Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

ISTIRAHAT DAN TIDUR PADA Tn.X DENGAN DIAGNOSA MEDIS

FRAKTUR DI RUANGAN TRAUMA RUMAH SAKIT X

Oleh :

Regina Tri Agustin

1490123051

PROGRAM PROFESI NERS

INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL

TAHUN 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia

dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya

bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar

manusia menurut Maslow bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu

kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Abdul &

Wahid, 2016).

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer dan mutlak harus dipenuhi

untuk memelihara homeostasis biologis dan kelangsungan kehidupan bagi tiap

manusia. Kebutuhan ini merupakan syarat dasar, apabila kebutuhan ini tidak

terpenuhi maka dapat mempengaruhi kebutuhan yang lain. Pemenuhan kebutuhan

fisiologis bersifat lebih utama didahulukan dari pada kebutuhan- kebutuhan lain.

Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur,

terbebas dari rasa nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual dan lainnya (Asmadi, 2013).

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan setiap

orang untuk mempertahankan status kesehatan pada tingkat yang optimal. Proses

tidur dapat memperbaiki berbagai sel dalam tubuh. Hal ini yang sangat penting bagi

setiap orang yang sedang sakit agar lebih cepat sembuh, memperbaiki kerusakan pada

sel. Jika kebutuhan istirahat dan tidur tersebut cukup, maka akan terkumpul sejumlah
energi yang dapat memulihkan status kesehatan dan menjalankan kegiatan sehari-

hari. (Sutanto & Fitriana, 2017).

Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang

bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2012). Fraktur atau patah tulang adalah suatu

kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan terputus secara

sempurna atau sebagian yang pada disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis

(Smeltzer & Bare, 2016). Dampak yang terjadi pada pasien fraktur apabila

kebutuhan istirahat dan tidur tidak terpenuhi maka pasien sering kali menjadi

irritable, depresi, letih atau lelah dan mempunyai kemampuan pengendalian yang

buruk terhadap emosinya. Dari segi fisik, pasien tampak lemah, muka pucat, mata

tampak sayu dan kemerahan juga pasien tampak gelisah (Kozier, 2011).

Penanganan gangguan istirahat tidur merupakan tujuan penting perawat. Agar

dapat membantu pasien mendapatkan kebutuhan istirahat dan tidur, maka perawat

harus memahami sifat alamiah dari tidur, faktor yang mempengaruhi dan kebiasaan

tidur pasien. Pasien membutuhkan pendekatan individual yang berdasarkan kebiasaan

pribadi mereka sendiri dan pola tidur serta masalah khusus yang mempengaruhi tidur

mereka (Ambarwati, 2014).

2. Pengertian
A. Pengertian Istirahat dan Tidur

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh

semua orang, dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi

secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap

individu (Ambarwati, 2014). Kata “Istirahat” memiliki arti yang luas meliputi

bersantai, menyegarkan diri, berdiam diri setelah melakukan aktivitas. Selain itu,

istirahat juga bermakna melepaskan diri dari apapun yang membosankan,

menyulitkan dan menjengkelkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa,

istirahat merupakan suasana yang tenang, bersantai tanpa tekanan emosional dan

bebas dari kecemasan (ansietas) (Sutanto & Fitriana, 2017).

B. Pengertian Fraktur

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal

yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Manurung, 2018).

Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang meremukkan,

gerakan memuntir yang mendadak atau bahkan karena kontraksi otot yang ekstrem

(Smeltzer & Bare, 2016).

Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis

dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2009).

3. Anatomi Fisiologis
A. Anatomi

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada

tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan

melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk

rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot

yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk

menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat

untuk melekatnya otot - otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga

merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.

Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup

yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin

anorganik (terutama garam - garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku.,

tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis

(Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah

dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31

pasang antara lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta

tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).

a) Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang

panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan

membentuk sebagian besar tulang pelvis.


b) Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam

tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum

membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan

bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan

trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua

buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis.Diantara dua

kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella)

yang di sebut dengan fosa kondilus.

c) Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk

persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan

yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya

lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian

ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju

yang disebut OS maleolus medialis.

d) Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai bawah

oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya

5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.

e) Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek yang

banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan

falangus dengan perantara sendi.


f) Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang

masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada

metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar

yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

B. Fisiologi

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam

pergerakan.Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan

jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,

2006).

