Anda di halaman 1dari 41

PEDOMAN KEWASPADAAN ISOLASI

RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK

RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK


Jln. Siliwangi No. 139 Cibadak
Telp. (0266) 7160071. Fax. (0262) 535586
SUKABUMI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
rahmat-nya KEWASPADAAN ISOLASI dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Perlu disadari bahwa masih banyak kurangnya kualitas dan kuantitas
pengendalian infeksi di Rumah Sakit Kartika Cibadak sangat terkait komitmen
pimpinan Rumah Sakit Kartika Cibadak serta memerlukan dukungan dari para
klinisi di Rumah Sakit Kartika Cibadak, infeksi Rumah Sakit Kartika Cibadak pada
prinsipnya dapat dicegah, walaupun mungkin tidak dapat dihilangkan sama sekali.
Untuk itu telah disusun Panduan Survailen Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
yang aplikatif sehingga diharapkan penyelenggaraan pencegahan dan pengendalian
infeksi Rumah Sakit Kartika Cibadak dapat dilakukan lebih optimal.
Kami menyadari bahwa Panduan Survailen ini masih belum sempurna, dan
kami mengharapkan adanya masukan bagi penyempurnaan program kerja ini
dikemudian hari.
Untuk itu tim penyusun mengucapkan terima kasih dan harapan kami agar
Panduan Survailen ini dapat dipergunakan sebagai acuan dengan sebaik-baiknya.

Sukabumi, 15 Maret 2021


Penulis

Tim PPI

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar……………………………………………………………….i

Daftar Isi……………………………………………………………………..ii

BAB I Pendahuluan………………………………………………1
Latar Belakang……………………………………………1
Tujuan Umum Dan Khusus ………………………………1
Ruang Lingkup……………………………………………1
Batasan Operasional………………………………………1
Landasan Hukum………………………………………….2
BAB II Standar Ketenagaan……………………………………….3
Kualifikasi SDM…………………………………………..3
Distribusi Ketenagaan……………………………………..3
Pengaturan Jaga……………………………………………4
BAB III Standar Fasilitas……………………………………………5
Denah Ruangan……………………………………………5
Standar Fasilitas……………………………………………7
BAB IV Tatalaksana Pelayanan……………………………………..10
BAB V Logistik…………………………………………………….29
BAB VI Keselamatan Pasien………………………………………..30
BAB VII Keselamatan dan Kesehatan Kerja………………………...32
BAB VIII Pengendalian Mutu………………………………………...33
BAB IX Penutup…………………………………………………….34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ruang isolasi adalah ruangan untuk penempatan bagi pasien dengan
penyakit infeksi yang menular agar tidak menular kepada pasien lain, petugas, dan
pengunjung.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Rumah Sakit
harus menerapkan Kewaspadaan Isolasi yang terdiri dari Kewaspadaan Standar
dan Kewaspadaan berbasis transmisi.
Rumah Sakit harus mampu memisahkan pasien yang mengidap penyakit
infeksi dan menular, dengan pasien yang mengidap penyakit tidak menular.
Berdasarkan cara transmisi/penularan infeksi maka penularan penyakit
dapat dibedakan menjadi penularan kontak, dan penularan droplet (H5N1, H1N1,
MERS CoV) atau udara (tuberculosis).

1.2 Tujuan Pedoman


Pedoman ini bertujuan memberi petunjuk agar pengelolaan Rumah Sakit
memperhatikan kaidah pengendalian dan pencegehan infeksi, sehingga ruang
isolasi memenuhi prinsip-prinsip keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan bagi pasien, petugas, dan pengunjung.Rumah Sakit Publik dan Rumah
Sakit Privat harus menyiapkan ruang isolasi dalam memberi layanan kesehatan
bagi pasien yang mengidap penyakit infeksi menular agar tidak terjadi transmisi
infeksi dari pasien kepada pasien lain, petugas dan pengunjung.

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan


1.3.1 Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang
mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan
berbahaya;
1.3.2 Pelaksana Pedoman ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan
keluarga.

1.4 Batasan Operasional


Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat harus menyiapkan ruang
isolasi dalam memberi layanan kesehatan bagi pasien yang mengidap penyakit

1
infeksi menular agar tidak terjadi transmisi infeksi dari pasien kepada pasien lain,
petugas dan pengunjung

1.5 Landasan Hukum


1.5.1 UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
1.5.2 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
1.5.3 PP No. 36 Tahun 2006 tentang Bangunan Gedung.
1.5.4 Kep. Menkes No. 270 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya.
1.5.5 Kep. Menkes No. 382 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan PPI
Rumah Sakit Pedoman. Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Isolasi
yang diterbitkan Dit. JangMed Tahun 2014.
1.5.6 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Isolasi yang diterbitkan
Dit. JangMed Tahun 2014.

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Pimpinan Rumah Sakit selalu menunjukkan komitmen dalam mendukung
pendidikan berkelanjutan (continuing professional development) khusus bagi
petugas yang melayani pasien yang di rawat di ruang isolasi
Dengan kriteria:
2.1.1 Ada analisa kebutuhan pelatihan teknis dan pendidikan dalam rangka
pengembangan pelayanan medis di rumah sakit yang dibuat secara
periodik.
2.1.2 Ada program pendidikan, pelatihan spesialistik dan pendidikan
pelatihan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis di
rumah sakit.
2.2 Distribusi Ketenagaan
2.2.1 Seluruh Staf Rumah Sakit
2.2.2 Mematuhi peraturan yang ditetapkan di kamar isolasi
2.2.3 Perawat Instalasi Rawat Inap
2.2.4 Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar isolasi
2.2.4.1 Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang
ditetapkan
2.2.4.2 Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar
isolasi atau pasien yang dirawat di kamar isolasi.
2.2.5 Dokter Penanggung Jawab Pasien
2.2.5.1 Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah
pasien memerlukan perawatan di ruang Isolasi;
2.2.5.2 Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang
isolasi mendapat perawatan secara benar
2.2.6 Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan
2.2.6.1 Memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan
baik

