Dalam, Jalan Ahmad Yani, Jalan 28 Oktober, Jalan Budi Utomo,
dan Jalur Saigon Jalan Tanjung Raya II.
(5) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa
stasiun penumpang sedang berada di blok A-2 Kelurahan Tengah, blok
A-5 Kelurahan Benua Melayu Laut, blok A-9 Kelurahan Siantan
Tengah, blok A-11 Kelurahan Sungai jawi Luar, blok B-1, Kelurahan
Bansir Laut, blok B-2 Kelurahan Bangka Belitung Laut, blok C-4
Kelurahan Akcaya, blok C-5 Kelurahan Kotabaru, blok D-1 Kelurahan
Sungaijawi Dalam, blok D-2 Kelurahan Pal Lima, blok E-1 Kelurahan
Sungaijawi Luar, blok E-3 Kelurahan Sungai beliung, blok F-5
Kelurahan Siantan Hulu, blok G-1 Kelurahan Siantan Hilir, blok G-3
Kelurahan Batulayang, blok H-1 Kelurahan Tanjung Hulu dan blok H-4
Kelurahan Parit Mayor.
(6) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
(1) Jaringan sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf c terdiri atas:
a. pelabuhan sungai;
b. alur-pelayaran; dan
c. lintas penyeberangan.
(2) Pelabuhan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
pelabuhan atau dermaga sungai terdiri atas:
a. pelabuhan pengumpul Bardan Hadi di Blok A-2; dan
- 24 -

pelabuhan pengumpul Siantan di Blok A-9.

(3) Alur-pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


merupakan alur pelayaran kelas I meliputi:
a. alur-pelayaran di Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang
menghubungkan wilayah di dalam Kota Pontianak; dan
b. alur-pelayaran Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang
menghubungkan Kota Pontianak dengan wilayah kabupaten/kota
di Provinsi Kalimantan Barat.
(4) Lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. lintas penyeberangan antar kabupaten/kota yang menghubungkan
pelabuhan Bardan Hadi dengan pelabuhan sungai lainnya; dan
b. lintas penyeberangan dalam kota yang menghubungkan pelabuhan
Bardan Hadi dengan pelabuhan Siantan.

Pasal 22
(1) Rencana jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. pelabuhan laut; dan
b. alur-pelayaran.
(2) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. pelabuhan utama;
b. pelabuhan pengumpan lokal; dan
c. terminal khusus.
(3) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri
atas:
a. pelabuhan utama Dwikora di Blok A-2; dan
b. pelabuhan utama Nipah Kuning di Blok E-3.
(4) Pelabuhan pengumpan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b Pelabuhan Sheng Hie di Blok A-5.
(5) Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri
atas:
a. pelabuhan perikanan meliputi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Sungai Jawi di Blok E-1 dan PPI Pontianak di Blok E-3;
b. pangkalan TNI-AL di Blok E-1;
c. pangkalan Depo BBM di Blok G-1, Blok G-2, dan Blok G-3;
- 25 -

d. dermaga Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai di Blok E-1;


e. dermaga Bea dan Cukai di Blok A-2;
f. dermaga distrik Navigasi Kelas III di Blok A-10;
g. dermaga Wisata Tugu Khatulistiwa di Blok G-3; dan
h. dermaga wisata di Blok A-2 dan Blok A-6.
(6) Alur pelayaran di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan alur pelayaran masuk pelabuhan utama Dwikora,
pelabuhan utama Nipah Kuning, pelabuhan untuk kegiatan
pertahanan dan keamanan, pelabuhan untuk kegiatan perikanan,
dan/atau pelabuhan lainnya di Kota Pontianak.

Pasal 23
Rencana jaringan transportasi kota Pontianak sebagaimana dimaksud
dalam Bagian Ketiga digambarkan dalam Peta Rencana Jaringan
Transportasi Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat ketelitian
sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI dimaksud merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Keempat
Rencana Jaringan Energi

Pasal 24
(1) Rencana jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(3) huruf c ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
energi dalam jumlah cukup dan menyediakan akses berbagai jenis
energi bagi masyarakat untuk kebutuhan sekarang dan masa datang.
(2) Rencana jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi; dan
b. jaringan infrastruktur ketenagalistrikan.
(3) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. jaringan pipa gas transmisi merupakan bagian dari jaringan pipa
gas transmisi Natuna-Pontianak-Palangkaraya; dan
- 26 -

b. jaringan pipa gas distribusi ditetapkan di jaringan jalan arteri


primer, kolektor primer, arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal
sekunder, dan jalan lingkungan sekunder.
(4) Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana
pendukungnya berupa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan/atau
Pembangkit Listrik Tenaga Gas Siantan di Blok G-1;
b. jaringan transmisi tenaga listrik berupa Saluran Udara Tegangan
Tinggi Siantan-Tayan ditetapkan di Blok F-5 Kelurahan Siantan
Hulu, Kelurahan Siantan Tengah, dan Kelurahan Siantan Hilir,
Blok G-1 Kelurahan Siantan Hilir, Blok G-2 Kelurahan Batulayang,
Blok G-3 Kelurahan Batu layang, serta Blok G-4 Kelurahan Siantan
Hilir dan Kelurahan Batu layang; dan
c. jaringan distribusi tenaga listrik yang terdiri atas:
1. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) di ruang dalam bumi
ditetapkan di jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, arteri
sekunder dan kolektor sekunder;
2. Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR) di ruang dalam bumi
ditetapkan di jaringan jalan lokal sekunder dan lingkungan
sekunder sebagaimana;
3. gardu induk Siantan di Blok G-1;
4. gardu distribusi tersebar merata di seluruh BWP; dan
5. travo step up di Blok A-2, Blok B-1, Blok B-4, dan Blok H-1.

Pasal 25
Rencana jaringan energi Kota Pontianak sebagaimana dimaksud dalam
Bagian Keempat digambarkan dalam Peta Rencana Jaringan Energi
Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat ketelitian sumber data
skala 1:5.000 (satu banding lima ribu) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VII dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Walikota ini.
- 27 -

Bagian Kelima
Rencana Jaringan Telekomunikasi

Pasal 26
(1) Rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (3) huruf d ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan
aksesibilitas masyarakat dan dunia usaha terhadap layanan
komunikasi baik nasional maupun internasional.
(2) Rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. jaringan tetap;
b. jaringan bergerak terestrial;
c. jaringan bergerak seluler; dan
d. jaringan bergerak satelit.
(3) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri
atas:
a. jaringan serat optik ditetapkan di jaringan jalan arteri primer,
kolektor primer, arteri sekunder, kolektor sekunder, jaringan jalan
lokal sekunder, dan jalan lingkungan sekunder untuk melayani
seluruh Blok; dan
b. Stasiun Telepon Otomat (STO) ditetapkan menyebar dan seimbang
untuk melayani seluruh Blok.
(4) Jaringan bergerak terestrial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b meliputi jaringan radio trunking dan radio panggil untuk umum
ditetapkan menyebar dan seimbang untuk melayani seluruh Blok.
(5) Jaringan bergerak seluler sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
meliputi:
a. Menara Base Transceiver Station mandiri dan menara Base
Transceiver Station Bersama ditetapkan menyebar dan seimbang
untuk melayani seluruh Blok oleh penyelenggara telekomunikasi
dengan memperhatikan efisiensi pelayanan, keamanan dan
kenyamanan lingkungan sekitarnya diatur sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b. Stasiun transmisi ditetapkan menyebar dan seimbang melayani
seluruh blok.
(6) Jaringan bergerak satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
berupa stasiun bumi di Blok F-1.
- 28 -

Pasal 27
Rencana jaringan telekomunikasi Kota Pontianak sebagaimana
dimaksud dalam Bagian Kelima digambarkan dalam Peta Rencana
Jaringan Telekomunikasi Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat
ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII dimaksud merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan WaliKota ini.

Bagian Keenam
Rencana Jaringan Air Minum

Pasal 28
(1) Rencana jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (3) huruf editetapkan dengan tujuan untuk menjamin kuantitas,
kualitas dan kontinuitas penyediaan air minum bagi masyarakat dan
kegiatan ekonomi, serta meningkatkan efisiensi dan cakupan
pelayanan.
(2) Rencana jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. jaringan perpipaan; dan
b. jaringan non perpipaan.
(3) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. unit air baku berupa bangunan pengambilan air (intake) dan unit
produksi berupa instalasi produksi ditetapkan di Blok A-5, Blok E-
1, Blok F-1, dan Blok H-4;
b. unit distribusi air minum meliputi:
1. jaringan pipa distribusi utama ditetapkan di Jalan Komodor Yos
Sudarso, Jalan Hasanudin, Jalan K.H. Wahid Hasyim, Jalan Ahmad
Yani, Jalan Veteran, Jalan Pahlawan, Jalan Imam Bonjol, jaringan
jalan arteri primer dan kolektor primer, arteri sekunder, kolektor
sekunder, dan jaringan jalan lokal primer;
2. jaringan pipa distribusi pembawa atau distribusi sekunder
ditetapkan di Jalan Pahlawan, Jalan Veteran, Jalan Gajah Mada,
Jalan Ahmad Yani, Jalan HOS. Cokro Aminoto, Jalan Tanjung
Raya, Jalan Gusti Situt Mahmud, Jalan Selat Sunda, Jalan Sawo,
- 29 -