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain

: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk

kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui

suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan

osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang

peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang,

sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar

fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat

pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis

kanker ke tulang.

Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk

pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.Osteklas adalah sel-sel besar berinti

banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak
seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-

enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan

mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:

a) Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan

memberi bentuk tubuh.

b) Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting,

misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-

paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-

tulang kostae (iga).

c) Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan

terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang

memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang

melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang

digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.

d) Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen-

elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.

e) Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow.

f) Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam

sumsum merah tulang tertentu

4. Etiologi
Beberapa etiologi fraktur menurut Bararah & Jauhar (2013) yaitu :

a. Trauma

1) Trauma langsung : kecelakaan lalu lintas

2) Trauma tidak langsung : jatuh dari ketinggian dengan posisi verdiri atau

duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang

b. Patologis : metastase dari tulang

c. Degenarasi

d. Spontan : terjadi tarikan otot yang sangat kuat

5. Patofisiologi

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke

dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami

kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah

putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat

tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang

disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel-sel tulang baru mengalami

remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau

penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani

dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf

perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan

tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom

compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak

seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur

tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan

pembuluh darah (Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah

patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : iritasi kulit karena penekanan,

hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di

imobilisasi serta nyeri yang akhirnya dapat mengakibatkan terganggunya kualitas

kebutuhan istirahat dan tidur, selain dikarenakan nyeri pada pasien fraktur terjadinya

imobilisasi yang mengakibatkan kecemasan yang tinggi pada saat post op bila harus

dipasang pen atau plat sehingga menimbulkan gangguan istirahat dan tidur

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur menurut Bararah

& Jauhar (2013) yaitu :

a. X-ray

Menentukan lokasi dan luasnya fraktur

b. Scan tulang

Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan


vaskuler

c. Hitung darah lengkap

Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada pendarahan,

peningkatan leukosit sebagai respons terhadap peradangan.

d. Kreatinin

Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

e. Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.

7. Penatalaksanan

Beberapa penatalaksanaan medis menurut Smeltzer & Bare (2016) :

A. Penatalaksanaan Kedaruratan

a) Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien dipindahkan

b) Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat frakutr, unutk mencegah

pergerakan fragmen fraktur

c) Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat dilakukan dengan

mengikat (membebat) kedua tungkai bersama-sama: ekstremitas yang tidak

terganggu berperan sebagai bebat untuk ekstremitas yang cesera

d) Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat dibebat ke dada, atau lengan bawah

yang cedera dapat digendong dengan mitela (kain gendongan)

e) Kaji status neurovaskular di sisi distal area cedera sebelum dan setelah
pembebatan untuk menentukan keadekuatan perfusi jaringan perifer dan

fungsi saraf

f) Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk mencegah kontaminasi

jaringan yang lebih dalam

B. Penatalaksanaan Fraktur Tertutup

a) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang

tepat (misalnya, meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan

analgesik sesuai resep)

b) Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak terganggu

dan memperkuat otot yang diperlukan untuk berpindah tempat dan untuk

menggunakan alat bantu (misalnya tongkat, walker)

c) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman

d) Bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai kebutuhan dan

mencari bantuan personal jika diperlukan

e) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan diri,

infomasi medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi dan perlunya

supervisi lauanan kesehatan yang berkelanjutan

C. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

a) Sasaran penatalaksanaan adalah untuk mencegah infeksi luka, jaringan lunak

dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang dan jaringan lunak.

