Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIOLOGI

BLOK KARDIORESPIRASI
DEPARTEMEN BIOMEDIK
DIVISI FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MARET 2023

NAMA : MUHAMMAD LUTHFI


NIM : 2210911110007

KELOMPOK :1
NAMA ASISTEN PRAKTIKUM : 1. ANISA
2. RIZKI APRIAN

LEMBAR PENGESAHAN

BANJARMASIN, 24 MARET 2023


ASISTEN PRAKTIKUM 1 ASISTEN PRAKTIKUM PRAKTIKAN
2

ANISA MUHAMMAD LUTHFI


NIM 2010911220049 RIZKI APRIAN NIM 2210911110007
NIM 2110911110039
TINJAUAN PUSTAKA

KontKontraksi otot yang kuat serta berlangsung secara lama sehingga mengakibatkan keadaan
yang biasa dikenal atau disebut dengan kelelahan otot. Kelelahan otot terjadi diakibatkan oleh
melemahnya kinerja otot yang disebabkan aktivitas berat yang mengharuskan otot bekerja
melebihi kapasitas energinya. Kelelahan otot meningkat hampir berbanding dengan kecepatan
glikogen otot. Glikogen otot merupakan sejenis gula polisakarida yang terdapat di sel hati dan di
sel otot tubuh. Iskemia otot juga menjadi penyebab kelelahan otot yang mana hal itu dapat
membatasi kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Kelelahan otot juga dapat
dengan cepat terjadi karena disebabkan oleh adanya kontraksi otot yang kuat terutama di otot
lurik yang diakibatkan oleh berkurangnya pengangkutan oksigen serta nutrisi yang cukup bagi
tubuh selama kontraksi terjadi selama terus menerus. Akan tetapi, penyebab utama dari kelelahan
otot ini ialah oleh ketidakmampuan proses kontraksi dan ketidakmampuan dalam proses
metabolisme serabut otot untuk terus menerus menghasilkan kerja atau kinerja yang sama.1
Kelelahan otot memiliki peranan fungsi untuk menjadi suatu mekanisme pertahanan yang
melindungi otot agar tidak mencapai titik ketika ATP sudah tidak dapat lagi diproduksi. Ada
beberapa yang diduga sebagai faktor penting dari kelelahan otot yaitu mencakup meningkatkan
fasfal inorganic local yang merupakan penguraian dari ATP yang dianggap sebagai penyebab
utama dari kelelahan otot.2 Aktivitas setiap kontraksi dari setiap mekanisme kontraksi pasti
mengalami perubahan, misalnya seperti frekuensi
kontraktil dan kecepatan pemendekan atau siklus kerja. Batas energi tingkat latihan setiap orang
berbeda-beda karena tergantung dari metabolisme anaerobnya masing-masing. Serta tingkat
kelelahan otot tersebut akan terus berkembang. Laju perkembangan kelelahan memiliki dasar
bioenergi yang dapat dilihat dari sejauh mana Latihan atau aktivitas tersebut bergantung pada
metabolism anaerob yang telah diatur secara konsister dalam kontraksi isometrik dan dinamis.
Kekuatan otot setiap orang hanya diukur pada titik akhir, kelemahan otot setiap orang tidak dapat
disamakan dengan orang lain bahkan juga tidak dapat diperkirakan begitu saja. Sendi pada
manusia digerakkan oleh banyak otot yang memiliki kontribusi dan gabungan pada gaya titik
akhir. Apabila seseorang ingin meningkatakan tingkat kelelahan ototnya sendiri, maka dari itu
kekuatan otot diperkirakan secara individu. Aktivitas kontraktil suatu otot rangka tidak dapat
dipertahankan pada tingkat tertentu secara terus-menerus. Akhirnya tegangan di otot berkurang
seiring dengan munculnya kelelahan. Terdapat dua jenis kelelahan: kelelahan otot dan kelelahan
sentral.1 Pada kesempatan kaliini akan dibahas tentang kelelahan otot saja. Kelelahan otot terjadi
jika otot yang beraktivitas tidak lagi dapat berespons terhadap rangsangan dengan derajat
kontraksi yang sama. Kelelahan otot adalah suatu mekanisme pertahanan yang melindungi otot
agar otot tidak mencapai titik ketika ATP tidak lagi dapat diproduksi. Ketidakmampuan
menghasilkan ATP dapat menyebabkan rigor mortis (jelas bukan hasil olahraga yang diinginkan).
Kausa yang mendasari kelelahan otot belum jelas. Kelelahan otot dapat dikatakan kontraksi otot
yang kuat dan lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. 2 Faktor-faktor
yang diduga berperan penting dalam kelelahan otot adalah meningkatnya fosfat inorganik lokal
dari penguraian ATP dianggap merupakan penyebab utama kelelahan otot Peningkatan kadar Pi
menurunkan kekuatan kontraksi dengan memengaruhi kayuhan kuat kepala miosin. Selain itu,
peningkatan Pi tampaknya menurunkan sensitivitas protein-protein regulatorik terhadap Ca2+ dan
terhadap penurunan jumlah Ca2+ yang dilepaskan dari kantong lateral. 1
Terkurasnya cadangan
energi glikogen juga dapat menyebabkan kelelahan otot pada otot yang telah lelah. Peningkatan
Pi tidak dapat mengubah afinitas situs pengikatan pada Tnc ke Ca2+. Oleh karena itu, latihan.
Relaksasi otot dapat membantu meringkankan gejala kelelahan. Mirip seperti H+, pengurangan
Ca2+ bebas yang tersedia di mioplasma ke tingkat substaturi di tambah dengan penurunan
sensitivitas Ca2+ myofibrilla menunjukkan bahwa penurunan yang di induksi. Waktu timbulnya
kelelahan bervariasi sesuai jenis serat otot (sebagian serat lebih resisten terhadap kelelahan
dibandingkan serat lain) dan dengan intensitas latihan (kelelahan muncul lebih cepat pada
