Perbandingan Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) terhadap Harga Borongan Upah di Lapangan
Oleh
Vikri Febriyanto, ST, M.Eng
Kepala Seksi Pelaksanaan Wilayah I / PPK Perencanaan
Balai Prasarana Permukiman Wilayah Bengkulu
Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR
Abstrak
Penyusunan HPS sangat penting dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum
dan Peumahan Rakyat karena menentukan kualitas pekerjaan agar tepat mutu dan tepat biaya. Faktanya,
penyedia jasa saat proses tender melakukan penawaran yang sangat rendah terhadap HPS bahkan dibawah
80 persen dari HPS. Observasi dilakukan dengan wawancara dan diskusi dengan penyedia jasa di lapangan
untuk mengetahui biaya upah borongan yang dibayarkan kepada sub-kontraktor. Dari hasil perbandingan
didapatkan bahwa terdapat selisih yang cukup besar antara harga upah yang ada dalam HPS dengan harga
upah borongan yang ada dibayarkan oleh penyedia jasa. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan terhadap
penentuan harga upah oleh penyedia jasa karena semakin rendah penawaran maka akan menyebabkan upah
mandor, tukang dan pekerja akan semakin rendah dan tentu akan menyebabkan menurunnya kesejahteraan
pekerja konstruksi.
1. Latar Belakang
Memperkirakan berapa jumlah biaya yang dihabiskan dalam pelaksanaan proyek konstruksi sangatlah
penting. Jika berbicara perkiraan biaya, maka tidak terlepas dengan analisa biaya. Analisa biaya dalam proyek
konstruksi disebut dengan Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP). AHSP setiap tahunnya atau per periode
tertentu dapat berubah, AHSP terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Pedoman Penyusunan Perkiraan Biaya Pekerjaan Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat. AHSP tersebut digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan sumber daya seperti bahan
material, upah tenaga kerja, maupun waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian proyek konstruksi agar
sesuai dengan kaidah tepat mutu dan tepat biaya. Penerapan AHSP yang tepat dapat meningkatkan kualitas
pekerjaan yang baik dengan peningkatan efisisensi penggunaan anggaran. AHSP akan menjadi dasar
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS nantinya akan
menjadi acuan dalam proses tender konstruksi. Apabila HPS tidak tepat maka penyedia jasa dapat mengalami
kesulitan dalam melakukan penawaran harga.
Dalam pelaksanaan tender ditemukan banyak penyedia jasa yang melakukan penawaran harga
dibawah dari nilai HPS yang telah ditetapkan oleh PPK dan dibeberapa tender penyedia jasa menawar
pekerjaan dibawah 80 % dari nilai HPS. Hal ini dapat terjadi karena ada permasalahan dalam penentuan HPS
oleh PPK. Penawaran penyedia jasa yang berada dibawah 80 % dari nilai HPS juga dapat mengindikasikan
bahwa penyedia jasa melakukan penawaran secara asal – asalan. Penyedia jasa dianggap tidak tepat ketika
melakukan penawaran harga sehingga akan menyebabkan pelaksanaan pekerjaan tidak tepat waktu dan
tepat mutu. Tapi dalam data yang disampaikan oleh Dirjen Bina Konstruksi pada tahun 2022 ini bahwa kurang
dari 5 persen penyedia jasa yang berkontrak dengan nilai penawaran dibawah 80 persen dari nilai HPS
mengalami wanprestasi. Hal ini membuktikan bahwa penawaran yang disampaikan oleh penyedia jasa adalah
sesuai dengan kondisi lapangan sehingga dapat menyelsaikan kontrak.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian terhadap AHSP karena terjadi anomali pada penetapan HPS
salah satunya adalah terkait dengan penetapan koefesien pada upah. Koefesien upah sangat berpengaruh
terhadap HPS karena upah memiliki kontribusi antara 20 – 30 persen dari HPS. Penentuan koefesien upah
juga relatif lebih fleksibel karena sangat bergantung dengan skill dan pengalaman tukang yang diperkerjakan.
Peneliti mencoba untuk fokus pada koefesien upah karena koefesien pada bahan lebih terukur dan lebih
mudah untuk dihitung.
4. Hasil Pembahasan
Penulis menyusun HPS sesuai dengan Permen PUPR nomor 1 tahun 2022 dan menggunakan harga
standar upah yang bersumber dari Pemerintah Provinsi Bengkulu pada beberapa item pekerjaan antara lain
pekerjaan beton, besi, bekisting, galian tanah, pasangan bata, plesteran dan pasangan keramik dengan hasil
sebagi berikut :
a. Pekerjaan Beton
Harga HPS
Rp. 253.284,- / m3
b. Pekerjaan Besi
Harga HPS
Rp. 20.261,- / 10 Kg
c. Pekerjaan Bekisting
Harga HPS
Rp. 136.719,- / m2
e. Pekerjaan Plesteran
Harga HPS
Rp. 62.145,- / m2
4 Pasangan Dinding Bata m2 Rp. 54.080 Rp. 30.000 Rp. 24.080 44,52 %
Dari Tabel 1 dapat terlihat bahwa terdapat selisih harga antara HPS yang disusun berdasarkan
peraturan yang berlaku dengan harga yang dibayarkan penyedia jasa kepada sub- kontraktor di lapangan.
Dari prosentase selisih dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara HPS dengan harga
real yang diterima oleh sub – kontraktor. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain penyedia jasa
tidak membayarkan upah yang sesuai standar atau tingginya kemampuan tukang atau pekerja sehingga
produktifitas kerja lebih baik.
Dari data tersebut juga dapat disimpulkan bahwa rendahnya penawaran harga yang disampaikan oleh
penyedia jasa saat tender karena penyedia jasa menekan harga upah yang dibayarkan kepada sub –
kontraktor.
5. Kesimpulan
Karya Tulis Ilmiah Inovatif ini menyajikan analisis terkait permasalahan yang selama ini dihadapi oleh
Insan PUPR terutama dalam hal penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Dari hasil analisis dan observasi
lapangan dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut :
1. Terdapat selisih yang cukup besar antara HPS yang disusun berdasarkan Permen PUPR dengan harga
yang dibayarkan penyedia jasa kepada sub – kontraktor
2. Penyedia jasa menekan harga upah untuk memenangkan tender agar memiliki peringkat yang bagus
saat tender
3. Semakin rendah penawaran harga yang diberikan oleh penyedia jasa untuk memenangkan tender maka
upah yang diberikan kepada mandor, tukang dan pekerja akan semakin rendah
4. Upah yang rendah akan menyebabkan rendahnya kesejahteraan pekerja konstruksi yang secara tidak
langsung akan menurunnnya kualitas pekerjaan
1. Perlu ditetapkan peraturan dalam penetapan standar upah yang diberikan penyedia jasa kepada sub –
kontraktor
2. KPA / PPK harus diberikan kewenangan untuk memastikan bahwa upah yang diterima oleh mandor /
tukang / pekerja sesuai dengan standar harga yang berlaku
3. Perlu dilakukan observasi dan penelitian yang lebih mendalam untuk memastikan permasalahan dan
solusi yang ada.
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)