201901tahun2018 KESENJANGANANGGARANPADABELANJADAERAHPROVINSI
201901tahun2018 KESENJANGANANGGARANPADABELANJADAERAHPROVINSI
net/publication/329971108
Article in Indonesian Treasury Review Jurnal Perbendaharaan Keuangan Negara dan Kebijakan Publik · December 2018
DOI: 10.33105/itrev.v3i3.84
CITATIONS READS
0 86
2 authors:
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
Indonesian State College of Accountancy
11 PUBLICATIONS 3 CITATIONS
SEE PROFILE
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Kuwat Slamet on 25 August 2021.
Yudanto
Direktorat Jenderal Anggaran
Kuwat
PKN STAN
Halaman 170
KESENJANGAN ANGGARAN PADA BELANJA DAERAH PROVINSI Indonesian Treasury Review Vol.3, No.3, (2018), Hal.170-185
Halaman 171 Yudanto Dwi Nugroho, Kuwat Slamet
instansi pemerintah daerah tersebut menjadi salah besaran anggaran belanja pegawai tiap-tiap
satu indikasi bahwa telah terjadi kesenjangan daerah.
(slack) anggaran dalam anggaran belanja daerah.
Faktor ketiga, kesenjangan anggaran juga
Hal tersebut diungkapkan oleh Bitner (2005) yang
dapat dipengaruhi karena adanya informasi
menyebutkan bahwa pertumbuhan anggaran
asimetris. Merchant dan Van der Stede dalam
secara positif dan signifikan memengaruhi
Wiratama (2016) menyebutkan bahwa informasi
kesenjangan anggaran (budgetary slack).
asimetris adalah suatu keadaan ketika atasan
Siegel dan Marconi dalam Jaya (2013) memiliki pengetahuan yang kurang lengkap
mendefinisikan kesenjangan (slack) anggaran mengenai apa yang dapat dicapai oleh bawahan
sebagai selisih antara sumber daya yang pada area tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa
sesungguhnya dibutuhkan untuk menyelesaikan semakin besar anggaran pada level divisi atau pada
pekerjaan secara efektif dengan sejumlah sumber detailed budget, maka semakin besar pula
daya yang ditambahkan untuk menyelesaikan informasi asimetris yang dapat menyebabkan
pekerjaan tersebut. Kesenjangan tersebut terjadinya kesenjangan anggaran.
dilakukan oleh manajer dengan cara mengestimasi
Wiratama (2016) menyebutkan bahwa
bahwa pendapatan yang akan diperoleh lebih
pertumbuhan anggaran, partisipasi anggaran, dan
rendah dan/atau pengeluaran yang akan
informasi asimetris berpengaruh signifikan
dikeluarkan lebih tinggi untuk suatu hal atau
terhadap budgetary slack dalam anggaran
pekerjaan tertentu dalam periode tersebut. Hal ini
Pemerintah Pusat dalam Anggaran Pendapatan dan
bertujuan agar rencana yang telah ditetapkan
Belanja Negara. Ketiga faktor yang diteliti tersebut
dapat dicapai dengan mudah untuk memberikan
mewakili 28,5% dari faktor-faktor yang
kelonggaran kepada para manajer.
menyebabkan fenomena budgetary slack yang
Kesenjangan anggaran ini tentu menimbulkan terjadi pada anggaran kementerian/lembaga.
dampak yang tidak baik dalam pengelolaan
Dari uraian di atas, maka rumusan masalah
keuangan suatu organisasi. Hal ini diungkapkan
penelitian ini sebagai berikut: (1) Apakah
oleh Merchant (2014) bahwa terjadinya budgetary
pertumbuhan anggaran berpengaruh terhadap
slack berdampak tidak baik karena dapat
kesenjangan anggaran belanja daerah? (2) Apakah
mengaburkan kinerja yang sesungguhnya sehingga
partisipasi anggaran berpengaruh terhadap
mengubah keputusan berdasarkan informasi yang
kesenjangan anggaran belanja daerah? (3) Apakah
tidak akurat. Selain itu, budgetary slack juga dapat
informasi asimetris berpengaruh terhadap
menimbulkan adanya sumber daya yang
kesenjangan anggaran belanja daerah? (4) Apakah
menganggur dan tidak terpakai.
pertumbuhan anggaran, partisipasi anggaran, dan
Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap informasi asimetris secara bersama-sama
faktor-faktor yang dapat menimbulkan berpengaruh terhadap kesenjangan anggaran
kecenderungan melakukan kesenjangan anggaran. belanja daerah?