Pada kasus fraktur terbuka, terdapat risiko osteomielitis, tetanus dan gas
gangrene

b) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit baersama

dengan tetanus toksoid jika diperlukan

c) Lakukan irigasi luka dan debridemen

d) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema

e) Kaji status neurovaskular dengan sering

f) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur dan pantau tanda- tanda infeksi

8. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

a) Identitas Klien

Meliputi : nama, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,

tempat tanggal lahir, umur, alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa

medis, nomor registrasi.

b) Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Biasanya

pasien dengan gangguan istirahat dan tidur mengeluh pola tidurnya yang tidak

teratur, ketidakmampuan memejamkan mata, ketidakmampuan tidur dengan


nyenyak (Tarwoto & Wartonah, 2015).

c) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada umumnya pasien dengan fraktur disebabkan oleh trauma atau

kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului dengan perdarahan,

kerusakan jaringan sekitar yang menyebabkan gangguan istirahat dan tidur

pada pasien. Biasanya pasien mengeluh badan terasa lemas karena kurang

tidur, mengalami kesulitan untuk tidur, tidur yang tidak nyenyak dikarenakan

lingkungan yang tidak mendukung untuk tidur dan sering terganggu oleh

tindakan medis dan perawatan.

d) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu biasanya gangguan pola tidur terganggu sebelum

klien mengalami terjadinya fraktur, apakah pasien pernah atau sedang

mengkonsumsi obat tidur, adanya riwayat insomnia, gaya hidup atau rutinitas

harian pasien. Biasanya tidak ada riwayat kesehatan dahulu pada fraktur,

kecuali ada fraktur patologis seperti adanya diagnosa sebelumnya yaitu

osteoporosis, kanker tulang, arthritis dan lainnya.

e) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada keluarga biasanya ada atau tidaknya keluarga yang mengalami gangguan

pola tidur dan ada atau tidaknya yang menderita tuberkolosis atau penyakit

lain yang sifatnya menurun atau menular, diabetes melitus, hipertensi, dan

hemofilia, insomnia.
f) Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi dan tata laksanaan hidup sehat

Biasanya pasien mengalami perubahan atau gangguan pada personal

hygiene seperti kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK. Pasien

tampak lebih bermalas-malasan, tidak bersemangat, merasa letih dan lesu

karena kurang tidur.

2. Pola nutrisi

Pada pasien fraktur biasanya tidak akan mengalami penurunan nafsu

makan. Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk

membantu proses penyembuhan tulang.

3. Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pola tidur dan istirahat pada pasien fraktur akan mengalami

gangguan yang disebabkan oleh timbulnya rasa nyeri. Selain itu juga,

pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan

tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. Istirahat dan tidur akan

terganggu karna adanya perubahan pada pola kognitif atau cara berpikir

pasien.

4. Pola eliminasi

Kebiasaan miksi atau defikasi sehari-hari, kesulitan waktu defikasi


dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defikasi pada

miksi pasien mengalami gangguan. Kebiasaan miksi atau defikasi yang

terganggu akan memperhambat istrirahat dan tidur pasien.

5. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan yang

disebabkan oleh fraktur sehingga kebutuhan pasien perlu di bantu oleh

perawat atau keluarga. Selain itu badan menjadi terasa lemah, letih dan lesu

karena kurang tidur yang menyebabkan lebih malas untuk melakukan

aktivitas.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya pasien tampak menarik diri, kebingungan, kurang koordinasi,

kurang perhatian. Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi

perubahan dirinya, pasien takut cacat seumur hidup atau tidak dapat bekerja

lagi.

7. Pola sensori kognitif

Pada pola kognitif atau cara berfikir pasien dengan gangguan istirahat

dan tidur akan mengalami penurunan karena apabila seseorang kurang tidur

akan memberi efek pada pola elektris di otak dan akibatnya otak tidak bisa

berfungsi secara optimal.

8. Pola hubungan peran


Perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu

pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.

9. Pola penanggulangan stress

Perlu ditanyakan apa yang membuat pasien menjadi stress dan biasanya

masalah dipendam sendiri atau dirundingkan dengan keluarga.

10. Pola reproduksi seksual

Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan

mengalami gangguan pola seksual dan reproduksi, jika belum berkeluarga

pasien tidak akan mengalami gangguan.

E. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dibagi atas dua, yaitu pemeriksaan umum (status

generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat

(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada

kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit

tetapi lebih mendalam.

