Anda di halaman 1dari 12

Mg 8

Mendemonstrasikan pertolongan korban bencana dan


penanggulangan bencana dengan memperhatikan
keselamatan korban dan petugas, keselamatan dan
keamanan lingkungan, dan pendekatan interdisiplin
1. Perawatan terhadap individu dan komunitas
2. Perawatan psikososial dan spiritual pada
korban bencana
PERTOLONGAN PERTAMA PSIKOLOGIS
BAGI KORBAN BENCANA
Pengantar

 UU RI No. 24 Tahun 2007 Pasal 5 bahwa


Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menjadi penanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan
bencana
 Pasal 58 UU No.24/2007 telah memuat
Pemulihan sosial psikologis terhadap
korban bencana yang mengalami dampak
psikologis atau masalah psikososial
pascabencana
 Dalam setiap peristiwa bencana, seringkali
terdapat korban jiwa
 kata “jiwa” dalam frasa “korban jiwa”
menekankan arti penting jiwa itu sendiri,
meskipun badan yang penuh dengan hidup,
yang kita sentuh dan rasakan itu,
sesungguhnya dan selayaknya benar-benar
dapat diperhatikan dalam pelayanan kepada
korban jiwa akibat terjadinya bencana
Pertolongan Pertama Psikologis bagi Korban Bencana

 Pertolongan pertama psikologis dapat dilakukan


melalui hal-hal berikut:
o Memahami situasi dan memberikan dukungan dengan
menghormati martabat dan harga diri korban bencana
(penyintas)
• pendekatan penyintas ”sakit psikologis” dan perlu
segera ”konseling trauma” sebaiknya ditunda dulu
• Seorang pendamping jangan bertindak langsung
memberikan saran, melainkan biarkan korban
mendapat jawaban sendiri
o Meminimalisir rasa tidak berdaya si Penyintas
• Pertolongan psikologis fase awal yg membantu
adalah meminimalisir atau normalisasi,
yaitu menyadarkan reaksi psikologis yg muncul
pada penyintas adalah hal normal dan wajar
• Mengembalikan rutinitas dan struktur keseharian
untuk meminimalkan rasa tak berdaya dan
frustrasi
• Pendamping adalah sebagai teman untuk
mendengar, melakukan hal mendesak yang
sementara waktu tidak dapat dilakukan sendiri
oleh penyintas dan keluarganya
• Tetap memastikan kemandirian penyintas,
tidak memberikan dukungan yang justru
menciptakan ketergantungan
• Pendamping juga tidak boleh memaksa
penyintas untuk bercerita hal-hal yang
dialami, biarkan mereka bercerita atas
inisiatif sendiri
• Bantuan secara psikologi bukan
menyembuhkan, melainkan membantu
mengurangi dampak yang lebih buruk bagi
korban akibat bencana
o Tidak terlalu cepat memberikan Konseling
Trauma
• Seorang pendamping yg turun ke lapangan untuk
membantu penyintas, sebaiknya jangan terburu-buru
mengadakan konseling trauma
• Biarkan korban menyesuaikan diri dengan
kehilangan dan kondisi hidup yg berubah.
Hal ini bertujuan agar pendamping dapat melakukan
pendekatan yg tepat terhadap korban
• Korban bencana yg mengalami trauma dapat
diketahui enam bulan pascabencana, setelah
dilakukan diagnosa terhadap korban 
o Pendekatan yang dipandang efektif untuk
dilakukan seorang pendamping adalah tidak
hanya mendeteksi masalah/keluhan/tanda distres
saja,
tetapi juga melihat potensi individu, kelompok dan
praktik budaya serta potensi lokal yg dapat
dimanfaatkan sebagai sumber dukungan psikologis
bagi komunitasnya
o Pada akhirnya, dukungan psikologis kurang
bermakna bila tidak diintegrasikan dengan
dukungan fisik, perbaikan sarana-prasarana,
fasilitasi pengembangan mata pencaharian baru,
dsb
Referensi:

• Kristi Poerwandari.2009. Bencana dan Pertolongan


Psikologis. Jakarta
• Maguire, Lambert. 2002. Clinical Social Work :
Beyond Generalist Practice with Individual, Groups, and
Families. Australia : Brooks/Cole Thomson Learning
• Puckett, Alan. 1993. Community Mental Health.
Sydney: Harcourt Brace & Company

Anda mungkin juga menyukai