Anda di halaman 1dari 68

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY.

H DENGAN
DIAGNOSA MEDIS LIMFADENOPATI COLLI DENGAN TINDAKAN BEDAH
LIMFADENOCTOMY DI RUANG KAMAR BEDAH
DI RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK
KABUPATEN SUKABUMI

Disusun Oleh :

TIM KAMAR BEDAH

RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK

SUKABUMI

2023
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Presentasi Kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. H Dengan Diagnosa Medis
Limfadenopati Colli Tindakan Bedah Limfadenoctomy Di Ruang Kamar Bedah Di
Rumah Sakit Kartika Cibadak Kabupaten Sukabumi”.
Laporan ini tidak mungkin tersusun begitu saja tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis akan memberikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang sudah memberikan dukungan dan bimbingan
kepada kami. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Limfadenopati Colli (Limfadenoctomy)” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber. Laporan ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Presentasi Kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu mohon kiranya para pembaca memberikan kritik
dan saran yang bersifat kontruktif demi perbaikan laporan ini.
Akhirnya hanya kepada Aallah SWT penulis berharap dan mengembalikan
segala urusan hanya kepada-Nya, dan semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
dan khasanah ilmu bagi kita semua. Amin.

Sukabumi, 18 Januari 2023

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Tujuan Penulisan.................................................................................................4

C. Ruang Lingkup Keperawatan..............................................................................4

D. Metode Penulisan................................................................................................5

E. Sistematika Penulisan..........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................6

A. Konsep Dasar Risiko Infeksi...............................................................................6

1. Definisi……………………………………………………………………….6
2. Etiologi…...…………………………………………………………………..6
3. Patofisiologi………...………………………………………………………..6
4. Penyebaran penyakit infeksi…………………………………………...…….7
5. Rantai infeksi……………………………………………………………..…8
6. Manifestasi klinis………………………………………………..…………..9
7. Pencegahan infeksi…………………………………………………………10
8. Tahapan penyembuhan luka………………………………………………..11
9. Penatalaksanaan infeksi…………………………………………………….12
10. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka…………………………..13
B. Konsep Penyakit Lympadenopathy...................................................................15

1. Pengertian penyakit lympadenopathy…………………………………..….15

ii
iii

2. Anatomi fisiologi…………………………………………………………..16
3. Fisiologi system limfatik…………………………………………………..19
4. Etiologi…………………………………………………………………….19
5. Klasifikasi………………………………………………………………….20
6. Patofisiologi………………………………………………………………..21
7. Pathway…………………………………………………………………….22
8. Manifestasi klinis…………………………………………………………..22
9. Komplikasi……………………………………………………….………...23
10. Pemeriksaan penunjang………………………………………………..….23
C. Konsep Limfadenoktomi...................................................................................24

1. Pengertian limfadenoktomi……………………………………………...….24
2. Macam-macam limfadenoktomi…………………………………………....24
3. Indikasi……………………………………………………………..……….25
4. Dampak…………………………………………………………………......25
D. Manajemen Asuhan Keperawatan.....................................................................26

1. Pengkajian keperawatan…………………………………………………….26
2. Riwayat kesehatan………………………………………………………….28
3. Diagnosa keperawatan……………………………………………………...29
4. Intervensi keperawatan……………………………………………………..29
5. Implementasi keperawatan…………………………………………………29
6. Evaluasi keperawatan………………………………………………………29
BAB III TINJAUAN KASUS.........................................................................................30

A. Asuhan Keperawatan Pre Operatif....................................................................30

1. Pengkajian pre operatif…………………..…………………………………30


2. Diagnosa pre operatif…………………………………………………….....35
3. Intervensi pre operatif………………………………………………………36
iii
iv

4. Implementasi dan evaluasi pre operatif…………………………………….36


B. Asuhan Keperawatan Intra Operatif..................................................................38

1. Pengkajian intra operatif……………………………………………………38


2. Diagnosa intra operatif……………………………………………………...43
3. Intervensi intra operatif……………………………………………………..45
4. Implementasi dan evaluasi intra operatif…………………………………...46
C. Asuhan Keperawatan Post Operatif..................................................................51

1. Pengkajian post operatif…………………………………………………….51


2. Diagnosa post operatif……………………………………………………...52
3. Intervensi post operatif……………………………………………………..53
4. Implementasi dan evaluasi post operatif……………………………………54
BAB 1V PEMBAHASAN……………………………………………………………….55
A. Pengkajian………………………………………………………………………55
B. Diagnosa keperawatan………………………………………………………….56
C. Intervensi keperawatan…………………………………………………………57
D. Implementasi keperawatan……………………………………………………..58
E. Evaluasi keperawatan…………………………………………………………..58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….59
A. Kesimpulan……………………………………………………………………….59
B. Saran……………………………………………………………………………...60

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limfadenopati merupakan suatu keadaan pembesaran kelenjar getah bening dengan


ukuran lebih besar dari 1 cm (Rusmini, Ariza, and Sari, 2019). Tubuh manusia memiliki
sekitar 500 sampai 600 kelenjar limfa, dengan terbanyak ditemukan di aksila,
selangkangan, leher, dada, dan perut (Horas, 2017). Penyebab terjadinya limfadenopati
pada leher dikarenakan adanya inflamasi, infeksi (virus, bakteri, dan protozoa), serta
neoplastik.Insiden limfadenopati jinak termasuk yaitu limfadenopati normal, inflamasi,
infeksi, reaktif, dan tuberkulosa.Pada limfadenopati ganas yang termasuk yaitu
metastasis dan limfoma (Horas, 2017). Limfadenopati merupakan manifestasi klinis
penyakit regional atau sistemik, dan memiliki fungsi sebagai indikasi yang sangat baik
untuk etiologi serta patologi insiden penyakit yang mendasarinya (Zhou dkk., 2016).
Limfadenopati merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai dan memerlukan
diagnosis yang cepat serta akurat sehingga dapat dimulai protokol pengobatan yang
tepat sedini mungkin (Zhou dkk., 2016).

Massa Regio Colli atau massa yang terdapat di leher merupakan temuan klinis
yang sering pada limfadenopati. Massa pada leher dapat terjadi pada pasien dari segala
kelompok usia. Evaluasi pasien dengan massa leher harus dimulai dengan anamnesis
yang cermat dan lengkap serta pemeriksaan kepala dan leher yang menyeluruh (Rani,
2019). Diagnosis klinis dari limfadenopati yang teraba sangat penting dan khusus untuk
membedakan antara lesi inflamasi atau tumor neoplastik primer atau metastasis (Rani
2019).Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) banyak 2 digunakan sebagai diagnosis awal
dan langsung pada kasus limfadenopati karena teknik diagnostik yang aman, mudah dan
cepat (Geetha dan Pavithra, 2018).

Diagnosis keganasan pada limfadenopati colli dengan pemeriksaan histopatologis


ditegakkan berdasarkan gambaran morfologis sel, komposisi sel, dan perubahan struktur

1
2

jaringan. Pada pemeriksaan FNAB dengan hanya melihat gambaran


komposisi sel dan morfologi sel diagnosis keganasan dapat juga ditegakkan pada
limfadenopati koli (Alam dkk., 2012). Meskipun FNAB memberikan diagnosis
dengan tingkat akurasi yang baik, beberapa diagnosis mungkin tidak memberikan
hasil yang pasti.Hal ini dapat terjadi karena jumlah bahan lesi yang tidak
mencukupi bagi ahli patologi untuk membuat diagnosis, yang biasanya
digambarkan sebagai spesimen yang tidak memadai.

Alasan lain mengapa hal ini dapat terjadi apabila terdapat spesimen yang
memadai tetapi sel-sel yang diperoleh dalam sampel tidak memberikan diagnosis
yang spesifik. Diperlukan pengulangan FNAB apabila pasien memiliki tanda dan
gejala yang mengkhawatirkan untuk keganasan atau massa pada leher yang terjadi
persisten sebelum dilanjutkan ke diagnosis dengan metode biopsi terbuka
(Chorath dan Rajasekaran, 2021). Biopsi terbuka merupakan metode diagnosis
pasti untuk mendapatkan hasil.Metode ini disediakan sebagai skenario ketika
FNAB gagal memberikan diagnosis atau lebih jaringan diperlukan oleh ahli
patologi (Chorath dan Rajasekaran, 2021).

Biopsi jaringan digunakan sebagai metode diagnosis final atau gold standard
pemeriksaan limfadenopati colli (Dwianingsih dkk., 2020). Nilai diagnostik
FNAB yang bervariasi dalam banyak penelitian dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti kecukupan sampel, superinfeksi, fibrosis, informasi klinis dan
radiologi, 3 pengalaman ahli patologi dalam menafsirkan spesimen sitologi, serta
metode pewarnaan dapat mempengaruhi nilai diagnostik (Dwianingsih dkk.,
2020). Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mengevaluasi nilai diagnostik dari pemeriksaan FNA-B pada limfadenopati jinak
serta ganas di Rumah Sakit Kartika Cibadak

Pembedahan dilakukan karena beberapa tujuan seperti diagnostik (biopsi,


laparatomi eksplorasi), kuratif (eksisi masa tumor, pengangkatan apendik yang
mengalami inflamasi), reperatif (memperbaiki luka multipel), rekontruksi dan
paliatif (Nugraha, 2020). Pembedahan elektifatau darurat, adalah peristiwa yang
kompleks dan menegangkan dimulai dari fase pra operasi, pembedahan (Intra
operasi) dan pasca operasi. Tahap pra oprasi adalah masa sebelum melakukan
3

intervensi bedah, dimulai dari saat persiapan pembedahan ditentukan dan berakhir
sampai pasien berada di meja operasi (Kurniawan & Dwiantoro, 2018).
Intra oprasi yaitu tahap yang dimulai setelah pasien dipindahkan ke meja
oprasi dan berakhir ketika pasien di pindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas di
ruang operasi di fokuskan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-
masalah fisik yang menggangu pasien tanpa mengesampingkan psikologis pasien.
Post operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
(Anggraeni, 2016).
Pada periode pasca operasi, mulai dari perpindahan pasien dari kamar
operasi ke bagian pasca operasi dan berakhir saat pasien pulang, 3 berdasarkan
data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien yang menjalani operasi
meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Terdapat 140 juta pasien di
seluruh rumah sakit di seluruh dunia pada tahun 2017, namun data meningkat
sebesar 148 juta pada tahun 2018 dan Indonesia tercatat mencapai 1,2 juta pada
tahun 2017 (Herawati, 2018).
Pembedahan merupakan suatu tindakan medis dalam pelayanan kesehatan.
Tindakan pembedahan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah
kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat membahayakan nyawa (Haynes, 2010). Infeksi daerah
operasi (IDO) merupakan salah satu komplikasi pasca-bedah abdomen dan infeksi
nosokomial yang sering terjadi pada pasien bedah. Faktor risiko terjadinya IDO
antara lain kondisi pasien, prosedur operasi, jenis operasi, dan perawatan pasca
operasi (Kemenkes RI, 2011).
Risiko infeksi adalah rentan mengalami invasi multiaplikasi organisme
patogenik yang dapat mengganggu kesehatan. Risiko terhadap infeksi adalah
suatu keadaan dimana seseotrang individu berisiko terserang oleh agen patogenik
dan oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lainya) dari sumber
eksternal,sumber eksogen, dan endogen (Herdman,2012). Risiko infeksi
bertambah besar ketika organisme bersentuhan dengan bagian tubuh yang steril.
Walaupun hanya sedikit organisme yang masuk dapat menyebabkan penyakit
karena semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri atau mikroorganisme. Jadi
4

Risiko 4 Infeksi jika tidak ditangani dengan tepat dan benar akan membahayakan
pasien dan menyebabkan infeksi. (Kozier, 2010)
Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik (Kemenkes,2017).Infeksi luka
post operasi merupakan salah satu masalah utama dalam praktek pembedahan,
dan menghambat proses penyembuhan luka, sehingga menyebabkan lama hari
perawatan.Health-care Associated Infection (HAIs) merupakan infeksi yang
didapat pasien selama menjalani prosedur perawatan dan tindakan medis di
pelayanan kesehatan setelah ≥ 48 jam dan ≤ 30 hari setelah keluar dari fasilitas
pelayanan kesehatan. Health-care Associated Infection (HAIs) dapat
memperpanjang hari rawat pasien selama empat sampai lima hari dan bahkan bisa
menjadi penyebab kematian pada pasien. Salah satu jenis HAIs yang terjadi di
pelayanan kesehatan adalah Infeksi Daerah Operasi (IFIC,2011).

B. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum
1. Memberikan pengalaman yang nyata kepada penulis dan para teman
sejawat dalam melakukan Asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
dengan tindakan Lympadenopaty di Ruang Operasi RS Kartika Cibadak.
b. Tujuan Khusus
1. Melakukan Pengkajian pada pasien Perioperatif dengan tindakan
Lympadenoktomy.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Perioperatif dengan
tindakan Lympadenoktomy.
3. Merumuskan intervensi keperawatan pada pasien perioperatif dengan
tindakan Lympadenoktomy.
4. Melakukan implementasi tindakan keperawatn pada pasien perioperatif
dengan tindakan Lympadenoktomy.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien perioperatif dengan
tindakan Lympadenoktomy.
6. Mampu membandingan antar konsep dengan kenyataan di lapangan
5

C. Ruang Lingkup Keperawatan

Adapun ruang lingkup penyusunan makalah kasus ini hanya terbatas pada
asuhan keperawatan Perioperatif dengan tindakan Lympadenoktomy.di ruang
operasi Rs Kartika Cibadak yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
impelentasi, dan evaluasi keperawatan dari mulai pasien masuk ke ruang serah
terima sampai pasien di pindahkan ke ruang perawatan yaitu tanggal 18 Januari
2023, dari mulai pasien masuk ke ruang serah terima jam 15.00 dan keluar
Recovery room jam 16.30.

D. Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu


menggambarkan satu kasus yang dilaksanakan dari mulai pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Lalu untuk teknik pengambilan data,
penulis melakukannya dengan cara observasi, interview, pemeriksaan fisik, serta
studi dokumentasi. Adapun dalam penulisan makalah ini, penulisan menggunakan
studi kepustakaan yaitu dengan menggunakan beberapa sumber seperti buku,
jurnal dan browsing internet yang menjelaskan mengenai Lympadenopaty.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari 5 bab yaitu :
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Teori, yang terdiri dari Anatomi dan Fisiologi, Pengertian,
Etiologi, Patofisiologi, Gejala Klinis, Pemeriksaan Diagnostik, Komplikasi,
Penatalaksanaan Medis Diagnosa Keperawatan dan rencana Keperawatan
Bab III Tinjauan Kasus, yang terdiri dari Pengkajian, Data Fokus, Analisa Data,
Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
Bab IV Pembahasan, yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
Bab V Kesimpulan dan Saran
6
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Risiko Infeksi

1. Definisi
Infeksi adalah infasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit (Potter&Perry, 2015). Infeksi adalah
beberapa penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan organisme
patogenik dalam tubuh.

2. Etiologi
Menurut Kozier,2011 etiologi dari infeksi adalah :
a. Bakteri (jasad renik ataukuman).
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan
spesies bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia, dan
dapat hidup di dalam tubuhnya. Bakteri bisa masuk antara lain:
melalui udara, tanah, air, makanan, cairan, jaringan tubuh, dan
benda mati lainya.
b. Virus (kuman yang lebih kecil daripada bakteri)
Virus adalah parasit intrtasel obligat yang bergantung pada
perangkat metabolik sel untuk berkembangbiak.
c. Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok
parasit adalah: protozoa, cacing, dan arthropoda.
d. Fungsi
Fungsi terdiri dari ragi dan jamur.

3. Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth 2010 Patofisiologi dari infeksi
adalah: Terjadinya infeksi pasca operasi diakibatkan oleh infansi
bakteri atau mikroorganisme seperti staphylococcue aureus, escherhia
coli, proteus vulgaris, aerobacter aero-ganes dan organisme lainya ke

7
8

dalam sirkulasi darah melalui luka operasi. Infeksi pasca operasi yang sering
terjadi adalah :
a. Selulitis yaitu infeksi bakteri yang menyebar ke dalam bidang jaringan.
b. Limfangitis yaitu penyebaran infeksi dari selulitis atau abses ke sistem
limfatik.
c. Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan
pus.

4. Penyebaran Penyakit Infeksi


Menurut zulkarnain (2010) Dalam garis besarnya mekanisme
transmisi mikroba patogen ke penjamu yang rentan melalui dua cara
yaitu :
a. Transmisi langsung
Penularan langsng oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang
sesuai dari penjamu. Contohnya : adanya sentuhan, gigitan, adanya
dorplet nuclet saat bersin, batuk, berbicara atau saat tranfusi darah
dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.
b. Transmisi tidak langsung
Penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara
baik berupa barang atau bahan, air, udara, makanan atau minuman,
maupun vektor.
1) Vehicle Bone
Sebagai media perantara penularan adalah baang atau bahan
yang terkontaminasi seperti peralatan makan, minum, alat-alat
bedah atau kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus
atau tranfusi.
2) Vector Borne
Sebagai media pelantara adalah vector (serangga) yang
memindahkan mikroba patogen ke penjamu adalah sebagai
berikut:
8

5. Penyebaran Penyakit Infeksi


Menurut zulkarnain (2010) Dalam garis besarnya mekanisme transmisi
mikroba patogen ke penjamu yang rentan melalui dua cara yaitu :
c. Transmisi langsung
Penularan langsng oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari
penjamu. Contohnya : adanya sentuhan, gigitan, adanya dorplet nuclet saat
bersin, batuk, berbicara atau saat tranfusi darah dengan darah yang
terkontaminasi mikroba patogen.
d. Transmisi tidak langsung
Penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara baik berupa
barang atau bahan, air, udara, makanan atau minuman, maupun vektor.
3) Vehicle Bone
Sebagai media perantara penularan adalah baang atau bahan yang
terkontaminasi seperti peralatan makan, minum, alat-alat bedah atau
kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus atau tranfusi.
4) Vector Borne
Sebagai media pelantara adalah vector (serangga) yang memindahkan
mikroba patogen ke penjamu adalah sebagai berikut:
a) Cara mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran atau sputum mikroba patogen, lalu
hinggap pada makanan atau minuman dimana selanjutnya akan masuk
kesaluran cerna penjamu.
b) Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh penjamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakan dalam tubuh vektor atau serangga, selanjutnya
mikroba dipindahkan ke tubuh melalui gigitan.
5) Food Borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk
menyebarkan mikroba patogen ke penjamu, yaitu melalui saluran cerna.
6) Water Borne
Tersediaanya air bersih baik secara kuantitatif, terutama untuk kebutuhan
rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi,
dan bakteri ologis diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga
9

aman untuk di konsumsi jika tidak, sebagai media perantara, air sangat
mudah menyebarkan mikroba patogen ke penjamu, melalui pintu masuk
saluran cerna atau yang lainya.
7) Air Borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara
yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi.
Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran penjamu dalam bentuk
dorplet nuclet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau bersin,
bicara atau bernafas, melalui mulut atau hidung. Sedangkan debu
merupakan partikel yang dapat terbang bersama partikel lantai atau tanah.
Penularan melalui udara ini umumnya sudah terjadi di dalam ruangan yang
tertutup seperti di dalam gedung, ruangan atau bangsal atau kamar
perawatan atau pada laboratorium klinik.
6. Rantai Infeksi
Menurut (Pancaningrum,2011) rantai infeksi (chain of infection) merupakan
rangkaian yang harus ada untuk menimulkan infeksi. Dalam melakukan
pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara
cermat rantai infeksi. Kejadian di fasilitas pelayanan kesehatan disebabkan oleh 6
komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan,
maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai
penularan infeksi, yaitu:
a. Agen infeksius
Agen infeksius adalah mikroorganisme residen kulit tidak virulen dan hanya
menyebabkan infeksi serius apabila prosedur infasif atau pembedahan
memungkinkan mereka masuk ke dalam jaringan.
b. Reservor
Reservor merupakan tempat kuman patogen yang mampu bertahan hidup,
tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak.
c. Portal keluar
Portal keluar merupakan pintu keluar mikroorganisme setelah menemukan
tempat untuk berkembang biak, portal keluar biasanya melalui kulit, membran
mukosa, traktus respiratorius, traktus produktif dan darah.
10

d. Cara penularan
Dapat secara kontak langsung, tidak langsung dan dorplet, udara (dorplet
nukleus), melalui peralatan yang terkontaminasi, makanan, maupun dengan
cara vektor seperti nyamuk, perpindahan mekanis eksternal (lalat)
e. Portal masuk
Mikroorganisme dapat masuk kedalam tubuh host yang baru dengan cara yang
sama ketika keluar seperti saat jarum yang terkontaminasi mengenai kulit
klien, kesalahan pemakaian balutan steril pada luka yang terbuka
memungkinkan patogen memasuki jaringan yang tidak terlindungi.
f. Pejamu
Penjamu atau host adalah orang yang di infeksi oleh mikroorganisme.
Seseorang yang terkena infeksi tergantung kerentanan terhadap agen infeksius.
7. Manifestasi Klinis
Menurut (Iqbal,2010) tanda-tanda terjadi nya infeksi yaitu:
a. Calor(Panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya
sebab terdapatlebih banyak daerah yang disalurkan ke area terkena
infeksi/fenomena panas lokal karena jaringan- jaringan tersebut sudah
mempunyai suhu inti dan hiperemia lokaltidak menimbulkan perubahan.
b. Dolor (RasaSakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan Ph localatau konsentrasi lokal
ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung saraf. Pengeluaran zat kima
tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya yang dapat
merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang menimbulkan rasa sakit.
c. Rubor(Kemerahan)
Apabila terjadi peradangan, hal pertama yang dapat dilihat yaitu dari
warnanya. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang
mensuplai daerah tersebut melebar,dengan demikian lebih banyak darah yang
mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler kapiler yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.
Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
11

d. Tumor(Pembengkakan)
Pembengkakanyang terjadi biasanya dikarenakan pengiriman cairan
dan sel-sel darisirkulasi darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel
yang tertimbun di daerah peradangan disebut dengan eksudat.
e. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan
sakit disertaisirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga
organ tersebut tergangggu dalam menjalankan fungsinya secara normal.

