H DENGAN
DIAGNOSA MEDIS LIMFADENOPATI COLLI DENGAN TINDAKAN BEDAH
LIMFADENOCTOMY DI RUANG KAMAR BEDAH
DI RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK
KABUPATEN SUKABUMI
Disusun Oleh :
SUKABUMI
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Presentasi Kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. H Dengan Diagnosa Medis
Limfadenopati Colli Tindakan Bedah Limfadenoctomy Di Ruang Kamar Bedah Di
Rumah Sakit Kartika Cibadak Kabupaten Sukabumi”.
Laporan ini tidak mungkin tersusun begitu saja tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis akan memberikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang sudah memberikan dukungan dan bimbingan
kepada kami. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Limfadenopati Colli (Limfadenoctomy)” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber. Laporan ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Presentasi Kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu mohon kiranya para pembaca memberikan kritik
dan saran yang bersifat kontruktif demi perbaikan laporan ini.
Akhirnya hanya kepada Aallah SWT penulis berharap dan mengembalikan
segala urusan hanya kepada-Nya, dan semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
dan khasanah ilmu bagi kita semua. Amin.
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
D. Metode Penulisan................................................................................................5
E. Sistematika Penulisan..........................................................................................5
1. Definisi……………………………………………………………………….6
2. Etiologi…...…………………………………………………………………..6
3. Patofisiologi………...………………………………………………………..6
4. Penyebaran penyakit infeksi…………………………………………...…….7
5. Rantai infeksi……………………………………………………………..…8
6. Manifestasi klinis………………………………………………..…………..9
7. Pencegahan infeksi…………………………………………………………10
8. Tahapan penyembuhan luka………………………………………………..11
9. Penatalaksanaan infeksi…………………………………………………….12
10. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka…………………………..13
B. Konsep Penyakit Lympadenopathy...................................................................15
ii
iii
2. Anatomi fisiologi…………………………………………………………..16
3. Fisiologi system limfatik…………………………………………………..19
4. Etiologi…………………………………………………………………….19
5. Klasifikasi………………………………………………………………….20
6. Patofisiologi………………………………………………………………..21
7. Pathway…………………………………………………………………….22
8. Manifestasi klinis…………………………………………………………..22
9. Komplikasi……………………………………………………….………...23
10. Pemeriksaan penunjang………………………………………………..….23
C. Konsep Limfadenoktomi...................................................................................24
1. Pengertian limfadenoktomi……………………………………………...….24
2. Macam-macam limfadenoktomi…………………………………………....24
3. Indikasi……………………………………………………………..……….25
4. Dampak…………………………………………………………………......25
D. Manajemen Asuhan Keperawatan.....................................................................26
1. Pengkajian keperawatan…………………………………………………….26
2. Riwayat kesehatan………………………………………………………….28
3. Diagnosa keperawatan……………………………………………………...29
4. Intervensi keperawatan……………………………………………………..29
5. Implementasi keperawatan…………………………………………………29
6. Evaluasi keperawatan………………………………………………………29
BAB III TINJAUAN KASUS.........................................................................................30
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Massa Regio Colli atau massa yang terdapat di leher merupakan temuan klinis
yang sering pada limfadenopati. Massa pada leher dapat terjadi pada pasien dari segala
kelompok usia. Evaluasi pasien dengan massa leher harus dimulai dengan anamnesis
yang cermat dan lengkap serta pemeriksaan kepala dan leher yang menyeluruh (Rani,
2019). Diagnosis klinis dari limfadenopati yang teraba sangat penting dan khusus untuk
membedakan antara lesi inflamasi atau tumor neoplastik primer atau metastasis (Rani
2019).Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) banyak 2 digunakan sebagai diagnosis awal
dan langsung pada kasus limfadenopati karena teknik diagnostik yang aman, mudah dan
cepat (Geetha dan Pavithra, 2018).
1
2
Alasan lain mengapa hal ini dapat terjadi apabila terdapat spesimen yang
memadai tetapi sel-sel yang diperoleh dalam sampel tidak memberikan diagnosis
yang spesifik. Diperlukan pengulangan FNAB apabila pasien memiliki tanda dan
gejala yang mengkhawatirkan untuk keganasan atau massa pada leher yang terjadi
persisten sebelum dilanjutkan ke diagnosis dengan metode biopsi terbuka
(Chorath dan Rajasekaran, 2021). Biopsi terbuka merupakan metode diagnosis
pasti untuk mendapatkan hasil.Metode ini disediakan sebagai skenario ketika
FNAB gagal memberikan diagnosis atau lebih jaringan diperlukan oleh ahli
patologi (Chorath dan Rajasekaran, 2021).
Biopsi jaringan digunakan sebagai metode diagnosis final atau gold standard
pemeriksaan limfadenopati colli (Dwianingsih dkk., 2020). Nilai diagnostik
FNAB yang bervariasi dalam banyak penelitian dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti kecukupan sampel, superinfeksi, fibrosis, informasi klinis dan
radiologi, 3 pengalaman ahli patologi dalam menafsirkan spesimen sitologi, serta
metode pewarnaan dapat mempengaruhi nilai diagnostik (Dwianingsih dkk.,
2020). Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mengevaluasi nilai diagnostik dari pemeriksaan FNA-B pada limfadenopati jinak
serta ganas di Rumah Sakit Kartika Cibadak
intervensi bedah, dimulai dari saat persiapan pembedahan ditentukan dan berakhir
sampai pasien berada di meja operasi (Kurniawan & Dwiantoro, 2018).
Intra oprasi yaitu tahap yang dimulai setelah pasien dipindahkan ke meja
oprasi dan berakhir ketika pasien di pindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas di
ruang operasi di fokuskan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-
masalah fisik yang menggangu pasien tanpa mengesampingkan psikologis pasien.