Jalan Ali Anyang, Jalan Muhammad Sohor, Jalan Ya’M. Sabran,


Jalan Tanjung Raya II, Jalan Tani, Jalan Komodor Yos Sudarso,
Jalan Karet, Jalan Tabrani Ahmad, Jalan Husein Hamzah, Jalan
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Jalan Ampera, Jalan Prof. M. Yamin,
Jalan Dr. Sutomo, Jalan Parit. H. Husin II, Jalan 28 Oktober, Jalan
Budi Utomo, Jalan Selat Panjang, Jalan Kebangkitan Nasional,
Jalan Khatulistiwa, Jalan Panca Bhakti,Jalan Sungai Raya Dalam,
Jalan Sungai Malaya, jaringan jalan arteri primer, kolektor primer,
arteri sekunder, kolektor sekunder, dan lokal sekunder; dan
3. jaringan pipa distribusi pembagi atau distribusi tersier ditetapkan
di jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, arteri sekunder,
kolektor sekunder dan lokal sekunder;
c. unit pelayanan air minum meliputi:
1. jaringan pipa pelayanan ditetapkan di jaringan jalan lingkungan
sekunder menyebar dan seimbang untuk melayani seluruh
Blok;
2. sambungan rumah untuk melayani Zona RTH, Zona R, Zona K,
Zona KT, Zona SPU, Zona KPI, Zona PL, dan Zona W;
3. hidran umum untuk melayani di Zona RTH, Zona R, Zona K,
Zona KT, Zona SPU, Zona KPI, Zona PL, dan Zona W; dan
4. hidran kebakaran untuk melayani di Zona RTH, Zona R, Zona
K, Zona KT, Zona SPU, Zona KPI, Zona PL, dan Zona W.
(4) Jaringan non perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi sumur pompa berada di Zona R-4 yang merupakan sub zona
perumahan kepadatan rendah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jaringan air minum diatur
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29
Rencana jaringan air minum Kota Pontianak digambarkan dalam Peta
Rencana Jaringan Air Minum Kota Pontianak dengan menggunakan
tingkat ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX dimaksud merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
- 30 -

Bagian Ketujuh
Rencana Jaringan Drainase

Pasal 30
(1) Rencana jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(3) huruf f ditetapkan dengan tujuan untuk mengurangi genangan air
dan mendukung pengendalian banjir.
(2) Rencana jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. saluran drainase induk/primer;
b. saluran drainase sekunder; dan
c. saluran drainase tersier.
(3) Saluran drainase induk/primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dikembangkan melalui saluran pembuangan utama pada
sungai dan/atau anak sungai dan/atau kanal buatan di:
a. Sungai Kapuas Besar, Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, Sungai
Raya, Sungai Kapitan, Sungai Jenggot, Sungai Nipah Kuning,
Sungai Parit Jawi, Sungai Serok, Sungai Beliung, Sungai Selamat,
Sungai Kuning, Sungai Dirhaka, Sungai Pandan;
b. Parit Bansir, Parit Besar, Parit Tokaya, Parit Bangka, Parit Haji
Husin, Parit Bating, Parit Daeng Lasibek, Parit Jepon, Parit Kongsi,
Parit Langgar, Parit Mayor, Parit Pangeran Pati, Parit Semerangkai,
Parit Tembelan, Parit Wan Bakar Kapur, Parit Haji Yusuf, Parit Jalil,
Parit Norman, Parit Sungai Kapuas, Parit Lobalo, Parit Tengah, Parit
Sungai Jawi, Parit Sungai Kakap, Parit Jawa, Parit Makmur, Parit
Malaya, Parit Nanas, Parit Pangeran, Parit Sungai Kuning, Parit
Sungai Putat, Parit Sungai Sahang, Parit Sungai Selamat, Parit Wan
Salim, Parit Pak Kacong, Parit Pekong, Parit Lie, Parit Belanda, Parit
Cekwa, dan Parit Pangeran II; dan
c. jaringan jalan arteri primer, kolektor primer dan arteri sekunder.
(4) Saluran drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b dikembangkan melalui saluran pembuangan kedua pada saluran
buatan di jaringan jalan arteri sekunder, kolektor sekunder dan lokal
sekunder.
- 31 -

(5) Saluran drainase tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dikembangkan melalui saluran pembuangan ketiga di jaringan jalan
arteri sekunder, kolektor sekunder dan lokal sekunder untuk melayani
seluruh Blok.
(6) Rencana jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan secara terpadu dengan sistem pengendalian banjir.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jaringan drainase diatur
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31
Rencana jaringan drainase Kota Pontianak digambarkan dalam Peta
Rencana Jaringan Drainase Kota Pontianak dengan menggunakan
tingkat ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X dimaksud merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Kedelapan
Rencana Pengelolaan Air Limbah

Pasal 32
(1) Rencana pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (3) huruf g ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan
pelayanan air limbah yang berkualitas, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan kualitas lingkungan, melindungi kualitas air baku dari
pencemaran air limbah, dan mendorong upaya pemanfaatan hasil
pengolahan air limbah.
(2) Rencana pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. SPAL setempat;
b. SPAL terpusat; dan
c. sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
(3) SPAL setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berada di
Zona R dilengkapi pengolahan setempat, pengangkutan, dan jaringan
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja.
(4) SPAL Terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri
atas:
a. instalasi pengolahan air limbah kota;
- 32 -

b. instalasi pengolahan air limbah skala permukiman atau kawasan


tertentu; dan
c. pipa induk, pipa retikulasi dan pipa persil.
(5) instalasi pengolahan air limbah kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a menyebar dan seimbang di Zona R2.
(6) instalasi pengolahan air limbah skala permukiman atau kawasan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berada di Blok
A-5, Blok A-8, Blok B-2, Blok B-4, Blok D-1, Blok D-4, Blok E-2, Blok
E-3, Blok F-1, Blok F-2, Blok F-5, Blok G-2,dan di Blok G-3.
(7) jaringan pipa induk, pipa retikulasi, dan pipa persil sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf c ditetapkan di jaringan jalan pada Zona
R, Zona K, Zona KT, Zona SPU, Zona KPI, Zona PL, dan Zona W.
(8) Sistem pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c berada di Blok A-1, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-6, Blok A-12,
Blok B-2, Blok C-1, Blok E-3, Blok G-2, dan Blok G-3.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana pengelolaan air limbah diatur
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33
Rencana pengelolaan air limbah Kota Pontianak sebagaimana
dimaksud dalam Bagian Kedelapan digambarkan dalam Peta Rencana
Pengelolaan Air Limbah Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat
ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu)
dimaksud sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Kesembilan
Rencana Jaringan Persampahan

Pasal 34
(1) Rencana jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (3) huruf h terdiri atas:
a. tempat pemrosesan sementara; dan
b. tempat pemrosesan akhir.
- 33 -

(2) tempat pemrosesan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a berupa TPS dengan prinsip 3 (tiga) R yaitu : reduce, reuse dan
recycle berada di:
a. blok A-1, blok A-2, blok A-3, blok A-4, blok A-5, blok A-6, blok A-7,
dan blok A-8;
b. blok B-1, blok B-2, blok B-3 dan blok B-4;
c. blok C-2, blok C-4, blok C-5 dan blok C-6;
d. blok D-1, blok D-2 dan Blok D-5;
e. blok E-1 dan blok E-3;
f. blok F-5;
g. blok G-3 dan blok G-4; dan
h. blok H-1, blok H-2, blok H-3 dan blok H-4.
(3) TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa TPA Batu
Layang di Blok G-4.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jaringan persampahan diatur
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 35
Rencana jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Bagian
kesembilan digambarkan dalam Peta Rencana Jaringan
PersampahanKota Pontianak dengan menggunakan tingkat ketelitian
sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XII dimaksud merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Kesepuluh
Rencana Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 36
(1) Rencana jaringan prasarana lainnyasebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (3) huruf i terdiri atas:
a. jalur evakuasi bencana; dan
b. ruang evakuasi bencana.
- 34 -

(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi Jalan Sultan Hamid II (Jalan Perintis Kemerdekaan), Jalan
Panglima Aim, Jalan Tanjung Raya II, Jalan Ya’ M. Sabran,Jalan Imam
Bonjol, Jalan Ahmad Yani, Jalan Daya Nasional, Jalan Veteran, Jalan
Sei Raya Dalam, Jalan Patimura, Jalan Hasanudin, Jalan Zainudin,
Jalan Pak Kasih, Jalan Husein Hamzah, Jalan Sutan Syahrir, Jalan
Prof. M. Yamin, Jalan Ampera, Jalan Komodor Yos Sudarso, Jalan R.E.
Martadinata, Jalan Selat Panjang, Jalan 28 Oktober, Jalan Lapan,
Jalan Gusti Situt Mahmud, Jalan Flora, Jalan Khatulistiwa, Jalan Budi
Utomo, dan jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, arteri
sekunder, kolektor sekunder, local sekunder.
(3) Ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. tempat evakuasi sementara berada di blok B-1, blok B-4, blok C-2,
blok D-2, blok D-4, blok D-5, blok E-2, blok F-3, blok F-4, blok F-5,
blok G-1, blok G-3, dan blok H-2; dan
b. tempat evakuasi akhir berada di blok A-12, blok B-3, blok D-2, blok
D-5, blok F-2, blok F-5, blok G-3, blok H-1, dan blok H-2.
(4) Pengembangan jalur evakuasi bencana dilaksanakan oleh Pemerintah
sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 37
Rencana jaringan prasarana lainnya Kota Pontianak sebagaimana
dimaksud dalam Bagian Kesembilan digambarkan dalam Peta Rencana
Jalur Evakuasi Bencana Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat
ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu),
tercantum dalam Lampiran XIII dimaksud merupakan bagian tidak
yang terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
- 35 -

BAB VI
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 38
(1) Rencana pola ruang Kota Pontianak ditetapkan dengan tujuan
mengoptimalkan pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya
sebagai Zona Lindung dan Zona Budi Daya secara berkelanjutan
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(2) Rencana pola ruang Kota Pontianak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. rencana Zona Lindung; dan
b. rencana Zona Budi Daya.