8. Pencegahan Infeksi
Menurut (Garrison 2013), pencegahan infeksi pada pasien yang mengalami
tindakan bedah elektif atau yang terluka merupakan hal terpenting yang perlu
diperhatikan untuk perawatan pasien yang berkualitas. Kebanyakan infeksi luka
operasi berkontak secara langsung normal yang ada pada pasien, oleh karena itu
persiapan kulit yang baik itu penting dilakukan sebelum tindakan operasi. Teknik
bedah yang baik juga sangat berperan penting dalam mengurangi infeksi luka
pasien yang baru melakukan tindakan operasi. Selain itu lingkungan operasi juga
berkontribusi terhadap terjadinya infeksi luka operasi dan prinsipnya harus steril.
Prinsip pencegahan infeksi luka operasi ada 2 cara yaitu :
a. Mengurangi faktor pasien yang menyebabkan infeksi.
b. Mencegah adanya transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, intrumen
dan pasien itu sendiri.
Hal diatas dilakukan sesuai dengan waktu pra operatif, intra operatif, dan
pasca operatif.
1) Pra operatif
Pada tahap Pra operatif, beberapa hal berikut ini mempengaruhi kejadian
infeksi luka operasi, yaitu :
a) Klasifikasi luka operasi
(1) Kelas I (bersih)
(2) Kelas II (bersih-terkontaminasi)
(3) Kelas III (terkontaminasi)
(4) Kelas IV (kotor atau terinfeksi)
b) Lama operasi
12

c) Apakah operasi terencana atau emergenci


2) Intra operatif
Bahwa semakin lama operasi risiko infeksi semakin tinggi, tindakan yang
dapat mengakibatkan terbentuknya jaringan nekrotik harus dihindarkan,
kurangi dead space, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan baik dan
bahan yang digunakan untuk jahitan harus sesuai dengan kebutuhan seperti
bahan yang mudah diserap atau monofilamen.
3) Pasca operasi
Pada tahap ini perlu diperhatikan adalah perawatan luka insiasi atau edukasi
pasien. Perawatan luka insisi berupa penutupan secara primer dan dressing
yang steril selama 24-48 jam pasca operasi. Dressing luka insisi tidak
dianjurkan lebih dari 48 jam pada penutupan primer.

9. Tahapan Penyembuhan Luka


Menurut (Koekoeh 2012), penyembuhan luka adalah proses penggantian dan
perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Sifat penyembuhan luka adalah dengan
variasi bergantung pada lokasi, keparahan dan luas cidera.
Ada 4 fase penyembuhan luka yaitu :
a. Pembekuan darah (hemostasis)
Saat mengalami luka terbuka akibat tersayat atau tergores benda tajam,
kulit yang terluka akan mengeluarkan darah. Ketika itu terjadi, pembuluh
darah segera akan menyempit untuk menjalankan proses pembekuan darah
(hemostastis). Yang bertujuan untuk mengentikan pendarahan pada proses
pembekuan darah, darah yang semula cair akan menggumpal selama proses
pembekuan darah berlangsung, trombosit bertugas menyumbat pembuluh
darah yang rusak. Pada saat yang bersamaan, fibrin dalam bentuk benang-
benang halus akan memperkuat sumbatan sehingga darah bisa menggumpal
dan gumpalan darah kemudian berubah menjadi keropeng saat mengering.
b. Peradangan (inflamasi)
Merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah bebrapa
menit dan berlangsung sekitar 3 hari setelah cedera.
c. Pembentukan jaringan baru (proliferasi)
Ditandai dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil
rekontruksi dan terjadi dalam waktu 3-24 hari.
13

d. Pematangan atau penguatan jaringan (Maturasi)


Merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka dan dapat
memerlukan waktu lebih dari 1 tahun, tergantung pada kedalaman dan
keluasan luka (Setyarini 2013).
10. Penatalaksanaan Infeksi
Menurut (Yudhityasari,2010) penatalaksanaan infeksi yaitu :
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Aseptik
Tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan, untuk
menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh yang kemungkinan besar mengakibatkan
infeksi. Tujuanya adalah untuk mengurangi atau menghilangkan jumlah
mikroorganisme pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar
alat-alat kesehatan dapat digunakan dengan aman.
2) Antiseptic
Upaya untuk pencehgahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lainya.
3) Pencucian
Tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau semua benda
asing seperti debu dan kotoran
4) Dekontaminasi
Tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas
kesehatan secara aman, terutama oleh petugas pembersihan medis sebelum
pencucian dilakukan.
5) Sterilisasi
Tindakan yang mehilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur,
parasit dan virus)
6) Desinfeksi
Tindakan yang menghilangkan sebagian besar mikroorganisme penyakit
dari benda mati. Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus atau
menggunakan larutan kimia. Tindakan ini dapat menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali beberapa bakteri endospore. (Iwan,2010)
14

b. Menggunakan obat-obatan
1) Antibiotik (untuk menghilangkan bakteri) Antibiotik dibagi menjadi 2 :
a) Antibiotik jangka pendek yaitu dalam waktu 1-2 minggu.
b) Antibiotik jangka panjang yaitu dalam waktu 3-4 minggu
2) Pengobatan profilaktik dengan dosis rendah yaitu 1x sehari sebelum tidur
dalam waktu 3-6 bulan atau lebih ini merupakan pengobatan lanjut bila
ada komplikasi lebih lanjut.
11. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Menurut Perry potter (2011) hal yang mempengaruhi penyembuhan luka
diantaranya adalah :
a. Usia
Usia lansia dapat memperlambat penyembuhan luka karena pada lanjut usia
secara fisiologis semua organ tubuh mengalami penurunan fungsi seperti
perubahan vaskuler yang akan mengganggu sirkulasi darah ke area luka.
b. Malnutrisi
Malnutrisi akan memperlambat penyembuhan luka dan faktor terpenting untuk
penyembuhan luka karena kurangnya nutrisi akan menyebabkan sel-sel tidak
mampu bekerja maksimal karena stres pada luka atau trauma yang parah akan
meningkatkan kebutuhan nutrisi.
c. Obesitas
Jaringan lemak yang banyak pada orang obesitas akan menyebabkan jaringan
lemak kekurangan suplay darah untuk melawan bakteri dan mengirim nutrisi
secara elemen selular yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka,
sehinggan menyebabkan penyembuhan luka terganggu.
d. Gangguan oksigenasi
Tekanan oksigen arteri yang rendah akan mengganggu sintesis kolagen dan
pembentukan sel epitel sehingga serabut kolagen dan fibril tidak terbentuk
sempurna dan sel epitel tidak dapat melapisi semua permukaan kulit yang
mengakibatkan penundaan penutupan luka. Jika sirkulasi lokal aliran darah
buruk maka jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan, sehingga
menyebabkan jaringan luka mengalmi nekrosis, penurunan Hb dalam darah
atau anemia akan mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler
mengganggu perbaikan jaringan.
15

e. Merokok
Merokok dapat mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah sehingga
menurunkan oksigenasi jaringan, merokok juga dapat mengganggu
mekanisme sel normal yang dapat meningkatkan pelepasan oksigen ke dalam
jaringan sehingga proses peneyembuhan luka akan terganggu.
f. Obat-obatan
Obat golongan steroid dapat menyebabkan penurunan respon inflamasi dan
memperlambat sintesis kolagen sehingga menyebabkan gangguan pada proses
penyembuhan luka.
g. Penyakit kronis
Penyakit kronik menyebabkan timbulnya penyakit pembuluh darah kecil yang
mengganggu perfusi jaringan.
h. Radiasi
Proses pembentukan jaringan perut vaskuler dan fibrosa akan terjadi pada
jaringan kulit yang tidak teradiasi sedangka pada jaringan yang terkena radiasi
menyebabkan jaringan mudah rusak dan kekurangan oksigen yang akan
menyebabkan perlambatan pada proses penyembuhan luka.

B. Konsep Penyakit Lympadenopathy

1. Pengertian penyakit lymphadenopathy


Limfadenopati merupakan pembesaran Kelenjar Getah Bening (KGB) dengan
ukuran l e b i h dari 1 cm. Berdasarkan lokasinya limfadenopati terbagi
menjadi limfadenopati generalisata dan limfadenopati lokalisata (Oehadian, 2013).
Limfadenopati adalah abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah
bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka atau poplitea
dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih
besar dari 5 mm yang merupakan keadaan abnormal (Oehadian, 2013).
Berdasarkan kedua definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar limfatik atau suatu keadaan
dimana KGB mengalami pembesaran dengan ukuran lebih dari 1 cm dan
terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm yang
merupakan keadaan abnormal.
16

2. Anatomi Fisiologis
Definisi jaringan limfatik (atau yang sering disebut jaringan limfoid) adalah
jaringan penyambung retikuler yang diinfiltrasi oleh limfosit. Jaringan limfoid ini
terdistribusi luas di seluruh tubuh baik sebagai organ limfoid ataupun sebagai
kumpulan limfosit difus dan padat. Organ limfoid sendiri merupakan massa atau
sekumpulan jaringan limfoid yang dikelilingi oleh kapsul jaringan penyambung
atau dilapisi oleh epitelium. (Wardhani, 2011).
Secara garis besar sistem limfatik tubuh dapat dibagi atas sistem konduksi,
jaringan limfoid dan organ limfoid. Sistem konduksi mentransportasi limfe dan
terdiri atas pembuluh pembuluh tubuler yaitu pembuluh limfe, kelenjar limfe atau
nodus limfe, saluran limfe, jaringan limfoid dan organ limfoid. Hampir semua
jaringan tubuh memiliki pembuluh atau saluran limfe yang mengalirkan cairan
dari ruang interstisial. (Pearce, 2016).
1) Pembuluh limfe
Semakin ke dalam ukuran pembuluh limfe makin besar dan berlokasi
dekat dengan vena. Seperti vena, pembuluh limfe memiliki katup yang
mencegah terjadinya aliran balik. Protein yang dipindahkan dari ruang
interstisial tidak dapat direabsorbsi dengan cara lain. Protein dapat memasuki
kapiler limfe tanpa hambatan karena struktur khusus pada kapiler limfe
tersebut, di mana pada ujung kapiler hanya tersusun atas selapis sel-sel endotel
dengan susunan pola saling bertumpang sedemikian rupa seperti atap sehingga
tepi yang menutup tersebut bebas membuka ke dalam membentuk katup kecil
yang membuka ke dalam kapiler. Otot polos di dinding pembuluh limfe
menyebabkan kontraksi beraturan guna membantu pengaliran limfe menuju ke
duktus torasikus.
2) Kelenjar limfe atau nodus limfe
Kelenjar limfe atau nodus limfe berbentuk kecil lonjong atau seperti
kacang dan terdapat di sempanjang pemnuluh limfe. Kerjanya sebagai
penyaring dan dijumpai di tempat-tempat terbentuknya limfosit. Kelompok-
kelompok utama terdapat di dalam leher, aksila, toraks, abdomen dan lipat
paha.
3) Saluran limfe
Struktur pembuluh limfe serupa vena kecil, tetapi memiliki lebih
banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti rangkaian merjan.
17

Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih besar dari pada
kapiler darah dan terdiri atas selapis endothelium. Pembuluh limfe bermula
sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga - rongga
limfe di dalam jaringan berbagai organ. Sejenis pembuluh limfe khusus
disebut lakteal (kilus) dijumpai dalam vili usus kecil. Terdapat dua batang
saluran limfe yang utama yaitu ductus torasikus dan batang saluran kanan.
(Pearce, 2016):
Duktus toraksikus bermula sebagai reseptakulum kili atau sisternakili
di depan vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan
torak menyimpang ke sebelah kiri kolumna vertebralis, kemudian bersatu
dengan vena - vena besar di sebelah bawah kiri leher dan menuangkan isinya
ke dalam vena - vena itu.
Ductus toraksikus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh,
kecuali dari bagian yang menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang
saluran kanan). Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan
mengumpulkan limfe dari sebelah kanan kepala dan leher, lengan kanan dan
dada sebelah kanan dan menuangkan isinya ke dalam vena yang berada di
sebelah bawah kanan leher. Pada waktu infeksi, pembuluh limfe dan kelenjar
dapat meradang. Pembengkakan kelenjar yang sakit tampak ketiak atau lipat
paha jika sebuah jari tangan atau jari kaki terkena infeksi.
4) Jaringan limfoid
Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang
mempunyai ukuran dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya lebih besar,
panjangnya berkisar 10 - 20 mm dan mempunyai kapsul; sedangkan nodulus
panjangnya antara sepersekian milimeter sampai beberapa milimeter dan tidak
mempunyai kapsul. Dalam tubuh manusia terdapat ratusan nodus limfoid ini
(kelenjar limfe atau kelenjar getah bening) yang tersebar dengan ukuran antara
sebesar kepala peniti hingga biji kacang. Meskipun ukuran kelenjar-kelenjar
ini dapat membesar atau mengecil sepanjang umur manusia, tiap kelenjar yang
rusak atau hancur tidak akan beregenerasi. Jaringan limfoid berfungsi sebagai
sistem kekebalan tubuh yang bertugas untuk menyerang infeksi dan
menyaring cairan limfe (atau cairan getah bening).
18