Post operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
(Anggraeni, 2016).
Pada periode pasca operasi, mulai dari perpindahan pasien dari kamar
operasi ke bagian pasca operasi dan berakhir saat pasien pulang, 3 berdasarkan
data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien yang menjalani operasi
meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Terdapat 140 juta pasien di
seluruh rumah sakit di seluruh dunia pada tahun 2017, namun data meningkat
sebesar 148 juta pada tahun 2018 dan Indonesia tercatat mencapai 1,2 juta pada
tahun 2017 (Herawati, 2018).
Pembedahan merupakan suatu tindakan medis dalam pelayanan kesehatan.
Tindakan pembedahan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah
kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat membahayakan nyawa (Haynes, 2010). Infeksi daerah
operasi (IDO) merupakan salah satu komplikasi pasca-bedah abdomen dan infeksi
nosokomial yang sering terjadi pada pasien bedah. Faktor risiko terjadinya IDO
antara lain kondisi pasien, prosedur operasi, jenis operasi, dan perawatan pasca
operasi (Kemenkes RI, 2011).
Risiko infeksi adalah rentan mengalami invasi multiaplikasi organisme
patogenik yang dapat mengganggu kesehatan. Risiko terhadap infeksi adalah
suatu keadaan dimana seseotrang individu berisiko terserang oleh agen patogenik
dan oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lainya) dari sumber
eksternal,sumber eksogen, dan endogen (Herdman,2012). Risiko infeksi
bertambah besar ketika organisme bersentuhan dengan bagian tubuh yang steril.
Walaupun hanya sedikit organisme yang masuk dapat menyebabkan penyakit
karena semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri atau mikroorganisme. Jadi
4
Risiko 4 Infeksi jika tidak ditangani dengan tepat dan benar akan membahayakan
pasien dan menyebabkan infeksi. (Kozier, 2010)
Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik (Kemenkes,2017).Infeksi luka
post operasi merupakan salah satu masalah utama dalam praktek pembedahan,
dan menghambat proses penyembuhan luka, sehingga menyebabkan lama hari
perawatan.Health-care Associated Infection (HAIs) merupakan infeksi yang
didapat pasien selama menjalani prosedur perawatan dan tindakan medis di
pelayanan kesehatan setelah ≥ 48 jam dan ≤ 30 hari setelah keluar dari fasilitas
pelayanan kesehatan. Health-care Associated Infection (HAIs) dapat
memperpanjang hari rawat pasien selama empat sampai lima hari dan bahkan bisa
menjadi penyebab kematian pada pasien. Salah satu jenis HAIs yang terjadi di
pelayanan kesehatan adalah Infeksi Daerah Operasi (IFIC,2011).
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
1. Memberikan pengalaman yang nyata kepada penulis dan para teman
sejawat dalam melakukan Asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
dengan tindakan Lympadenopaty di Ruang Operasi RS Kartika Cibadak.
b. Tujuan Khusus
1. Melakukan Pengkajian pada pasien Perioperatif dengan tindakan
Lympadenoktomy.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Perioperatif dengan
tindakan Lympadenoktomy.
3. Merumuskan intervensi keperawatan pada pasien perioperatif dengan
tindakan Lympadenoktomy.
4. Melakukan implementasi tindakan keperawatn pada pasien perioperatif
dengan tindakan Lympadenoktomy.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien perioperatif dengan
tindakan Lympadenoktomy.
6. Mampu membandingan antar konsep dengan kenyataan di lapangan
5
Adapun ruang lingkup penyusunan makalah kasus ini hanya terbatas pada
asuhan keperawatan Perioperatif dengan tindakan Lympadenoktomy.di ruang
operasi Rs Kartika Cibadak yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
impelentasi, dan evaluasi keperawatan dari mulai pasien masuk ke ruang serah
terima sampai pasien di pindahkan ke ruang perawatan yaitu tanggal 18 Januari
2023, dari mulai pasien masuk ke ruang serah terima jam 15.00 dan keluar
Recovery room jam 16.30.
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari 5 bab yaitu :
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Teori, yang terdiri dari Anatomi dan Fisiologi, Pengertian,
Etiologi, Patofisiologi, Gejala Klinis, Pemeriksaan Diagnostik, Komplikasi,
Penatalaksanaan Medis Diagnosa Keperawatan dan rencana Keperawatan
Bab III Tinjauan Kasus, yang terdiri dari Pengkajian, Data Fokus, Analisa Data,
Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
Bab IV Pembahasan, yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
Bab V Kesimpulan dan Saran
6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Infeksi adalah infasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit (Potter&Perry, 2015). Infeksi adalah
beberapa penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan organisme
patogenik dalam tubuh.
2. Etiologi
Menurut Kozier,2011 etiologi dari infeksi adalah :
a. Bakteri (jasad renik ataukuman).
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan
spesies bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia, dan
dapat hidup di dalam tubuhnya. Bakteri bisa masuk antara lain:
melalui udara, tanah, air, makanan, cairan, jaringan tubuh, dan
benda mati lainya.
b. Virus (kuman yang lebih kecil daripada bakteri)
Virus adalah parasit intrtasel obligat yang bergantung pada
perangkat metabolik sel untuk berkembangbiak.
c. Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok
parasit adalah: protozoa, cacing, dan arthropoda.
d. Fungsi
Fungsi terdiri dari ragi dan jamur.
3. Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth 2010 Patofisiologi dari infeksi
adalah: Terjadinya infeksi pasca operasi diakibatkan oleh infansi
bakteri atau mikroorganisme seperti staphylococcue aureus, escherhia
coli, proteus vulgaris, aerobacter aero-ganes dan organisme lainya ke
7
8
dalam sirkulasi darah melalui luka operasi. Infeksi pasca operasi yang sering
terjadi adalah :
a. Selulitis yaitu infeksi bakteri yang menyebar ke dalam bidang jaringan.
b. Limfangitis yaitu penyebaran infeksi dari selulitis atau abses ke sistem
limfatik.
c. Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan
pus.
aman untuk di konsumsi jika tidak, sebagai media perantara, air sangat
mudah menyebarkan mikroba patogen ke penjamu, melalui pintu masuk
saluran cerna atau yang lainya.
7) Air Borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara
yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi.
Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran penjamu dalam bentuk
dorplet nuclet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau bersin,
bicara atau bernafas, melalui mulut atau hidung. Sedangkan debu
merupakan partikel yang dapat terbang bersama partikel lantai atau tanah.
Penularan melalui udara ini umumnya sudah terjadi di dalam ruangan yang
tertutup seperti di dalam gedung, ruangan atau bangsal atau kamar
perawatan atau pada laboratorium klinik.
6. Rantai Infeksi
Menurut (Pancaningrum,2011) rantai infeksi (chain of infection) merupakan
rangkaian yang harus ada untuk menimulkan infeksi. Dalam melakukan
pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara
cermat rantai infeksi. Kejadian di fasilitas pelayanan kesehatan disebabkan oleh 6
komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan,
maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai
penularan infeksi, yaitu:
a. Agen infeksius
Agen infeksius adalah mikroorganisme residen kulit tidak virulen dan hanya
menyebabkan infeksi serius apabila prosedur infasif atau pembedahan
memungkinkan mereka masuk ke dalam jaringan.
b. Reservor
Reservor merupakan tempat kuman patogen yang mampu bertahan hidup,
tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak.
c. Portal keluar
Portal keluar merupakan pintu keluar mikroorganisme setelah menemukan
tempat untuk berkembang biak, portal keluar biasanya melalui kulit, membran
mukosa, traktus respiratorius, traktus produktif dan darah.
10
d. Cara penularan
Dapat secara kontak langsung, tidak langsung dan dorplet, udara (dorplet
nukleus), melalui peralatan yang terkontaminasi, makanan, maupun dengan
cara vektor seperti nyamuk, perpindahan mekanis eksternal (lalat)
e. Portal masuk
Mikroorganisme dapat masuk kedalam tubuh host yang baru dengan cara yang
sama ketika keluar seperti saat jarum yang terkontaminasi mengenai kulit
klien, kesalahan pemakaian balutan steril pada luka yang terbuka
memungkinkan patogen memasuki jaringan yang tidak terlindungi.
f. Pejamu
Penjamu atau host adalah orang yang di infeksi oleh mikroorganisme.
Seseorang yang terkena infeksi tergantung kerentanan terhadap agen infeksius.
7. Manifestasi Klinis
Menurut (Iqbal,2010) tanda-tanda terjadi nya infeksi yaitu:
a. Calor(Panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya
sebab terdapatlebih banyak daerah yang disalurkan ke area terkena
infeksi/fenomena panas lokal karena jaringan- jaringan tersebut sudah
mempunyai suhu inti dan hiperemia lokaltidak menimbulkan perubahan.
b. Dolor (RasaSakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan Ph localatau konsentrasi lokal
ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung saraf. Pengeluaran zat kima
tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya yang dapat
merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang menimbulkan rasa sakit.
c. Rubor(Kemerahan)
Apabila terjadi peradangan, hal pertama yang dapat dilihat yaitu dari
warnanya. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang
mensuplai daerah tersebut melebar,dengan demikian lebih banyak darah yang
mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler kapiler yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.
Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
11
d. Tumor(Pembengkakan)
Pembengkakanyang terjadi biasanya dikarenakan pengiriman cairan
dan sel-sel darisirkulasi darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel
yang tertimbun di daerah peradangan disebut dengan eksudat.
e. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan
sakit disertaisirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga
organ tersebut tergangggu dalam menjalankan fungsinya secara normal.
8. Pencegahan Infeksi
Menurut (Garrison 2013), pencegahan infeksi pada pasien yang mengalami
tindakan bedah elektif atau yang terluka merupakan hal terpenting yang perlu
diperhatikan untuk perawatan pasien yang berkualitas. Kebanyakan infeksi luka
operasi berkontak secara langsung normal yang ada pada pasien, oleh karena itu
persiapan kulit yang baik itu penting dilakukan sebelum tindakan operasi. Teknik
bedah yang baik juga sangat berperan penting dalam mengurangi infeksi luka
pasien yang baru melakukan tindakan operasi. Selain itu lingkungan operasi juga
berkontribusi terhadap terjadinya infeksi luka operasi dan prinsipnya harus steril.
Prinsip pencegahan infeksi luka operasi ada 2 cara yaitu :
a. Mengurangi faktor pasien yang menyebabkan infeksi.
b. Mencegah adanya transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, intrumen
dan pasien itu sendiri.
Hal diatas dilakukan sesuai dengan waktu pra operatif, intra operatif, dan
pasca operatif.
1) Pra operatif
Pada tahap Pra operatif, beberapa hal berikut ini mempengaruhi kejadian
infeksi luka operasi, yaitu :
a) Klasifikasi luka operasi
(1) Kelas I (bersih)
(2) Kelas II (bersih-terkontaminasi)
(3) Kelas III (terkontaminasi)
(4) Kelas IV (kotor atau terinfeksi)
b) Lama operasi
12
b. Menggunakan obat-obatan
1) Antibiotik (untuk menghilangkan bakteri) Antibiotik dibagi menjadi 2 :
a) Antibiotik jangka pendek yaitu dalam waktu 1-2 minggu.
b) Antibiotik jangka panjang yaitu dalam waktu 3-4 minggu
2) Pengobatan profilaktik dengan dosis rendah yaitu 1x sehari sebelum tidur
dalam waktu 3-6 bulan atau lebih ini merupakan pengobatan lanjut bila
ada komplikasi lebih lanjut.
11. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Menurut Perry potter (2011) hal yang mempengaruhi penyembuhan luka
diantaranya adalah :
a. Usia
Usia lansia dapat memperlambat penyembuhan luka karena pada lanjut usia
secara fisiologis semua organ tubuh mengalami penurunan fungsi seperti
perubahan vaskuler yang akan mengganggu sirkulasi darah ke area luka.
b. Malnutrisi
Malnutrisi akan memperlambat penyembuhan luka dan faktor terpenting untuk
penyembuhan luka karena kurangnya nutrisi akan menyebabkan sel-sel tidak
mampu bekerja maksimal karena stres pada luka atau trauma yang parah akan
meningkatkan kebutuhan nutrisi.
c. Obesitas
Jaringan lemak yang banyak pada orang obesitas akan menyebabkan jaringan
lemak kekurangan suplay darah untuk melawan bakteri dan mengirim nutrisi
secara elemen selular yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka,
sehinggan menyebabkan penyembuhan luka terganggu.
d. Gangguan oksigenasi
Tekanan oksigen arteri yang rendah akan mengganggu sintesis kolagen dan
pembentukan sel epitel sehingga serabut kolagen dan fibril tidak terbentuk
sempurna dan sel epitel tidak dapat melapisi semua permukaan kulit yang
mengakibatkan penundaan penutupan luka. Jika sirkulasi lokal aliran darah
buruk maka jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan, sehingga
menyebabkan jaringan luka mengalmi nekrosis, penurunan Hb dalam darah
atau anemia akan mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler
mengganggu perbaikan jaringan.
15
e. Merokok
Merokok dapat mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah sehingga
menurunkan oksigenasi jaringan, merokok juga dapat mengganggu
mekanisme sel normal yang dapat meningkatkan pelepasan oksigen ke dalam
jaringan sehingga proses peneyembuhan luka akan terganggu.
f. Obat-obatan
Obat golongan steroid dapat menyebabkan penurunan respon inflamasi dan
memperlambat sintesis kolagen sehingga menyebabkan gangguan pada proses
penyembuhan luka.
g. Penyakit kronis
Penyakit kronik menyebabkan timbulnya penyakit pembuluh darah kecil yang
mengganggu perfusi jaringan.
h. Radiasi
Proses pembentukan jaringan perut vaskuler dan fibrosa akan terjadi pada
jaringan kulit yang tidak teradiasi sedangka pada jaringan yang terkena radiasi
menyebabkan jaringan mudah rusak dan kekurangan oksigen yang akan
menyebabkan perlambatan pada proses penyembuhan luka.
2. Anatomi Fisiologis
Definisi jaringan limfatik (atau yang sering disebut jaringan limfoid) adalah
jaringan penyambung retikuler yang diinfiltrasi oleh limfosit. Jaringan limfoid ini
terdistribusi luas di seluruh tubuh baik sebagai organ limfoid ataupun sebagai
kumpulan limfosit difus dan padat. Organ limfoid sendiri merupakan massa atau
sekumpulan jaringan limfoid yang dikelilingi oleh kapsul jaringan penyambung
atau dilapisi oleh epitelium. (Wardhani, 2011).
Secara garis besar sistem limfatik tubuh dapat dibagi atas sistem konduksi,
jaringan limfoid dan organ limfoid. Sistem konduksi mentransportasi limfe dan
terdiri atas pembuluh pembuluh tubuler yaitu pembuluh limfe, kelenjar limfe atau
nodus limfe, saluran limfe, jaringan limfoid dan organ limfoid. Hampir semua
jaringan tubuh memiliki pembuluh atau saluran limfe yang mengalirkan cairan
dari ruang interstisial. (Pearce, 2016).
1) Pembuluh limfe
Semakin ke dalam ukuran pembuluh limfe makin besar dan berlokasi
dekat dengan vena. Seperti vena, pembuluh limfe memiliki katup yang
mencegah terjadinya aliran balik. Protein yang dipindahkan dari ruang
interstisial tidak dapat direabsorbsi dengan cara lain. Protein dapat memasuki
kapiler limfe tanpa hambatan karena struktur khusus pada kapiler limfe
tersebut, di mana pada ujung kapiler hanya tersusun atas selapis sel-sel endotel
dengan susunan pola saling bertumpang sedemikian rupa seperti atap sehingga
tepi yang menutup tersebut bebas membuka ke dalam membentuk katup kecil
yang membuka ke dalam kapiler. Otot polos di dinding pembuluh limfe
menyebabkan kontraksi beraturan guna membantu pengaliran limfe menuju ke
duktus torasikus.
2) Kelenjar limfe atau nodus limfe
Kelenjar limfe atau nodus limfe berbentuk kecil lonjong atau seperti
kacang dan terdapat di sempanjang pemnuluh limfe. Kerjanya sebagai
penyaring dan dijumpai di tempat-tempat terbentuknya limfosit. Kelompok-
kelompok utama terdapat di dalam leher, aksila, toraks, abdomen dan lipat
paha.
3) Saluran limfe
Struktur pembuluh limfe serupa vena kecil, tetapi memiliki lebih
banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti rangkaian merjan.