Bagian Kedua
Rencana Zona Lindung

Pasal 39
Rencana Zona Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2)
huruf a terdiri atas:
a. zona lindung gambut;
b. zona sempadan sungai;
c. zona ruang terbuka hijau; dan
d. zona lindung spiritual dan kearifan lokal.
Pasal 40
(1) zona lindung gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a
ditetapkan dengan kriteria:
a. gambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter atau lebih;
b. plasma nutfah spesifik dan/atau endemik; dan/atau
c. spesies yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
- 36 -

(2) zona lindung gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluas
499,39 ha (empat ratus sembilan puluh sembilan koma tiga sembilan)
hektar ditetapkan di blok B-4, blok C-6, blok G-3 dan blok G-4.

Pasal 41
(1) zona sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b
seluas 98,38 (Sembilan puluh delapan koma tiga delapan) hektar
ditetapkan di daratan sepanjang tepian pada:
a. sungai kapuas dan sungai landak ditetapkan berjarak 15 (lima
belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai;
b. sungai jawi, sungai nipah kuning, sungai Serok, sungai parit
pangeran, sungai sahang, sungai malaya, sungai kunyit baru, parit
perdana ditetapkan berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
(2) Peraturan lebih lanjut mengenai sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 42
(1) Zona RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c ditetapkan
dengan tujuan untuk menciptakan keindahan, kenyamanan,
pembersih udara, pemeliharaan kelangsungan persediaan air tanah
dan pelestarian fungsi lingkungan.
(2) Zona RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. sub zona RTH-1 yang merupakan rimba kota;
b. sub zona RTH-2 yang merupakan taman kota;
c. sub zona RTH-3 yang merupakan taman kecamatan;
d. sub zona RTH-4 yang merupakan taman kelurahan;
e. sub zona RTH-5 yang merupakan taman RW;
f. sub zona RTH-6 yang merupakan taman RT; dan
g. sub zona RTH-7 yang merupakan pemakaman.
(3) Penyediaan RTH Publik direncanakan paling sedikit 20% dari luas
kawasan perkotaan yang disediakan secara bertahap dalam jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun.
- 37 -

(4) Pengembangan RTH Publik di Zona R, Zona K, Zona KT, Zona SPU,
Zona KPI, dan Zona W wajib untuk menyediakan RTH publik paling
sedikit 10 (sepuluh) persen dari luas area yang dikembangkan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
Pasal 43
(1) Sub Zona RTH-1 yang merupakan rimba kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a ditetapkan dengan kriteria:
a. vegetasi yang mengelompok pada satu areal, dengan jumlah
vegetasi minimal 100 (seratus) pohon dengan jarak tanam rapat
tidak beraturan;
b. vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun
atau gerombol-gerombol kecil dengan luas minimal 2.500 (dua ribu
lima ratus) meter persegi; dan/atau
c. vegetasi berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai,
dan saluran dengan lebar jalur minimal 30 (tiga puluh) meter.
(2) Sub Zona RTH-1 yang merupakan rimba kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan luas 208,71 (dua ratus delapan koma tujuh satu)
hektar ditetapkan di:
a. pendopo Gubernur Kalimantan Barat di Blok A-4;
b. arboretum di Blok B-1;
c. rencana hutan kota di Blok D-2;
d. rencana hutan kota delta bekas Sungai Malaya di Blok F-1;
e. rencana hutan kota di Blok F-2;
f. hutan Kota Siantan Hulu dan Siantan Hilir di Blok F-5;
g. hutan Kota Pulau Batulayang di Blok G-3;
h. rencana hutan kota Bukit Reel di Blok G-4; dan
i. rencana hutan kota Kelurahan Parit mayor di Blok H-4.
(3) Sub Zona RTH-2 yang merupakan taman kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dengan luas 261,24 (dua ratus enam
puluh satu koma dua empat) hektar ditetapkan di Blok A-2, Blok A-12,
Blok B-1, Blok B-2, Blok D-2, Blok D-5, Blok F-5 dan Blok H-1.
- 38 -

(4) Sub Zona RTH-3 yang merupakan taman kecamatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dengan luas 9,47 (sembilan
koma empat tujuh) hektar ditetapkan di Blok A-5, Blok A-6, Blok A-7,
Blok B-1, Blok D-4, Blok F-1 dan Blok H-1.
(5) Sub Zona RTH-4 yang merupakan taman kelurahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d dengan luas 17,64 (tujuh
belas koma enam empat) hektar ditetapkan di Blok A-1, Blok A-2, Blok
A-3, Blok A-4, Blok A-5, Blok A-6, Blok A-7, Blok A-8, Blok A-9, Blok A-
12, Blok B-1, Blok B-2, Blok B-3, Blok B-4, Blok C-1, Blok C-4, Blok C-
6, Blok D-1, Blok D-2, Blok E-1, Blok E-2, Blok F-1, Blok F-2, Blok F-5,
Blok H-1, Blok H-2, dan Blok H-4 serta ditetapkan menyebar dan
seimbang untuk melayani Zona R, Zona K, Zona KT, Zona SPU, Zona
KPI, Zona PL, dan Zona W dalam satu wilayah kelurahan.
(6) Sub Zona RTH-5 yang merupakan taman RW sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e dengan luas 2,89 (dua koma delapan
sembilan) hektar ditetapkan di Blok A-10, Blok B-1, Blok B-3, Blok C-1,
Blok C-4, Blok D-1, Blok D-5, Blok E-1, Blok E-2, Blok H-1, Blok H-2,
dan Blok H-4 serta ditetapkan menyebar dan seimbang untuk melayani
Zona R, Zona K, Zona KT, Zona SPU, Zona KPI, Zona PL, dan Zona W
dalam satu wilayah RW.
(1) Sub Zona RTH-6 yang merupakan taman RT sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf f dengan luas 4,87 (empat koma delapan
tujuh) hektar ditetapkan di Blok A-12, Blok B-2, Blok C-4, Blok D-1,
Blok D-2, Blok E-2, Blok F-1, Blok F-5, Blok H-1 dan Blok H-2 serta
ditetapkan menyebar dan seimbang untuk melayani Zona R, Zona K,
Zona KT, Zona SPU, Zona KPI, Zona PL, dan Zona W dalam satu
wilayah RT.
(7) Sub Zona RTH-7 yang merupakan pemakaman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g ditetapkan dengan kriteria:
a. menghindari penggunaan tanah yang subur;
b. memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup;
c. mencegah pengerusakan tanah dan lingkungan hidup; dan
d. mencegah penggunaan tanah yang berlebih-lebihan.
(8) Sub Zona RTH-7 yang merupakan pemakaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dengan luas 97,67 (sembilan puluh tujuh koma enam
tujuh) hektar ditetapkan menyebar dan seimbang di seluruh Blok.
- 39 -

Pasal 44

(1) Zona lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 39 huruf d ditetapkan dengan tujuan untuk melestarikan
warisan budaya bangsa dan warisan manusia, meningkatkan harkat
dan martabat bangsa melalui cagar budaya, serta mempromosikan
warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.
(2) Zona lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan seluas 2,16 (dua koma satu enam) hektar yang
ditetapkan di:
a. kawasan kampung beting dan masjid Jami di Blok A-7 Kelurahan
Dalam bugis; dan
b. kawasan keraton Kadriah di Blok A-7 Kelurahan Dalam bugis.

