dan visceral. Peritonitis biasanya terjadi bersamaan dengan proses penyakit patologis
lainnya. Ketika terlokalisasi, peritonitis ditandai dengan pembentukan abses intra-
abdomen.
Prevalensi peritonitis bakteri spontan pada pasien sirosis yang dirawat di rumah sakit
dengan asites diperkirakan 10-30%.
Tingkat peritonitis sekunder adalah sekitar 9,3 per 1000 rawat inap di rumah sakit .
Penyebab paling umum dari peritonitis sekunder adalah apendiks berlubang (perforasi)
Tingkat peritonitis pada pasien dengan dialisis peritoneal rata-rata sekitar 1 infeksi per
25 bulan pasien. Faktor risiko untuk perkembangan peritonitis selama dialisis peritoneal
meliputi teknik dialisis peritoneal tertentu dan infeksi pada area keluarnya kateter.
Etiologi
Bakteri aerob Gram negatif adalah penyebab paling umum dari peritonitis bakterial
spontan (primer), diikuti oleh coccus gram-positif. Translokasi bakteri dari usus dan
respon imun pasien yang berubah dianggap bertanggung jawab atas perkembangan
peritonitis bakteri spontan.
Peritonitis tersier diduga disebabkan oleh respon imun yang menurun, dimana kaskade
antiinflamasi menekan sistem imun. Patogen yang sering ditemukan di rongga
peritoneum pada penderita peritonitis tersier meliputi organisme gram negatif
multiresisten dan organisme endogen yang diperkirakan masuk dari sistem pencernaan
melalui translokasi bakteri, serta stafilokokus koagulase negatif dan enterokokus.
Peritonitis pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal paling sering disebabkan oleh
kontaminasi oleh bakteri kulit patogen seperti Staphylococcus epidermidis dan
Staphylococcus aureus. Selain itu, organisme gram negatif dan jamur juga kadang
ditemukan. Peritonitis dengan kultur negatif ditemukan pada 10-30% kasus
Patofisiologi
Interaksi kompleks antara bakteri patogen dan manusia sebagai host menentukan
tingkat keparahan dan perjalanan peritonitis primer dan sekunder. Faktor penting
adalah derajat kontaminasi bakteri, virulensi bakteri yang terlibat, adanya adjuvan
seperti cairan empedu, darah atau barium, kecukupan respon inang, dan kesesuaian
pengobatan Malangoni.
Hal ini tampaknya memiliki dampak penting pada perjalanan penyakit karena pasien
dengan peritonitis sekunder umum yang selamat dari syok septik memiliki kadar serum
IL 6 yang lebih rendah. Namun, hingga saat ini, terapi anti-sitokin untuk syok septik
belum menunjukkan penurunan angka kematian.
Bergantung pada beratnya reaksi sistemik, tekanan darah mungkin menurun dan pasien
mungkin mengalami penurunan haluaran urin, menunjukkan kemungkinan syok yang
akan datang.
Pada Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda rebound perut. Gangguan hati atau
ginjal terkadang menjadi satu-satunya temuan pada pasien dengan peritonitis bakterial
spontan, meskipun beberapa pasien mungkin tidak memiliki tanda atau gejala sama
sekali.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, sebagian besar pasien biasanya menunjukan
leukositosis dengan pergeseran bentuk imatur pada jumlah sel diferensial.
Jika dilakukan tes fungsi hati, tingkat amilase dan lipase harus diperiksa jika diduga
ada pankreatitis. Hasil biakan darah biasanya positif dan dapat membantu memandu
terapi antibiotik. Pengukuran serum albumin memungkinkan perhitungan serum-to-
ascites albumin gradient (SAAG).
Pemeriksaan radiologi mencakup foto polos abdomen dalam posisi terlentang, tegak,
dan lateral decubitus.
USG perut dapat membantu dalam evaluasi patologi pada masing-masing kuadran
perut. Namun pemeriksaan terkadang terbatas karena ketidaknyamanan pasien, perut
kembung, dan gangguan gas usus
Penatalaksanaan
Antibiotik yang digunakan untuk pengobatan peritonitis bakteri spontan antara lain
sefalosporin generasi ketiga, amoksisilin plus asam klavulanat, atau fluoroquinolones.
Aminoglikosida harus dihindari karena potensi nefrotoksiknya.
Karena aminoglikosida kurang efektif dibandingkan antibiotik yang lebih baru maka
tidak boleh menjadi bagian dari rejimen pengobatan standar untuk peritonitis sekunder.
Pasien dengan peritonitis tersier sering terkena organisme yang sulit dimusnahkan.
Peran terapi antimikroba pada peritonitis tersier tidak signifikan.