Faktor yang pertama adalah pertumbuhan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
anggaran. Bradshaw (2007) mengutip pernyataan
pengaruh 3 (tiga) variabel bebas pertumbuhan
Schiff dan Lewin bahwa manajer menciptakan
anggaran, partisipasi anggaran, dan informasi
kesenjangan anggaran dalam rangka membuat
asimetris terhadap variabel tetap kesenjangan
ruang untuk mengantisipasi biaya yang tidak pasti
anggaran dalam anggaran belanja daerah, dalam
dan tidak terduga di tahun yang akan datang.
hal ini adalah daerah provinsi, baik secara parsial
Pertumbuhan anggaran didefinisikan sebagai
maupun simultan. Adapun manfaat penelitian ini
besaran anggaran organisasi yang terus meningkat
diharapkan dapat memberikan bahan evaluasi
setiap tahunnya. Hasil penelitian Bradshaw (2007)
kepada pemerintah pusat maupun pemerintah
menunjukkan bahwa secara parsial pertumbuhan
daerah provinsi dalam penyempurnaan prosedur
anggaran berpengaruh negatif dan tidak signifikan
penyusunan anggaran daerah guna menghindari
terhadap budgetary slack. Sementara itu, Bitner
terjadinya potensi kesenjangan anggaran.
(2005) menyebutkan bahwa pertumbuhan
anggaran secara positif dan signifikan Riadi (2016) menjelaskan bahwa hipotesis
memengaruhi budgetary slack. nul (H0), sering juga disebut hipotesis statistik,
adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya
Faktor kedua yang dapat memengaruhi
perbedaan antara dua variabel atau tidak adanya
fenomena budgetary slack adalah partisipasi
pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
anggaran. Menurut Jaya (2013), partisipasi
Sebaliknya, hipotesis kerja (H1) adalah hipotesis
didefinisikan sebagai keikutsertaan manajer dalam
yang biasanya diuji untuk diterima dan
penyusunan anggaran. Partisipasi anggaran juga
dirumuskan oleh peneliti. Hipotesis kerja
diartikan sebagai keterlibatan pelaksana anggaran
menyatakan adanya hubungan antara variabel X
pada proses penyusunan suatu anggaran sehingga
dan variabel Y. Oleh karena itu, hipotesis kerja
partisipasi anggaran diukur dengan menggunakan
yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
KESENJANGAN ANGGARAN PADA BELANJA DAERAH PROVINSI Indonesian Treasury Review Vol.3, No.3, (2018), Hal.170-185
Yudanto Dwi Nugroho, Kuwat Slamet
Halaman 174
1) H11: Pertumbuhan anggaran secara parsial 2.1.2 Penyusunan rancangan kebijakan umum
berpengaruh terhadap kesenjangan anggaran APBD
belanja daerah.
Pada tahap ini akan dibahas tentang prioritas
2) H12: Partisipasi anggaran secara parsial dan plafon anggaran sementara pada tiap-tiap
berpengaruh terhadap kesenjangan anggaran daerah.
belanja daerah.
2.1.3 Penyusunan rencana kerja dan anggaran
3) H13: Informasi asimetris secara parsial SKPD
berpengaruh terhadap kesenjangan anggaran
Pengaturan pada aspek perencanaan
belanja daerah.
diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD
4) H14: Pertumbuhan anggaran, partisipasi semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar
anggaran, dan informasi asimetris secara belakang pengambilan keputusan dalam penetapan
bersama-sama berpengaruh terhadap arah kebijakan umum, skala prioritas, dan
kesenjangan anggaran belanja daerah. penetapan alokasi, serta distribusi sumber daya
dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
2. KERANGKA TEORI DAN Penyusunan anggaran dilakukan dengan tiga
PENGEMBANGAN HIPOTESIS pendekatan, yaitu pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah (KPJM), pendekatan
Berikut ini adalah kerangka teori yang anggaran terpadu, dan pendekatan anggaran
digunakan dalam pengembangan hipotesis kinerja.
penelitian.