3
2.2.7 Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam Ruang Isolasi
dan memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah
terulangnya kembali insiden tersebut.
2.2.8 Direktur
2.2.8.1 Memantau dan memastikan peraturan di Ruang Isolasi
terlaksana dengan baik.
2.2.8.2 Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau
mengatasi setiap masalah yang mungkin terjadi dalam
pelaksanaan perawatan pasien di ruang Isolasi
2.3 Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga di ruang isolasi disesuaikan dengan jadwal shift dinas di
ruangan isolasi. Syarat petugas jaga yang bekerja di kamar isolasi:
2.3.1 Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
2.3.2 Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi
2.3.3 Berbicara seperlunya
2.3.4 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
2.3.5 Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker,
sarung tangan dan sendal khusus
2.3.6 Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
2.3.7 Kuku harus pendek
2.3.8 Tidak memakai perhiasan
2.3.9 Pakaian rapi dan bersih
2.3.10 Mengetahui prinsip aseptic/antiseptic
2.3.11 Harus sehat

4
BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1 Denah Ruang

Ruang isolasi dapat dipisahkan menjadi dua kategori utama:


1) Airborne Infection Isolation (AII) Dikenal dengan Kelas N = Tekanan Negatif
2) Protective Environment (PE). Dikenal dengan Kelas P = Tekanan Positif
Kamar ini memiliki fungsi yang berbeda:
1) Ruangan AII yang dirancang untuk pasien dengan kondisi serius dan
menular (misalnya Tuberculosis),

2) Ruangan PE ada untuk melindungi pasien dengan sistem kekebalan yang

lemah atau beberapa bentuk gangguan terhadap sistem pertahanan alami

mereka.
Ruang isolasi yang digunakan di Rumah Sakit Kartika Cibadak yanitu
ruang isolasi dengan kelas N = tekanan negatif dengan klasifikasi ruang isolasi
ruang dengan tekanan standar class S.

3.1.1 Klasifikasi Ruang Isolasi


3.1.1.1 Ruang dengan tekanan standar class S
1) Untuk pasien yang memerlukan isolasi kontak atau droplet
2) Berupa kamar standr dengan Ac
3) Elemen yang direkomendasikan: 5

• Wasthafel dalam kamar


• Kamar mandi didalam kamar
• Pintu yang tertutup sendiri
• Alkohol handrub
• Label” kamar dengan tekanan standar”
3.1.1.2 Ruang dengan tekanan negatif (Class N)
4) Untuk pasien yang memerlukan isolasi airbone
5) Elemen ysng direkomendasikan
• Ruang tekanan negatif. Tekanan negatif dipertahankan
darianteroom dan udara di luar ruangan
• Pertukaran udara 12x/jam atau 145 per detik per pasien
• Harus terdapat anteroom pada tiap ruangan isolasi dengan
tekananyang lebih rendah daripada tekanan di luar ruangan
• Wastafel harus yang non hand operated dalam ruang isolasi
danruang anteroom
• Gunakan self closing door
• Semua sistem mekanik, elektrik dan bangunan mudah untuk
dilakukan pemeliharaan
• Label sebagai ruang dengan tekanan negatif

3.1.2 Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal


3.1.1.1 Perawatan Isolasi (Isolation Room)
1) Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi
2) Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
3) Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
4) Air Sterilizer System dengan Burning & Filter
5) Modular minimal = 3 x 3 m2
Di rumah sakit Kartika cibadak menggunakan kriteria ruang
perawatan isolasi ketat dengan jenis perawatan isolasi (Isolation Room)
tetapi hanya di khususkan untuk pasien covid 19 dan ruangan terpisah
dengan ruanganlain.

3.1.1.2 Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)


1) Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
2) Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
3) Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar
Air SuctionSystem
6
4) Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2
3.1.1.3 Area Sirkulasi (Circulation Corridor)
1) Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
2) Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
3) Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
4) Modular minimal lebar = 2,40 m

3.1.1.4 Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)


1) Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
2) Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation
System
3) Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
4) Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)
Untuk ruangan stasi perawatan (Nurse Station) di rumah
sakit Kartika cibadak ruangan tersebut di gunakan hanya untuk
ruang isolasi denganpasien Tuberculosis.

3.2 Standar Fasilitas


Type Ruang Isolasi berdasarkan pengaturan tekanan udara
A. Type S (tidak ada beda tekanan dengan ruangan sekitar).
B. Type N (tekanan udara lebih negatif daripada ruangan sekitar).
C. Type P (tekanan udara lebih positif daripada ruangan sekitar).
D. Type N-P (tekanan udara bisa disesuaikan tergantung pasien yang dirawat) 
tidak rekomendasikan karena kesulitan perawatan dan pengoperasian.
Di rumah sakit Kartika cibadak menggunakan standar faslitas dengan type ruang
isolasi menggunakan Type N (tekanan udara lebih negatif daripada ruangan
sekitar).

3.2.1 Isolasi Untuk Transmisi Kontak


A. Ruang isolasi berbentuk jenis S, Bisa sederhana dengan memaksimalkan
natural ventilasi atau dengan bantuan wall fan dan ekshaus fan.
B. Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan
melalui kontak langsung.
C. Petugas pakai masker bila mendekati pasien, jubah dipakai bila ada
kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan infeksius.
D. Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien
lain.
E. Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis
gonorhoea, infeksi kulit oleh Streptococcus grup A, herpes simpleks, rabies,
rubella, MRSA, resisten E coli, Clostridium difficile, Norovirus,
Pseudomonas aeruginosa, Herpes simplex virus, Penyakit imunosupresi.