17
Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih besar dari pada
kapiler darah dan terdiri atas selapis endothelium. Pembuluh limfe bermula
sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga - rongga
limfe di dalam jaringan berbagai organ. Sejenis pembuluh limfe khusus
disebut lakteal (kilus) dijumpai dalam vili usus kecil. Terdapat dua batang
saluran limfe yang utama yaitu ductus torasikus dan batang saluran kanan.
(Pearce, 2016):
Duktus toraksikus bermula sebagai reseptakulum kili atau sisternakili
di depan vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan
torak menyimpang ke sebelah kiri kolumna vertebralis, kemudian bersatu
dengan vena - vena besar di sebelah bawah kiri leher dan menuangkan isinya
ke dalam vena - vena itu.
Ductus toraksikus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh,
kecuali dari bagian yang menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang
saluran kanan). Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan
mengumpulkan limfe dari sebelah kanan kepala dan leher, lengan kanan dan
dada sebelah kanan dan menuangkan isinya ke dalam vena yang berada di
sebelah bawah kanan leher. Pada waktu infeksi, pembuluh limfe dan kelenjar
dapat meradang. Pembengkakan kelenjar yang sakit tampak ketiak atau lipat
paha jika sebuah jari tangan atau jari kaki terkena infeksi.
4) Jaringan limfoid
Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang
mempunyai ukuran dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya lebih besar,
panjangnya berkisar 10 - 20 mm dan mempunyai kapsul; sedangkan nodulus
panjangnya antara sepersekian milimeter sampai beberapa milimeter dan tidak
mempunyai kapsul. Dalam tubuh manusia terdapat ratusan nodus limfoid ini
(kelenjar limfe atau kelenjar getah bening) yang tersebar dengan ukuran antara
sebesar kepala peniti hingga biji kacang. Meskipun ukuran kelenjar-kelenjar
ini dapat membesar atau mengecil sepanjang umur manusia, tiap kelenjar yang
rusak atau hancur tidak akan beregenerasi. Jaringan limfoid berfungsi sebagai
sistem kekebalan tubuh yang bertugas untuk menyerang infeksi dan
menyaring cairan limfe (atau cairan getah bening).
18
5) Organ limfoid
timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul
setelah usia dewasa.
Pada kelainan ini benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian
kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran
benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis.
5. Klasifikasi
1) Limfadenopati daerah kepala dan leher Kelenjar getah bening servikal teraba
pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa.
Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi pada anak, umumnya
berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal,
cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan
penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan
oleh keganasan. Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi
dalam beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas
untuk limfadenopati akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus. Kelenjar
getah bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampa
beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifi kan
merupakan petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau
Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease). Kelenjar getah bening
servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok
menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula.
Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.
2) Limfadenopati epitroklear Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu
patologis. Penyebab nya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan,
limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.
3) Limfadenopati aksila Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh
infeksi atau jejas pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering
bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat
teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi
sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening
21
limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam
pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran
limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga
bertambah dengan cara yang sama. Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan
melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi
pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari
eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa
oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam
tubuh. Dengan cara ini, misalnya agen-agen yang dapat menular dan menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang beregerak menuju dalam tubuh.
(Pearce, 2016).
7. Pathway
8.
Manifestasi klinis
Limfadenopati menimbulkan gejala berupa pembengkakan atau pembesaran
kelenjar getah bening. Pembengkakan tersebut dapat diketahui dengan munculnya
benjolan di bawah kulit, yang bisa terasa nyeri atau pun tidak. Selain
benjolan, penderita
23
limfadenopati juga dapat merasakan gejala lain. Gejala lain yang muncul dapat
berbeda- beda, tergantung penyebab, lokasi pembengkakan kelenjar getah bening,
dan kondisi pasien. Di antaranya adalah:
1) Lemas
2) Demam
3) Berkeringat ketika malam
4) Berat badan turun
5) Pegal dan Nyeri sendi
6) Sakit Kepala
7) Mudah Lelah
8) Batuk atau Sesak
9) Ruam Kulit
9. Komplikasi
Limfadenopati dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika limfadenopati
terdapat pada mediastinal, hal ini dapat menyebabkan vena cava superior
syndrome dengan obstruksi dari aliran darah, bronchi atau obstruksi trachea. Bila
limfadenopati pada abdominal (perut) dapat menyebabkan konstipasi dan
obstruksi intestinal yang dapat mengancam kesehatan. Limfadenopati yang
disebabkan oleh keganasan dapat mengganggu metabolism tubuh yang
menyebabkan nephropathy, hyperkalemia, hypocalcemia dan gagal ginjal.
(Oktarizal, 2019).
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya yaitu :
1) Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat
kemungkinan infeksi atau keganasan darah. Laju Endap Darah, dilakukan
untuk melihat adanya tanda inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis),penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi.
2) Kultur Darah Kultur darah dilakukan untuk melihat adanya penyebab
infeksi dengan bakteri yang spesifik.
3) Ultrasonography (USG) USG merupakan salah satu teknik yang dapat
dipakai untuk mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG
untuk mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular,
nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi. USG dapat dikombinasi
dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati
24
C. Konsep Limfadenoktomi
1. Pengertian limfadenoktomi
Limfadenektomi adalah prosedur pembedahan dimana kelenjar getah being
diangkat dan sampel jaringan diperiksa dibawah mikroskop untuk tanda-tana
apakah adanya kanker. (NCI Dictionary of Cancer Terms). Limfadenektomi
adalah pengangkatan semua jaringan lemak limfatik dari daerah yang diperkirakan
akan meningkatkan insiden metastasis nodul. Tapi pengangkatan kelenjar getah
bening yang lebih banyak akan meningkatkan resiko komplikasi pasca-operasi.
(Bruner & Suddarth 2013).
Limfadenektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau surgical staging
untuk mengangkat kelenjar getah bening. Ada dau jenis tindakan limfadenektomi,
yaitu Limfadenektomi selektif (sampling lymphadenectomy/selective
lymphadenectomy) yaitu tindakan yang hanya mengangkat kelenjar getah bening
yang membesar saja dan Limfadenektomi sistematis (systematic
lymphadenectomy) yaitu mengangkat semua kelenjar getah bening pelvis dan
para-aorta (Bruner & Suddarth 2013)
2. Macam-Macam Limfadenektomi
Menurut NCI Dictionary of Cancer Terms limfadenektomi dibagi menjadi dua
yaitu :
1) Limfadenektomi regional yaitu beberapa kelenjar getah bening di daerah
tumor diangkat.
2) Limfadenektomi radikal yaitu sebagian besar atau semua kelenjar getah
bening di daerah tumor diangkat
25
3. Indikasi
Limfadenektomi biasanya dilakukan karena banyak jenis kanker memiliki
kecenderungan yang nyata untuk menghasilkan metastasis kelenjar getah bening.
Terutama berlaku untuk melanoma, kanker kepala dan leher, kanker tiroid, kanker
payudara, kanker paru-paru kanker lambung dan kanker kolorektal. (Bruner &
Suddarth 2013).
4. Dampak
1) Sistem pernafasan Terjadi perubahan dan frekuensi pernapasan menjadi lebih
cepat akibat nyeri, penurunan ekspansi paru
2) Sistem kardiovaskuler Post operasi dapat terjadi kenaikan tekanan darah,
peningkatan frekuensi nadi, anemis, dan pucat jika klien mengalami syok
(Bruner & Suddarth 2013).
26
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengumpulan data
dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020). Pengkajian adalah fase pertama
proses keperawatan, Data yang dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) :
a) Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Menjelaskan mengenai keluhan utama yang pertama kali klien rasakan
seperti nyeri tekan, demam, kelelahan atau berkeringat malam hari.
Dituliskan juga penanganan yang pernah dilakukan dan penanganan
pertama yang diberikan saat masuk rumah sakit.
27
Hal yang perlu dikaji dalam nutrisi antara lain : jenis makanan dan
minuman, porsi yang dihabiskan, keluhan mual dan muntah, lokasi
nyeri, nafsu makan. perawat juga harus memperhatikan adanya
perubahan pola makan sebelum dan saat sakit, penurunan turgor kulit,
berkeringat, dan penurunan berat badan.
(b) Pola eliminasi
Pada klien dengan limfadenopati biasanya cenderung mengalami
peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga terjadi
retensi urine.
(c) Pola istirahat
Pada klien dengan limfadenopati cenderung mengalami penurunan
kualitas tidur dikarenakan adanya gejala konstitusional seperti
berkeringat malam hari.
(d) Personal hygine
Kebersihan pada klien dengan limfadenopati biasanya masih terjaga
kebersihannya terkecuali jika sudah mengalami keganasan atau infeksi
yang non spesifik seperti tuberculosis, limfoma dan penyakit vascular
kolagen.
(e) Aktivitas
Pada klien dengan limfadenopati biasanya tidak terbatas.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa pre operasi diagnosa keperawatan yang sering muncul pada fase pre
operasi menurut SDKI (2018) adalah sebagai berikut: Ansietas berhubungan
dengan Krisis Situasional (D.0080.hal 180), Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencidera fisiologis (D.0077. Hal:172).
2) Diagnosa keperawatan pada fase intra operasi yang sering muncul menurut
SDKI (2018) adalah sebagai berikut : Risiko perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan (D.0012.hal 42), Risiko hipotermi berhubungan dengan
suhu lingkungan rendah (D.0140. hal 302), Risiko injury berhubungan dengan
adanya factor risiko kelemahan fisik dari efek anestesi dan pemakaian alat
penunjang operasi (D. 0137)
3) Diagnosa Post Operasi diagnosa keperawatan yang sering muncul pada fase
post operasi menurut SDKI (2018) adalah sebagai berikut: Risiko cedera atau
jatuh b.d kondisi luka post operasi (D. 0137))
29
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah sebagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam
usaha membantu, meningkatkan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi
kebutuhan klien ( Setiadi, 2014).
Penetapan tujuan menegakkan kerangka kerja untuk rencana asuhan
keperawatan. Melalui tujuan, perawat mampu untuk memberikan asuhan yang
berkesinambungan dan meningkatkan penggunaan waktu serta sumber yang
optimal.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya (Harahap, 2019).
BAB III
TINJAUAN KASUS
30
31
Pendidikan : SMA
b. Keluhan Utama
Klien mengatakan cemas
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan cemas terkait tindakan operasi karena ada benjolan
di leher sebelah kanan kurang lebih 1 tahun. Pasien tampak cemas. Pasien
tampak gelisah. Pasien akan di operasi. Pasien baru pertama kali operasi.
Skala Hars Pengkajian 17 (cemas sedang)
2) Riwayat penyakit keluarga
Pasien dan keluarga juga mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama seperti yang sekarang di alami oleh pasien. Maupun penyakit lain seperti
hipertensi, diabetes dan lain – lain
d. Pemeriksaan Fisik
1) KU : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) TD : 110/70 mmHg
N : 102 x/m
S : 36 ,70C
RR : 21x/mnt
4) BB dahulu : 58 kg TB : 157 cm
IMT : BB = 58 = 58 = 58 = 23,5
(TB)² (157)² (1,57)² (2,464)
Intepretasi :
Nilai IMT Status Gizi Klasifikasi
<17,0 Gizi Kurang Sangat Kurus
17,0-18,4 Gizi Kurang Kurus
18,5-25,0 Gizi Baik Ideal
32
f. Integumen
Warna kulit sawo matang, turgor kulit bagus, tidak ada odema, dan tidak ada
nyeri tekan
g. Ekstermitas
Gerak bebas, kekuatan penuh, tidak ada kelemahan ekstermitas.
PENGKAJIAN TINGKAT KECEMASAN
HARS (HAMILTON ANXIETY RATING SCALE)
No Komponen 0 1 2 3 4
1. Perasaan Cemas : cemas, takut, mudah tersinggung,
V
firasat buruk
2. Ketegangan : lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah,
V
mudah terkejut, mudah menangis,
3 Ketakutan pada : gelap, ditinggal sendiri, orang asing,
binatang besar, keramaian lalulintas, kerumunan orang V
banyak.
4 Gangguan tidur : sukar tidur, terbangun malam hari,
tidak puas, bangun lesu, sering mimpi buruk, mimpi V
menakutkan.
5 Gangguan kecerdasan : daya ingat buruk, sulit
V
konsentrasi, penurunan daya ingat.
6. Perasaan depresi : kehilangan minat, sedih, bangun dini
hari, berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan V
berubah sepanjang hari.
7 Gejala somatic (otot) : nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi
gemeretak, suara tidak stabil. V
Keterangan Skor
Skor 0 : Tidak ada gejala
Skor 1 : Ringan atau ada satu dari gejala
Skor 2 : Sedang ( satu atau dua dari gejala yang ada )
Skor 3 : Berat atau lebih dari dua gejala yang ada
Skor 4 : Sangat berat (semua gejala)
Derajat Cemas :
<6 : tidak ada kecemasan
7-14 : kecemasan ringan
15-27 : kecemasan sedang
>27 : kecemasan berat
kesimpulan : klien mengalami kecemasan sedang
e. Data Penunjang
1) Laboratorium Darah (Tgl 18-01-2023 Jam 08.33 WIB)
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Hemoglobin 13.0 12.0-14.0 g/dl
Leukosit 9.600 4.500-11.000 /mm3
Trombosit 255.000 150.000-350.000 /mm3
Hematokrit 36.4 36-46 %
GDS 73 70-180 mg/dl
HBsAg Nonreaktif Nonreaktif -
Masa Pendarahan 1 menit 0-3 menit
Masa Pembekuan 7 menit 5-11 menit
2) Persiapan anastesi
Pasien mengatakan sudah puasa dari jam 08.00(6 jam sebelum operasi)
Pasien dan keluarga sudah mengetahui dan menyetujui di lakukan anastesi
spinal dan sudah di tandatangani dalam SIA atau surat persetujuan
anastesi.
Status Fisik ASA : ASA I
DO :
Pasien tampak cemas
Pasien tampak gelisah
Pasien akan di operasi
Skor HARS 17 (kecemasan
sedang)
TD 110/70
36
N 102x/m
RR 21x/m
S 36,7
Benang
10.
PGA 2.0 Tapper Cut 100 cm
1
11. Dispo Elektro Surgical 1
12. Pendispo 1
40
h. Persiapan klien
1) Circulating nurse melakukan serah terima (hand over) klien dengan perawat
bangsal (konfirmasi identitas klien, prosedur operasi, informed consent bedah,
informed consent anestesi dan riwayat penyakit)
2) Circulating nurse melakukan SIGN IN yang meliputi : konfirmasi ulang
identitas klien (nama, umur, RM, tanggal lahir yang dicocokkan dengan gelang
identitas klien) perawat memastikan klien mengetahui tindakan operasi yang
akan dilakukan, perawat menanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi
makanan atau obat atau tidak, kemudian perawat menanyakan kepada dokter
anestesi apakah alat anestesi dan mesin anestesi sudah siap digunakan.
3) Memindahkan klien ke kamar operasi 1
4) Pasien dilakukan general anestesi
5) Mengatur posisi klien supinasi
6) Memasang monitor, saturasi dan spignomanometer
7) Pakaian klien di buka sebagian untuk mengekspos area operasi
8) Memasang negative plate yang sudah diberikan jelly pada kaki kanan klien di
41
3 DS : Prosedur Resiko
Pasien mengatakan dingin pada saat pembedahan Hipotermi
masuk ke ruang operasi (D.0140)
DO : Pasien berada di
TTV kamar operasi
TD : 100/70 mmHg, dengan
Nadi : 76 x/menit, suhu ruang kamar
RR : 20 x/menit, operasi 21°C
S : 35,7oC.
Suhu ruangan 21°C Paparan dingin dari
Terpasang draping dan adanya lokasi ruangan, cairan
operasi yang terbuka infus yang dingin
44
B. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan.
2) Resiko injury berhubungan dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dari efek
anestesi dan pemakaian alat penunjang operasi.
45
3. Intervensi Intraoperatif
No Diagnosa Tujuan Intervensi Nama
/TTD
1 Resiko Hipotermi berhubungan Selama dilakukan tindakan operasi 1x30 Management Hipotermi (I.14507) Santi
dengan suhu lingkungan menit, diharapkan tidak terjadi penurunan
suhu tubuh pada pasien dengan kriteria 1. Sesuaikan temperature kamar
hasil: operasi
2. Lindungi area tubuh pasien di
Termoregulasi (0800) luar wilayah operasi.
1. Pasien tidak kedinginan dengan suhu 3. Monitor suhu tubuh pasien
36,5-37,5
2. Pasien tidak menggigil
3. Tidak terdapat penurunan suhu tubuh
2 Resiko injury berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan operasi 1x 30 Manajemen Keselamatan Santi
adanya faktor risiko kelemahan fisik menit, diharapkan tidak terjadi injury pada Lingkungan (I.14513)
dari efek anestesi dan pemakaian alat pasien dengan kriteria hasil:
penunjang operasi Kontrol Resiko (1902) 1. Atur posisi pasien dalam posisi
1. Pasien terbebas dari cedera yang nyaman.
2. Tidak ada cedera lain diluar operasi 2. Amankan pasien diatas bad
3. Tidak ada gangguan neuromuskuler 3. Jaga pernafasan dan sirkulasi
4. Tidak ada luka bakar dalam vaskuler pasien tetap adekuat.
penggunaan kotter dalam tubuh pasien 4. Hindari tekanan pada dada atau
bagain tubuh tertentu.
5. Jaga ekstremitas pasien tidak
46
Pukul 14.31-15.00WIB
3. Memastikan keseimbangan cairan
parenteral
48
Catatan Perkembangan
No Tanggal/ Waktu Catatan Perkembangan TTD
2 18/01/2023 S:
15.06 O :-. Posisi pasien aman
15.07
Kesadaran pasien teranastesi umum
Efek anestesi belum habis
Luka jahitan ± 10 cm
Luka jahitan ditutup oleh kassa steril, dan hypafix
15.08
Tidak ada rembesan
15.10
15.12
A : Injury tidak terjadi selama operasi.
15.13
15.15 P : Intervensi 3,5 lanjutkan.
I : 1. Mengamankan pasien diatas bad
2, Jaga ekstremitas pasien tidak jatuh diluar Bad
E : Resiko Injuri (-)
R : Observasi resiko injuri.
56
14.30 - - -
14.45 RL 250 - -
Jumlah 500 cc 5 cc
DO :
Pasien baring ditempat
tidur
Pasien tampak lemah
Kesadaran compos
mentis E:4 M:6 V:5
Tanda vital:
TD: 100/72 mmHg,
Nadi: 75 X/menit,
RR: 20 X/menit,
S: 36.0 oC.
saturasi oksigen : 100%
dengan O2
Aldrete score : 8
b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Jatuh berhubungan dengan kondisi post operasi
tempat tidur
4. Menyediakan
tempat tidur yang
aman dan nyaman
5. Pindahkan barang
barang yang dapat
membahayakan
6. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit
Catatan Perkembangan
52
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam
proses perawatan. Pengkajian ini melalui pengkajian pola fungsional
53
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan merupakan suatu keputusan klinik yang
diberikan kepada pasien mengenai respon individu untuk menjaga
peningkatan kesehatan, status, dan mencegah serta merubah. (NANDA,
2018). Berdasarkan hal tersebut penulis dalam kasus asuhan keperawatan
perioperative pada pasien lympadenopaty colli menegakan beberapa
diagnose keperawatan dalam pre operasi, intra operasi, dan post operasi.
Pada saat Pre operasi, diagnose keperawatan yang diambil ada 1
diagnosa yaitu ansietas.
Pada saat intra operasi, berdasarkan data pengkajian yang
diperoleh, penulis menegakkan diagnose yang pertama, yaitu resiko
cedera, dan resiko hipotermi. Kedua diagnose ini penulis angkat karena
pada saat pengkajian didapat data pasien, pasien dilakukan tindakan
lympadenectomy dengan suhu ruangan 210 C dengan kelembapan 54%
bersifat resiko, artinya harus selalu dilakukan asuhan keperawatan yang
sesuai agar tidak terjadi hipotermi pada pasien mengingat harus adanya
kestabilan suhu ruangan dan suhu tubuh pasien di kamar operasi. Selain itu
keamanan dan kenyamanan posisi pasien dan kelengkapan alat agar tidak
terjadi cedera dalam keadaan bius. Karena itu perlu nya di angkat diagnose
tersebut agar tidak sampai terjadi.
54
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut UU perawat No. 38 Th. 2014, perencanaan merupakan
semua rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang diberikan kepada pasien. Perencanaan menurut Nanda
(2013) pada kasus asuhan keperawatan perioperative pada pasien
lympadenopati dilakukan perdiagnosa. Perencanaan yang dibuat berpatok
pada NANDA, NIC, dan NOC. Berikut ini diagnosa – diagnosa yang
diambil dalam asuhan keperawatan peri operatif Ny.H dengan
lympadenopaty colli.
1. Ansietas b.d Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi
Intervensi :
a. Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat cemas.
b. Antarkan pasien ke kamar operasi dengan rileks
c. Anjurkan keluarga dan pasien selalu baca doa supaya operasinya
berjalan lancar.
d. Anjukan pasien Rileksasi Nafas Dalam
2. Resiko Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan
Intervensi :
a. Sesuaikan temperature kamar operasi
b. Lindungi area tubuh pasien di luar wilayah operasi.
c. Monitor suhu tubuh pasien
3. Resiko injury berhubungan dengan adanya faktor risiko kelemahan
fisik dari efek anestesi dan pemakaian alat penunjang operasi
Intervensi :
a. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
b. Amankan pasien diatas bad
c. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat.
d. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu.
e. Jaga ekstremitas pasien tidak jatuh diluar Bad
f. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
g. Pastikan semua perhisan yang berada ditubuh pasien agar dilepas
h. Pastikan kasa dan instrumen agar tidak tertinggal
i. Catat kasa , instrumen yang digunakan sebelum dan sesudah operasi
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 1997).
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
57