aktivitas berintensitas tinggi). Otot bekerja dengan memberikan tegangan pada tempat-tempat
insersi di dalam tulang, dan tulang-tulang kemudian membentuk berbagai jenis sistem
pengungkit.[2] Secara singkat, suatu analisis mengenai sistem pengungkit tubuh bergantung pada
pengetahuan tentang (1) tempat-tempat insersi otot, (2) jaraknya dari fulkrum pengungkit, (3)
panjang lengan pengungkit, dan (4) posisi pengungkit. Tubuh membutuhkan banyak jenis
pergerakan, dan beberapa di antaranya membutuhkan kekuatan yang besar serta beberapa yang
lain membutuhkan jarak pergerakan yang jauh. Oleh karena itu, ada bermacam-macam otot;
beberapa otot ukurannya panjang dan berkontraksi lama, dan beberapa yang lain ukurannya
pendek tetapi mempunyai luas potongan melintang yang besar dan dapat menghasilkan kekuatan
kontraksi yang ekstrem pada jarak yang pendek. Penelitian mengenai berbagai jenis otot, sistem
pengungkit, dan pengerakannya disebut kinesiologi dan merupakan komponen ilmu pengetahuan
yang sangat penting pada fisioanatomi manusia.1 Dalam penelitian
menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan kelelahan selama kontraksi
dinamis, yang lebih erat terkait dengan tindakan otot yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari,
menunjukkan lebih banyak tumpang tindih dalam daya tahan pria dan wanita dibandingkan
dengan kontraksi isometrik.3 Analisis elektromiografi permukaan (sEMG) banyak digunakan
untuk mengkarakterisasi aktivitas listrik serat otot selama kontraksi, baik dalam kondisi isometrik
(pembangkitan gaya tanpa mengubah panjang otot) maupun kondisi isotonik (pembangkitan gaya
dengan pemanjangan [kontraksi eksentrik] atau memperpendek [kontraksi konsentris] otot).
Apapun jenis kontraksinya, perpanjangan kontraksi otot dari waktu ke waktu selalu menyebabkan
timbulnya kelelahan otot, yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan
pembangkitan kekuatan dari waktu ke waktu. Sampai saat ini, sEMG mengungkapkan bahwa
tanda-tanda kelelahan otot dapat bermanifestasi sebelum timbulnya kelelahan, menunjukkan
kerentanan otot terhadap kelelahan dapat dinilai secara noninvasif dari kulit. Elektromiografi
permukaan (sEMG) merekam aktivitas listrik serat otot selama kontraksi: salah satu kegunaannya
adalah untuk menilai perubahan yang terjadi di dalam otot selama kontraksi yang melelahkan
untuk
memberikan wawasan tentang pemahaman kita tentang kelelahan otot dalam protokol pelatihan
dan pengobatan rehabilitasi.[4] Kelelahan otot, pengurangan kapasitas pembangkit tenaga yang
dapat dibalik, terus menghasilkan minat besar dalam komunitas ilmiah di seluruh dunia.
Manifestasinya pada beberapa gangguan neuromuskular dan pengaruhnya pada kinerja olahraga
dan rehabilitasi telah mengarah untuk mengeksplorasi secara mendalam mekanisme yang
mendasari fenomena ini, yang tampaknya bersifat multifaktorial. Di luar aspek psikologis, banyak
fitur neuromuskular yang berasal dari kepala sistem saraf pusat dan perifer untuk perubahan
elektrokimia. Mengikuti konsep dua domain klasik, kelelahan sentral danperifer dapat dibedakan
bilamana mekanisme yang terlibat berhubungan dengan traktus spinalis dan supra-spinal (asal
sentral) atau struktur distal dari sambungan neuromuskular asal perifer). Pada tingkat pusat,
dalam kelelahan korteks motorik serebral menyebabkan perubahan rangsangan sel, penghambatan
output korteks motorik dan gangguan konduksi potensial aksi di lokasi percabangan aksonal.
Akibatnya, strategi perekrutan serat otot, berdasarkan peningkatan jumlah serat otot dan
kecepatan pelepasannya, kehilangan kedua mekanisme tersebut. Selain itu, perekrutan unit
motorik, awalnya asinkron, bergeser ke arah pola yang lebih tersinkronisasi dan neuron motorik
yang lelah memerlukan input rangsang yang lebih tinggi untuk memastikan laju pembakarannya.
Akhirnya, laju pembakaran unit motor menurun. Pada tingkat perifer, penyesuaian
elektrofisiologi akibat timbulnya kelelahan meliputi akumulasi fosfat anorganik dalam
sarkoplasma dan peningkatan pH intraseluler. Ketidakseimbangan konsentrasi natrium dan
kalium intra dan ekstraseluler bergabung dengan penurunan pelepasan dan pengambilan kembali
kalsium pada tingkat sarkoplasma dan penghambatan interaksi jembatan silang. Akibatnya,
transmisi neuromuskular yang berubah dan propagasi potensial aksi terjadi. Fenomena ini,
dikombinasikan dengan perubahan strategi rekrutmen unit motorik, berkontribusi pada rentang
bentuk potensial aksi, sinyal listrik yang dihasilkan oleh semua unit motorik yang direkrut oleh
sistem saraf pusat. Pengurangan kecepatan konduksi, kecepatan di mana potensial aksi menyebar
di sepanjang membran sarkolema, dikaitkan dengan timbulnya kelelahan dan merupakan titik
fokus dalam studi kontraksi otot. Meskipun tingkat kelelahan otot yang lebih kecil berkembang
selama CON, torsi kedutan paha depan tidak pulih secara signifikan setelah penghentian latihan. 2
Menariknya, dampak aliran darah yang terbatas pada fungsi kontraktil tidak lagi terbukti setelah 8
menit reperfusi.
PEMBAHASAN

Didapatkan data untuk mengetahui bagaimana dampak suatu aktivitas terhaadap kelelahan
otot rangka maka dapat dilakukan dengan praktikum sederhana dengan alat dan bahan berupa
jepitan baju atau penjepit tabung reaksi dan timer yang dilakukan oleh 3 naracoba kemudian
menganalisis hasil dari praktikum tersebut. Praktikum ini dilakukan dengan menghitung berapa
banyak remasan jepitan baju atau penjepit tabung reaksi yang dapat dilakukan oleh setiap
naracoba dalam durasi detik ke 30, 60, 90, 120. Selain itu, juga melihat apakah terdapat pengaruh
dari umur, jenis kelamin, tinggi badan serta berat badan pada setiap naracoba terkait hasil dari
jumlah remasan yang didapatkannya.

Naracoba 1 Naracoba 2 Naracoba 3

Umur (tahun) 17 tahun 18 tahun 18 tahun

Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki

Tinggi badan (cm) 162 cm 166 cm 175 cm

Berat badan (kg) 63 kg 80 kg 53 kg

Jumlah remasan: 205 324 287

Detik ke-30 70 76 65

Detik ke-60 100 (30) 140 (64) 119 (54)

Detik ke-90 130 (30) 207 (67) 174 (55)

Detik ke-120 160 (30) 272 (65) 230 (56)

Detik ke-150 205 (45) 324 (52) 287 (57)

Dari hasil percobaan tersebut terdapat erbedaan antara naracoba 1, naracoba 2, dan naracoba 3.
Pada naracoba 1 terlihat jumlah remasan dari detik ke-30 hingga detik ke-150 konstan lalu
mengalami peningkatan di akhir, sedangkan pada naracoba 2 terlihat jumlah remasan yang
dihasilkan tidak konstan setiap detiknya yaitu naik lalu turun. Berbeda dengan naracoba 3, pada
naracoba 3 terlihat pada detik ke-30 menghasilkan remasan yang tidak konstan awalnya menurun
dan detik selanjutnya mengalami penaikan jumlah remasan. Walaupun hasil tiap naracoba
berbeda namun secara teori naracoba akan mengalami penurunan jumlah remasan karena otot
terus berkontraksi, apabila otot secara terus menerus berkontraksi ada saatnya otot tidak dapat
mempertahankan kondisinya sehingga muncul rasa kelelahan otot. Hal tersebut dapat terjadi
karena aktivitas kontraktil suatu otot rangka tidak dapat dipertahankan pada tingkat tertentu
secara terus-menerus. Akhirnya tegangan di otot berkurang seiring dengan munculnya kelelahan
dimana terjadi ketika otot yang beraktivitas tidak lagi dapat berespons terhadap rangsangan
dengan derajat kontraksi yang sama. Adapun jika hasil percobaan dibuat grafik garis maka
kelelahan otot rangka pada setiap naracoba akan tampak sebagai berikut:

Chart Title
80

70

60

50

40

30

20

10

0
detik ke-30 detik ke-60 detik ke-90 detik ke-120 detik ke-150

Naracoba 1 Naracoba 2 Naracoba 3

Dapat terlihat bahwa pada detik ke-30 sampai detik ke-60 pada semua naracoba terjadi penurunan
jumlah remasan. Yang bisa menandakan adanya kelelahan otot. Energi yang digunakan untuk
menggerakan otot rangka dalam percobaan tersebut adalah ATP yang dihasilkan oleh tubuh. Kita
melihat bahwa kontraksi otot bergantung pada energi yang disediakan oleh ATP Sebagian besar
energi ini dibutuhkan untuk menjalankan mekanisme "berjalan-bersama" (walk-along
mechanism) ketika jembatan silang menarik filamen-filamen aktin, tetapi sejumlah kecil energi
dibutuhkan untuk: (1) memompa ion kalsium dan sarkoplasma ke dalam reticulum sarkoplasma
setelah kontraksi berakhir, dan (2) memompa ion-ion natrium dan kalium melalui membran
serabut otot untuk mempertahankan lingkungan ionik yang cocok untuk pembentukan potensial
aksi serabut otot. Konsentrasi ATP yang ada di dalam serabut otot, kira-kira 4 milimolar, cukup
untuk mempertahankan kontraksi penuh hanya selama 1 sampai 2 detik. ATP tersebut pecah
untuk membentuk ADP, yang memindahkan energi dari molekul ATP ke perangkat kontraksi
serabut otot. Selanjutnya ADP mengalami refosforilasi untuk membentuk ATP baru dalam
sepersekian detik lagi, yang membiarkan otot untuk melanjutkan kontraksi. Terdapat beberapa
sumber energi untuk prosesmrefosforilasi ini. Sumber energi pertama yang digunakan untuk
menyusun kembali ATP adalahmsubstansi keratinfosfat, yang membawa ikatan fosfat berenergi
tinggi yang serupa denganmikatan ATP Ikatan fosfat berenergi tinggi dari kreatinfosfat memiliki
jumlah energi bebas yang sedikit lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh setiap ikatan ATP. Oleh
karena itu, kreatinfosfat segera dipecahkan, dan pelepasan dari energi tersebut menyebabkan
terikatnya sebuah ion fosfat baru pada ADP untuk menyusunkembali ATP Namun, jumlah total
kreatin fosfat pada serabut otot juga sangat kecil hanya sekitar lima kali lebih besar daripada
jumlah ATP. Oleh karena itu, kombinasi energi dari ATP cadangan dan kreatinfosfat di dalam
otot dapat menimbulkan kontraksi otot maksimal hanya untuk 5 sampai 8 detik. Sumber energi
penting kedua, yang digunakan untuk menyusun kembali kreatinfosfat dan ATP, adalah
"glikolisis" dari glikogen yang sebelumnya tersimpan dalam sel otot. Pemecahan glikogen secara
enzimatik menjadi asam piruvat dan asam laktat yang berlangsung dengan cepat akan
membebaskan energi yang digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP, ATP kemudian dapat
digunakan secara langsung untuk memberi energi bagi kontraksi otot tambahan dan juga untuk
membentuk kembali simpanan kreatinfosfat. Makna penting mekanisme glikolisis ini ada dua.
Pertama, reaksi glikolisis ini dapat terjadi bahkan bila tidak ada oksigen, sehingga kontraksi otot
dapat tetap dipertahankan untuk beberapa detik dan kadang sampai lebih dari satu menit, bahkan
bila tidak tersedia oksigen yang dihantarkan lewat darah. Kedua, kecepatan pembentukan ATP
oleh proses glikolisis kira-kira 2,5 kali kecepatan pembentukan ATP sebagai respons terhadap zat
makanan sel yang bereaksi dengan oksigen. Namun, begitu banyak produk akhir glikolisis
berkumpul dalam sel otot sehingga glikolisis kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
kontraksi otot maksimum setelah sekitar 1 menit. Pada praktikum kelelahan otot, kelompok ini
memncoba untuk membandingkan 3 naracoba untuk membandingkan hasil data yang didapatkan.
Pada naracoba 1, dengan umur 17 tahun berjenis kelamin laki-laki dengan tinggi badan 162 cm
dan berat badan 63 kg didapatkan hasil jumlah remasan selama 150 detik adalah 205 remasan.
Remasan ini dibagi menjadi 5 tahap. Pada detik ke-30 jumlah remasan yang didapat adalah 70,
dilanjutkan ke detik ke-60 adalah 30, detik ke-90 adalah 30, detik ke-120 adalah 30, dan detik ke-
150 adalah 45. Pada naracoba2 dengan umur 18 tahun berjenis kelamin laki-laki, tinggi badan
166 cm, dan berat badan 80 kg didapatkan hasil remasan total sebanyak 324 remasan. Pada detik
ke-30 adalah 76 , detik-60 adalah 64, detik ke-90 adalah 67, detik ke-120 adalah 65, dan detik-
150 adalah 52. Pada naracoba 3 dengan umur 18 tahun berjenis kelamin laki-laki, tinggi 175 cm,
dan berat badan 53 kg didapatkan hasil jumlah remasan adalah 287. Pada detik ke-30 didapatkan
65 remasan, detik ke-60 adalah 54, detik ke-90 adalah 55, detik ke-120 adalah 56, dan detik ke-
150 adalah 57. Hasil yang didapatkan ketiga naracoba tersebut berbeda satu sama lain. Naracoba
1 mengalami penurunan remasan dari detik ke-30 sampai detik ke-60, namun mengalami konstan
peremasan hingga detik ke-120, namun mengalami kenaikan peremasan pada detik k-150.
Naracoba 2 cenderung menghasilkan jumlah remasan yang tidak stabil. Sedangkan naracoba 3
mengalami penurunan jumlah remasan dari detik ke-30 sampai detik ke-60, namun kembali
mengalami peningkatan remasan saat detik ke-90 sampai detik ke-150. Perbedaan yang terdapat
pada ketiga naracoba ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan umur, tinggi badan, dan berat badan.
Hal tersebut ditunjukan dengan adanya penurunan jumlah hasil remasan dari ketiga naracoba dari
detik sebelumnya. Pada proses glikolisis anaerob akan dihasilkan asam laktat karena pemecahan
glukosa yang tidak lengkap. Semakin tinggi kadar asam laktat dalam darah akan mengalami
penurunan pH darah yang kemudian menyebabkan kelelahan fisik dan mengubah kondisi.
Apalagi diperpanjang aktivitas fisik atau latihan intensitas tinggi akan memicu pembentukan
asam laktat. Saat latihan terjadi, kelelahan anaerobik dapat berkembang sebagai akibat dari
akumulasi asam laktat. Asam laktat dalam sel otot menyebabkan asidosis laktat sehingga
sambungan neuromuskular menghentikan rangsangan saraf ke serat otot, akibatnya, otot tidak
dapat berkontraksi. Sehingga dengan adanya asam laktat yang meningkat menunjukkan otot
sedang dalam kondisi kelelahan sehingga intensitas kontraksi pada otot akan berkurang secara
perlahan dari banyaknya intensitas kontraksi sebelumnya seperti yang terjadi pada naracoba.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th edition. China: Brooks/Cole Cengage


Learning; 2013.
2. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th edition. Amerika Serikat:
Saunders Elsevier; 2006.
3. Glass LD, Cheng AJ, & MacIntosh BR. Role of Ca2+ in Changing Active Force during
Intermittent Submaximal Stimulation in Intact, Single Mouse Muscle Fibers. Pflügers
Archiv-European Journal of Physiology. 2018; 470(8): 1243.
4. Rusdiawan A, Sholikhah AMA, & Prihatiningsih S. The Changes in pH Levels, Blood
Lactic Acid and Fatigue Index to Anaerobic Exercise on Athlete after NaHCO. Malaysian
J MedHealth Sci. 2020; 16(16): 51.
*Bagian lampiran berisi hasil print jurnal, dan pada lembar ini tidak perlu menuliskan judul
“Lampiran” pada bagian atas.

Anda mungkin juga menyukai