7
3.2.2 Isolasi Untuk Tranmisi Doplet

1) Saat merancang bangunan sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit,


sebaiknya tempat isolasi terletak tersendiri dari bagian-bagian lain dan
di tempat yang mempunyai karakteristik angin yang baik sepanjang
tahun.
2) Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien ke tempat terbuka
yang jarang digunakan dilalui orang.
3) Ruang isolasi sebaiknya berada dalam area yang dapat dipantau oleh
perawat.

Ruang isolasi sebaiknya berada dalam area yang dapat dipantau


oleh perawat.
1). Ventilasi udara, baik yang masuk maupun keluar tanpa hambatan
yang berarti.

2). Dimensi pintu, jendela dan lubang angin, disesuaikan dengan 15%
bukaandari luas ruangan.
3). Kecepatan rata-rata angin yang dapat terjadi, serta jangka waktu
adanyaangin.
4) Peletakan dan ketinggian jendela dan lubang angin dari lantai.Desain
jendela/lubang angin, bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan.
5) Arah angin yg diinginkan baik yang masuk maupun keluar.
6) Lokasi ruangan yang berkaitan dengan pencegahan infeksi.
7) Penempatan posisi meja konsultasi, periksa dan kursi pasien, terhadap
kursi dokter/staf medik, posisi staf registrasi dan pasien yang mendaftar
serta tempat tidur pasien infeksius

3.2.3 Isolasi Untuk Transmisi Droplet


1) Ruang isolasi jenis S dengan persyaratan pertukaran udara per jam.
2) Bisa sederhana dengan memaksimalkan natural ventilasi atau
dengan bantuan wall fan dan ekshaus fan.
3) Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen yang dikeluarkan
pasien saat batuk, bersin dan bicara yang dapat diteruskan melalui
transmisi kontaktidak langsung.
4) Penempatan pasien dalam kamar terpisah, petugas kesehatan harus
memakaiAPD: masker, gaun, sarung tangan untuk mencegah tranmisi
droplet, misalnya pada pasien pertusis, H5N1, H1N1, RSV, Influenza.

3.2.4 Isolasi Untuk Transmisi Airborne

1) Ruang isolasi jenis N, tekanan negative/ tekanan mekanik di dalam

8
ruang rawat dan anteroom.
2) Tujuan isolasi ini adalah mencegah penyebaran semua penyakit
menular yangditransmisikan melalui udara.
3) Ruang isolasi di rumah sakit Kartika cibadak menggunkan ruang isolasi
bertekanan mekanik.
4) Pasien ditempatkan di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan
dengan pasien harus memakai Alat Pelindung Diri seperti respirator
partikulat, gaun, sarung tangan bagi petugas, masker bedah bagi pasien
dan pengunjung, petugas mematuhi aturan pencegahan yang ketat.
5) Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit tuberculosis,
antraks, cacar, difteri, varicella.
6) Pergantian sirkulasi udara >12 kali perjam. Udara harus dibuang keluar,
atau diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA (High-Efficiency
Particulate Air).
Di Rumah Sakit Kartika Cibadak sudah memiliki ruang isolasi
tekanan negatife baik di ruang perawatan, ruang isolasi covid maupun di
IGD.

3.2.5 Isolasi Untuk Protektif (Hal Khusus)


1) Ruang isolasi jenis P. Anteroom tekanan negatife sedangkan ruang
rawat tekanan positif.
2) Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya
dengan pasien terutama yang memiliki daya tahan tubuh rendah atau
menurun.
3) Pasien harus ditempatkan dalam ruangan yang mempermudah
terlaksananya tindakan pencegahan transmisi infeksi. Misalnya pasien
yang sedang menjalani pengobatan sitostatika, mendapat terapi
imunosupresi atau paska transplantasi.
Di Rumah Sakit Kartika Cibadak belum memiliki runag isolasi
tekanan negatife dengan adanya ruang Anteroom. Ketika ada pasien yang
di rawat di ruang isolasi petugas yang melakukan tindakan harus 1 orang
dan tidak boleh bergantian dengan orang lain, begitu pun dengan shif
selanjutnya dengan catatan mengunakan apd sesuai dengan prosedur.

9
3.2.6 Monitoring Ruang Isolasi
Monitoring ruang isolasi dilakukan ketika setiap ada pasien masuk
ke ruang isolasi dengan menggunakan form yang sudah di sediakan yang
akan direkap dan dilaporkan kepada atasan setiap 3 bulan.

10
BAB IV
TATA LAKSANA

4.1 Dua Lapis Kewaspadaan Isolasi

4.1.1 Kewaspadaan Standar


Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien. Kategori I meliputi:
1) Kebersihan tangan/Handhygiene
2) Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), faceshield (pelindung wajah), gaun
3) Peralatan perawatan pasien
4) Pengendalian lingkungan
5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6) Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7) Penempatan pasien
8) Hygiene respirasi/Etika batuk
9) Praktek menyuntik yang aman
10) Praktek untuk lumbal punksi
1. Kebersihan tangan • Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien
agar tangan terhindar kontaminasi patogen dari
dan ke permukaan
• Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan
berprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan
sabun biasa/antimikroba dengan air mengalir.
• Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi
dengan alkohol handrub
• Sebelum kontak langsung dengan pasien
Alat pelindung diri (APD): • Pakai bila mungkin terkontaminasi darah,
sarung tangan, masker, cairantubuh, sekresi, ekskresi dan bahan
kacamata, pelindung terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang
wajah, gaun tidak utuh, kulit utuhyang potensial
terkontaminasi
• Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
• Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat
pasienlangsung