Bagian Ketiga
Rencana Zona Budi Daya

Pasal 45
Rencana zona budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(2) huruf b terdiri atas:
a. zona perumahan (Zona R);
b. zona perdagangan dan Jasa (Zona K);
c. zona perkantoran (Zona KT);
d. zona sarana pelayanan umum (Zona SPU);
e. zona kawasan peruntukan industri (Zona KPI);
f. zona pertanian (P);
g. zona ruang terbuka non hijau (RTNH);
h. zona tempat pemrosesan akhir (TPA);
i. zona pembangkit tenaga listrik (PTL);
j. zona pariwisata (W);
k. zona pertahanan dan keamanan (HK);
l. zona transportasi (TR);
m. zona peruntukan lainnya (PL); dan
n. zona campuran (C).
- 40 -

Pasal 46
(1) Zona R sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a terdiri atas:
a. sub zona R-2 yang merupakan sub zona perumahan kepadatan
tinggi;
b. sub zona R-3 yang merupakan sub zona perumahan kepadatan
sedang; dan
c. sub zona R-4 yang merupakan sub zona perumahan kepadatan
rendah.
(2) Sub Zona R-2 yang merupakan sub zona perumahan kepadatan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas 4.633,84
(empat ribu enam ratus tiga puluh tiga koma delapan empat) hektar
ditetapkan di Blok A-1, Blok A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-5, Blok A-
6, Blok A-7, Blok A-8, Blok A-9, Blok A-10, Blok A-11, Blok A-12, Blok
B-1, Blok B-2, Blok B-3, Blok B-4, Blok C-1, Blok C-2, Blok C-3, Blok
C-4, Blok C-5, Blok C-6, Blok D-1, Blok D-2, Blok D-3, Blok D-4, Blok
D-5, Blok E-1, Blok E-2, Blok E-3, Blok F-1, Blok F-2, Blok F-3, Blok F-
4, Blok F-5, Blok G-1, Blok G-2, Blok G-3, Blok H-1, Blok H-2, Blok H-
3, dan Blok H-4.
(3) Sub Zona R-3 yang merupakan sub zona perumahan kepadatan sedang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas 1.024,18
(seribu dua puluh empat koma satu delapan) hektar ditetapkan di Blok
A-4,Blok A-12, Blok B-1, Blok B-3, Blok B-4, Blok C-2, Blok C-4, Blok
C-5, Blok C-6, Blok D-2, Blok E-2, Blok F-1, Blok F-4, Blok F-5, Blok
G-1, Blok G-2, Blok G-3, Blok H-2, Blok H-3, dan Blok H-4.
(4) Sub Zona R-4 yang merupakan sub zona perumahan kepadatan rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas 628,98
(enam ratus dua puluh delapan koma Sembilan delapan) hektar
ditetapkan di Blok B-3, Blok B-4, Blok D-2, Blok F-5, Blok G-1, Blok
G-2, Blok G-3 dan Blok G-4.

Pasal 47
(1) Zona K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b terdiri atas:
a. sub zona K-1 yang merupakan sub zona perdagangan dan jasa
skala pelayanan kota; dan
- 41 -

b. sub zona K-3 yang merupakan sub zona perdagangan dan jasa
skala pelayanan lingkungan.
(2) Sub Zona K-1 yang merupakan sub zona perdagangan dan jasa skala
pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
luas 383,89 (tiga ratus delapan puluh tiga koma delapan sembilan)
hektar ditetapkan di Blok A-1, Blok A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-5,
Blok A-7, Blok A-9, Blok A-10, Blok A-11, Blok A-12, Blok B-1, Blok B-
2, Blok C-1, Blok D-1, Blok D-3, Blok D-4, Blok E-1, Blok E-2 dan Blok
E-3.
(3) Sub Zona K-3 yang merupakan sub zona perdagangan dan jasa skala
pelayanan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dengan luas 1.023,35 (seribu dua puluh tiga koma tiga lima) hektar
ditetapkan di Blok A-1, Blok A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-6, Blok A-
7, Blok A-8, Blok A-9, Blok A-10, Blok A-12, Blok B-1, Blok B-2, Blok
B-3, Blok B-4, Blok C-1, Blok C-2, Blok C-3, Blok C-4, Blok C-5, Blok
C-6, Blok D-1, Blok D-2, Blok D-3, Blok D-4, Blok D-5, Blok E-1, Blok
E-2, Blok E-3, Blok F-1, Blok F-2, Blok F-3, Blok F-4, Blok F-5, Blok G-
1, Blok G-2, Blok G-3, Blok G-4, Blok H-1, Blok H-2, Blok H-3, dan
Blok H-4.

Pasal 48
Zona KT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c dengan luas
143,99 (seratus empat puluh tiga koma sembilan sembilan) hektar
ditetapkan di Blok A-1, Blok A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-5, Blok A-
6, Blok A-7, Blok A-8, Blok A-9, Blok A-10, Blok A-11, Blok A-12, Blok
B-1, Blok B-2, Blok B-3, Blok B-4, Blok C-1, Blok C-2, Blok C-4, Blok
C-5, Blok C-6, Blok D-1, Blok D-2, Blok D-4, Blok D-5, Blok E-1, Blok
E-2, Blok E-3, Blok F-1, Blok F-2, Blok F-5, Blok G-1, Blok G-2, Blok
G-3, Blok G-4 dan Blok H-1, Blok H-2, Blok H-3, Blok H-4.

Pasal 49
(1) Zona SPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf d terdiri atas:
a. Sub Zona SPU-1 yang merupakan sub zona SPU skala kota;
b. Sub Zona SPU-2 yang merupakan sub zona SPU skala kecamatan;
c. Sub Zona SPU-3 yang merupakan sub zona SPU skala kelurahan;
dan
- 42 -

d. Sub Zona SPU-4 yang merupakan sub zona SPU skala RW.
(2) Sub Zona SPU-1 yang merupakan sub zona SPU skala kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas 248,22 (dua
ratus empat puluh delapan koma dua dua) hektar ditetapkan di Blok A-
1, Blok A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-7, Blok A-8, Blok A-9, Blok A-
11, Blok A-12, Blok B-1, Blok B-2, Blok B-4, Blok C-1, Blok C-3, Blok
C-4, Blok D-5, Blok E-2, Blok E-3, Blok F-1, dan Blok F-5.
(3) Sub Zona SPU-2 yang merupakan sub zona SPU skala kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas 98,61
(sembilan puluh delapan koma enam satu) hektar ditetapkan di Blok A-
1, Blok A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-5, Blok A-6, Blok A-7, Blok A-9,
Blok A-10, Blok A-12, Blok B-1, Blok B-2, Blok B-3, Blok B-4, Blok C-2,
Blok C-3, Blok C-4, Blok C-5, Blok D-1, Blok D-2, Blok D-3, Blok D-4,
Blok D-5, Blok E-1, Blok E-2, Blok E-3, Blok F-2, Blok F-3, Blok F-4,
Blok F-5, Blok G-1, Blok G-2, Blok G-3, Blok H-1, Blok H-2 dan Blok
H-3.
(4) Sub Zona SPU-3 yang merupakan sub zona SPU skala kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas 57,52 (lima
puluh tujuh koma lima puluh dua) hektar ditetapkan di Blok A-1, Blok
A-2, Blok A-4, Blok A-6, Blok A-7, Blok A-9, Blok A-10, Blok A-11, Blok
B-1, Blok B-3, Blok B-4, Blok C-1, Blok C-2, Blok C-3, Blok C-4, Blok
C-5, Blok C-6, Blok D-1, Blok D-2, Blok D-3, Blok D-4, Blok D-5, Blok
E-1, Blok E-2, Blok E-3, Blok F-1, Blok F-2, Blok F-4, Blok G-2, Blok
G-3, Blok H-1, Blok H-2, dan Blok H-3.
(5) Sub Zona SPU-4 yang merupakan sub zona SPU skala RW
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan luas 99,83
(sembilan puluh sembilan koma delapan tiga) hektar ditetapkan
menyebar dan seimbang di seluruh BWP.

Pasal 50
(1) Zona peruntukan industri dengan kode KPI sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 huruf e terdiri atas:
a. sub zona KI yang merupakan sub zona kawasan industri; dan
b. sub zona SIKM yang merupakan sub zona sentra industri kecil
menengah.
- 43 -

(2) Sub Zona KI yang merupakan sub zona kawasan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas 154,22 (seratus lima
puluh empat koma dua dua) hektar ditetapkan di Blok A-9, Blok A-10,
Blok F1, Blok F-2, Blok F-5, Blok G-1, Blok G-2, Blok G-3, Blok H-1,
dan Blok H-3.
(3) Sub Zona SIKM yang merupakan sub zona sentra industri kecil
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas
19,1 (sembilan belas koma satu) hektar ditetapkan di Blok G-3, B-1
dan F-5 .

Pasal 51
Zona pertanian dengan kode P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
huruf f berupa Sub Zona P-2 yang merupakan sub zona hortikultura
dengan luas 372,65 (tiga ratus tujuh puluh dua koma enam lima)
hektar ditetapkan di Blok A-6, Blok F-1, Blok F-5, Blok G-1, Blok G-2,
Blok G-4, Blok H-1, dan Blok H-4.

Pasal 52
Zona RTNH sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 huruf g dengan
luas 1,96 (satu koma sembilan enam) hektarditetapkan Blok A-2, Blok
A-7, Blok A-9, Blok B-1, Blok B-2, Blok C-2, Blok C-4, Blok H-1, Blok
H-3 dan Blok H-4.
Pasal 53
Zona tempat pemrosesan akhir dengan kode TPA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 huruf h dengan luas 17,98 (tujuh belas koma
sembilan delapan) hektar ditetapkan di Blok G-4 Kelurahan Batu
layang.

Pasal 54
Zona pembangkit listrik dengan kode PTL sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 huruf i seluas 5,6 Ha ditetapkan di Blok G-1.

Pasal 55
(1) Zona Pariwisata dengan kode W sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
huruf j terdiri atas:
a. sub zona W-2 yang merupakan sub zona pariwisata buatan; dan
- 44 -

b. Sub zona W-3 yang merupakan sub zona pariwisata budaya.


(2) Sub Zona W-2 yang merupakan sub zona pariwisata buatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas 9,37
(sembilan koma tiga tujuh) hektar ditetapkan di Blok A-12, Blok C-2,
Blok G-2,dan Blok G-3.
(3) Sub Zona W-3 yang merupakan sub zona pariwisata budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas 36,52 (tiga
puluh enam koma lima dua) hektar ditetapkan di Blok A-6, Blok A-7,
Blok A-8, Blok A-12, dan Blok E-2.

Pasal 56
Zona pertahanan dan keamanan dengan kode HK sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 huruf k dengan luas 9,29 (Sembilan koma
dua Sembilan) hektar terdiri atas:
a. Polisi Militer Kodam XII Tanjungpura di Blok A-2;
b. Komando Distrik Militer 1207 di Blok A-4;
c. Koramil 1207-01/Pontianak Utara di Blok A-9;
d. Hubdam XII/TPR di Blok B-1;
e. Komando Daerah Militer XII TPR BABINMINVETCAD di Blok C-1;
f. Koramil 1207-02/Pontianak Selatan di Blok C-5;
g. Pangkalan Utama TNI AL XII di Blok E-1;
h. Koramil 1207-03/Pontianak Barat di Blok E-3; dan
i. Koramil 1207-04/Pontianak Timur di Blok H-2.

Pasal 57
Zona Transportasi dengan kode TR sebagaimana dimaksud dalam pasal
45 huruf l dengan luas 19,16 (seluas sembilas koma satu enam) hektar
ditetapkan di Blok A-1, Blok A-2, Blok A-5, Blok A-9, Blok E-1, Blok E-
3, dan Blok G-3.
Pasal 58
Zona Peruntukan Lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45
huruf m berupa Sub Zona PL-6 yang merupakan sub zona
pergudangan dengan luas 140,93 (seratus empat puluh koma sembilan
tiga) hektar ditetapkan di Blok A-7, Blok A-8, Blok A-9, Blok B-2, Blok
C-5, Blok C-6, Blok D-2, Blok D-4, Blok E-1, Blok E-2, Blok E-3, Blok
F-1, Blok F-4, Blok F-5, Blok G-1, Blok G-3 dan Blok H-1.
- 45 -

Pasal 59
Zona campuran dengan kode C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
huruf n berupa Sub Zona C-1 yang merupakan sub zona perumahan
dan perdagangan/jasa dengan luas 16,48 (enam belas koma empat
delapan) hektar ditetapkan di Blok A-12 dan Blok B-1.

Pasal 60
Rencana Pola Ruang Kota Pontianak sebagaimana dimaksud dalam
Bab V digambarkan dalam Peta Rencana Pola Ruang Kota Pontianak
dengan menggunakan tingkat ketelitian sumber data skala 1:5.000
(satu banding lima ribu) sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV
dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Walikota ini.

BAB VII
PENETAPAN SUB BWP YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 61
Sub-BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan
tujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi,
memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan
dan/atau melaksanakan revitalisasi di Sub BWP yang memiliki
prioritas tinggi dibandingkan Sub BWP lainnya.
Bagian Kedua
Penetapan Lokasi dan Tema Penanganan

Pasal 62
(1) Sub-BWP yang diprioritaskan penanganannya, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 terdiri atas:
a. perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan;
b. pengembangan kembali prasarana, sarana dan blok/kawasan;
- 46 -

pembangunan baru prasarana, sarana dan blok/kawasan;


dan/atau
c. pelestarian/pelindungan blok/kawasan.
(2) Sub-BWP dengan tema penanganan perbaikan prasarana, sarana dan
blok/kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan
di:
a. koridor jalan tanjung pura di blok A-4 dan blok A-5;
b. koridor jalan tanjung raya II (rumah sakit YARSI dan sekitarnya) di
blok A-6, blok A-7, blok H-2 dan blok H-3; P
c. tepian sungai pada kawasan siantan-selat panjang di blok F-1 dan
blok F-2; dan
d. tepian sungaio pada kawasan saigon dan sekitarnya di blok H-3.
(3) Sub-BWP dengan tema penanganan pengembangan kembali prasarana,
sarana dan blok/kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b ditetapkan di:
a. koridor bundaran pelabuhan dan sekitarnya di blok A-1 dan blok A-
11;
b. koridor jalan gajah mada dan sekitarnya di blok A-3 dan blok A-4;
c. koridor jalan tanjung pura, jalan Adisucipto dan sekitarnya di blok
A-2, B-1 dan blok A-3, B-2;
d. kawasan pasar siantan di blok A-9 dan blok A-10;
e. koridor jalan ahmad yani di blok B-1, blok B-2, blok B-3, dan blok
B-4;
f. koridor jalan prof. m. yamin di blok C-1, blok C-2, blok C-4, dan
blok C-5;
g. pasar harapan jaya dan sekitarnya di blok C-3 dan blok C-5;
h. pasar teratai, universitas panca bakti dan sekitarnya di blok E-1;
i. koridor jalan komyos sudarso di blok E-2;
j. pasar dan terminal nipah kuning dan sekitarnya di blok E-3; dan
k. tugu khatulistiwa dan sekitarnya di blok G-1 dan blok G-2.
(4) Sub-BWP dengan tema penanganan pembangunan baru prasarana,
sarana dan blok/kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
ditetapkan di:
a. pasar anggrek dan sekitarnya di blok A-7, blok A-8 dan blok H-1;
b. koridor sei raya dalam di blok B-3;
c. koridor sungai jawi di blok A-11, Blok D-1, Blok D-3, dan Blok D-4;
d. IKIP PGRI pontianak dan sekitarnya di blok D-5;
- 47 -

e. koridor jalan karet di blok D-1, blok D-2, blok E-2 dan blok E-3;
dan
f. koridor jl. budi utomo dan sekitarnya di blok F-2, blok F-3, blok F-
4, blok F-5 dan blok G-1.
(5) Sub-BWP dengan tema penanganan pelestarian/pelindungan
blok/kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan
di kampung beting dan sekitarnya di blok A-6, blok A-7, dan blok A-8.
(6) Ketentuan mengenai Sub-BWP yang diprioritaskan penanganannya
lebih lanjut diatur sesuai dengan peraturan dan ketentuan.
Pasal 63
Sub BWP Prioritas Kota Pontianak sebagaimana dimaksud dalam Bab
VI digambarkan dalam Peta Sub BWP Prioritas Kota Pontianak dengan
menggunakan tingkat ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu
banding lima ribu), sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV
dimaksud merupakan bagian tidak yang terpisahkan dari Peraturan
Walikota ini.
BAB VIII
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 64
(1) Ketentuan pemanfaatan ruang merupakan acuan dalam mewujudkan
rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan Sub BWP Prioritas.
(2) Ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. indikasi program prioritas;
b. indikasi sumber pendanaan;
c. indikasi instansi pelaksana; dan
d. indikasi waktu pelaksanaan.
(3) Indikasi program prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a meliputi:
a. indikasi program prioritas perwujudan rencana struktur ruang;
b. indikasi program prioritas rencana pola ruang; dan
c. indikasi program perwujudan Sub BWP Prioritas.
(4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau sumber lain yang
sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 48 -

(5) Indikasi instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c terdiri atas Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kota,
dan/atau Masyarakat.
(6) Indikasi waktu pelaksanaan pelaksana sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d terdiri atas 4 (empat) tahapan, sebagai dasar bagi
instansi pelaksana, baik pusat maupun daerah, dalam menetapkan
prioritas pembangunan pada Kota Pontianak, yang meliputi:
a. tahap pertama pada periode tahun 2021-2025;
b. tahap kedua pada periode tahun 2026-2030;
c. tahap ketiga pada periode tahun 2031-2035; dan
d. tahap keempat pada periode tahun 2036-2041.
(7) Rincian indikasi program prioritas, indikasi sumber pendanaan,
indikasi instansi pelaksana, dan indikasi waktu pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XVI dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Walikota ini.

BAB IX
PERATURAN ZONASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 65
(1) Peraturan zonasi digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pengendalian pemanfaatan ruang Kota Pontianak.
(2) Peraturan zonasi terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. ketentuan tata bangunan;
d. ketentuan prasarana dan sarana minimal;
e. ketentuan khusus;
f. ketentuan pelaksanaan; dan
g. teknik pengaturan zonasi.
- 49 -

Bagian Kedua
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

Pasal 66
(1) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat 2 huruf a merupakan ketentuan yang berisi:
a. klasifikasi zona menurut rencana pola ruang;
b. klasifikasi kegiatan penggunaan lahan; dan
c. ketentuan zona menurut rencana pola ruang dan kegiatan
penggunaan lahan.
(2) Klasifikasi zona menurut rencana pola ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. zona dalam rencana zona lindung dan
b. zona dalam rencana zona budi daya.
(3) Klasifikasi kegiatan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas jenis kegiatan penggunaan lahan yang
sudah ada dan diperkirakan akan berkembang pada setiap zona.
(4) Ketentuan zona menurut rencana pola ruang dan kegiatan penggunaan
lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. kegiatan I yang merupakan kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan;
b. kegiatan T yang merupakan kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan terbatas;
c. kegiatan B yang merupakan kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan bersyarat; dan
d. kegiatan X yang merupakan kegiatan dan penggunaan lahan yang
tidak diperbolehkan.
(5) Kegiatan I yang merupakan kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a wajib
mempunyai izin dari Pemerintah Daerah.
(6) Kegiatan T yang merupakan kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
terdiri atas:
a. T1 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang terbatas
jumlahnya berdasarkan standar yang berlaku;
- 50 -

b. T2 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang terbatas


pengoperasian, baik waktu operasi kegiatan maupun jangka waktu
penggunaan lahan;
c. T3 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang terbatas luas
lantai bangunan dalam satu kavling; dan
d. T4 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang terbatas pada
luas kavling tertentu.
(7) Kegiatan B yang merupakan kegiatan dan penggunaan lahan yang
diperbolehkan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
terdiri atas:
a. B1 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang wajib
melakukan Izin Lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
b. B2 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang wajib
melakukan analisis dampak lalu lintas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. B3 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang wajib
menyediakan prasarana minimal sesuai dengan peraturan
peraturan perundang-undangan; dan
d. B4 yang merupakan kegiatan penggunaan lahan yang wajib
mengembangkan sarana publik atau perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah yang didanai oleh Pemerintah dan/atau
Masyarakat.
(8) Rincian klasifikasi zona menurut Rencana Pola Ruang, klasifikasi
kegiatan penggunaan ruang dan ketentuan kegiatan penggunaan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XVII dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

Pasal 67
(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (2) huruf b merupakan ketentuan teknis
kepadatan bangunan yang dipersyaratkan di Zona atau Sub Zona.
- 51 -

(2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat


(1) terdiri atas:
a. koefisien dasar bangunan paling tinggi;
b. koefisien lantai bangunan paling tinggi; dan
c. koefisien dasar hijau paling rendah.
(3) koefisien dasar bangunan paling tinggi sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a merupakan nilai koefisien dasar bangunan tertinggi yang
diperbolehkan di Zona atau Sub Zona.
(4) koefisien lantai bangunan paling tinggi sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b merupakan nilai koefisien lantai bangunan tertinggi yang
diperbolehkan di Zona atau Sub Zona.
(5) koefisien dasar hijau paling rendah sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf c merupakan nilai koefisien dasar hijau terendah yang
diperbolehkan di Zona atau Sub Zona.
(6) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII dimaksud
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Pasal 68
(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (2) terhadap suatu lahan terdiri atas:
a. jika suatu lahan memiliki lebih dari satu intensitas pemanfaatan
ruang di satu zona dan/atau suatu lahan dimiliki satu kepemilikan
dan dibatasi prasarana kota di satu zona, intensitas pemanfaatan
ruang dapat dihitung secara rata-rata dan ketinggian bangunan
mengikuti batasan bangunan tertinggi; dan/atau
b. jika suatu lahan dimiliki satu kepemilikan yang memiliki lebih dari
satu zona, intensitas pemanfaatan ruang dapat dihitung secara
proporsional.
(2) koefisien dasar bangunan tidak berlaku untuk:
a. bangunan penghubung antarbangunan gedung berbentuk selasar,
beratap, dan tidak berdinding dengan lebar sekurang-kurangnya 3
(tiga) meter; dan
b. lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pedagang kaki lima di
bangunan tidak permanen dan tidak berdinding.
- 52 -

(3) koefisien lantai bangunan paling tinggi dikecualikan untuk:


a. luas lantai yang digunakan untuk parkir tidak termasuk
perhitungan koefisien lantai bangunan dengan syarat tidak
melebihi 50 (lima puluh) persen dari koefisien lantai bangunan yang
ditetapkan, sedangkan sisanya 50 (lima puluh) persen tetap sebagai
koefisien lantai bangunan;
b. luas lantai mencapai 150 (seratus lima puluh) persen dari koefisien
lantai bangunan yang ditetapkan untuk bangunan khusus parkir
yang fungsinya bukan bangunan pelengkap dari bangunan utama;
c. luas lantai mencapai 200 (dua ratus) persen dari koefisien lantai
bangunan yang ditetapkan untuk bangunan khusus parkir
berfungsi sebagai prasarana parkir perpindahan moda (park and
ride), terintegrasi dengan angkutan umum massal, dan bukan
bangunan pelengkap dari bangunan utama;
d. pemanfaatan ruang untuk prasarana penunjang maksimal 20 (dua
puluh) persen dari luas seluruh lantai bangunan;
e. pembebasan perhitungan koefisien lantai bangunan diberikan pada:
1. jembatan penghubung antarbangunan yang digunakan jalur
pejalan kaki dan terbuka untuk umum;
2. bangunan gedung di bangunan bertingkat sedang dan
bertingkat tinggi yang menyediakan ruang mekanikal dan
elektrikal, instalasi air, tangga, mushola, ruang tunggu
pengemudi, dan ruang untuk pedagang kaki lima kurang dari
20 (dua puluh) persen; dan/atau
3. bangunan gedung di bangunan bertingkat di atas 24 (dua puluh
empat) lantai yang menyediakan ruang evakuasi bencana satu
lantai atau lebih dan tidak dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
(4) Koefisien tinggi bangunan paling tinggi dikecualikan:
a. untuk penyediaan ruang terbuka hijau:
1. lantai basemen pertama tidak diperbolehkan keluar dari tapak
bangunan; dan
2. atap basemen kedua atau lapis kedua yang berada di bawah
permukaan tanah harus berkedalaman sekurang-kurangnya 2
(dua) meter dari permukaan tanah.
- 53 -

b. penggunaan basemen yang dimanfaatkan untuk kegiatan lain,


kecuali parkir dan fasilitasnya tetap diperhitungkan sebagai
koefisien lantai bangunan; dan/atau
c. penggunaan basemen yang berada di bawah prasarana umum dan
ruang terbuka hijau harus mendapatkan persetujuan Walikota
setelah mendapat pertimbangan dari Tim Koordinasi Penataan
Ruang Daerah dan Tim Profesi Ahli Bangunan Gedung.

Bagian Keempat
Ketentuan Tata Bangunan

Pasal 69
(1) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(2) huruf c terdiri atas:
a. ketinggian bangunan paling tinggi;
b. garis sempadan bangunan paling rendah;
c. jarak antar bangunan paling rendah;
d. jarak bebas samping dan jarak bebas belakang; dan
e. tampilan bangunan.
(2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat
(1) berlaku untuk luas kavling efektif bangunan termasuk rencana jalur
pejalan kaki atau plaza.
(3) Luas kavling efektif sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat dilakukan
pemecahan kavling hunian sesuai batasan luas pada Sub Zona, kecuali
di lingkungan yang sudah tertata dengan baik berdasarkan izin yang
terbit sebelumnya agar pola perpetakan yang sudah ditetapkan tidak
berubah.

Pasal 70
Ketinggian bangunan paling tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. ketinggian bangunan paling tinggi sesuai ketentuan intesitas
pemanfaatan ruang;
- 54 -

b. penambahan jumlah lantai bangunan gedung boleh dilakukan


selama masih memenuhi batasan koefisien dasar bangunan
dan/atau koefisien lantai bangunan, kecuali di Sub Zona R-3 yang
merupakan perumahan kepadatan sedang dan Sub Zona R-4 yang
merupakan perumahan kepadatan rendah yang merupakan
perumahan tapak; dan/atau
c. bangunan dan/atau bangun-bangunan yang melebihi batas
ketinggian yang berada dalam Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan harus mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang
berwenang.

Pasal 71
(1) Garis sempadan bangunan paling rendah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. garis sempadan bangunan paling rendah berjarak setengah lebar
ruang milik jalan, diukur dari as jalan di Zona R, Zona K, Zona, KT,
Zona SPU, Zona KPI, Zona W dan Zona PL;
b. garis sempadan bangunan paling rendah berjarak 2 (dua) meter
diukur dari tepi jalan atau batas kavling;
c. garis sempadan bangunan dapat berjarak kurang dari 2 (dua) meter
untuk bangunan sederhana dengan pertimbangan dari tim penilai
teknis (TPT) dinas terkait;
d. garis sempadan bangunan dapat berjarak 0 (nol) meter di Zona K
dengan tema shopping street dan/atau di Zona K yang menyediakan
bangunan parkir atau parkir bawah tanah; dan/atau
e. kewajiban garis sempadan bangunan mininum untuk kegiatan yang
membutuhkan ruang tambahan bagi prasarana penunjang kegiatan
dalam kavling.
(2) Ketentuan mengenai garis sempadan bangunan lebih lanjut diatur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 72
Jarak antar bangunan paling rendah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. jarak antar bangunan minimal 2 (dua) meter di lantai pertama
bangunan;
- 55 -

b. jarak antarbangunan bertambah 0,5 (setengah) meter dari jarak


bebas lantai di bawahnya, setiap terjadi pembahan lantai
bangunan; dan/atau
c. bangunan deret ditetapkan di Sub Zona R-2 yang perumahan
kepadatan tinggi, Sub Zona R-3 yang perumahan kepadatan
sedang, dan Zona K dengan jumlah bangunan maksimal 10
(sepuluh) unit atau panjang maksimal 50 (lima puluh) meter.

Pasal 73
(1) Jarak bebas samping dan jarak bebas belakang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d minimal 1 (satu) meter;
(2) Jarak bebas samping dan jarak bebas belakang dapat berjarak kurang
dari 1 (satu) meter pada zona K dan R untuk bangunan bertingkat
rendah jika ada kesepakatan dengan tetangga samping dan belakang
dan/atau melalui pertimbangan dari tim penilai teknis (TPT).
(3) Jarak bebas samping dan jarak bebas belakang pada bangunan
bertingkat sedang dan bangunan bertingkat tinggi harus melalui
pertimbangan dari Tim Profesi Ahli (TPA).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jarak bebas samping dan jarak bebas
belakang di setiap zona diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 74
(1) Tampilan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf e mempertimbangkan warna bangunan, bahan bangunan,
tekstur bangunan, muka bangunan, gaya bangunan, keindahan
bangunan, dan keserasian bangunan dengan lingkungan sekitarnya.
(2) Ketentuan mengenai tampilan bangunan diatur lebih lanjut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Pasal 75
(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (2) huruf d terdiri atas:
a. parkir; dan
b. prasarana pengelolaan lingkungan.
- 56 -

(2) Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib bagi Zona R,
Zona K, Zona KT, Zona SPU, Zona KPI, Zona W, dan Zona PL dengan
kapasitas yang seimbang antara kebutuhan kendaraan dengan jumlah
luas lantai bangunan.
(3) Prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri atas SPAM, jaringan drainase, SPAL, pengelolaan
sampah, dan jalur evakuasi bencana.
(4) Selain prasarana dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
prasarana minimal diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Keenam
Ketentuan Khusus

Pasal 76
(1) Ketentuan khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
huruf e merupakan aturan tambahan yang ditampalkan di atas aturan
dasar untuk mengatur hal-hal khusus yang memerlukan aturan
tersendiri karena belum diatur di dalam aturan dasar.
(2) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. ketentuan khusus untuk zona cagar budaya;
b. ketentuan khusus untuk zona Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan;
c. ketentuan khusus untuk zona tempat evakuasi bencana; dan
d. ketentuan khusus untuk zona pertahanan keamanan

Pasal 77
(1) Ketentuan khusus zona untuk cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. pemanfaatan dilaksanakan sesuai dengan aspek pelestarian dan
tidak mengurangi nilai cagar budaya;
b. pemanfaatan cagar budaya tidak boleh mengganggu kelayakan
pandang bangunan cagar budaya; dan
c. pengaturan pemanfaatan cagar budaya mengacu peraturan
perundang-undangan bidang cagar budaya.
(2) Ketentuan khusus zona cagar budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan di:
a. kawasan kampung beting;
- 57 -

b. makam kesultanan pontianak batu layang;


c. kawasan sekitar keraton pontianak;
d. masjid baitannur;
e. sekolah dasar negeri 14;
f. kantor pos;
g. kantor bappeda kota pontianak;
h. lapangan kebun sayok;
i. pemakaman belanda Keerkoff;
j. rumah adat betang/Panjang;
k. mesin sumur bor;
l. rumah sakit jiwa sungai bangkong;
m. dermaga Seng Hie; dan
n. kawasan Pertokoan Tanjung Pura.
(3) Ketentuan khusus untuk zona cagar budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digambarkan dalam Peta Ketentuan Khusus Zona Cagar
Budaya Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat ketelitian
sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XIX dimaksud merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Pasal 78
(1) Ketentuan khusus untuk zona kawasan keselamatan operasional
penerbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (2) huruf b
terdiri atas:
a. mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan, serta
menanam atau memelihara pepohonan tidak boleh melebihi batas
ketinggian kawasan keselamatan operasional penerbangan; dan
b. mendirikan bangunan di kawasan keselamatan operasional
penerbangan harus mendapat rekomendasi dan/atau izin dari
instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan khusus untuk zona kawasan keselamatan operasional
penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Blok
A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-5, Blok A-6, Blok A-7, Blok A-8, Blok A-
9, Blok A-12, Blok B-1, Blok B-2, Blok B-3, Blok B-4, BlokC-1, Blok C-
2, Blok C-3, Blok C-4, Blok C-5, Blok C-6, Blok D-5, Blok F-1, Blok F-2,
Blok H-1, Blok H-2, Blok H-3, dan Blok H-4.
- 58 -

(3) Ketentuan khusus untuk zona kawasan keselamatan operasional


penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam
Peta Ketentuan Khusus Zona kawasan keselamatan operasional
penerbangan Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat ketelitian
sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu) sebagimana
tercantum dalam Lampiran XX dimaksud merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Pasal 79
(1) Ketentuan khusus untuk zona tempat evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. beberapa zona tertentu dapat memiliki fungsi sebagai tempat
evakuasi sementara atau tempat evakuasi akhir ketika terjadinya
bencana selain fungsi utamanya; dan
b. lokasi yang ditetapkan sebagai tempat evakuasi bencana harus
berada di luar area terdampak bencana dan memiliki akses ke
jalan.
(2) Ketentuan khusus untuk zona tempat evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di ruang terbuka yang berada di
Zona RTH, Zona R, Zona K, Zona KT, Zona SPU, dan Zona W di Blok A-
12, Blok B-1, Blok B-3, Blok B-4, Blok C-2, Blok D-2, Blok D-4, Blok D-
5, Blok E-2, Blok F-2, Blok F-3, Blok F-4, Blok F-5, Blok G-1, Blok G-3,
Blok H-1 dan Blok H-2
(3) Ketentuan khusus untuk zona tempat evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam Peta Ketentuan Khusus
Zona Evakuasi Bencana Kota Pontianak dengan menggunakan tingkat
ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI dimaksud merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Pasal 80
(1) Ketentuan khusus untuk zona pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf d merupakan ketentuan
kegiatan pemanfaatan ruang yang berada di dalam kawasan
pertahanan dan keamanan.
- 59 -

(2) Ketentuan khusus untuk zona pertahanan dan keamanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan
bidang pertahanan dan keamanan.
(3) Ketentuan khusus untuk zona pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Blok A-2, Blok A-4, Blok A-9,
Blok B-1, Blok B-3, Blok C-1, Blok C-5, Blok E-1, Blok E-3, dan Blok
H-2.
(4) Ketentuan khusus untuk zona pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam Peta Ketentuan Khusus
Zona Pertahanan dan Keamanan Kota Pontianak dengan menggunakan
tingkat ketelitian sumber data skala 1:5.000 (satu banding lima ribu)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII dimaksud merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Bagian Ketujuh
Ketentuan Pelaksanaan

Pasal 81
(1) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud Pasal 65 ayat (2) huruf
f berupa ketentuan insentif dan disinsentif.
(2) Pemberian insentif bertujuan untuk:
a. meningkatkan RTH publik;
b. meningkatkan karakteristik budaya Melayu atau lingkungan
setempat; dan/atau
c. meningkatkan kegiatan pemanfaatan ruang pada zona
pertumbuhan ekonomi
(3) Pemberian disinsentif bertujuan untuk:
a. melestarikan fungsi gambut; dan/atau
b. melestarikan kualitas Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Pasal 82
(1) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2)
huruf a dilakukan terhadap:
a. pengembangan Zona RTH;
b. pembangunan sesuai dengan karakteristik budaya Melayu atau
lingkungan di sekitar Zona LS; dan/atau
c. pengembangan Sub Zona K-1 yang merupakan sub zona
perdagangan dan jasa skala pelayanan kota.
- 60 -

(2) Insentif yang diberikan kepada Masyarakat untuk pengembangan Zona


RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
a. insentif fiskal berupa pemberian keringanan pajak dan/atau
pengurangan retribusi; dan/atau
b. insentif non fiskal berupa kemudahan perizinan, penghargaan,
dan/atau publikasi atau promosi.
(3) Insentif yang diberikan kepada Masyarakat untuk pembangunan sesuai
dengan karakteristik budaya Melayu atau lingkungan di sekitar Zona
LS sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b berupa:
a. insentif fiskal berupa pemberian keringanan pajak dan/atau
pengurangan retribusi; dan/atau
b. insentif non fiskal berupa subsidi silang, kemudahan perizinan,
penyediaan prasrana dan sarana, penghargaan, dan/atau publikasi
atau promosi.
(4) Insentif yang diberikan kepada Masyarakat untuk pengembangan Sub
Zona K-1 yang merupakan sub zona perdagangan dan jasa skala
pelayanan kota sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c berupa:
a. insentif fiskal berupa pemberian keringanan pajak dan/atau
pengurangan retribusi; dan/atau
b. insentif non fiskal berupa subsidi silang, kemudahan perizinan,
dan/atau penyediaan prasrana dan sarana penghargaan
Pasal 83
(1) Pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2)
huruf b dilakukan terhadap:
a. pelestarian Zona lindung gambut; dan
b. pemanfaatan bangunan di Zona sempadan sungai
(2) Disinsentif yang diberikan kepada Masyarakat untuk pengembangan
Zona lindung gambut sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a berupa:
a. persyaratan khusus dalam perizinan; dan/atau
b. pembatasan penyediaan prasarana sarana.
(3) Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat untuk pemanfaatan
bangunan di Zona sempadan sungai sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b berupa:
a. disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi; dan/atau
b. disinsentif non fiskal berupa persyaratan khusus dalam perizinan
dan/atau pembatasan penyediaan prasarana sarana.
- 61 -

(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai Insentif dan Diinsentif diatur dengan
Peraturan perundang - undangan.

Bagian Kedelapan
Teknik Pengaturan Zonasi

Pasal 84
(1) Teknik pengaturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(2) huruf g merupakan aturan untuk mengatasi kekakuan Peraturan
Zonasi dalam pelaksanaan pembangunan kota.
(2) Teknik pengaturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. zona bonus dengan kode “b”; dan
b. zona banjir dengan kode “I”.

Pasal 85
(1) Zona Bonus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) huruf a
merupakan zona yang diperbolehkan untuk peningkatan KDB dan KLB
melebihi aturan dasar dengan kompensasi menyediakan sarana publik.
(2) Kompensasi menyediakan sarana publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada masyarakat yang belum atau tidak pernah
menambah intensitas pemanfaatan ruang.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan
kompensasi menyediakan sarana publik kepada Pemerintah Kota
Pontianak berupa:
a. menyediakan lahan dan/atau membangun ruang terbuka hijau
publik;
b. menyediakan lahan untuk pelebaran jalan;
c. menyediakan jalur dan/atau meningkatkan kualitas fasilitas
pejalan kaki yang terintegrasi dengan angkutan umum; dan/atau
d. menyediakan jalur sepeda yang terintegrasi dengan angkutan
umum.
(4) Zona Bonus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:
a. Zona R, Zona K, Zona KT, dan Zona C di Koridor Jalan Gajah Mada
pada Blok A-3 Kelurahan Darat sekip danBlok A-4 Kelurahan
Benua melayu Darat;
- 62 -

b. Zona R, Zona K, Zona KT, dan Zona C di Kawasan Siantan pada


Blok A-9 Kelurahan Siantan Tengah dan Blok A-10 Kelurahan
Siantan Hilir;
c. Zona R, Zona K, Zona KT, dan Zona C di Pasar Teratai dan
Sekitarnya pada Blok E-1 Kelurahan Sungai jawi Luar; dan
d. Zona R, Zona K, Zona KT, dan Zona C di kawasan terpadu kompak
di sekitar stasiun kereta api ringan.
(5) Zona bonus sebagaimana dimaksud ayat (4) diberikan apabila telah
mempunyai kajian teknis untuk mengetahui:
a. kemampuan lahan dan kestabilan pondasi;
b. dampak negatif yang mungkin ditimbulkan; dan
c. kompensasi sarana publik yang tepat.
(6) Pengaturan lebih lanjut mengenai bonus zoning diatur lebih lanjut
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 86
(1) Zona Banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) huruf b
merupakan zona rawan banjir untuk mencegah atau mengurangi
kerugian akibat risiko banjir melalui penerapan standar konstruksi.
(2) Penerapan standar konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. bangunan lebih tinggi dari rata-rata tinggi banjir;
b. bangunan menggunakan konsep rumah panggung;
c. menyediakan titik kumpul dan jalur evakuasi yang menjauhi
sumber banjir; dan/atau
d. zona Kawasan Industri yang berada di Zona Banjir wajib
menyediakan infrastruktur pengendali banjir.
(3) Zona Banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan di Blok A-
1, Blok A-2, Blok A-3, Blok A-4, Blok A-5, Blok A-6, Blok A-7, Blok A-8,
Blok A-9, Blok A-10, Blok A-11, Blok A-12, Blok B-1, Blok B-2, Blok B-
3, Blok B-4, Blok C-1, Blok C-2, Blok C-4, Blok C-5, Blok C-6, Blok D-
1, Blok D-2, Blok D-3, Blok D-4, Blok D-5, Blok E-1, Blok E-2, Blok E-
3, Blok F-1, Blok F-2, Blok F-3, Blok F-4, Blok F-5, Blok G-1, Blok G-2,
Blok G-3, Blok G-4, Blok H-1, Blok H-2, Blok H-3, dan Blok H-4.
- 63 -

BAB X
KETENTUAN PERIZINAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 87
(1) Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin
pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan
perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk:
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
(3) Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang
akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu zona
berdasarkan Peraturan Walikota ini.

Bagian Kedua
Jenis Izin

Pasal 88
(1) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dapat
berupa:
a. izin lokasi;
b. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
c. persetujuan bangunan gedung
d. izin lingkungan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan.
(2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan
berdasarkan rencana tata ruang wilayah kota dan Peraturan WaliKota
ini.
(3) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c diberikan berdasarkan Peraturan Walikota ini.
(4) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
oleh instansi berwenang sesuai peraturan perundang - undangan.
- 64 -

(5) Izin pemanfaatan ruang yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat


dan pemerintah provinsi diberikan kepada calon pengguna ruang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 89
Pemberian izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 ayat (1) disertai dengan persyaratan teknis dan persyaratan
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Ketiga
Prosedur Pemberian Izin
Pasal 90

(1) Prosedur pemberian izin pemanfaatan ruang ditetapkan oleh


Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pemberian izin diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan
mengacu pada rencana tata ruang wilayah kota dan Peraturan Walikota
ini.
(3) Pemberian izin dilakukan secara terkoordinasi dengan memperhatikan
kewenangan dan kepentingan berbagai instansi terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah memberikan rekomendasi
pemberian izin kegiatan pemanfaatan ruang yang berdampak penting.
(5) Ketentuan pemberian izin pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

BAB XI
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak dan KewajibanMasyarakat
Pasal 91
Dalam penataan ruang, Masyarakat berhak untuk:
a. mengetahui Peraturan Walikota ini;
b. menikmati pertambahan nilai uang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Peraturan
WaliKota ini;
- 65 -

d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat


pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Peraturan
WaliKota ini;
e. mengajukan tuntuan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan Peraturan Walikota ini;
f. mengajukan tuntutan pembatalan persetujuan kegiatan penataan
ruang dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan
Peraturan Walikota ini kepada pejabat berwenang; dan
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan/atau kepada pelaksana kegiatan pemanfaatan
ruang apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
Peraturan Walikota ini menimbulkan kerugian.

Pasal 92
Dalam pemanfaatan ruang, Masyarakat wajib:
a. menaati Peraturan Walikota ini;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan kesesuaian
kegiatan pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan sesuai ketentuan peraturan
perundang‐undangan yang dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 93
(1) Setiap orang yang tidak menaati Peraturan Walikota ini yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 92 dikenai sanksi.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.

Bagian Kedua
Peran Masyarakat

Pasal 94
(1) Peran Masyarakat dalam penataan ruang dilakukan melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
- 66 -

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.


(2) Partisipasi dalam penyusunan rencana ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berbentuk:
a. masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan Zona;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan Zona;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerja sama dengan Pemerintah Kota Pontianak dan/atau sesama
unsur Masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
(3) Partisipasi dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berbentuk:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah Kota Pontianak dan/atau sesama
unsur Masyarakat dalam pemanfaatan ruang
c. kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
Peraturan Walikota ini;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang udara, dan ruang di dalam bumi
dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup
dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berbentuk:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
Peraturan Walikota ini;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar Peraturan Walikota ini; dan
- 67 -

d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang


berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai
dengan Peraturan Walikota ini.
BAB XII
JANGKA WAKTU DAN PENINJAUAN KEMBALI

Pasal 95
(1) Jangka waktu Rencana Detail Tata Ruang Kota Pontianak berlaku
untuk 20 (dua puluh) tahun sejak diundangkannya Peraturan Walikota
ini.
(2) Peninjauan kembali Rencana Detail Tata Ruang Kota Pontianak
dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali Rencana Detail Tata Ruang Kota Pontianak dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika terjadi:
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan;
b. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan undang-
undang; dan/atau
c. perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 96
(1) Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan, dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Walikota ini, tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Walikota ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi zona berdasarkan Peraturan
Walikota ini;
- 68 -

2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan


penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
3. yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Walikota ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak dengan bentuk sesuai peraturan
perundang-undangan;
4. penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3
memperhatikan indikator sebagai berikut:
a) memperhatikan harga pasaran setempat;
b) sesuai dengan nilai jual objek pajak; atau
c) menyesuaikan kemampuan keuangan daerah;
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai
dengan Peraturan Walikota ini dilakukan penyesuaian berdasarkan
Peraturan Walikota ini;
d. pemanfaatan ruang yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan
sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Walikota ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Walikota ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peratuan Walikota ini dipercepat
untuk mendapatkan izin.
e. Masyarakat yang menguasai tanahnya berdasarkan hak adat
dan/atau hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, yang karena Rencana Detail Tata Ruang
Kota Pontianak ini pemanfaatannya tidak sesuai lagi, maka
penyelesaiannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sepanjang rencana tata ruang wilayah di Kota Pontianak belum
disesuaikan dengan Peraturan Walikota ini, digunakan Rencana Detail
Tata Ruang Kota Pontianak sebagai acuan pemberian izin pemanfaatan
ruang.
- 69 -

Anda mungkin juga menyukai