5) Organ limfoid

Gambar 2.1 Potongan melintang organ limfoid (Pearce, 2016)

Menurut tahapan perkembangan dan maturasi limfosit yang terlibat di


dalamnya, organ limfoid terbagi atas :
a) Organ limfoid primer atau sentral, yaitu kelenjar timus dan bursa fabricius
atau sejenisnya seperti sumsum tulang. Membantu menghasilkan limfosit
virgin dari immature progenitor cells yang diperlukan untuk pematangan,
diferensiasi dan proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi limfosit yang
dapat mengenal antigen.
b) Organ limfoid sekunder atau perifer, yang mempunyai fungsi untuk
menciptakan lingkungan yang memfokuskan limfosit untuk mengenali
antigen, menangkap dan mengumpulkan antigen dengan efektif, proliferasi
dan diferensiasi limfosit yang disensitisas. Oleh antigen spesifik serta
merupakan tempat utama produksi antibodi. Organ limfoid sekunder yang
utama adalah sistem imun kulit atau skin associated lymphoid tissue
(SALT), mucosal associated lymphoid tissue (MALT), gut associated
lymphoid tissue (GALT), kelenjar limfe, dan klien. Seluruh organ limfoid
memiliki pembuluh limfe eferen tetapi hanya nodus limfatikus yang
memiliki pembuluh limfe aferen. Nodul limfoid dikelilingi oleh kapsul
fibrosa di mana terdapat proyeksi jaringan penyambung dari kapsul ke
dalam nodus limfoid menembus korteks dan bercabang hingga ke medula
yang disebut trabekula yang memisahkan korteks nodus limfoid menjadi
19

kompartemen-kompartemen yang inkomplit yang disebut folikel limfoid.


Nodulus limfoid tersusun atas massa padat dari limfosit dan makrofag
yang dipisah oleh ruang-ruang yang disebut sinus limfoid. Di bagian
tengah terdapat massa ireguler medula.Pembuluh eferen meninggalkan
nodus dari regio yang disebut hilum.
3. Fisiologi system limfatik
Sistem limfatik merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat megalir
dari ruang interstitial ke dalam darah sebagai transudat di mana selanjutnya ia
berperan dalam respon imun tubuh. Secara umum sistem limfatik memiliki tiga
fungsi yaitu :
1) Mempertahankan konsentrasi protein yang rendah dalam cairan interstitial
sehingga protein-protein darah yang difiltrasi oleh kapiler akan tertahan dalam
jaringan, memperbesar volume cairan dan meninggikan tekanan cairan
interstitial. Peningkatan tekanan menyebabkan pompa limfe memompa cairan
interstitial masuk kapiler limfe membawa protein berlebih yang terkumpul
tersebut. Jika sisrtem ini tidak berfungsi maka dinamika pertukaran cairan
pada kapiler akan menjadi abnormal dalam beberapa jam hingga
menyebabkan kematian.
2) Absorbsi asam lemak, transport lemak dan kilus (chyle) ke sistem sirkulasi.
3) Memproduksi sel-sel imun (seperti limfosit, monosit dan sel-sel penghasil
antibodi yang disebut sel plasma). Nodus limfoid mempersiapkan lingkungan
tempat limfosit akan menerima paparan pertamanya terhadap antigen asing
(virus, bakteri, jamur) yang akan mengaktivasi limfosit untuk melaksanakan
fungsi imunitas. (Wardhani, 2011).
4. Etiologi
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan- keadaan
tersebut dapat diingat dengan memonik MIAMI : malignancies (keganasan),
infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous
and unusual conditions (lain - lain dan kondisi tak lazim) dan iatrogenic causes
(sebab - sebab iatrogenic). Faktor yang mempengaruhi munculnya limfadenopati
adalah gaya hidup yang tidak sehat merupakan salah satu faktor pendukung
kanker, misalnya diet, merokok, alkohol. Kelainan kongenital Kelainan kongenital
adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa benjolan yang
20

timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul
setelah usia dewasa.
Pada kelainan ini benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian
kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran
benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis.

5. Klasifikasi
1) Limfadenopati daerah kepala dan leher Kelenjar getah bening servikal teraba
pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa.
Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi pada anak, umumnya
berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal,
cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan
penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan
oleh keganasan. Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi
dalam beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas
untuk limfadenopati akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus. Kelenjar
getah bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampa
beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifi kan
merupakan petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau
Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease). Kelenjar getah bening
servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok
menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula.
Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.
2) Limfadenopati epitroklear Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu
patologis. Penyebab nya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan,
limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.
3) Limfadenopati aksila Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh
infeksi atau jejas pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering
bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat
teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi
sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening
21

aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh


limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah
bening ipsilateral.
4) Limfadenopati supraklavikula Limfadenopati supraklavikula mempunyai
keterkaitan erat dengan keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan
pada 34% dan 50% penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita
di atas usia 40 tahun. Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan
dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
5) Limfadenopati inguinal Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan
ukuran 1-2 cm pada orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki.
Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering
limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh
keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta
melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal
ditemukan pada 58%penderita karsinoma penis atau uretra.
6) Limfadenopati generalisata Limfa denopati generalisata lebih sering
disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun, dan keganasan,
dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh
leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut.
Limfadenopati generalisata pada penderita luluh imun (immunocompromised)
dan AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis,
kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi.
Sarkoma Kaposi dapat bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata
sebelum timbulnya lesi kulit.
6. Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem
vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam
saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan
dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang,
biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah
diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh
22

limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam
pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran
limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga
bertambah dengan cara yang sama. Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan
melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi
pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari
eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa
oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam
tubuh. Dengan cara ini, misalnya agen-agen yang dapat menular dan menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang beregerak menuju dalam tubuh.
(Pearce, 2016).
7. Pathway

8.

Manifestasi klinis
Limfadenopati menimbulkan gejala berupa pembengkakan atau pembesaran
kelenjar getah bening. Pembengkakan tersebut dapat diketahui dengan munculnya
benjolan di bawah kulit, yang bisa terasa nyeri atau pun tidak. Selain
benjolan, penderita
23

limfadenopati juga dapat merasakan gejala lain. Gejala lain yang muncul dapat
berbeda- beda, tergantung penyebab, lokasi pembengkakan kelenjar getah bening,
dan kondisi pasien. Di antaranya adalah:
1) Lemas
2) Demam
3) Berkeringat ketika malam
4) Berat badan turun
5) Pegal dan Nyeri sendi
6) Sakit Kepala
7) Mudah Lelah
8) Batuk atau Sesak
9) Ruam Kulit
9. Komplikasi
Limfadenopati dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika limfadenopati
terdapat pada mediastinal, hal ini dapat menyebabkan vena cava superior
syndrome dengan obstruksi dari aliran darah, bronchi atau obstruksi trachea. Bila
limfadenopati pada abdominal (perut) dapat menyebabkan konstipasi dan
obstruksi intestinal yang dapat mengancam kesehatan. Limfadenopati yang
disebabkan oleh keganasan dapat mengganggu metabolism tubuh yang
menyebabkan nephropathy, hyperkalemia, hypocalcemia dan gagal ginjal.
(Oktarizal, 2019).
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya yaitu :
1) Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat
kemungkinan infeksi atau keganasan darah. Laju Endap Darah, dilakukan
untuk melihat adanya tanda inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis),penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi.
2) Kultur Darah Kultur darah dilakukan untuk melihat adanya penyebab
infeksi dengan bakteri yang spesifik.
3) Ultrasonography (USG) USG merupakan salah satu teknik yang dapat
dipakai untuk mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG
untuk mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular,
nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi. USG dapat dikombinasi
dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati
24

dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilaisensitivitas 98% dan


spesivisitas 95%.
4) CT Scan CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan
diameter 5mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi
limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer
menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan
pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.

C. Konsep Limfadenoktomi

1. Pengertian limfadenoktomi
Limfadenektomi adalah prosedur pembedahan dimana kelenjar getah being
diangkat dan sampel jaringan diperiksa dibawah mikroskop untuk tanda-tana
apakah adanya kanker. (NCI Dictionary of Cancer Terms). Limfadenektomi
adalah pengangkatan semua jaringan lemak limfatik dari daerah yang diperkirakan
akan meningkatkan insiden metastasis nodul. Tapi pengangkatan kelenjar getah
bening yang lebih banyak akan meningkatkan resiko komplikasi pasca-operasi.
(Bruner & Suddarth 2013).
Limfadenektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau surgical staging
untuk mengangkat kelenjar getah bening. Ada dau jenis tindakan limfadenektomi,
yaitu Limfadenektomi selektif (sampling lymphadenectomy/selective
lymphadenectomy) yaitu tindakan yang hanya mengangkat kelenjar getah bening
yang membesar saja dan Limfadenektomi sistematis (systematic
lymphadenectomy) yaitu mengangkat semua kelenjar getah bening pelvis dan
para-aorta (Bruner & Suddarth 2013)

2. Macam-Macam Limfadenektomi
Menurut NCI Dictionary of Cancer Terms limfadenektomi dibagi menjadi dua
yaitu :
1) Limfadenektomi regional yaitu beberapa kelenjar getah bening di daerah
tumor diangkat.
2) Limfadenektomi radikal yaitu sebagian besar atau semua kelenjar getah
bening di daerah tumor diangkat
25

3. Indikasi
Limfadenektomi biasanya dilakukan karena banyak jenis kanker memiliki
kecenderungan yang nyata untuk menghasilkan metastasis kelenjar getah bening.
Terutama berlaku untuk melanoma, kanker kepala dan leher, kanker tiroid, kanker
payudara, kanker paru-paru kanker lambung dan kanker kolorektal. (Bruner &
Suddarth 2013).

4. Dampak
1) Sistem pernafasan Terjadi perubahan dan frekuensi pernapasan menjadi lebih
cepat akibat nyeri, penurunan ekspansi paru
2) Sistem kardiovaskuler Post operasi dapat terjadi kenaikan tekanan darah,
peningkatan frekuensi nadi, anemis, dan pucat jika klien mengalami syok
(Bruner & Suddarth 2013).
26

3) Sistem pencernaan Post operasi dapat menyebabkan lemas karena dipuasakan


(Bruner & Suddarth 2013).
4) Sistem perkemihan Jumlah output urine mungkin sedikit karena kehilangan
cairan tubuh saat operasi atau karena adanya muntah.
5) Sistem musculoskeletal Post operasi terjadi keterbatasan pergerakan dan
immobilisasi akibat nyeri yang dirasakan oleh klien (Bruner & Suddarth
2013).
6) Sistem integument Post operasi terdapat luka insisi jika dilakukan
limfadenektomi (Bruner & Suddarth 2013).