11
• Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai
ulanguntuk membersihkan lingkungan
• Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,
sebelum menyentuh benda dan permukaan
yangtidak terkontaminasi, atau sebelum beralih
ke pasienlain
• Pakai bila mungkin terkontaminasi darah,
cairantubuh, sekresi, ekskresi dan bahan
terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang
tidak utuh, kulitutuh yang potensial
terkontaminasi
• Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
• Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat
pasien langsung
• Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai
ulang untuk membersihkan lingkungan
• Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,
sebelum menyentuh benda dan permukaan yang
tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien
lain
• Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk
pasien yang berbeda
• Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah
dari area tubuh terkontaminasi ke area bersih
• Cuci tangan segera setelah melepas sarung
tangan
• Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus
membran mata, hidung, mulut selama
melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan
pasien yang berisiko terjadi cipratan/semprotan
dari darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi
• Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan
Masker bedah dapat dipakai secara umum
untuk petugas Rumah Sakit untuk mencegah
transmisi melalui partikel besar dari droplet saat

12
kontak erat (<1 m) dari pasien saat
batuk/bersin.
• Pakailah selama tindakan yang menimbulkan
aerosol walaupun pada pasien tidak diduga
infeksi
• Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk
melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor,
kulit terkontaminasi selama prosedur/merawat
pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/ semprotan cairan tubuh pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan/semprotan
cairan tubuh pasien
• Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan
tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan
jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi.
Bila gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron
tahan cairan mengantisipasi semprotan/cipratan
cairan infeksius.
• Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk
mencegah transmisi mikroba ke pasien lain
ataupun ke lingkungan
• Kenakan saat merawat pasien infeksi yang
secara epidemiologik penting, lepaskan saat
akan keluar ruang pasien
• Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun
untuk pasien yang sama
• Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke
ruang risiko tinggi seperti ICU

3. Peralatan perawatan • Buat aturan dan prosedur untuk menampung,


pasien transportasi, peralatan yang mungkin
terkontaminasi darah atau cairan tubuh
• Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal,
semi kritikal dengan bahan pembersih sesuai
dengan sebelum di DTT atau sterilisasi
• Tangani peralatan pasien yang terkena darah,

13
cairan tubuh, sekresi, ekskresi dengan benar
sehingga kulit dan mukus membran terlindungi,
cegah baju terkontaminasi, cegah transfer
mikroba ke pasien lain dan lingkungan.
Pastikan peralatan yang telah dipakai untuk
pasien infeksius telah dibersihkan dan tidak
dipakai untuk pasien lain. Pastikan peralatan
sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui
cara yang benar dan peralatan pakai ulang
diproses dengan benar
• Peralatan nonkritikal terkontaminasi
didisinfeksi setelah dipakai. Peralatan
semikritikal didisinfeksin atau disterilisasi.
Peralatan kritikal harus didisinfeksi kemudian
disterilkan
• Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air
panas dan detergen
• Bila tidak tampak kotor, lap permukaan
peralatan yang besar (USG, X ray) setelah
keluar ruangan isolasi
• Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan
terapi pernapasan terutama setelah dipakai
pasien infeksi saluran napas, dapat dipakai Na
hipoklorit 0,05%
• Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik
atau manual dengan detergen tiap setelah
makan. Benda disposable dibuang ketempat
sampah.
4.Pengendalian Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan
lingkungan melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan,
Ditulis yg sdh dipakai di disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur,
Rumah Sakit peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya,
permukaan yang sering tersentuh dan pastikan
kegiatan ini dimonitor

14
Rumah Sakit harus mempunyai disinfektan standar
untuk menghalau patogen dan menurunkannya
secara signifikan di permukaan terkontaminasi
sehingga memutuskan rantai penularan penyakit.
Disinfeksi adalah membunuh secara fisikal dan
kimiawi mikroorganisme tidak termasuk spora.
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda
dan permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum
dibersihkan dari bahan organik (ekskresi, sekresi
pasien, kotoran).
Pembersihan ditujukan untuk mencegah
aerosolisasi, menurunkan pencemaran lingkungan.
Ikuti aturan pakai pabrik cairan disinfektan, waktu
kontak, dan cara pengencerannya.
Disinfektan yang biasa dipakai RS:
Na hipoklorit (pemutih), alkohol, komponen fenol,
komponen ammonium quarternary, komponen
peroksigen.
Pembersihan area sekitar pasien:
Pembersihan permukaan horisontal sekitar pasien
harus dilakukan secara rutin dan tiap pasien pulang.
Untuk mencegah aerosolisasi patogen infeksi
saluran napas, hindari sapu, dengan cara basah
(kain basah)
Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop
setelah dipakai (terkontaminasi)
Peralatan pembersihan harus dibersihkan,
dikeringkan tiap kali setelah pakai
Mop dilaundry, dikeringkan tiap hari sebelum
disimpan dan dipakai kembali
Untuk mempermudah pembersihan bebaskan area
pasien dari benda-benda/peralatan yang tidak perlu
Jangan fogging dengan disinfektan, tidak terbukti
mengendalikan infeksi, berbahaya
Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner

15
(pakai filter, HEPA). Jangan memakai karpet.

5. Pemrosesan Peralatan Penanganan, transpor dan proses linen yang terkena


Pasien dan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dengan
Penatalaksanaan Linen proseduryang benar untuk mencegah kulit,
membran mukosa terekspos dan terkontaminasi
linen, sehingga mencegah transfer mikroba ke
pasien lain, petugas danlingkungan
Buang terlebih dahulu kotoran (misal: feses), ke
toiletdan letakkan linen dalam kantong linen.
Hindari menyortir linen di ruang rawat pasien.
Jangan memanipulasi linen terkontaminasi untuk
hindarikontaminasi terhadap udara, permukaan dan
orang.
Cuci dan keringkan linen sesuai SPO. Dengan air
panas 70oC, minimal 25 menit. Bila dipakai suhu <
70oC pilihzat kimia yang sesuai.
Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan
selama transportasi. Kantong tidak perlu double.
Petugas yang menangani linen harus mengenakan
APD.
6. Kesehatan karyawan / Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah
Perlindungan Petugas traumasaat menangani jarum, scalpel dan alat tajam
Kesehatan lain yang dipakai setelah prosedur, saat
membersihkan instrumen dan saat membuang
jarum
Jangan menutup jarum yang telah dipakai,
memanipulasi jarum dengan tangan, menekuk
jarum, mematahkan, melepas jarum dari spuit.
Buang jarum, spuit, pisau scalpel, dan peralatan
tajam habis pakai kedalam wadah tahan tusukan
sebelum dibuang ke insenerator.
Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan
ventilasi lain pengganti metoda resusitasi mulut ke
mulut
Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian

16
tubuh selain akan menyuntik.

7. Penempatan Pasien • Tempatkan pasien yang potensial


mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak
dapat diharapkan menjaga kebersihan atau
kontrol lingkungan kedalam ruang rawat yang
terpisah.
• Bila ruang isolasi tidak memungkinkan,
konsultasikan dengan petugas PPI.
• Cara penempatan sesuai jenis kewaspadaan
terhadap transmisi infeksi.
• Tempatkan pasien sesuai kohorting bila terjadi
ledakan / KLB.
8. Hygiene respirasi/ • Edukasi petugas akan pentingnya
Etika batuk pengendaliansekresi respirasi untuk mencegah
transmisipatogen dalam droplet dan vomite
terutamaselama musim / KLB virus respiratorik
di masyarakat
• Terapkan pengukuran kandungan sekresi
respirasipasien dengan individu dengan gejala
klinik infeksirespiratorik, dimulai dari unit
emergensi
• Beri poster pada pintu masuk dan tempat
strategisbahwa pasien rajal atau pengunjung
dengan gejalaklinis infeksi saluran napas harus
menutup mulutdan hidung dengan tisu
kemudian membuangnyake dalam tempat
sampah infeksius dan mencucitangan
• Sediakan tisu dan wadah untuk limbahnya
• Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci
tanganpada ruang tunggu pasien rajal, atau
alcoholhandrub
• Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan
maskerpada pasien dengan gejala infeksi
saluran napas, juga pendampingnya. Anjurkan

17
untuk duduk berjarak > 1 m dari yang lain
• Lakukan sebagai standar praktek
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran
patogen dari pasien yang terinfeksi untuk transmisi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk
penyakit yang ditransmisikan melalui droplet besar
dan atau droplet nuklei maka etika batuk harus
diterapkan kepada semua individu dengan gejala
gangguan pada saluran napas. Pasien, petugas,
pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas
harus:
• Menutup mulut dan hidung saat batuk atau
bersin
• Pakai tisu, saputangan, masker kain/medis
bilatersedia, buang ke tempat sampah

Manajemen fasilitas kesehatan/Rumah Sakit harus


promosi hygiene respirasi/etika batuk:
• Promosi klepada semua petugas, pasien,
keluarga dengan infeksi saluran napas dengan
demam
• Edukasi petugas, pasien, keluarga, pengunjung
akan pentingnya kandungan aerosol dan sekresi
dari saluran napas dalam mencegah transmisi
penyakit saluran napas
• Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan
(alcohol handrub, wastafel antiseptik, tisu
towel, terutama area tunggu harus
diprioritaskan.

9. Praktek menyuntik • Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap
yang aman suntikan untuk mencegah kontaminasi pada
peralatan injeksidan terapi.
• Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun
multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang
untuk mengambil obat dalam vial multidose

18
dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang
dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien
lain.
10. Praktek untuk lumbal Pakai masker saat insersi cateter atau injeksi suatu
punksi obat kedalam area spinal/epidural melalui prosedur
lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal
dan epidural, myelogram, untuk mencegah
transmisi dropletflora orofaring.

4.2 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi
dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan
terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara,
droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan
berdasarkan transmisi:
1) Kontak.
2) Melalui droplet
3) Melalui udara (Airborne)
4) Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5) Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan: Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah
ataupun kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan
dengan mencuci tangan sebelum dansesudah tindakan menggunakan sabun,
antiseptik ataupun antiseptik berbasis alkohol, memakaisarung tangan sekali
pakai bila kontak dengan cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila
terdapatkemungkinan terkena percikan cairan tubuh, memakai masker, goggle
untuk melindungi wajahdari percikan cairan tubuh.
4.2.1 Kewaspadaan Transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs.
Ditujukan untuk menurunkanrisiko transmisi mikroba yang secara
epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak
langsung.Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi
orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi.Misal

19
perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak,
dokter bedah dengan luka basahsaat mengganti verband, petugas tanpa sarung
tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan
dengan benda yangterkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen
yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau
sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang
lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresipasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati
dilingkungan pasien.
Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba
pada atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi
mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak
langsung.
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat
masih memakaisarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.
Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan
dengan perawatan pasien misal: pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

4.2.2 Pengelolaan pasien dengan isolasi (contact precautions):


1) Penempatan Pasien
Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan. Tempatkan
pasien di kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan
pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan
mikroorganisme yang sama. tetapi bila tidak memungkinkan
ditempatkan dengan pasien kasus yang sama maka tempatkan pasien
bersama dengan pasien dengan kasus yang lain (kecuali pasien dengan
airborne disesses) tetapi dengan jarak sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 m)
dengan pasien lainnya dan pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan
udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.

2) Sarung Tangan dan Cuci Tangan


Sebagai tambahan dari pemakaian sarung tangan seperti yang
digariskan dalam Standard Precautions, pakailah sarung tangan (bersih
dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar dan merawat pasien, ganti
sarung tangan setelah menyentuh bahan-bahan terinfeksi yang kira-kira

20
mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (faeces dan
drainase luka). Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan lingkungan
pasien dan segera lakukan kebersihan tangan dengan cuci tangan atau
handrub. Setelah melakukan kebersihan tangan jangan menyentuh
permukaan lingkungan yang mungkin terkontaminasi atau barang-barang
dalam kamar pasien untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke
pasien lain atau lingkungan.
3) Gaun
Sebagai tambahan dari pemakaian gaun yang digariskan dalam
Standard Precautions, pakailah gaun (bersih dan tidak perlu steril) saat
memasuki kamar pasien bila kira-kira pakaian anda akanbersentuhan
dengan pasien, permukaan lingkungan, atau barang-barang dalam kamar
pasien. ataubila pasien menderita inkontinensia atau diare, ileostomi,
kolostomi, atau drainase luka yang tidak tertutup perban. Lepas gaun
sebelum meninggalkan lingkungan pasien. Setelah melepas gaun,
pastikan pakaian tidak menyentuh permukaan lingkungan yang mungkin
terkontaminasi, untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien
lain atau lingkungan.
4) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus
tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila
memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi, pastikan
kewaspadaan tetap terjaga untuk meminimalkan kemungkinan
penyebaran mikroorganisme ke pasien lain dan kontaminasi permukaan
lingkungan dan peralatan.
5) Peralatan Perawatan Pasien
Bila memungkinkan, khususkan penggunaan peralatan non-kritikal
hanya untuk satu pasien saja (atau digunakan bersama dengan pasien
yang terinfeksi atau terkolonisasi dengan patogen yang sama yang
membutuhkan kewaspadaan) untuk mencegah penggunaan bersama
dengan pasien lain. Bila penggunaan bersama tidak dapat dihindari,
maka bersihkan dan desinfeksi peralatan tersebut sebelum digunakan
oleh pasien lain.

21
4.2.3 Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien
dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat
ditransmisikan melalui droplet (> 5μm). Droplet yang besar terlalu berat untuk
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi
droplet melibatkan kontak konjungtiva atau membran mukosa hidung/mulut.
Droplet partikel besar yang mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap
atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien
<1m. Karena droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan
penanganan khusus udara atau ventilasi. Misal: Adenovirus. Transmisi droplet
langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau terinhalasi.
Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan
dan ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membrane. Transmisi jenis ini
lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal: commoncold,
respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk,
bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada,
resusitasi kardiopulmoner.

4.2.4 Pengelolaan pasien dengan isolasi (droplet precautions) :


1) Penempatan Pasien
Pasien dengan droplet diseases bisa ditempatkan disemua ruang
perawatan dengan kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri,
tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi
dengan mikroorganisme yang sama, tetapi bila tidak memungkinkan
ditempatkan dengan pasien kasus yang sama maka tempatkan pasien
bersama dengan pasien dengan kasus yang lain (kecuali pasien dengan
airborne disesses) tetapi dengan jarak sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 m)
dengan pasien lainnya dan pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan
udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.
2) Masker
Sebagai tambahan standard precautions, gunakan masker
bedah/medik bila bekerja dalam jarak kurang dari 1 m dari pasien.
3) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus

22
tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang
dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet
dengan memakaikan masker bedah/medik pada pasien, bila
memungkinkan.
4.2.5 Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne Precautions)
Kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan sebagai
tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah
diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan
ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel
terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.
Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab
infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <
5μm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel debu
yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa
aliran udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang
yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor
lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam
pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka
terkontaminasi (S.aureus) mikroorganisme yang menempel sementara pada
tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme
secara mekanik, sementara sabun antiseptic (antimikroba) selain melepas juga
membunuh atau menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar
mikroorganisme.

4.2.6 Pengelolaan pasien dengan isolasi (airbone Precautions):


1) Penempatan pasien
Untuk pasien dengan pengelolaan isolasi airbone rumah sakit kartika
cibadak tidak memiliki ruang isolasi dengan bertekanan negative,
penanganan pasien dalam waktu singkat di tempatkan di ruang isolasi igd
lalu pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai ruang isolasi dengan
tekanan negatif. Sistem penanganan sementara harus dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a) Pintu harus selalu tertutup dan pasien tersebut ada di dalamnya. Bila
tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien bersama dengan
pasien lain yang terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama,

23
kecuali bila ada rekomendasi lain. Dilarang menempatkan pasien
dengan pasien jenis infeksi lain. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan
perawatan gabung tidak diinginkan, konsultasikan dengan petugas
pengendalian infeksi sebelum menempatkan pasien.
b) Perlindungan Pernafasan (Masker)
Gunakan masker partikulat N-95 bila memasuki kamar pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita airborne disease (Tbc, Varicela,
rubella dll). Orang-orang yang sensitif dilarang memasuki kamar pasien
yang diketahui atau dicurigai menderita airborne disease.Petugas yang
kebal pada measles (rubeola) atau varicella tidak perlu memakai
perlindungan pernafasan.Pasien harus selalu menggunakan masker
medik/bedah.
c) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus
tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila
memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran
droplet dengan memakaikan masker bedah/medik pada pasien bila
memungkinkan.

4.2.7 Lama Isolasi


Lama isolasi tergantung dari jenis penyakit, kuman penyebab dan
laboratorium yaitu:
1) Sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2) Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,
khusus luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan
menular
3) Selama pasien dirawat di ruang rawat (khusunya asien dengan hepatitis
virus A dan B, leptosiprosis)
4) Sampai 24 jam setelah dimulainnya pemberian antibiotika yang efektif
(misalnya pasa sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus

4.3 Prosedur Keluar Ruang Perawatan Isolasi


1) Perlu disediakan ruangan ganti khusus untuk melepaskan APD
2) Pakaian bedah/masker masih tetap dipakai
3) Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti umum, masukan dalam
kantong plastik kuning

24
4) Pintu keluar dari ruang perawatan harus terpisah dari pintu masuk

4.4 Kriteria pindah rawat dari ruang Isolasi ke ruang perawatan biasa:
1) Terbukti bukan kasus yang mengharuskan dirawat di ruang isolasi
2) Pasien dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat
diruang rawat inap biasa oleh dokter
3) Pertimbangan lain dari dokter

4.5 Penanganan pasien Imunosuppressed


1) Penanganan pasien Imunosuppressed hanya melakukan kestabilan keadaan
umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain
2) Pasien dengan Imunosuppressed harus ditempatkan dalam ruangan isolasi
atau ruangan biasa yang mampu menampung hanya satu orang pasien
3) Jika isolasi tidak memungkinkan, boleh menempatkan pasien satu ruangan
dengan pasien yang lain namun dengan penyakit yang sama, dengan tetap
memperhatikan kewaspadaan isolasi.

25
4.6 Alur Pasien Perawatan di Ruang Isolasi

Pasien

POLIKLINIK/IGD

1. Suspek Penyakit Menular yang


berbahaya
2. Luka bakar indikasi rawat
3. Penurunan sistem imun

Rawat Inap Rawat Jalan

26
4.7 TRIAGE

Apakah pasien Tidak Antri Normal


mengidap

YA

Batuk lebih dari Tidak Berikan


2 minggu pendidikan
etika batuk

YA

Berikan pendidikan Atau Antri Normal


etika batuk

Jalur Cepat Bila Mungkin


dipisah

Pemeriksaan Sputum

27
4.8 Alur Pasien HIV
Pasien dengan terduga HIV dan mempunyai komorbid datang ke igd atau
poliklinik. Dilakukan pemeriksaan oleh DPJP, jika ada indikasi rawat
inap maka pasien di rawat di ruang isolasi tersenidiri. Selama perawatan
hanya menangani penyakit penyerta dan untuk pengobatan HIV di rujuk
ke rumah sakit daerah.

4.9 Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara


penularannya:
1) Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri.
2) Saat ini Rumah Sakit Kartika Cibadak belum memiliki ruang isolasi
tersendiri, kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien
menular yang sesuai ketentuan, untuk merawat pasien, Rumah Sakit Kartika
Cibadak menggunakan cara Pengelompokan (Kohorting) pasien menular
TBC, diare berat, varicella perdarahan tak terkontrol, luka lebar dengan cairan
keluar.
3) Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau
masker N 95 (bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut.
Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien
tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai gunakan penampung
dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).
4) Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hati-
hati dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag
yang berlabel isolasi. Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar ruang
isolasi. Setelah itu petugas harus kebersihan tangan di dalam ruang isolasi.
Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:
a) Termometer.
b) Stetoskop.
c) Tensimeter.
d) Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri).
e) Tempat pembuangan limbah infeksius.
f) Jas.
g) Instrumen.
h) Sampah termasuk sisa makanan, alat makan.
i) Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting.

28
j) Barrier atau penghalang.
k) APD yang sesuai.
1. Adapun Ketika pasien dating ke Rumah Sakit Kartika Cibadak dengan keluhan
batuk-batuk di bagian pendaftaran sudah di sediakan masker untuk pasien atau
pengunjung yang daftar dengan keluhan batk-batuk, dan apabila pasien sudah di
di ponis dengan diagnose menular maka alur yang dilakukan di Rumah Sakit
Kartika Cibadak menganjurkan pasien untuk di tempatkan di ruang isolasi
adapaun ruang isolasi penuh di Rumah Sakit Kartika Cibadak kita akan
pergunakan system kohorting diman system ini menggabungkan penyakit yang
sama dalam 1 ruangan. Di Rumah Sakit Kartika Cibadak mempunyai bebrapa
kamar isolasi diantarnya Ruang isolasi dewasa terdiri dari 3 kamar 7 bed
diantaranya:
• 1 kamar isolasi berada di igd dengan bertekanan negatife
• 2 kamar isolasi berada di ruang perawatan dengan kapasitas masing-
masing kamar 1 kamar terdiri dari 3 bed (kohorting) dan 1 kamar terdiri
dari 2 bed
• 1 kamar isolasi untuk anak terdiri 2 bed berada di ruang perawatan

Ketika pasien pulang pasien akan diantar oleh petugas pasien harus tetap
menggunakan masker agar penyebaran virus,kuman,bakteri tidak menyebar ke
orang lain adapun ketika pasien berobat jalan ke poli TB pasien akan di arahkan
oleh petugas ke bagian poli TB melalui jalur belakang untuk sampai ke poli TB
tersebut berikut dengan obat-obatan dan proses pembanyaran. Begitupun dengan
pasien infeksiaus yang akan di rujuk ke rumah sakit lain, penggunaan blankar
harus segera di bersihkan ketika sudah selsai di gunakan dan petugas harus
menggunkan apd sesuai dengan level dan penyebaran infeksi, bahkan untuk
mobil ambulance ketika sudah selesai mengantarkan atau merujuk pasien dengan
infeksi harus segera di bersihan baik alat-alat yang ada di dalam ambulance.

29
BAB V

LOGISTIK

Rumah Sakit Kartika Cibadak mempunyai beberapa runag isolasi anak maupun
dewasa dinataranya :
2. Ruang isolasi dewasa terdiri dari 3 kamar 7 bed diantaranya:
• 1 kamar isolasi berada di igd dengan bertekanan negatife
• 2 kamar isolasi berada di ruang perawatan dengan kapasitas masing-
masing kamar 1 kamar terdiri dari 4 bed dan 1 kamar terdiri dari 2 bed
• 1 kamar isolasi untuk anak terdiri 2 bed berada di ruang perawatan
3. Ruang isolasi covid-19 terdiri dari 2 kamar dan 6 bed yang sudah bertekana
negatife.

30
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

6.1 Upaya keselamatan pasien adalah:


6.1.1 Ketepatan identifikasi pasien
Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
6.1.2 Peningkatan komunikasi efektif
1) Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat:
a) Komunikasi antar perawat.
b) Komunikasi perawat dengan dokter.
c) Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah
Sakit Kartika Cibadak.
2) Menggunakan komunikasi SBAR:
a) Saat pergantian shift jaga.
b) Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
c) Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
d) Saat melaporkan hasil pemeriksaan, efek samping terapi/tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang
merawat.
6.1.3 Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
1) Melaksanakan SPO Independent Double chek, Obat kewaspadaan tinggi
pada obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM.
2) Memberikan obat sesuai dengan prinsip 5 benar.
6.1.4 Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
6.1.5 Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
1) Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens:
a) Infeksi luka infus.
b) Infeksi saluran kencing.
c) ISK.
d) Dekubitus.
e) Kepatuhan kebersihan tangan.
2) Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.
3) Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
4) Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
5) Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi.

31
6.2 Manajemen Keselamatan Pasien di Ruang Isolasi:
6.2.1 Komunikasi dan dokumentasi.
6.2.2 Tanda (Signage).
6.2.3 Prosedur yang harus diikuti sebelum memasuki ruangan.
6.2.4 Prosedur yang harus diikuti sebelum keluar ruangan.
6.2.5 Kebersihan tangan.
6.2.6 Alat Pelindung Diri (APD).
6.2.7 Koleksi spesimen dan transportasi.
6.2.8 Makanan.
6.2.9 Transfer/Pemindahan pasien di isolasi
6.2.10 Transportasi pasien dengan Ambulance.
6.2.11 Pengelolaan linen dan pakaian.
6.2.12 Tumpahan darah/cairan tubuh.
6.2.13 Pengelolaan benda tajam/limbah.
6.2.14 Pembersihan lingkungan.
6.2.15 Perawatan/Peralatan Medis.
6.2.16 Pengunjung.
6.2.17 Discharge dari ruang isolasi.
6.2.18 Penghentian isolasi keperawatan.
6.2.19 Kebersihan terminal.

32
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,


prasarana dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan:

1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan


peralatan kesehatan
2. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan keamanan, serta keselamatan dan
kesehatan kerja penyelenggara rumah sakit khusunya di ruang isolasi
3. Lokasi ruang isolasi harus memenuhi ketentuan mengenai lingkungan, tata ruang
serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan di
ruang isolasi
4. Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan
5. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan APD
6. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur rumah sakit.
Harus dihindarkan transfer mikroba patogen antara pasien dan petugas saat
perawatan pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap. Perlu dujalankan hal
berikut:
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh pasien)
4. Gunakan tekhnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Didinfeksi tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
6. Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disenfeksi bedpan, urinal dan
ontainer pasien yang lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan
dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.

33
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Rumah sakit Kartika cibadak melaksanakan evaluasi pelayanan dan pengendalian


mutu pasien isolasi dengan kriteria:
1. Ada program/kegiatan peningkatan mutu pelayanan medis untuk pasien isolasi
yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit, dengan melakukan kegiatan audit
medik.
2. Ada pertemuan berkala secara formal antara pimpinan rumah sakit dan komite
medik/Tim DOTS untuk membahas, merencanakan, dan mengevaluasi pelaksnaan
kewaspadan isolasi.
3. Monitoring dilakukan setiap hari oleh IPCN dan di evalusi setiap 3 bulan sekali.
4. Pelayanan medis serta upaya peningkatan mutu pelayanan medis TB.
5. Ada laporan data/statistik serta hasil analisa pelayanan medis TB rumah sakit.
6. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring internal
7. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring eksternal.
8. Ada rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi.

34
BAB IX
PENUTUP

Kamar isolasi merupakan salah satu program pengendalian dan pencegehan


infeksi, sehingga ruang isolasi memenuhi prinsip-prinsip keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan bagi pasien, petugas, dan pengunjung.
Ruang isolasi dalam memberi layanan kesehatan bagi pasien yang mengidap
penyakit infeksi menular agar tidak terjadi transmisi infeksi dari pasien kepada pasien
lain, petugas dan pengunjung.
Standar isolasi ini dipakai sebagai acuan oleh Rumah Sakit dalam
mengembangkan instalasi kamar isolasi agar dapat menjadi lebih baik lagi.

35
34

Anda mungkin juga menyukai