2.1.4 Penyusunan rancangan Perda APBD
2.1. Anggaran Belanja Daerah
Rencana Kerja Anggaran-SKPD yang telah
Anggaran belanja daerah merupakan salah disusun, dibahas, dan disepakati bersama antara
satu komponen yang ada pada APBD selain Kepala SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah
komponen pendapatan dan komponen Daerah (TAPD) digunakan sebagai dasar untuk
pembiayaan. Menurut Budidarma (2011), belanja penyiapan rancangan Perda APBD. Rancangan
daerah meliputi seluruh pengeluaran dari Perda ini disusun oleh pejabat pengelola keuangan
Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi daerah yang untuk selanjutnya disampaikan
ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban kepada kepala daerah.
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh kembali pembayarannya kembali oleh 2.1.5 Penetapan APBD
pemerintah daerah. Menurut ketentuan dari Pasal 104 Peraturan
Proses perencanaan dan penyusunan APBD Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 rancangan Perda beserta lampiran-lampirannya
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan yang telah disusun dan disosialisasikan kepada
Daerah. Proses ini terdiri dari 5 (lima) tahap, yaitu masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh
penyusunan rencana kerja pemerintah daerah, kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
penyusunan rancangan kebijakan umum APBD Daerah (DPRD) paling lambat pada minggu
serta prioritas dan plafon anggaran sementara, pertama bulan Oktober tahun anggaran
penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan sebelumnya dari tahun anggaran yang
Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), penyusunan direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
rancangan Perda APBD, dan penetapan APBD. bersama. Pengambilan keputusan bersama ini
Penjelasan dari lima tahap proses tersebut adalah harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan
sebagai berikut. sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dimulai.
2.1.1 Penyusunan rencana kerja pemerintah
daerah 2.2. Kesenjangan Anggaran
bertujuan agar rencana yang telah ditetapkan Di sisi lain, Onsi (1973) menyatakan bahwa
dapat dicapai dengan mudah untuk memberikan partisipasi anggaran justru mengurangi
kelonggaran kepada para manajer. kesenjangan anggaran. Hal ini ditandai dengan
adanya komunikasi positif yang dilakukan para
Kesenjangan anggaran ini menimbulkan
manajer sehingga para bawahan tidak terdorong
dampak negatif dalam pengelolaan keuangan suatu
untuk menciptakan senjangan anggaran. Hartanti
entitas atau organisasi. Menurut Merchant (2014),
dalam Rukmana (2013) menyebutkan bahwa
terjadinya budgetary slack berdampak tidak baik
partisipasi dapat memengaruhi tingkat turunnya
karena dapat mengaburkan kinerja yang
suatu senjangan anggaran.
sesungguhnya sehingga dapat mengubah
keputusan berdasarkan informasi yang tidak 2.3.3 Informasi asimetris
akurat. Selain itu, budgetary slack juga dapat
Merchant dan Van der Stede dalam Wiratama
menimbulkan adanya sumber daya yang
(2016) menyebutkan bahwa informasi asimetris
menganggur dan tidak terpakai.
atau asimetri informasi adalah suatu keadaan
2.3. Faktor yang Memengaruhi Kesenjangan ketika atasan memiliki pengetahuan yang kurang
Anggaran lengkap mengenai apa yang dapat dicapai oleh
bawahan pada area tertentu. Young (1985)
Fenomena kesenjangan anggaran yang terjadi
menyatakan bahwa apabila bawahan semakin
disebabkan oleh berbagai faktor. Sejumlah
banyak memiliki informasi yang tidak diketahui
penelitian telah dilakukan terkait dengan analisis
atasan, maka bawahan tersebut akan semakin
faktor-faktor yang dapat menimbulkan
tidak jujur tentang tingkat produktivitas yang
kecenderungan melakukan kesenjangan anggaran.
dapat dicapainya atau potensi terjadinya slack akan
Beberapa faktor yang memengaruhi kesenjangan
semakin tinggi.
anggaran adalah:
Selanjutnya, Onsi (1973) menyebutkan bahwa
2.3.1 Pertumbuhan anggaran
informasi anggaran yang diterima manajemen
Bradshaw (2007) mengutip pernyataan Schiff puncak sulit menangkap terjadinya budgetary slack
dan Lewin bahwa manajer menciptakan pada level operasional divisi atau pada detailed
kesenjangan anggaran untuk membuat ruang budget. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin
untuk mengantisipasi biaya yang tidak pasti dan besar anggaran pada level divisi atau pada detailed
tidak terduga di tahun yang akan datang. Hasil budget, maka semakin besar pula informasi
penelitian Bradshaw (2007) menunjukkan bahwa asimetris yang dapat menyebabkan terjadinya
secara parsial pertumbuhan anggaran berpengaruh kesenjangan anggaran.
negatif dan tidak signifikan terhadap budgetary
Wiratama (2016) menyebutkan bahwa
slack. Sementara itu, Bitner (2005) menyebutkan
variabel informasi asimetris dapat menggunakan
bahwa pertumbuhan anggaran secara positif dan
data primer maupun data sekunder, namun dalam
signifikan memengaruhi budgetary slack.
penelitian ini hanya menggunakan data sekunder
Pertumbuhan anggaran didefinisikan oleh
sesuai dengan penelitian Bradshaw (2007) yang
Bradshaw dalam Wiratama (2016) dengan
menggunakan ukuran ministry size dengan proksi
mengukur indikator selisih dari pagu anggaran
besaran anggaran kementerian atau entitas dalam
belanja tahun ini dibandingkan dengan tahun
mengukur informasi asimetris. Sehubungan
sebelumnya dengan satuan persentase.
dengan hal tersebut, Bradshaw (2007, 23)
2.3.2 Partisipasi anggaran menyatakan bahwa:
In larger entities it is less likely that budgetary
Menurut Jaya (2013), partisipasi didefinisikan
slack will be detected, therefore more likely for
sebagai keikutsertaan manajer dalam penyusunan
slack to exist (Onsi, 1973). Therefore as the size
anggaran. Semakin banyak personel yang
of the company increases so will the potential for
berpartisipasi dalam penyusunan anggaran, maka
budgetary slack to exist. .... Size in this study will
semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya slack.
use the proxy of revenue, given that when
Partisipasi anggaran juga diartikan sebagai
revenue increases the size of the entity is also
keterlibatan pelaksana anggaran pada proses
likely to increase. Therefore the higher the
penyusunan suatu anggaran sehingga partisipasi
revenue the greater the chance that budgetary
anggaran diukur dengan menggunakan besaran
slack exists.
anggaran belanja pegawai pada tiap-tiap daerah.
Hal tersebut berdasarkan uji korelasi yang Sejalan dengan penelitian Bradshaw dalam
dilakukan oleh Wiratama (2016) yang Wiratama (2016), variabel informasi asimetris
menyebutkan bahwa jumlah pegawai dan anggaran diukur dengan ukuran besaran anggaran belanja
belanja pegawai memiliki tingkat hubungan yang yang dialokasikan pada objek penelitian, yaitu
yang sangat kuat dengan nilai pearson correlation pemerintah daerah.
sebesar 0,839.
KESENJANGAN ANGGARAN PADA BELANJA DAERAH PROVINSI Indonesian Treasury Review Vol.3, No.3, (2018), Hal.170-185
Yudanto Dwi Nugroho, Kuwat Slamet
Halaman 176
Jenis data yang digunakan dalam penelitian Untuk memastikan bahwa data yang tersedia
ini merupakan data kuantitatif. Data ini merupakan dapat memenuhi dan mewakili keseluruhan
data sekunder, yaitu data yang telah diolah oleh populasi, maka dilakukan perhitungan
pihak tertentu dan dipublikasikan secara luas ketercukupan data (keterwakilan sampel
sehingga data tersebut dapat langsung digunakan. penelitian) dengan formula Slovin. Adapun jumlah
Data penelitian diperoleh dari Anggaran ketercukupan data berdasarkan formula Slovin
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Laporan ditunjukkan dalam rumus berikut ini.
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), dan data
=
pendukung lainnya. Selain itu, terdapat data yang 1 +
bersumber dari Undang-Undang, Peraturan Keterangan:
Pemerintah, Peraturan Menteri, dan dokumen legal n = jumlah ketercukupan data
lainnya yang menjadi tambahan dalam kebutuhan N = jumlah populasi
analisis dalam penelitian ini. e = tingkat kesalahan
dilakukan pengujian atas hipotesis yang ada pada Tabel 2: Data Penelitian
penelitian. Hipotesis diuji melalui uji simultan (F- Kesenjangan Pertumbuhan
test) dan uji signifikansi parsial (t-test). No.
Data
Anggaran Anggaran
APBD
(Rp) (%)
Widarjono (2010) menyatakan bahwa uji F
digunakan untuk mengevaluasi pengaruh semua 1. 2008 (1.181.967.499.599) 38,97
variabel independen terhadap variabel dependen.
2. 2009 1.511.625.748.940 9,64
Uji F ini bisa dijelaskan dengan menggunakan
3. 2010 1.647.130.586.779 7,23
analisis varians. Sementara itu, Widarjono (2010)
menyatakan bahwa uji t digunakan untuk 4. 2011 (4.316.171.027.592) 13,07
85—86), salah satu jenis hipotesis adalah hipotesis 8. 2015 28.273.365.801.978 7,51
kerja dan hipotesis nul. Hipotesis kerja (H1) 9. 2016 30.065.717.310.972 5,91
biasanya diuji untuk diterima dan dirumuskan oleh
peneliti ilmu sosial. Hipotesis ini menyatakan
adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau Partisipasi Informasi
Data
adanya perbedaan antara dua kelompok. No.
APBD
Anggaran Asimetris
Sebaliknya, hipotesis nul (H0) biasanya dipakai (Rp) (Rp)
Berdasarkan hasil olah pada aplikasi SPSS, 6. -0,13545 0,35736 0,32281 0,37850
4.4.4 Uji autokorelasi rentang dU dan 4-dU, yaitu dengan nilai tidak ada
autokorelasi, berada di antara nilai 1,872 hingga
Autokorelasi merupakan korelasi antara
2,128. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
variabel gangguan satu observasi dengan variabel
dalam model regresi linier tidak terjadi
gangguan lainnya. Autokorelasi ini seringkali
autokorelasi.
muncul pada penelitian dengan data time series.
Salah satu asumsi metode OLS adalah tidak adanya Selain itu, menurut Raharjo (2017), uji
korelasi antara variabel gangguan (Widarjono, autokorelasi juga dapat dilakukan melalui Runs
2010). Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat Test dalam aplikasi SPSS. Runs Test dapat
nilai Durbin-Watson dari pengolahan pada aplikasi dilakukan dengan melihat nilai asymp. sig. (2-
SPSS yang kemudian dibandingkan dengan nilai tailed). Jika nilai asymp. sig. (2-tailed) lebih kecil
pada Tabel Durbin-Watson. Adapun hasil uji daripada 0,05 atau 5%, maka terdapat gejala
autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 6. autokorelasi dalam data penelitian. Sementara itu,
jika nilai asymp. sig. (2-tailed) lebih besar daripada
Tabel 6: Hasil Uji SPSS – Model Summary
0,05 atau 5%, maka tidak terdapat gejala
Adjusted R Std. Error of the Durbin-
Model R R Square autokorelasi. Hasil perhitungan Runs Test pada
Square Estimate Watson
1 0,911a 0,829 0,727 8.032.711.480.408,2 1,939 data penelitian adalah sebagai berikut.
a. Predictors: (Constant), ASIMET, PARTIS, PERTUM
b. Dependent Variable: BSLACK
Tabel 8: Hasil Uji Runs Test
Unstandardized Residual
Sumber: Hasil pengolahan dengan SPSS
Test Valuea -1689718801599,36550
Hasil uji autokorelasi ditunjukkan pada kolom Cases < Test Value 4
Durbin-Watson hasil analisis dalam Tabel 6 yaitu Cases >= Test Value 5
sebesar 1,939. Angka ini kemudian dibandingkan
Total Cases 9
dengan kriteria penerimaan atau penolakan yang
Number of Runs 4
disimbolkan melalui nilai Durbin Lower (dL) dan
Z -,683
Durbin Upper (dU). Tidak adanya autokorelasi
ditandainya dengan nilai Durbin-Watson hasil Asymp. Sig. (2-tailed) ,495
a. Median
pengolahan berada dalam lingkup dU dan 4-dU.
Sumber: Hasil pengolahan dengan SPSS
Untuk dapat membaca tabel Durbin-Watson,
dilakukan dengan melihat jumlah variabel bebas Berdasarkan Tabel 8 tersebut, diketahui
(k) dalam model regresi dan jumlah sampel (n) bahwa nilai asymp. sig. (2-tailed) adalah sebesar
dalam Tabel IV.10 dengan tingkat signifikansi 0,495. Nilai ini merupakan nilai yang lebih besar
sebesar 5% atau 0,05. dibandingkan dengan 0,05 atau 5% sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi
Tabel 7: Durbin-Watson (5%) dalam data penelitian ini.
k=2 k=3 k=4
n 4.5. Pengujian Hipotesis
dL dU dL dU dL dU
7 0,467 1,896 - - - - Setelah dilakukan uji regresi klasik
8 0,559 1,777 0,367 2,287 - - sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya
9 0,629 1,699 0,455 2,128 0,296 2,588 dan ditunjukkan bahwa model sudah dapat
10 0,697 1,641 0,525 2,016 0,377 2,414 digunakan untuk melakukan pengujian analisis
... ... ... ... ... ... ...
regresi berganda, selanjutnya adalah pengujian
atas hipotesis penelitian.
Sumber: Diolah dari Ghozali (2016)
4.5.1 Analisis koefisien determinasi
Dari hasil pengamatan pada Tabel 7 tersebut,
untuk nilai k sebanyak 3 dan nilai n sebesar 9 Analisis koefisien determinasi menunjukkan
menghasilkan nilai dL dan dU masing-masing variasi pengaruh variabel bebas yang diujikan
sebesar 0,455 dan 2,128. Dari angka tersebut, terhadap variabel terikat yang ada. Koefisien
maka kriteria autokorelasi dapat digambarkan determinasi ditentukan dengan nilai R Square
dalam Gambar 4 berikut ini. untuk 1 (satu) variabel bebas. Sementara itu, nilai
Adjusted R Square untuk menentukan koefisien
Gambar 4: Hasil Uji Autokorelasi
determinasi dengan variabel bebas yang diujikan
dL 4-dU dU 4-dL
berjumlah 2 (dua) atau lebih. Nilai koefisien
Autokorelasi Ragu- Tidak Ada Ragu- Autokorelasi
Positif ragu Autokorelasi ragu Negatif determinasi tersaji pada Tabel 6.
0 0,455 1,872 2,128 3,545 4 Dalam hasil analisis yang dilakukan melalui
Sumber: Pengolahan data dengan SPSS aplikasi SPSS, nilai Adjusted R Square adalah 0,727
yang mencerminkan bahwa pengaruh ketiga
Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini
variabel bebas, yaitu pertumbuhan anggaran,
menunjukkan nilai 1,939. Nilai tersebut jika
dimasukkan ke dalam Tabel 8 berada dalam partisipasi anggaran, dan informasi asimetris,
terhadap variabel terikat kesenjangan anggaran
KESENJANGAN ANGGARAN PADA BELANJA DAERAH PROVINSI Indonesian Treasury Review Vol.3, No.3, (2018), Hal.170-185
Yudanto Dwi Nugroho, Kuwat Slamet
Halaman 182
adalah sebesar 72,7%. Sementara itu, 27,3% Nilai sig partisipasi anggaran secara parsial
(100% dikurangi dengan 72,7%) dipengaruhi oleh adalah 0,734. Karena nilai sig>0,05, maka
variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. penelitian ini tidak menolak Hipotesis Nul (H0).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa variabel
4.5.2 Uji simultan (F-Test)
partisipasi anggaran secara parsial tidak
Hasil uji F diperoleh dari hasil pengolahan berpengaruh terhadap variabel kesenjangan
data dengan SPSS. Nilai prob. F-stat yang diperoleh anggaran belanja daerah, pada taraf nyata 5%.
adalah sebesar 8,084 dan nilai sig. sebesar 0,023
Hal ini senada dengan Onsi (1973) yang
atau lebih kecil dari taraf nyata (α) 5% atau 0,05.
menyatakan bahwa partisipasi anggaran justru
Hal ini berarti bahwa model regresi linier mengurangi kesenjangan anggaran. Hal ini dapat
yang diestimasi dalam penelitian ini dapat ditandai dengan adanya komunikasi positif yang
digunakan atau layak untuk menjelaskan pengaruh dilakukan para manajer sehingga para bawahan
yang signifikan dari variabel bebas pertumbuhan tidak terdorong untuk menciptakan kesenjangan
anggaran, partisipasi anggaran, dan informasi anggaran.
asimetris terhadap variabel terikat kesenjangan
Hartanti dalam Rukmana (2013)
anggaran.
menyebutkan bahwa partisipasi dapat
4.5.3 Hasil uji parsial (t-test) memengaruhi tingkat turunnya suatu senjangan
anggaran.
Hasil uji t yang diperoleh dari hasil
pengolahan dengan SPSS dapat dilihat pada Tabel 3) H13: Informasi asimetris secara parsial
5. Nilai sig untuk variabel pertumbuhan anggaran berpengaruh terhadap kesenjangan anggaran
adalah 0,727, variabel partisipasi anggaran adalah belanja daerah.
0,734, dan variabel informasi asimetris adalah
Nilai sig informasi asimetris secara parsial
0,006.
adalah 0,006. Karena nilai sig<0,05, maka
Apabila nilai sig kurang dari taraf nyata (α) penelitian ini menolak Hipotesis Nul (H0). Oleh
0,05 atau 5%, maka variabel bebas tersebut karena itu, dapat disimpulkan bahwa variabel
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. informasi asimetris secara parsial berpengaruh
Sebaliknya, apabila nilai sig lebih besar dari taraf terhadap variabel kesenjangan anggaran belanja
nyata (α) 0,05 atau 5%, maka variabel bebas daerah, pada taraf nyata 5%.
tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap
Hal ini sesuai dengan penelitian Onsi (1973)
variabel terikat.
yang menyebutkan bahwa informasi anggaran
4.5.4 Analisis hipotesis yang diterima manajemen puncak sulit menangkap
terjadinya budgetary slack pada level operasional
Berdasarkan uraian sebelumnya, berikut ini
divisi atau pada detailed budget. Hal ini dapat
adalah analisis atas hipotesis penelitian ini.
diartikan bahwa semakin besar anggaran pada
1) H11: Pertumbuhan anggaran secara parsial level divisi atau pada detailed budget, maka
berpengaruh terhadap kesenjangan anggaran semakin besar pula informasi asimetris yang dapat
belanja daerah. menyebabkan terjadinya kesenjangan anggaran.
Nilai sig pertumbuhan anggaran secara 4) H14: Pertumbuhan anggaran, partisipasi
parsial adalah 0,727. Karena nilai sig>0,05, maka anggaran, dan informasi asimetris secara
penelitian ini tidak menolak Hipotesis Nul (H0). bersama-sama berpengaruh terhadap
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa variabel kesenjangan anggaran belanja daerah.
pertumbuhan anggaran secara parsial tidak
Nilai prob. F stat atau sig adalah 0,023. Karena
berpengaruh terhadap variabel kesenjangan
nilai sig<0,05, maka penelitian ini menolak
anggaran belanja daerah, pada taraf nyata 5%.
Hipotesis Nul (H0). Oleh karena itu, dapat
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan
penelitian Bradshaw (2007) yang menunjukkan anggaran, partisipasi anggaran, dan informasi
bahwa secara parsial pertumbuhan anggaran asimetris secara bersama-sama berpengaruh
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap terhadap variabel kesenjangan anggaran belanja
budgetary slack. Sebaliknya, hal ini bertentangan daerah, pada taraf nyata 5%. Hal ini sesuai dengan
dengan kesimpulan yang diungkapkan oleh Bitner hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiratama
(2005) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan (2016) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan
anggaran secara positif dan signifikan anggaran, partisipasi anggaran, dan informasi
memengaruhi kesenjangan anggaran. asimetris berpengaruh signifikan terhadap
budgetary slack.
2) H12: Partisipasi anggaran secara parsial
berpengaruh terhadap kesenjangan anggaran Selain itu, berdasarkan hasil uji koefisien
belanja daerah. determinasi diketahui bahwa kombinasi ketiga
KESENJANGAN ANGGARAN PADA BELANJA DAERAH PROVINSI Indonesian Treasury Review Vol.3, No.3, (2018), Hal.170-185
Halaman 183 Yudanto Dwi Nugroho, Kuwat Slamet
penggunaan model penelitian yang Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Jawa Barat:
sederhana, yaitu model regresi berganda. Ghalia Indonesia.
Apabila ada model lain yang lebih tepat, maka
Onsi, Mohamed. (1973). Factor Analysis of
mungkin saja hasil kesimpulannya dapat
Behavioral Variables Affecting Budgetary
berbeda dengan penelitian ini.
Slack. The Accounting Review Vol. 48 (3):
535—548.
DAFTAR PUSTAKA
Riadi, Edi. (2016). Statistika Penelitian (analisis
Buku dan Jurnal Ilmiah manual dan IBM SPSS). Yogyakarta: CV Andi
Offset.
Bitner, L.N. (2005). Earnings Management: How to
Identify Contributing Factors. Hein Online Rev. Rukmana, Paingga. (2013). Pengaruh Partisipasi
25. Anggaran dan Informasi Asimetris Pada
Timbulnya Budget Slack (Studi Empiris Pada
Bradshaw, John H., Chris Hunt, Joanne Hills, dan Pemerintah Daerah Kota Padang). Skripsi.
Bhagwan S. Khanna. (2007). Can Budgetary Padang: Universitas Negeri Padang.
slack Still Prevail within New Zealand’s New
Public Management?. Working Paper Series No. Sarwono, Jonathan. (2012). Metode Riset Skripsi
53. Pendekatan Kuantitatif (Menggunakan
Prosedur SPSS). Jakarta: Gramedia.
Dunk, Alan S. (1997). The Incidence of Budgetary
Slack: A Field Study Exploration. Accounting, Sekaran, Uma. (2007). Metode Penelitian Untuk
Auditing & Accountability Journal Vol. 10: Bisnis. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
649—664. Siagian, Pramela Augustina. (2009). Flypaper Effect
Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi analisis pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
multivariate dengan program SPSS. Semarang: Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.- pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Sumatera
------------. (2011). Aplikasi analisis multivariate Utara: Universitas Sumatera Utara.
dengan program IBM SPSS 19. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.- Tjahjanti, Rosalia Dwi Fadma. (2004). Pengaruh
Partisipasi Penyusunan Anggaran, Komitmen
------------. (2016). Aplikasi analisis multivariate Organisasi, Keterlibatan Kerja, dan
dengan program IBM SPSS 21. Semarang: Ketidakpastian Lingkungan terhadap
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Senjangan Anggaran (Studi Empiris pada
Iqbal, Muhammad. (2015). Pengolahan Data Industri Manufaktur dan Non-Manufaktur di
dengan Regresi Linear Berganda (dengan Jawa Tengah). Tesis. Semarang: Universitas
SPSS). Jakarta: Perbanas Institute. Diponegoro.
Jaya, M. Faruq Dwi. (2013). The Effects of Budget Widarjono, Agus. (2010). Analisis Statistika
Participation, Asymmetric Information, Budget Multivariat Terapan. Yogyakarta: STIM YKPN.
Emphasis, and Organizational Commitment on Wiratama, Prama. (2016). Analisis Pengaruh
Budgetary Slack in Pemerintah Kota Pasuruan. Pertumbuhan Anggaran, Partisipasi Anggaran
Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya. dan Asimetri Informasi terhadap Budgetary
Juanda, Bambang. (2009). Metodologi Penelitian Slack pada Instansi Pemerintah Pusat Periode
Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB Press.- 2005—2014. Skripsi. Tangerang Selatan:
Politeknik Keuangan Negara STAN.
Kartika, Andi. (2010). Pengaruh Komitmen
Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan Young, S. (1985). Participative Budgeting: The
dalam Hubungan antara Partisipasi Anggaran Effect of Risk Aversion and Asymmetric
dengan Senjangan Anggaran (Studi Empirik Information on Budgetary Slack. Journal of
pada Rumah Sakit Swasta di Kota Semarang). Accounting Research Vol. 23 (2): 829—842.
Kajian Akuntansi Vol. 2 (1): 39—60.
Dokumen Negara
Merchant, Kenneth A. (1985). Budgeting and the
Propensity to Create Budgetary Slack. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Accounting, Organizations, and Society Vol. 10 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(2): 201—210. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Merchant, Kenneth A. dan Wim A. Van der Stede. Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan.
(2014). Sistem Pengendalian Manajemen: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
Pengukuran Kinerja, Evaluasi dan Insentif. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Jakarta: Salemba Empat.-
KESENJANGAN ANGGARAN PADA BELANJA DAERAH PROVINSI Indonesian Treasury Review Vol.3, No.3, (2018), Hal.170-185
Halaman 185 Yudanto Dwi Nugroho, Kuwat Slamet