D. Manajemen Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengumpulan data
dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020). Pengkajian adalah fase pertama
proses keperawatan, Data yang dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) :
a) Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Menjelaskan mengenai keluhan utama yang pertama kali klien rasakan
seperti nyeri tekan, demam, kelelahan atau berkeringat malam hari.
Dituliskan juga penanganan yang pernah dilakukan dan penanganan
pertama yang diberikan saat masuk rumah sakit.
27

2) Riwayat kesehatan sekarang


Kaji secara umum perjalanan penyakitnya sampai dengan muncul keluhan
seperti nyeri dapat dikaji dengan PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu
focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri
atau gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien
merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
yang sama seperti pasien.
c) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan limfadenopati dapat dilakukan
secara persistem berdasarkan hasil observasi keadaan umum, pemeriksaan
persistem meliputi : Sistem Pernafasan, Sistem Kardiovaskular, Sistem
Persyarafan, Sistem Urinaria, Sistem Pencernaan, Sistem Muskuloskeletal,
Sistem Integumen, Sistem Endokrin, Sistem Limfatik, Sistem Pendengaran,
Sistem Pengelihatan dan Pengkajian Sistem Psikososial. Biasanya
pemeriksaan berfokus menyeluruh pada sistem Limfatik. (Suradhipa &
Ariawati, 2019).
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien limfadenopati biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos mentis. Tanda-tanda vital normal.
(Suradhipa & Ariawati, 2019).
2) Tanda- tanda Vital
Nadi dan Tekanan darah biasanya menurun normal. Biasanya didapatkan
respirasi klien dyspnea/sesak. Suhu meningkat karena adanya demam.
(Suradhipa & Ariawati, 2019).
3) Pola aktivitas sehari-hari
(a) Pola Nutrisi
28

Hal yang perlu dikaji dalam nutrisi antara lain : jenis makanan dan
minuman, porsi yang dihabiskan, keluhan mual dan muntah, lokasi
nyeri, nafsu makan. perawat juga harus memperhatikan adanya
perubahan pola makan sebelum dan saat sakit, penurunan turgor kulit,
berkeringat, dan penurunan berat badan.
(b) Pola eliminasi
Pada klien dengan limfadenopati biasanya cenderung mengalami
peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga terjadi
retensi urine.
(c) Pola istirahat
Pada klien dengan limfadenopati cenderung mengalami penurunan
kualitas tidur dikarenakan adanya gejala konstitusional seperti
berkeringat malam hari.
(d) Personal hygine
Kebersihan pada klien dengan limfadenopati biasanya masih terjaga
kebersihannya terkecuali jika sudah mengalami keganasan atau infeksi
yang non spesifik seperti tuberculosis, limfoma dan penyakit vascular
kolagen.
(e) Aktivitas
Pada klien dengan limfadenopati biasanya tidak terbatas.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa pre operasi diagnosa keperawatan yang sering muncul pada fase pre
operasi menurut SDKI (2018) adalah sebagai berikut: Ansietas berhubungan
dengan Krisis Situasional (D.0080.hal 180), Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencidera fisiologis (D.0077. Hal:172).
2) Diagnosa keperawatan pada fase intra operasi yang sering muncul menurut
SDKI (2018) adalah sebagai berikut : Risiko perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan (D.0012.hal 42), Risiko hipotermi berhubungan dengan
suhu lingkungan rendah (D.0140. hal 302), Risiko injury berhubungan dengan
adanya factor risiko kelemahan fisik dari efek anestesi dan pemakaian alat
penunjang operasi (D. 0137)
3) Diagnosa Post Operasi diagnosa keperawatan yang sering muncul pada fase
post operasi menurut SDKI (2018) adalah sebagai berikut: Risiko cedera atau
jatuh b.d kondisi luka post operasi (D. 0137))
29

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah sebagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam
usaha membantu, meningkatkan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi
kebutuhan klien ( Setiadi, 2014).
Penetapan tujuan menegakkan kerangka kerja untuk rencana asuhan
keperawatan. Melalui tujuan, perawat mampu untuk memberikan asuhan yang
berkesinambungan dan meningkatkan penggunaan waktu serta sumber yang
optimal.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya (Harahap, 2019).
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Asuhan Keperawatan Pre Operatif

1. Pengkajian Pre Operatif


Pada hari Rabu, 18/11/2022 Jam 14.00 WIB, Pasien datang diantar oleh
keluarga dan perawat rawat inap dengan menggunakan kursi roda lalu dilakukan
operan di ruang serah terima untuk jadwal operasi limpadenoctomy jam 14.30. Pasien
terpasang IVFD di tangan kanan dan terpasang gelang identitas di tangan kiri. Pasien
mengatakan cemas tentang tindakan operasi karena sebelumnya pasien belum pernah
operasi.
a. Identitas
1) Identitas pasien
Nama : Ny. H
Tempat/tanggal lahir : Sukabumi, 10/10/1989
Umur : 33 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kp. Cijabon RT 019 RW 07 Cicantayan
Tanggal masuk RS : 18/01/2023 Jam : 08.00 wib
No. RM : 1444XX
Dx Medis : Limpadenopaty Coli
Rencana Tindakan : Limpadenoctomy

2) Identitas penanggung jawab


Nama : Tn. E
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

30
31

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan Swasta


Alamat : Kp. Cijabon RT 019 RW 07 Cicantayan

Hub. dengan pasien : Suami

b. Keluhan Utama
Klien mengatakan cemas
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan cemas terkait tindakan operasi karena ada benjolan
di leher sebelah kanan kurang lebih 1 tahun. Pasien tampak cemas. Pasien
tampak gelisah. Pasien akan di operasi. Pasien baru pertama kali operasi.
Skala Hars Pengkajian 17 (cemas sedang)
2) Riwayat penyakit keluarga
Pasien dan keluarga juga mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama seperti yang sekarang di alami oleh pasien. Maupun penyakit lain seperti
hipertensi, diabetes dan lain – lain
d. Pemeriksaan Fisik
1) KU              : Baik
2) Kesadaran   : Compos Mentis 
3) TD         : 110/70 mmHg
N : 102 x/m
S : 36 ,70C
RR : 21x/mnt 
4) BB dahulu   : 58 kg TB : 157 cm
IMT : BB = 58 = 58 = 58 = 23,5
(TB)² (157)² (1,57)² (2,464)
Intepretasi :
Nilai IMT Status Gizi Klasifikasi
<17,0 Gizi Kurang Sangat Kurus
17,0-18,4 Gizi Kurang Kurus
18,5-25,0 Gizi Baik Ideal
32

25,1-27,0 Gizi Lebih Gemuk


>27,0 Gizi Lebih Sangat gemuk

5) Pemeriksaan head To Toe


a. Kepala
- Bentuk kepala mesocepal, warna rambut hitam beruban, tampak bersih
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikteris, reflek cahaya baik
+/+ , fungsi penglihatan baik.
- Telinga : keadaan kanalis bersih, pendengaran normal, tidak memakai alat
bantu pendengaran, tidak ada nyeri tekan.
- Mulut : mulut tidak pucat, gigi bersih dan tidak berbau
- Hidung : tidak ada polip, tidak ada secret, keadaan sputum bersih, tidak
ada radang, dan tidak ada benjolan
b. Leher
I : Terlihat ada benjolan dileher sebelah kanan, berbentuk bulat
P : Teraba pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher sebelah kanan,
tidak terdapat nyeri tekan
c. Thorax
- Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada penggunaan otot
bantu nafas, tidak ada jejas.
- Palpasi : tidak ada krepitasi
- Perkusi : terdengar suara sonor di lapang pandang dada, batas jantung
terdengar pekak
- Auskultasi : suara paru vesikuler dilapang paru, bunyi jantung reguler,
tidak ada suara tambahan.
d. Abdomen
- Inspeksi : cembung
- Auskultasi : Bu (+) Normal
- Palpasi: soepel
- Perkusi : Timpani
e. Genetalia
Anus (+).
33

f. Integumen
Warna kulit sawo matang, turgor kulit bagus, tidak ada odema, dan tidak ada
nyeri tekan
g. Ekstermitas
Gerak bebas, kekuatan penuh, tidak ada kelemahan ekstermitas.
PENGKAJIAN TINGKAT KECEMASAN
HARS (HAMILTON ANXIETY RATING SCALE)
No Komponen 0 1 2 3 4
1. Perasaan Cemas : cemas, takut, mudah tersinggung,
V
firasat buruk
2. Ketegangan : lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah,
V
mudah terkejut, mudah menangis,
3 Ketakutan pada : gelap, ditinggal sendiri, orang asing,
binatang besar, keramaian lalulintas, kerumunan orang V
banyak.
4 Gangguan tidur : sukar tidur, terbangun malam hari,
tidak puas, bangun lesu, sering mimpi buruk, mimpi V
menakutkan.
5 Gangguan kecerdasan : daya ingat buruk, sulit
V
konsentrasi, penurunan daya ingat.
6. Perasaan depresi : kehilangan minat, sedih, bangun dini
hari, berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan V
berubah sepanjang hari.
7 Gejala somatic (otot) : nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi
gemeretak, suara tidak stabil. V

8 Gejala sensorik : Tinnitus (telinga berdenging),


penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa V
lemas, perasaan di tusuk – tusuk)
9 Gejala Kardiovaskuler : tachicardi, berdebar-debar,
nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti V
mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.
10 Gejala Pernafasan : rasa tertekan di dada, perasaan
tercekik, merasa napas pendek atau sesak, sering V
menarik nafas panjang.
11 Gejala Saluran Pencernaan Makanan : sulit menelan,
mual muntah, enek, konstipasi, perut melilit, defekasi
lembek, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum V
dan sesudah makan, rasa panas diperut, berat badan
menurun, perut terasa panas atau kembung.
12 Gejala Urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan
kencing, ereksi hilang, ejakulasi dini, impotensi. V
13 Gejala Vegetatif/Otonom : mulut kering, muka kering,
mudah berkeringat, sering pusing atau sakit kepala, bulu V
roma berdiri.
34

14 Perilaku Sewaktu Wawancara : gelisah, tidak tenang,


jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka
V
tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat,
muka merah
Total 17 (Kecemasan
Sedang)

Keterangan Skor
Skor 0 : Tidak ada gejala
Skor 1 : Ringan atau ada satu dari gejala
Skor 2 : Sedang ( satu atau dua dari gejala yang ada )
Skor 3 : Berat atau lebih dari dua gejala yang ada
Skor 4 : Sangat berat (semua gejala)
Derajat Cemas :
<6 : tidak ada kecemasan
7-14 : kecemasan ringan
15-27 : kecemasan sedang
>27 : kecemasan berat
kesimpulan : klien mengalami kecemasan sedang
e. Data Penunjang  
1) Laboratorium Darah (Tgl 18-01-2023 Jam 08.33 WIB)
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Hemoglobin 13.0 12.0-14.0 g/dl
Leukosit 9.600 4.500-11.000 /mm3
Trombosit 255.000 150.000-350.000 /mm3
Hematokrit 36.4 36-46 %
GDS 73 70-180 mg/dl
HBsAg Nonreaktif Nonreaktif -
Masa Pendarahan 1 menit 0-3 menit
Masa Pembekuan 7 menit 5-11 menit

Rapid Test Covid - Negatif Negatif


19 Antigen
35

1. Persiapan Operasi Limpadenoctomy


1) Persiapan pasien pre op
Ceklis Assestment Preoperatif
√ Surat Persetujuan Operasi (SIO)
√ Surat Persetujuan Anestesi (SIA)
√ Pasien Menggunakan Gelang identitas
√ Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi baik obat, makan
atau lainnya
√ Pasien dilakukan pencukuran dan penandaan area operasi
√ Pasien mengatakan tidak menggunakan gigi palsu
√ Pasien mengatakan puasa dari jam 08.00 tanggal 18/01/2023
√ Pasien terpasang IV line di tangan kanan
√ Pasien tidak menggunakan Make up, cat kuku dll

2) Persiapan anastesi
 Pasien mengatakan sudah puasa dari jam 08.00(6 jam sebelum operasi)
 Pasien dan keluarga sudah mengetahui dan menyetujui di lakukan anastesi
spinal dan sudah di tandatangani dalam SIA atau surat persetujuan
anastesi.
 Status Fisik ASA : ASA I

2. DIAGNOSA PRE OPERATIF


a. Analisis data
Masalah
No Data (Subyektif & Obyektif) Etiologi
Keperawatan
1 DS : Kurang pengetahuan : Ansietas
Pasien mengatakan cemas tentang Prosedur Operasi (D.0080)
tindakan operasi karena sebelumnya
pasien belum pernah operasi.

DO :
 Pasien tampak cemas
 Pasien tampak gelisah
 Pasien akan di operasi
 Skor HARS 17 (kecemasan
sedang)
TD 110/70
36

N 102x/m
RR 21x/m
S 36,7

b. Diagnosa keperawatan yang muncul


1) Ansietas b.d Kurang pengetahuan prosedur operasi
3. Intervensi Pre Operatif
No Diagnosa Tujuan Intervensi Nama/
TTD
1 Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tingkah laku Perawat OK
Kurang keperawatan 1x 30 menit, yang menunjukan
pengetahuan diharapkan cemas dapat tingkat cemas.
tentang berkurang dengan kriteria hasil: 2. Antarkan pasien ke
prosedur 1. Pasien tampak lebih tenang kamar operasi dengan
operasi 2. Nilai HARS ringan 7-14 rileks
3. Tanda vital dalam batas 3. Anjurkan keluarga dan
normal pasien selalu baca doa
Tekanan Darah sistol 100 - supaya operasinya
120 mmhg berjalan lancar.
Diastolik 70-90 mmhg 4. Anjukan pasien
Nadi normal 60-100x/meni Rileksasi Nafas Dalam
RR nomal 16-21x/menit
Suhu normal 36,5 – 37,5C

4. Implementasi & Evaluasi Pre Operatif

No Problem Implementasi Evaluasi Paraf


1. Ansietas Rabu, 18 Januari 2023 Rabu, 18 Januari 2023 Perawat
b.d Pukul 14.10 WIB Pukul 14.30 WIB OK
Kurang 1. Mengobservasi tingkat kecemasan S:
pengetah pasien Klien mengatakan bahwa
uan R/ pasien tampak cemas berkurang cemasnya sudah
tentang dan selalu menanyakan operasi yang berkurang
prosedur akan dilakukan, HARS 14 O:
operasi Pasien tampak lebih
Pukul 14. 15 WIB tenang dari sebelumnya
2. Anjurkan keluarga dan pasien HARS 14 (cemas ringan)
selalu baca doa supaya operasinya TD 110/80
berjalan lancar N 93x/m
R/ pasien tampak rileks RR 20x/m
S 36,4
Pukul 14.20 WIB A:
3. Anjukan pasien Rileksasi Nafas Masalah kecemasan
Dalam teratasi sebagian
R/ klien tampak rileks P:
Hentikan intervensi
Anjurkan pasien relaksasi
37

Pukul 14.25 WIB nafas dalam secara


4. Mengantarkan pasien ke ruang mandiri
operasi dengan rileks
R/ Pasien diantar ke ruang OK1
Menggunakan blankar.

PENGKAJIAN TINGKAT KECEMASAN


HARS (HAMILTON ANXIETY RATING SCALE)
No Komponen 0 1 2 3 4
1. Perasaan Cemas : cemas, takut, mudah persinggung,
V
firasat buruk
2. Ketegangan : lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah,
V
mudah terkejut, mudah menangis,
3 Ketakutan pada : gelap, ditinggal sendiri, orang asing,
binatang besar, keramaian lalulintas, kerumunan orang V
banyak.
4 Gangguan tidur : sukar tidur, terbangun malam hari,
tidak puas, bangun lesu, sering mimpi buruk, mimpi V
menakutkan.
5 Gangguan kecerdasan : daya ingat buruk, sulit
V
konsentrasi, penurunan daya ingat.
6. Perasaan depresi : kehilangan minat, sedih, bangun dini
hari, berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan V
berubah sepanjang hari.
7 Gejala somatic (otot) : nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi
gemeretak, suara tidak stabil. V

8 Gejala sensorik : Tinnitus (telinga berdenging),


penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa V
lemas, perasaan di tusuk – tusuk)
9 Gejala Kardiovaskuler : tachicardi, berdebar-debar,
nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti V
mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.
10 Gejala Pernafasan : rasa tertekan di dada, perasaan
tercekik, merasa napas pendek atau sesak, sering V
menarik nafas panjang.
11 Gejala Saluran Pencernaan Makanan : sulit menelan,
mual muntah, enek, konstipasi, perut melilit, defekasi
lembek, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum V
dan sesudah makan, rasa panas diperut, berat badan
menurun, perut terasa panas atau kembung.
12 Gejala Urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan
kencing, ereksi hilang, ejakulasi dini, impotensi. V
13 Gejala Vegetatif/Otonom : mulut kering, muka kering,
mudah berkeringat, sering pusing atau sakit kepala, bulu V
roma berdiri.
38

14 Perilaku Sewaktu Wawancara : gelisah, tidak tenang,


jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka
V
tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat,
muka merah
Total 14 (Kecemasan
ringan)

B. Asuhan Keperawatan Intra Operatif

1. Pengkajian Intra Operatif


Pada tanggal 18/01/2023 pukul 14.30 WIB, pasien dipindahkan ke ruang operasi
dengan berjalan. Pasien tampak tenang. Pasien berbaring di meja operasi, terpasang
IVFD di tangan kanan RL, dan terpasang saturasi oksigen di jari telunjuk kanan. Di
lengan kiri terpasang tensimeter.
a. Tanda – tanda vital pasien
Kesadaran : CM RR: 19 x/menit,
TD: 100/72 mmHg, S: 35,7 oC.
Nadi: 76 x/menit, SPO2 : 100 %

b. Persiapan ruangan kamar operasi


1) Mengatur meja operasi
2) Mengecek dan mengatur lampu operasi
3) Menyiapkan perlak diatas meja operasi
4) Mengatur suhu ruangan 21 0C, kelembaban 52% dan tekanan udara positif
5) Menyiapkan mesin ESU (Electro Surgical Unit) dan mesin suction dan
mengecek apakah berfungsi dengan baik atau tidak
6) Menyiapkan trolley meja mayo, instrument, linen
7) Menyiapkan meja alat dan bahan medis habis pakai
8) Memastikan sambungan aliran listrik siap pakai
9) Menyiapkan dan memastikan instrumen dan linen dalam keadaan steril (ada
indikator bahwa instrumen dan linen masih belum digunakan )
10) Menyiapkan tempat sampah medis, non medis, benda tajam dan flabot infus
11) Menyiapkan tempat linen kotor (infeksius dan non infeksius)
12) Menyiapkan tempat jaringan
13) Menyiapkan standing infus
14) Mesin anestesi
39

c. Persiapan Linen Operasi


d. No Nama Linen Jumlah Persiapan
1 Baju/Jas Operasi 3 Set
2 Duk sedang 1
Instrumen
3 Duk besar lubang 1
No
4 Slup meja mayo Nama Instrumen Jumlah
1
15 Bengkok
Handuk kecil 12
2 Pinset Anatomis 2
3 Pinset cirugis 2
4 Gunting jaringan 1
5 Gunting benang 1
6 Klem pean bengkok 2
7 Kom sedang 2
8 Handle mess no 3 1
9 Needle holder 2
10 Langen hak 2

e. Persiapan bahan medis habis pakai

No Nama BHP Jumlah


1 Kassa Solamed 10
2 Kassa 7x7,5 10
3 Handscoon 7,5 1
4 Handscoon 7 1
5. Handscoon 6.5 1
6. Alcohol 70% 100cc
7. Providone iodine 100 cc
8. Bisturi no 15 1
9. Bactigras 1

Benang
10.
 PGA 2.0 Tapper Cut 100 cm
1
11. Dispo Elektro Surgical 1
12. Pendispo 1
40

f. Keadaan kamar operasi


Pasien mengatakan dingin pada saat masuk ke ruang operasi, suhu di kamar
operasi saat itu 20,9oC dengan kelembaban ruangan 52%
g. Tim Operasi
Dokter Operator dr Anthony Sp B
Dokter Anastesi dr Fauzi Sp.An
Asisten 1 Widya Marwah, S. Kep., Ners
Asisten 2 Robi Hilmawansyah, A. md. Kep
Circulating Nurse Santi Susanti A.md. Kep

h. Persiapan klien
1) Circulating nurse melakukan serah terima (hand over) klien dengan perawat
bangsal (konfirmasi identitas klien, prosedur operasi, informed consent bedah,
informed consent anestesi dan riwayat penyakit)
2) Circulating nurse melakukan SIGN IN yang meliputi : konfirmasi ulang
identitas klien (nama, umur, RM, tanggal lahir yang dicocokkan dengan gelang
identitas klien) perawat memastikan klien mengetahui tindakan operasi yang
akan dilakukan, perawat menanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi
makanan atau obat atau tidak, kemudian perawat menanyakan kepada dokter
anestesi apakah alat anestesi dan mesin anestesi sudah siap digunakan.
3) Memindahkan klien ke kamar operasi 1
4) Pasien dilakukan general anestesi
5) Mengatur posisi klien supinasi
6) Memasang monitor, saturasi dan spignomanometer
7) Pakaian klien di buka sebagian untuk mengekspos area operasi
8) Memasang negative plate yang sudah diberikan jelly pada kaki kanan klien di
41

permukaan yang cembung


i. Persiapan perawat
1) Memastikan kebenaran klien dan rencana tindakan yang akan dilakukan
2) Circulating nurse menyiapkan instrumen steril, linen steril (jas operasi,
masker, topi, apron, goggles, boots) dan melakukan cuci tangan dengan air
mengalir dengan aseptic clorhexydine 4% selama 5 menit diikuti asisten
operator dan operator
3) Setelah cuci tangan lalu menggunakan gowning steril yang sudah disiapkan
oleh circulating nurse
4) Memakai gloving (sarung tangan) dengan teknik tertutup yang sudah
disiapkan oleh circulating nurse, circulating nurse membuka pembungkus
instrumen dengan tidak menyentuh bagian yang steril
5) Instrumentator memasang sarung meja mayo, perlak meja mayo dan linen alas
meja mayo
6) Instrumentator menata instrument sesuai kebutuhan diatas meja mayo
7) Instrumentator menghitung instrument dan kassa yang akan di gunakan, dan di
saksikan oleh circulating nurse dengan jumlah instrumen sebanyak 10 buah
dan jumlah kassa sebanyak 10 lembar
j. Intra operasi
Prosedur 1. Pasien di meja operasi, posisi supine
2. Pasien dilakukan anastesi general
3. Scrube nurse menyiapkan alkohol 70% dan
providone iodine 10% di dalam kom dibantu
circulating nurse
4. Berikan kasa basah untuk membersihkan area yang
sudah di desinfeksi betadin 10%, kemudian di lap
kering dengan kasa.
5. Memasang pensil couter dibantu oleh circulating
nurse dengan disambungkan pada mesin ESU
(electro surgical unit). Perawat mendekatkan meja
mayo dan instrument ke dekat meja operasi
6. Sebelum dilakukan insisi pada area operasi perawat
sirkuler membacakan TIME OUT
42

7. Operator mulai melakukan penegcekan biusan


dengan pinset sirurgis
8. Operator mulai melakukan insisi pada area limfonoid
9. Identifikasi jumlah limfonoid dan bentuk limfonoid,
bebaskan dari jaringan sekitar
10. Angkat limfonoid secara utuh beserta sedikit
jaringan sehat di sekitarnya untuk di patologi
anatomi
11. Rawat perdarahan
12. Asisten 1 dan operator melakukan pengecekan
kembali memastikan tidak ada perdarahan
13. Asisten 1 melakukan pencucian area operasi dengan
larutan Nacl0.9%
14. Setelah jaringan sisa dieversi, lakukan jahitan
running yang menutup tepi-tepi bebas yang
mengelilingi struktur menggunakan benang PGA 2-0
Tapper Cut 100 cm
15. Lakukan SIGN OUT
16. SIGN OUT meliputi (menghitung ulang kassa dan
instrumen yang dipakai serta BHP )
Item Pra Intra Pasca
Instrumen 10 10 10
Kassa 10 10 10
solamed
Kassa 7x7.5 10 10 10
Jarum 1 1 1
17. Total perdarahan terpantau 5 cc
18. Asisten 1, melakukan penutupan luka dengan kassa
steril 7x7,5 2 lapis hingga menutup luka kemudian di
tutup dengan perekat
19. Operasi selesai
20. Lepas duk klem dan kain duk pada pasien
21. Rapikan klien dan pindahkan ke recovery room
43

22. Penilaian dengan Aldrete score

1. Kelengkapan instrument : Instrumen lengkap, kasa


lengkap.

Evaluasi 2. Proses operasi : Operasi berjalan lancar, jumlah


cairan yang masuk selama RL 500 sebanyak 1 kolf
(500cc) dan pendarahan selama intra 5 cc

2. Diagnosa Intra Operatif


A. Analisa data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS : Prosedur Resiko
 pembedahan Cedera
DO : (D.0137)
 Pasien dalam pengaruh anastesi Tindakan anestesi
TTV: spinal dan tindakan
TD: 100/72 mmHg, pembedahan
Nadi: 76 x/menit,
RR: 19 x/menit,
S: 35,7 oC. posisi supinasi di
 Pemeriksaan fisik ASA I meja operasi,
 Pasien terbius umum adanya instrumen
 Pasien berada di atas meja operasi kasa dimeja operasi
dengan posisi supine dan menggunakan
 Terpasang ground diatermi couter
 Dilakukan cauterisasi tekanan 30
Risiko injury
selama operasi

3 DS : Prosedur Resiko
Pasien mengatakan dingin pada saat pembedahan Hipotermi
masuk ke ruang operasi (D.0140)
DO : Pasien berada di
 TTV kamar operasi
TD : 100/70 mmHg, dengan
Nadi : 76 x/menit, suhu ruang kamar
RR : 20 x/menit, operasi 21°C
S : 35,7oC.
 Suhu ruangan 21°C Paparan dingin dari
 Terpasang draping dan adanya lokasi ruangan, cairan
operasi yang terbuka infus yang dingin
44

 Terpasang IVFD RL 500 yang tidak


hangat hipotermi

B. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan.
2) Resiko injury berhubungan dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dari efek
anestesi dan pemakaian alat penunjang operasi.
45

3. Intervensi Intraoperatif
No Diagnosa Tujuan Intervensi Nama
/TTD
1 Resiko Hipotermi berhubungan Selama dilakukan tindakan operasi 1x30 Management Hipotermi (I.14507) Santi
dengan suhu lingkungan menit, diharapkan tidak terjadi penurunan
suhu tubuh pada pasien dengan kriteria 1. Sesuaikan temperature kamar
hasil: operasi
2. Lindungi area tubuh pasien di
Termoregulasi (0800) luar wilayah operasi.
1. Pasien tidak kedinginan dengan suhu 3. Monitor suhu tubuh pasien
36,5-37,5
2. Pasien tidak menggigil
3. Tidak terdapat penurunan suhu tubuh

2 Resiko injury berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan operasi 1x 30 Manajemen Keselamatan Santi
adanya faktor risiko kelemahan fisik menit, diharapkan tidak terjadi injury pada Lingkungan (I.14513)
dari efek anestesi dan pemakaian alat pasien dengan kriteria hasil:
penunjang operasi Kontrol Resiko (1902) 1. Atur posisi pasien dalam posisi
1. Pasien terbebas dari cedera yang nyaman.
2. Tidak ada cedera lain diluar operasi 2. Amankan pasien diatas bad
3. Tidak ada gangguan neuromuskuler 3. Jaga pernafasan dan sirkulasi
4. Tidak ada luka bakar dalam vaskuler pasien tetap adekuat.
penggunaan kotter dalam tubuh pasien 4. Hindari tekanan pada dada atau
bagain tubuh tertentu.
5. Jaga ekstremitas pasien tidak
46

jatuh diluar Bad


6. Hindari penggunaan ikatan
yang berlebihan pada otot
pasien.
7. Pastikan semua perhisan yang
berada ditubuh pasien agar
dilepas
8. Pastikan kasa dan instrumen
agar tidak tertinggal
9. Catat kasa , instrumen yang
digunakan sebelum dan
sesudah operasi

4. Implementasi dan Evaluasi Intra Operatif


No Nama/
Problem Implementasi Evaluasi
Ttd
1 Resiko Hipotermi berhubungan dengan Rabu, 18 Januari 2023 Rabu, 18 Januari 2023 Santi
suhu lingkungan diruang operasi Pukul 14.30 WIB Pukul 15.05 WIB
1. Menyesuaikan temperature kamar S: -
operasi dengan efek terapeutik
R/ Suhu kamar operasi 21oC O:
Perawat
 Suhu ruangan 21.6°C
Pukul 14.31 WIB  Akral klien masih terasa
2. Melindungi area tubuh pasien di luar dingin
wilayah operasi R/menutup tubuh non  Suhu pasien : 35.7°c
47

steril pasien dengan menggunakan  Efek anestesi umum


linen
A:
Pukul 14.30 WIB s/d 15.00 WIB
3. Memonitor secara berkelanjutan suhu Hipotermi tidak terjadi masalah
tubuh pasien teratasi sebagian

R/ Pukul 14.30 WIB S:35,8oC P:


Pukul 14.45 WIB S:35,5oC
Pukul 15.00 WIB S:35,7oC  Lindungi area tubuh pasien
yang terpapar
 Lanjutkan pemantauan
terjadinya hipotermi pada
klien di recovery room
 Pasang hitmatras (penghangat
ditempat tidur)
2 Resiko injury berhubungan dengan Rabu, 18 Januari 2023 Rabu, 18 Januari 2023 Santi
adanya faktor risiko kelemahan fisik Pukul 14.30 WIB Pukul 15.05 WIB
dari efek anestesi dan pemakaian alat 1. Mengatur posisi pasien dalam posisi S:-
penunjang operasi yang nyaman.
R/posisi supinasi O:

 Posisi pasien aman


Pukul 14.31 WIB
2. Mengamankan pasien diatas bad  Kesadaran pasien teranastesi
R/alat pengaman sudah terpasang umum

Pukul 14.31-15.00WIB
3. Memastikan keseimbangan cairan
parenteral
48

 Instrumen lengkap, kasa


Pukul 14.32 WIB lengkap
4. Memastikan semua perhiasan yang
berada ditubuh pasien agar dilepas Nama Jmlh Jml
R/perhiasan pasien semua telah dilepas sebel sesud
um ah
Pukul 14.33 WIB
5. Menempatkan lempengan couter pada Kasa 10 10
bagian tubuh yang tebal dan Instru 10 10
menghindarkan dari cairan
men
R/lempengan di betis kiri pasien

Pukul 15.00 WIB A:


6. Memastikan kasa,dan instrumen agar
tidak tertinggal Injury tidak terjadi selama
R/ mencatat kasa , instrumen yang operasi.
digunakan sebelum dan sesudah operasi
P:
(10 kasa ) Kasa lengkap, instrument
lengkap. Kontrol faktor risiko injury post
Nama Jmlh Jml operatif
sebelum sesudah
Kasa 10 10
Instru 10 10
men
49

Catatan Perkembangan
No Tanggal/ Waktu Catatan Perkembangan TTD

1 18/01/2023 S:- Perawat


15.05 O : Suhu ruangan 21.6°C OK
 Akral klien masih terasa dingin
 Suhu pasien : 35.7°c
 Efek anestesi umum
 Pasien Tampak Mengigil
A : Hipotermi tidak terjadi masalah teratasi sebagian

P : Intervensi 2,3 lanjutkan.


15.07 I : 1. Pasien di pindahkan ke ruang RR.
15.08 2. Melindungi area tubuh pasien di luar wilayah operasi.
15.10
15.12 R/menutup tubuh pasien dengan menggunakan selimut
15.14 3. Memonitor secara berkelanjutan suhu tubuh pasien
R/ Pukul 14.30 WIB S:36,0oC
Pukul 14.45 WIB S:36,2oC
Pukul 15.00 WIB S:36,1oC
E. : Hipotermi (-)
50

R : Observasi Keadaan suhu tubuh Pasien.

No Tanggal/ Waktu Catatan Perkembangan

2 18/01/2023 S:
15.06 O :-. Posisi pasien aman
15.07
 Kesadaran pasien teranastesi umum
 Efek anestesi belum habis
 Luka jahitan ± 10 cm
 Luka jahitan ditutup oleh kassa steril, dan hypafix
15.08
 Tidak ada rembesan
15.10
15.12
A : Injury tidak terjadi selama operasi.
15.13
15.15 P : Intervensi 3,5 lanjutkan.
I : 1. Mengamankan pasien diatas bad
2, Jaga ekstremitas pasien tidak jatuh diluar Bad
E : Resiko Injuri (-)
R : Observasi resiko injuri.
56

Balance Cairan Intra Operatif tanggal 18/01/2023

Jam Parenteral Perdarahan Urine

14.30 - - -

14.45 RL 250 - -

15.00 RL 250 5 cc Tidak ada


pengeluaran urine
saat berlangsungnya
operasi. Tidak
terpasang folley
catter

Jumlah 500 cc 5 cc

C. Asuhan Keperawatan Post Operatif

1. Pengkajian Post Operatif


Pada tanggal 18/01/2023 pukul 15.10 WIB, pasien dipindahkan ke ruang recovery
dengan bed. Keadaan umum pasien sedang. Kesadaran pengaruh anastesi umum.
Pasien berbaring di bed RR 1 dengan selimut, terpasang nasal canul 3 lpm, terpasang
IVFD di tangan kanan RL 20 tpm, dan terpasang saturasi oksigen di jari telunjuk
kanan 99%. Di tangan kiri terpasang tensimeter. Terdapat balutan luka operasi di area
leher, tidak ada rembesan, skala aldrete Score 8.
a. Tanda – tanda vital
TD : 100/72 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36.0 oC
SPO2 : 100 dengan O2
b. Keadaan Ruang recovery
Suhu di kamar pemulihan saat itu 21oC dengan kelembaban ruangan 53%
57

2. Diagnosa Post Operatif


a. Analisa data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS : Kondisi post Resiko Cedera
- Operasi (D.0137)

DO :
 Pasien baring ditempat
tidur
 Pasien tampak lemah
 Kesadaran compos
mentis E:4 M:6 V:5
 Tanda vital:
TD: 100/72 mmHg,
Nadi: 75 X/menit,
RR: 20 X/menit,
S: 36.0 oC.
 saturasi oksigen : 100%
dengan O2
 Aldrete score : 8

b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Jatuh berhubungan dengan kondisi post operasi

1 Resiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan Manajemen Perawat OK


berhubunga keperawatan 1x 30 menit Keselamatan lingkungan
n dengan diharapkan pasien tidak (D.14513)
kondisi post mengalami resiko jatuh dengan 1. Sediakan
operasi kriteria hasil: lingkungan yang
aman untuk pasien
Resiko Cedera 2. Identifikasi
kebutuhan
1. Pasien terbebas dari cedera
keamanan pasien,
2. Menggunakan fasilitas
sesuai dengan
kesehatan yang ada
kondisi fisik dan
3. Mampu mengenali
kognitif pasien
perubahan status kesehatan
3. Pasang side rail
58

tempat tidur
4. Menyediakan
tempat tidur yang
aman dan nyaman
5. Pindahkan barang
barang yang dapat
membahayakan
6. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit

3. Intervensi Post Operasi


51

4. Implementasi dan Evaluasi Post Operatif


N Paraf
Problem Implementasi Evaluasi
o
1 Resiko Jatuh Rabu, 18 Januari 2023 Rabu, 18 Januari 2023 Peraw
berhubungan Pukul 15.10 WIB Pukul 15.30 WIB at OK
dengan kondisi 1.
post operasi 1. Mengantarkan pasien ke S:
ruang RR. Pasien mengatakan
2. Memobilisasi pasien dari kepalanya pusing, badannya
bed tindakan ke bed lemas.
mobilisasi. O:
R/ pasien di pindahkan  Kesadaran CM
dengan easy move, tangan  Pasien baring ditempat
pasien berada di atas perut tidur dengan dipasang
3. Memasang set monitor, side rail
saturasi  Pasien tampak lemas
R/ saturasi oksigen  TTV
terpasang SPO2 100% TD: 120/70 mmHg, Nadi:
78 X/menit,
Pukul 15.15 WIB RR: 20 X/menit,
S: 36,6 oC.
4. Mengkaji Skala Jatuh SPO2 100%
dengan Instrument Morse
hasil skor 30 A:
Masalah teratasi : Klien
Jam 15.20 WIB terbebas dari jatuh
P:
5. Mengidentikasi keamanan Intervensi di hentikan
pasien dan kemampuan fisik
pasien
R/ pasien mengatakan pusing,
badannya lemas

Jam 15.25 WIB


6. Memasang side rail tempat
tidur
R/ side rail terpasang

Catatan Perkembangan
52

No Tanggal/ Catatan Perkembangan TTD


Waktu

1 18/01/2023 S : pasien mengatakan pusing dan Perawat


15.11 badannya lemas OK
15.12 O:
- ku sedang,
- kes cm,
- TTV
TD : 119/81 N: 84 S: 36 RR: 24
15.14
SPO2 98%
- Aldrete score : 8
15.20
A : masalah resiko jatuh teratasi sebagian
15.25
P : Intervensi 2,3 lanjutkan.
I:
15.30 1. Memberikan posisi aman dan
15.31 nyaman
2. Memasang side rail pada bed pasien

E: resiko jatuh (-)


R : Observasi pergerakan pasien selama di
bed
 Pasien pindah ruangan
 Planning untuk Perawat ruangan:
 Observasi TTV dan KU
 Kaji nyeri
 Mobilisasi bertahap
 Lakukan Perawatan
Luka

BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam
proses perawatan. Pengkajian ini melalui pengkajian pola fungsional
53

menurut Gordon, pemeriksaan fisik dengan metode Head to toe, dan


pengumpulan informasi atau data-data ini diperoleh dari wawancara
dengan pasien, keluarga pasien, melakukan observasi, catatan
keperawatan, dan pemeriksaan fisik.
Limfadenopati merupakan pembesaran Kelenjar Getah Bening
(KGB) dengan ukuran l e b i h dari 1 cm. Berdasarkan lokasinya
limfadenopati terbagi menjadi limfadenopati generalisata dan
limfadenopati lokalisata (Oehadian, 2013).
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pada Ny. H tanggal
18/11/2022 Jam 14.00 WIB, Pasien datang diantar oleh keluarga dan
perawat rawat inap dengan menggunakan kursi roda lalu dilakukan operan
di ruang serah terima untuk jadwal operasi limpadenoctomy jam 14.30.
Pasien terpasang IVFD di tangan kanan dan terpasang gelang identitas di
tangan kiri. Pasien mengatakan cemas tentang tindakan operasi karena
sebelumnya pasien belum pernah operasi.
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan
penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa melakukan tindakan
operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang
dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium, maupun
pemeriksaan lain seperti USG, dan lain-lain.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan merupakan suatu keputusan klinik yang
diberikan kepada pasien mengenai respon individu untuk menjaga
peningkatan kesehatan, status, dan mencegah serta merubah. (NANDA,
2018). Berdasarkan hal tersebut penulis dalam kasus asuhan keperawatan
perioperative pada pasien lympadenopaty colli menegakan beberapa
diagnose keperawatan dalam pre operasi, intra operasi, dan post operasi.
Pada saat Pre operasi, diagnose keperawatan yang diambil ada 1
diagnosa yaitu ansietas.
Pada saat intra operasi, berdasarkan data pengkajian yang
diperoleh, penulis menegakkan diagnose yang pertama, yaitu resiko
cedera, dan resiko hipotermi. Kedua diagnose ini penulis angkat karena
pada saat pengkajian didapat data pasien, pasien dilakukan tindakan
lympadenectomy dengan suhu ruangan 210 C dengan kelembapan 54%
bersifat resiko, artinya harus selalu dilakukan asuhan keperawatan yang
sesuai agar tidak terjadi hipotermi pada pasien mengingat harus adanya
kestabilan suhu ruangan dan suhu tubuh pasien di kamar operasi. Selain itu
keamanan dan kenyamanan posisi pasien dan kelengkapan alat agar tidak
terjadi cedera dalam keadaan bius. Karena itu perlu nya di angkat diagnose
tersebut agar tidak sampai terjadi.
54

Pada saat post operasi, di ruang RR diagnose yang muncul ada 1


diagnosa yaitu resiko jatuh. Dalam teori ditemukan banyak sekali diagnose
keperawatan yang muncul tetapi belum bisa penulis angkat dikarenakan
tidak ada data yang mendukung.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut UU perawat No. 38 Th. 2014, perencanaan merupakan
semua rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang diberikan kepada pasien. Perencanaan menurut Nanda
(2013) pada kasus asuhan keperawatan perioperative pada pasien
lympadenopati dilakukan perdiagnosa. Perencanaan yang dibuat berpatok
pada NANDA, NIC, dan NOC. Berikut ini diagnosa – diagnosa yang
diambil dalam asuhan keperawatan peri operatif Ny.H dengan
lympadenopaty colli.
1. Ansietas b.d Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi
Intervensi :
a. Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat cemas.
b. Antarkan pasien ke kamar operasi dengan rileks
c. Anjurkan keluarga dan pasien selalu baca doa supaya operasinya
berjalan lancar.
d. Anjukan pasien Rileksasi Nafas Dalam
2. Resiko Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan
Intervensi :
a. Sesuaikan temperature kamar operasi
b. Lindungi area tubuh pasien di luar wilayah operasi.
c. Monitor suhu tubuh pasien
3. Resiko injury berhubungan dengan adanya faktor risiko kelemahan
fisik dari efek anestesi dan pemakaian alat penunjang operasi
Intervensi :
a. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
b. Amankan pasien diatas bad
c. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat.
d. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu.
e. Jaga ekstremitas pasien tidak jatuh diluar Bad
f. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
g. Pastikan semua perhisan yang berada ditubuh pasien agar dilepas
h. Pastikan kasa dan instrumen agar tidak tertinggal
i. Catat kasa , instrumen yang digunakan sebelum dan sesudah operasi

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 1997).
55

Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada Ny H terkait


dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Implementasi merupakan melaksanakan tindakan dari intervensi
yang telah dibuat dari diagnosa yang telah ditegakan. Dalam kasus ini,
semua implementasi dapat dilakukan dengan baik dan sesuai dengan teori
dibawah ini:
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar
sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 2015).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa
pertimbangan, antara lain:
a. Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari
suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
b. Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki,
penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural,
pengertian terhadap penyakit dan intervensi.
c. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
d. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih
parah serta upaya peningkatan kesehatan.
e. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi
kebutuhannnya.
f. Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang
dilakukan kepada klien.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian peoses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009).
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi,
perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan tetapi tahap ini merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data
perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan
56

dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi


dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada
tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif. (Nursalam, 2008).
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan, penulis
melakukan evaluasi akhir untuk masing – masing diagnosa. Beberapa
masalah belum bisa diatasi menyeluruh yaitu resiko perdarahan dan nyeri
yang tetap dioperkan kepada perawat ruangan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
57

Berdasarkan tinjauan teori, tinjauan kasus dan pembahasan dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil pengkajian Ny H, didapatkan data yang menunjang untuk


mengarah pada diagnosa limpadenopaty colli dengan data yang diperoleh
dari pengkajian dilakukan dengan pasien maupun keluarga pasien,
pengamatan langsung, membaca catatan medis, dan catatan keperawatan
serta kejasama dengan tim kesehatan lain yang bersangkutan dalam
pengelolaan.
2. Dalam literatur tidak semua diagnosa keperawatan di temukan dalam
kasus nyata dalam semua tahapan asuhan keperawatan perioperatif, hanya
ada beberapa diagnosa keperawatan yang muncul. Ini disesuaikan dengan
kondisi pasien saat pengkajian
3. Intervensi yang muncul tidak sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis
pada pengelolaan klien karena situasi dan kondisi klien serta situasi dan
kondisi kebijakan dari instansi rumah sakit.
4. Implementasi dapat di lakukan sesuai dengan intervensi yang
direncanakan selama 3 jam 30 menit saat pasien masuk ke ruang serah
terima kemudian di operasi dan diantar ke ruang pemulihan
5. Dalam evaluasi asuhan keperawatan, didapatkan beberapa masalah
keperawatan post operasi yang belum dapat teratasi sepenuhnya, sehingga
perlu segera di tindak lanjuti di ruang perawatan.
6. Dalam makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa terdapat
kesenjangan antara praktek dengan teori, seperti halnya asuhan
keperawatan perioperatif apendisitis yang dilakukan pada Ny. H dan
dalam asuhan keperawatan ini, tidak semua teori dapat di terapkan pada
kasus Ny.H , hal ini dikarenakan setiap manusia unik dan tidak semua
yang ada teori dapat dilakukan di kasus nyata.
B. Saran
58

Berdasarkan asuhan keperawatan perioperatif yang telah dilakukan pada


Ny H di RS Kartika Cibadak dan kesimpulan yang telah penulis susun seperti
diatas, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi RS Kartika Cibadak
Diharapkan mampu meningkatkan prosedur tetap mutu pelayanan
kesehatan khusunya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
perioperative
2. Bagi Tenaga Kesehatan (Perawat)
Diharapkan mampu memberikan asuhan keperwatan yang maksimal
dalam merawat pasien khususnya di ruang operasi dan di ruang rawat
inap khusus bedah. Seperti perlu adanya kerja sama dengan perawat
ruangan dalam persiapan pasien pre op, intra op, dan post op untuk
kelancaran selama proses asuhan keperawatan perioperatif.
3. Bagi Pasien dan keluarga
Diharapkan pasien dan keluarga dapat bekerja sama dan memberikan
kepercayaan penuh terhadap prosedur yang diberikan kepada pasien
untuk memperlancar proses tindakan / pengobatan yang akan
dilakukan.
Daftar Pustaka

Bazomore, & Smocker. (2011). Buku Ajar Penyakit Limfadenopati.


Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 νolume 2. Jakarta EGC
Hartono, A. (2017) . Asuhan Keperawatan perioperatif pada kasus
limfadenopati.
National Institute of Health (202l). U.S. National Library of
Medicine. Medline Plus.
Oehadian,A.,PendekatanDiagnostik Limfadenopati, Continuing
Medical Education,.2013
Pearce, A, Sylvia., Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit .
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2016
Padang, Katuuk, & Kallo. (2017). Perubahan Skala Nyeri Pada
Pasien Pre Operasi. E Journal Keperawatan (E_Kp), 5(Nomer l).
Diakses pada l9 juli 202l Pane, D. N.,
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1, Tim
Pokja SDKI DPP PPNI 2016
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1,
Cetakan 2, Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018
Standar Luaran Keperawatan Indonesi (SLKI) Edisi 1. Cetakan 2,
Tim Pokja SLKI DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai