Anda di halaman 1dari 2

Mencari Jati Diri

Karya : Aisyah Nurul Izzah

Tak perlu menjadi siapa-siapa, tetaplah jadi diri sendiri karena setiap orang itu unik
dengan kehidupan yang mereka masing-masing jalani. Begitulah kiranya kisah perjalananku
untuk menemukan jati diriku sendiri.

Ini perjalananku, seorang siswa smp berusia 14 tahun, dengan sejuta gelombang yang
menerpa hidupnya. Kehilangan hanyalah bagaikan makanan sehari-hari baginya. Berbagai
pro dan kontra datang Ketika dirinya harus mulai memilih, mana yang terbaik baginya.
Namun, dia selalu yakin, bahwa ikhlasnya ini akan menghasilokan suatu kebaikan di masa
depan

Sore itu, terjadi suatu perbincangan kecil yang lagi-lagi, bertujuan untuk
menyudutkan dirinya. “Ada apa dengan Pramuka? Ada apa dengan jamnas? Kenapa harus
Jamnas?”. Sebuah pertanyaan konyol, “Kamu nanyea?” Karena hanya di Pramuka, aku
menemukan rumah untuk Kembali pulang. Aku semakin yakin, bahwa aku telah jatuh cinta
dengan Pramuka.

Dzikir yang selalu ku lontarkan seusai sholat fardhu, menuntunku, untuk menemukan
suatu kebenaran dalam diriku. Semoga yang maha kuasa menuntunku ke jalan yang benar.
Aku kehilangan arah, menangis, dan tidak tahu harus kemana. Lalu datang sebuah harapan,
“Jambore Nasional”, Tempat dimana aku bertemu ribuan teman dari seluruh dan luar
Indonesia, tempat dimana aku bebas mengekspresikan segala perasaan dalam diriku

Namun, untuk mencapai suatu kenikmatan, tentu ada halangan. Berbagai pro dan
kontra dari sekitar. Katanya ini hanya membuang uang saja, menyia-nyiakan waktu saja,
buang-buang tenaga saja. Emangnya Latihan setiap hari minggu dari pukul 7 pagi sampai 4
sore akan mendatangkan hasil? Ya iya lah, tidak aka nada usaha yang sia-sia.

Menjadi penggalang Garuda tidak pernah se simple itu

9 Agustus 2022, di ruang siding kantor Bupati, aku mengulang sumpah untuk ke 3
kalinya. Dengan prosesi yang khidmat. Dengan membasuh telapak tangan, mengisyaratkan
bahwa mulai detik ini, tangan ini akan selalu berbuat kebaikan, mengusap telinga,
mengisyaratkan bahwa telinga ini akan selalu mendengarkan kebaikan, mencuci mulut,
mengisyaratkan mulut ini hanya akan digunakan untuk mengucaokan hal-hal yang baik saja,
dan terakhir, mencuci kaki mengisyaratkan bahwa kaki ini hanya akan melangkah ke jalan
kebaikan. Seusai melaksanakan prosesi “Mensucikan diri”, ku datangi bunda, ku bersujud di
depannya, mencium kakinya, memohon doa restu dan ridhonya, supaya perjalananku dalam
mencari jati diri membawa keberkahan. Bun, jangan khawatir, aku berada di tempat yang
tepat.

Dengan mengemban tugas sebagai pimpinan regu dan seorang penggalang Garuda,
aku yakin, jati diriku semakin dekat

Akupun masuk ke ruangan putih itu, dingin, bahkan aku dan teman-teman reguku
belum berhenti menangis. Memulai prosesi pelantikan, dilantik oleh pak sekda sekaligus
teman akrab alm. Ayah, Pak Hendra Caya. Seusai pelantikan, beliau mengusap punggungku
bangga, sembari mengatakan “Bapak tahu kamu bisa, ayah pasti bangga”

Sejak saat itu, aku belajar banyak hal, bertemu teman-teman baru, dan menikmati
segala kegiatan dengan sukacita. Andaikan waktu bisa diulang, ingin ku mengulang masa-
masa itu. Selepas Jamnas, aku Kembali focus dengan kegiatan-kegiatan dalam ruang lingkup
sekolah. Agak berat meninggalkan kwarcab secepat ini, kurang lebih 5 bulan pulang ke
rumah itu, kini aku harus Kembali mengembara, mencari rumah baru, yang sekarang ku
panggil “Flamboyan”

Mereka yang menanti segala cerita dariku, menanti segala ilmu dan belajar
bersamaku, serta mereka yang bisa menerimaku apa adanya. Aku bersyukur bisa bertemu
dengan mereka, anak-anak hebat yang membantuku untuk Kembali pulang ke rumah,
“Pramuka”.

Sudah terlalu lama melamun, aku tersadar dan langsung bangkit dari dudukku.
Menghirup segelas kopi, melihat pantulan diriku di kopi itu. Ini belum berakhir, misi
pencarian jati diri ini masih sangat Panjang, bahkan belum sampai setengah. Masih banyak
kisah yang belum terungkap. Nikmatilah hidup ini, iringi dengan bersyukur dan bersenang
hati. Biarkan segala sesuatu mengalir bagaikan air, dan jalani setiap hal dengan positif. Kita
tidak tahau sampai kapan kita hidup, bisa jadi besok sudah menjadi hari kita menghadap sang
pencipta. Jadi selama kita masih bisa untuk terus maju dan berjuang, kenapa tidak?

Anda mungkin juga menyukai