1. Keadaan Umum : biasanya pasien dalam kondisi lemah, letih lesu dan gelisah

2. GCS : 14-15 (Compos mentis)

3. TTV

a. Tekanan darah : biasanya tekanan darah meningkat

b. Nadi : frekuensi nadi meningkat


c. Pernafasan : pernafasan normal atau bisa saja meningkat

d. Suhu : suhu dalam rentang normal

4. Sistem integument

Terdapatnya erythema, suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak, oedema,

nyeri tekan

5. Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik, simetris, tidak ada benjolan, tidak

ada nyeri kepala.

6. Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan, reflek menelan positif,

kadang ditemukan pembesaran kelenjer getah bening.

7. Muka

Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak

ada lesi, simetris dan tidak ada eodema, wajah tampak lesu.

8. Mata

Biasanya terdapat konjungtiva kemerahan, mata sayu dan adanya lingkaran

hitam disekitar mata yang menandakan pasien kurang tidur dan istirahat.

9. Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau

nyeri tekan.

10. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan pada hidung,

tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.

11. Mulut dan Faring

Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut

tidak pucat.

12. Thoraks

Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

13. Paru

Pada pemeriksaan paru didapatkan :

a. Inspeksi

Pernapasan meningkat, regular atau tidaknya tergantunG pada riwayat penyakit

klien yang berhubungan dengan paru

b. Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fremitus raba sama.

c. Perkusi

Suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara, tambahan lainnya.

d. Auskultasi

Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau tambahan lainya seperti

stridor dan ronchi.

14. Jantung

Pada pemeriksaan jantung didapatkan :

a. Inspeksi pada jantung


Tidak tampak ictus cordis.

b. Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

c. Perkusi

Suara ketok redup pada jantung

d. Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.

15. Abdomen

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan :

a. Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada distensi.

b. Palpasi

Didapatkan tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak

teraba, tidak ada nyeri tekan.

c. Perkusi

Suara thympani.

d. Auskultasi

Didapatkan peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

16. Ekstremitas

Terdapat luka, perbedaan ukuran pada ekstremitas bawah kiri dan kanan,

teraba tulang yang patah, terdapat nyeri pada ekstremitas yang fraktur.
17. Inguinal-Genitalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

F. Data Penunjang

1. Pemeriksaan Rontgen

Didapatkan hasil lokasi atau luasnya fraktur.

2. CT Scan/ MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Didapatkan hasil apakah ada kerusakan jaringan lunak di daerah

fraktur.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau

juga dapat menurun saat mengalami fraktur terbuka yang

menyebabkan perdarahan yang banyak..

b. Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.

c. Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

d. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

G. Program Pengobatan

1. Terapi cairan (infus)

2. Antibiotik untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri

3. Analgetik untuk mengatasi nyeri yang dirasakan


2. Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
Data Subjektif: Tekanan/ kekerasan Gangguan Pola Tidur
1. Pasien mengeluh sulit langsung/
untuk tidur stress langsung
2. Pasien sering terjaga
3. Pasien mengeluh
istirahat tidak cukup
4. Pasien mengeluh pola
tidur berubah Kerusakan fragmen
tulang, cedera jar.
Data Objektif: lunak
1. Kemampuan
beraktivitas menurun
2. Pasien terlihat lesu, Pembuluh
tidak bersemangat, darah putus
lemas
3. Terdapat nyeri
4. Kondisi pasca operasi
Pendarahan

Pengumpulan darah
(hematoma)

Reaksi inflamasi

Pengeluaran
bradikinindan berikatan
dengan nociceptor
Pengeluaran mediator
kimia (histamin)

Nyeri meningkat

Gangguan pola tidur

3. Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI diagnosis keperawatan (2017) dignosa keperawatan yang muncul


pada pasien Fraktur yang mengalami gangguan tidur, yaitu:
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
4. Perencanaan Keperawatan

Menurut PPNI (2018) ada beberapa tujuan (SLKI) dan intervensi (SIKI)
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Fraktur yang mengalami gangguan
pola tidur.
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan (Tujuan) (Intervensi)
1. Gangguan pola tidur a. Pola Tidur Dukungan Tidur
1) Keluhan sulit Tindakan:
Defenisi: tidur menurun a) Observasi
Gangguan kualitas dan 2) Keluhan sering 1) Identifikasi pola
kuantitas waktu tidur terjaga menurun aktivitas dan
akibat faktor eksternal 3) Keluhan pola tidur
tidur berubah 2) Identifikasi
Penyebab: menurun faktor
a) Nyeri 4) Keluhan istirahat pengganggu
tidak cukup tidur (fisik
Gejala dan Tanda menurun dan/atau
Mayor: 5) Kemampuan psikologis)
Subjektif: beraktivitas 3) identifikasi obat
a) Mengeluh sulit tidur meningkat tidur yang
b) Mengeluh sering dikonsumsi
terjaga b. Penampilan Peran b) Terapeutik
c) Mengeluh tidak 1) Strategi koping 1) Modifikasi
puas tidur yang efektif lingkungan
d) Mengeluh pola tidur meningkat (mis,
berubah 2) Verbalisasi pencahayaan,
e) Mengeluh istirahat perasaan cemas kebisingan,
tidak cukup menurun suhu, matras,
Objektif: - dan tempat
c. Status tidur)
Gejala dan Tanda
Kenyamanan 2) Fasilitasi untuk
Minor:
1. Keluhan sulit hilangkan stress
tidur menurun sebelum tidur
Subjektif:
2. Kesejahteraan 3) Lakukan
a) Mengeluh
fisik meningkat prosedur untuk
kemampuan
3. Suhu ruangan meningkatkan
beraktivitas
membaik kenyamanan
menurun
4. Postur tubuh (mis, pijat,
Objektif: -
membaik pengaturan
Kondisi Klinis Terkait: 5. Pola tidur posisi, terapi
a) Nyeri membaik akupresur)
Kondisi pasca operasi 4) Sesuaikan
d. Tingkat Keletihan jadwal
1) Kemampuan pemberian obat
melakukan atau tindakan
aktivitas rutin untuk
meningkat menunjang
2) Gelisah siklus tidur-
menurun terjaga
3) Selera makan 5) Terapi
membaik Genggam Jari
4) Pola istirahat
membaik Manajemen
Lingkungan
Tindakan:
a) Observasi
1) Identifikasi
keamanan dan
kenyamanan
lingkungan
b) Terapeutik
1) Atur suhu
lingkungan yang
sesuai
2) Sediakan
tempat tidur
dan lingkungan
yang bersih dan
nyaman
3) Izinkan
membawa
benda-benda
yang disukai dari
rumah
4) Izinkan
keluarga untuk
tinggal
mendampingi
pasien
5) Pertahankan
konsistensi
kunjungan
tenaga
kesehatan

Terapi Relaksasi
Tindakan:
a) Observasi
1) Identifikasi
penurunan
tingkatenergi,
tidak mampu
berkonsentrasi,
atau gejala lain
yang
mengganggu
kemampuan
kognitif
2) Identifikasi
teknik relaksasi
yang pernah
efektif
digunakan
3) Periksa
ketegangan otot,
frekuensi nadi,
tekanan darah,
dan suhu
sebelum dan
sesudah latihan
4) Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
b) Terapeutik
1) Ciptakan
lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan
dengan
pencahayaan dan
suhu ruang
nyaman, jika
memungkinkan
2) Berikan berikan
informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
3) Gunakan
relaksasi
sebagai strategi
penunjang
dengan
analgetik atau
tindakan medis
atau tindakan
medis lain, jika
sesuai
c) Edukasi
1) Jelaskan tujuan,
manfaat,
batasan, dan
jenis relaksasi
yang tersedia
(mis, musik,
meditasi, napas
dalam, relaksasi
otot progresif)
2) Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih
3) Anjurkan sering
mengulangi
atau melatih
teknik yang
dipilih
4) Demonstrasi
dan latih teknik
relaksasi (mis,
napas dalam,
peregangan,
atau imajinasi
terbimbing)

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan intelektua untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan

pelaksanaanya sudah berhas dicapai berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam

perencanaan keperawatan. Evaluasi yang digunakan berbentuk fromatif berpa respon

klien dan evaluasi sumatif yaitu respon perkembangan dengan komponen S

(subjektif), O (objektif), A (analisis), P (perencanaan terhadap analisis) (Potter &

Perry, 2009).

Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi terhadap pasien

adalah meningkatnya kualitas tidur dan nyeri kepala berkurang dengan skala nyeri

menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai