Anda di halaman 1dari 10

REVIEW ARTIKEL TOPONOMI DAERAH TAPAL KUDA (KAJIAN

SEMANTIK)
Devi Nursa’adah (190110201006)
Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember
Jalan Kalimantan No.37, Tegal Boto Sumbersari, Jember
Telepon 0331 337188, Faks 0331 332738
devinurs2828@gmail.com
2022

Abstrak
Semantik merupakan ilmu yang mengkaji tentang hubungan tanda atau lambang antar
linguistik. Semantik merupakan anak cabang ilmu linguistik. Dalam ilmu semantik terdapat
sub bab materi tentang toponimi. Toponimi sendiri memiliki definisi sebagai ilmu yang
mempelajari penamaan suatu tempat. Artikel ini bertujuan untuk mereview penelitian milik
Agus Mursidi, Dhalia Soetopo, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI
Banyuwangi dan artikel Penamaan Desa Dan Dusun Di Kecamatan Wringin Kabupaten
Bondowoso (Kajian Etimologi Dan Semantik) milik Esi Emalisa, Kusnadi, Ali Badrudin.
Dalam artikel tersebut penulis meneliti tentang asal-usul penamaan Banyuwangi, Singojuruh,
Rogojampi dan penamaan desa di kabupaten Bondowoso. Pada penelitiannya para penulis
menggunakan metode deskriptif, pengambilan dilakukan dengan cara wawancara terhadap 3
narasumber dan fakta serta fenomena yang ada.
Kata kunci : Semantik, Toponimi, Desa

Abstract
Semantics is the study of the relationship of signs or symbols between linguistics. Semantics
is a branch of linguistics. In semantics there is a sub-chapter of material on toponymy.
Toponymy itself has a definition as the study of naming a place. This article aims to review
the research of Agus Mursidi, Dhalia Soetopo, Faculty of Teacher Training and Education,
PGRI Banyuwangi University and the article Naming Villages and Hamlets in Wringin
District, Bondowoso Regency (Etymology and Semantic Studies) belonging to Esi Emalisa,
Kusnadi, Ali Badrudin. In this article, the author examines the origins of the naming of
Banyuwangi, Singojuruh, Rogojampi and the naming of villages in Bondowoso district. In his
research the authors used a descriptive method, the retrieval was done by interviewing 3
sources and the facts and phenomena that existed.
Key word : Semantics, Toponym, Village

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa tidak hanya sekedar alat komunikasi manusia namun bahasa juga merupakan
satu instrumen untuk melakukan tindakan-tindakan, tindakan yang dapat mempengaruhi
lawan tutur bicara dan pendengar, bahasa memiliki kuasa dan kekuatan. Anderson (dalam
Tarigan, 2015:2-3) mengemukakan bahwa terdapat delapan prinsip dasar dalam bahasa yaitu:
bahasa merupakan suatu sistem, bahasa merupakan vokal (bunyi ujaran), bahasa tersusun dari
lambang-lambang mana suka (arbitary symbols), setiap bahasa bersifat unik dan bersifat
khas, bahasa terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan, bahasa merupakan alat komunikasi, bahasa
berhubungan erat dengan budaya tempatnya berada, dan bahasa dapat berubah-ubah
(Anderson, 1972:35-6). Dalam kehidupan bersosial kita tidak pernah lepas dengan bahasa,
setiap negara memiliki bahasa sebagai identitas mereka. Bahasa tersebut yang menjadi
pengatar bagi manusia memahami suatu makna, lambang, simbol, sandi, maupun kode.
Dalam linguistik terdapat anak cabang ilmu yang mempelajari mengenai makna suatu
lambang yaitu ilmu semantik. Di dalam ilmu semantik terdapat sub bab ilmu yang khusus
mengkaji tentang penamaan suatu tempat yaitu toponimi. Toponimi merupakan bidang
keilmuan dalam semantik yang khusus membahas mengenai asal-usul penamaan nama
tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari permukaan bumi, termasuk yang bersifat alam
yang buatan. Toponimi berkaitan dengan bidang etnologi dan kebudayaan.
Berdasarkan latar belakang di atas tujuan penulis memilih artikel milik Agus Mursidi,
Dhalia Soetopo, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Banyuwangi dan
artikel Penamaan Desa Dan Dusun Di Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso (Kajian
Etimologi Dan Semantik) milik Esi Emalisa, Kusnadi, Ali Badrudin untuk di review adalah
untuk mengetahui asal-usul penamaan atau toponimi yang ada di daerah tapal kuda.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa rumusan
masalah pada penulisan ini yaitu bagaimana asal-usul penamaan didaerah tapal kuda.

3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan tujuan artikel ini yaitu untuk
mereview dan mengetahui asal-usul penamaan didaerah tapal kuda.
4. Manfaat penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas dapat disimpulkan manfaat dari penulisan ini
antara lain :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baru dalam dunia penulisan
khususnya kajian semantik dalam menganalisis asal-usul penamaan pada suatu
tempat.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru untuk penulis
menganalisis semantik.
3. Sebagai bahan referensi bacaan.

METODE PENELITIAN
Secara umum metode penelitian memiliki banyak definisi, jika di kerucutkan Muhammad
Nasir memaknai metode penelitian sebagai hal yang terpenting bagi seorang peneliti untuk
mencapai tujuan, serta untuk menemukan jawaban dari masalah yang di ajukan. Pada review
artikel kali ini penulis menggunakan metode deskriptif. Tahapan yang digunakan dalam
metode penelitian ini adalah (1) tahap penyiapan data, (2) tahap klasifikasi data (analisis) dan
(3) tahap penyajian hasil analisis data.
1) Tahap Penyediaan Data
Menurut Sudaryanto (2015:6) menyatakan bahwa tahapan penyediaan data
merupakan sebuah upaya peneliti untuk menyediakan atau mengumpulkan data sesuai
kebutuhan. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dengan cara mencari data di
internet (google schoolar). Data yang didapatkan berupa artikel milik Agus Mursidi,
Dhalia Soetopo, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI
Banyuwangi dan artikel Penamaan Desa Dan Dusun Di Kecamatan Wringin
Kabupaten Bondowoso (Kajian Etimologi Dan Semantik) milik Esi Emalisa, Kusnadi,
Ali Badrudin.
2) Tahap Klasifikasi Data (analisis)
Klasifikasi data merupakan kegiatan memisahkan atau menyortir data yang heterogen
ke dalam kelompok data yang homogen, sehingga sifat-sifat data yang menonjol
mudah dilihat, atau dengan mudahnya kita dapat mengartikan bahwa klasifikasi data
adalah tahap pilah memilah berdasarkan jenisnya. Berdasarkan jenis data yang telah
didapat oleh penulis, artikel ini menggunakan data kualitatif yaitu, data yang ada pada
artikel milik Agus Mursidi, Dhalia Soetopo, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas PGRI Banyuwangi dan artikel Penamaan Desa Dan Dusun Di Kecamatan
Wringin Kabupaten Bondowoso (Kajian Etimologi Dan Semantik) milik Esi Emalisa,
Kusnadi, Ali Badrudin.
3) Tahap Penyajian Hasil Analisis Data
Tahap penyajian hasil analisis data pada artikel ini dijabarkan secara formal dan
informal. Penyajian hasil analisis data secara formal dihasilkan dengan cara analisis
data berupa perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 2015: 145).
Sedangkan penyajian hasil analisis data secara informal merupakan penyajian hasil
analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa atau sederhana (Sudaryanto, 2015:
145). Artikel ini dideskripsikan dalam bentuk kata dan analisis berupa kalimat sesuai
dengan hasil analisis yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Asal-usul Banyuwangi
Dari artikel toponomi Kecamatan Banyuwangi, Singojuruh, dan Rogojampi diceritakan
bahwa asal mula nama Banyuwangi terbentuk dari sebuah cerita legenda Sidopekso of
Sritanjung, masyarakat setempat yang mempercayai bahwa dahulu kala masih zaman
kerajaan berlangsung terdapat seorang putri cantik rupawan bernama Sritanjung yang
bersuamikan seorang patih bernama Sidopekso. Kisah percintaan mereka berjung tragis,
terlibat cinta segitiga dimana seorang raja jatuh hati terhadap putri Sritanjung istri patih
Sidopekso. Akibat cinta yang tak terbalas, sang raja tega memfitnah putri Sritanjung.
Dampak dari fitnah tersebut ialah pertikaian hebat diantara purtri Sritanjung dan patih
Sidopekso, yang mengakibatkan ditusuknya dada sang putri oleh suaminya sendiri. Sebelum
meninggal sang putri berpesan bahwa jika nanti ia meninggal namun darahnya berbau harum
maka ia tidak selingkuh dengan sang raja, begitupun sebaliknya jika darah yang ia keluarkan
berbau busuk maka ia berselingkuh dengan raja. Sang patih tidak menanggapi ucapan istrinya
tersebut dan langsung menusuknya. Air sungai berubah menjadi jernih dan beraroma wangi,
diluar dugaan sang patih. Ia sangat menyesali perbuatannya. Banyuwangi = banyu (air),
wangi (harum). Ba.nyu dalam KBBI bermakna barang cair untuk menghitamkan gigi (dibuat
dari air kelapa dengan bakaran besi tua atau arang tempurung kelapa dan sebagainya).
Wa.ngi berbau sedap; harum. Untuk menghargai legenda tersebut masyarakat setempat
menggunakan istilah tersebut untuk penamaan kota. Agar ceritanya tetap abadi sebagai salah
satu sejarah dari tanah Banyuwangi, maka digunakanlah istilah tersebut.
Asal-usul Singojuruh
Singojuruh merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Singojuruh merupakan desa yang memiliki luas 503,0 Ha. Luas tersebut dibagi menjadi dua
yaitu lahan pertanian dan lahan pemukiman warga. Awalnya desa Singojuruh dikenal dengan
nama desa Karangsari, namun berdirinya pohon beringin yang terletak di tanah PJKA yang
gandengan dengan pasar membuat nama desa tersebut berubah. Dari sanalah kemudian
sejarah desa berkembang hingga akhirnya desa yang semula masyarakat menyebut
Karangsari beralih dengan sebutan Singojuruh. Dilihat dari makna nama desa Singojuruh =
singo (singa), juruh (petunjuk), yang bermakna seekor singa yang menjadi petunjuk bahwa
terdapat suatu desa ditanah tersebut. Penamaan suatu desa terkadang difaktori oleh berbagai
macam latar belakang, salah satunya kepercayaan, adat, kebudayaan, serta bahasa, seperti
artikel ini.

Asal-usul Rogojampi
Desa Rogojampi merupakan sebuah desa yang terletak di pusat kota wilayah Kecamatan
Rogojampi Kabupaten Banyuwangi, tepatnya berada pada posisi pusat pemerintahan
Kecamatan Rogojampi, Luas wilayah Desa Rogojampi 279 Ha. Dalam sejarahnya desa
Rogojampi pada tahun 1915 tidak memiliki pemimpin, atau kekosongan kekuasaan, namun
pemerintah pusat memberikan kepala desa agar aktivitas keperintahan di desa tersebut
berjalan seperti pada umumnya. Dengan mayoritas penduduk beragama islam, pemerintah
pusat menugaskan agar aktivitas keperintahan segera dilaksanakan dengan baik dan benar.
Dalam artikel tersebut tidak diketahui asal-usul penamaan desa Rogojampi, namun dari
wawancara singkat, sekelebat dapat dilihat bahwa desa tersebut diambil dari kepercayaan
agama. Rogojampi = rogo (jiwa/raga), jampi (jamu/obat/mantra), yang artinya desa tersebut
menjadi obat bagi jiwa-jiwa yang mendiaminya. Dengan populasi penduduk yang beragama
islam fanatik menandakan bahwa desa tersebut adalah obat/jamu untuk penduduknya sendiri.

Bentuk-Bentuk Nama Desa dan Dusun


Bentuk-betuk Nama Desa dan Dusun berupa kata Monomorfemis
Desa Wringin [wriŋin] merupakan istilah dari bahasa jawa namun orang madura
mengucapkan Bringin [briŋƐn], bringin sendiri berasal dari kata benda yang artinya pohon
berukuran besar yang tingginya bisa mencapai antara 20 sampai 35 m lebih, berakar
tunggang, cabangnya mengeluarkan akar yang bergantungan, daunnya kecil berbentuk bulat
telur meruncing ke ujung dan rimbun (KBBI, 2009:87). Masyarakat sekitar memaknai wrigin
sebagai doa dan usia yang panjang umur, melambangkan seperti pohon beringin.
Bentuk-bentuk Nama Desa dan Dusun Polimorfemis
 Kata Berimbuhan
Dusun Palinggian [paliŋgiyan] merupakana suku kata dalam bahasa Jawa namun orang/suku
madura cenderung menyebut Plenggien [plƐŋgiyƐn] dari kata dasar “linggih” [liŋgih] yang
memiliki arti tempat duduk (KLBMI, 2009:2) mendapat konfiks pe-an. Dusun Palinggian
memiliki makna orang yang berpengaruh terhadap daerah tersebut. Nama “Palinggian” juga
memiliki makna pada masyarakatnya, yaitu doa masyarakat agar wilayah tersebut banyak
ulama’ seperti bujuk Sorah. Bentuk-bentuk Nama Desa dan Dusun yang Berupa Frasa.
 Kata Ulang
Dusun arak-arak [ara?-ara?] atau suku madura sering menyebut Rak-karak [rak-karak] dari
kata asal “karak” [karak] (bahasa Madura). Kata karak [rak-karak] mengalami reduplikasi
BM yang umumnya pengulangan terjadi pada sebagian suku akhir dan kata arak-arak
mengalami reduplikasi bentuk turunan, umumnya dituturkan dalam situasi resmi. Sebagian
kata dihilangkan seperti kata karak dihilangkan menjadi kata arak yang kemudian diulang
menjadi arak-arak. Karak merupakan kata benda yang memiliki arti nasi karak. Dusun Arak-
arak memiliki arti banyaknya penjual nasi karak. Nama “Arak-arak” juga memiliki makna
pada masyarakatnya, yaitu kesederhanaan masyarakat yang memanfaatkan nasi karak untuk
dimakan dan dijual.

Bentuk-bentuk Nama Desa dan Dusun yang Berupa Frasa


Kali ini Desa Sumber Canting [sumb∂rcantIŋ] merupakan suku kata dalam bahasa Jawa
namun orang madura mengucapkan Ber Canting [b∂rcantIŋ] berasal dari bentuk Frasa yang
terdiri atas kata dasar sumber [sumb∂r] yang artinya tempat keluar (air atau zat cair) (KBBI,
2009:1102) dan kata dasar canting [cantIŋ] artinya pencedok air (dibuat dari bambu dan
sebagainya) (KBBI, 2009:193). Desa Sumber canting berada di wilayah paling utara di
Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, berbatasan dengan wilayah Besuki. Desan
Sumber Canting memiliki makna sumber mata air yang wajib digayung dengan gayung yang
terbuat dari batok kelapa. Nama “Sumber canting” juga memiliki makna pada
masyarakatnya, yaitu ciri khas dan kepercayaan masyarakat bahwa sumber air akan mati bila
tidak dicedok dengan batok kelapa.
Sistem Penamaan Desa dan Dusun
Sistem Penamaan Menggunakan Unsur Alam
Asal-usul nama Dusun Gua principle artinya liang lubang besar pada kaki gunung. Manusia
purba memanfaatkan lubang besar di kaki gunung untuk tempat tinggal mereka, bukan hanya
tempat tinggal mereka juga memakai lubang tersebut untuk mengubur kerabat mereka yang
sudah meninggal. Dusun Gua berada di Desa Banyuwulu, Dusun Gua tersebut merupakan
pegunungan dan di kaki pegunungan tersebut terdapat banyak gua peninggalan jaman purba.
Kira-kira sekitar tiga gua yang berada di daerah tersebut satu diantaranya sangat besar dan
konon merupakan kuburan sesepuh manusia purba. Situs gua tersebut belum diresmikan oleh
Pemerintah Pusat, iulah salaat satu penyebab gua tersebut tidak terawat dan sudah tertutup
pohon.

Sistem Penamaan Menggunakan Unsur Benda


Asal usul nama Desa Bukor berasal dari kata Bakor (sejenis mangkok, tapi besar yang terbuat
dari emas). Sebagian besar penduduk desa Bukor adalah keturunan dari suku Madura, nama
Bukor berasal dari kata Bakor yang merupakan emas murni sejak zaman dahulu. Menurut
cerita rakyat, Raden Wirowongso adalah orang pertama yang membersihkan desa Bukor
untuk mencari Bakor yang terbuat dari emas, Bakor tersebut dibawa pulang. Setelah sampai
di rumah, Raden Wirowongso meletakkan bakor mas di tempat tidur, Raden Wirowongso
bermimpi bahwa ketika dia sedang tidur, dia bertemu seseorang yang memiliki bakor mas,
dia ingin mendapatkan bakor mas itu kembali, dan berkata, “Bakor ini terlalu kuat, dia tidak
bisa berada di tempat seperti ini," lalu dalam mimpinya, Raden Wirowongso memberikan
Bakor tersebut kepada pemiliknya. Keesokan harinya, Raden Wirowongso mengumumkan
bahwa daerah itu akan diberi nama Bakor Mas, yang kemudian ia ubah menjadi Bukor.

Sistem Penamaan Berdasarkan Proses Berdirinya


Asal usul nama Desa Ambulu berasal dari kata ambu yang artinya berhenti dan "gelluh" yang
artinya dulu. Sebagian besar masyarakat di Ambulu adalah keturunan dari suku Madura, tak
heran jika nama Desa Ambulu menggunakan bahasa Madura. Menurut cerita rakyat, putri
cantik Dewi Rengganis Argopuro mengembara ke seluruh dunia dan dalam
pengembaraannya, Dewi Rengganis melewati desa Ambulu. Orang-orang ingin menyapa dan
melihat langsung Dewi Rengganis dan mereka berteriak “ambu gelluh” artinya berhenti
dulu, Dewi Rengganis berhenti dan beristirahat di desa Ambulu. Orang-orang heboh dengan
kedatangan Dewi Rengganis, mereka tidak menyangka Dewi Rengganis datang kepada
mereka.Setelah kejadian ini, banyak pelancong melewati daerah itu. Untuk memperingati
kedatangan Dewi Rengganis, mereka menamai tempat itu "Ambugelluh", yang kemudian
disingkat menjadi Ambulu.

Sistem Penamaan Berdasarkan Doa dan Harapan


Asal-usul nama Dusun Kolangger menurut istilah langger yang adalah surau atau masjid
kecil. Dusun Kolangger adalah dusun yang berada pada bawah pemerintahan Desa
Banyuputih, Dusun Kolangger dulunya adalah wilayah yang paling banyak ulamaknya atau
pengajar umat islam. Konon, wilayah tadi mempunyai paling surau, dan hampir setiap laman
tempat tinggal memiliki surau. Masyarakat percaya, bahwa apabila solat berjamaah akan
lebih diijabah doanya menurut dalam solat sendiri dirumah, menurut agama itulah rakyat
berlomba-lomba menciptakan surau pada depan tempat tinggal dan putusan bulat memberi
nama dalam wilayah itu Kolangger yang adalah paling surau. Sampai waktu ini-pun, terdapat
residu-residu surau pada depan tempat tinggal penduduk pada wilayah Kolangger yang masih
terawat dan masih digunakan.

Sistem Penamaan Berdasarkan Keadaan


Asal usul nama Dusun Alas Kranjang “alas artinya rimba dan krajang artinya anyaman
keranjang”. Menurut sejarah, kawasan itu dulunya merupakan hutan belantara yang dipenuhi
pepohonan yang menjulang tinggi. Hutan berada di puncak gunung, dari bawah gunung
tampak seperti keranjang berbentuk kotak, pohon-pohon tinggi sejajar sempurna. Dulu
tinggal sedikit orang, tempat itu belum layak huni karena di sana ada pohon, dan juga sulit
menjangkau orang-orang di sana, itulah sebabnya orang-orang tidak mau tinggal di daerah
itu. Namun, akses jalan menuju Alas Kranjang kini telah diperbaiki dan banyak warga yang
tinggal di sana.
KESIMPULAN
Toponimi merupakan ilmu yang unik dan sangat penting untuk dipelajari. Dari cabang ilmu
inilah kita generasi muda atau generasi baru dapat mengetahui asal muasal penamaan pada
suatu tempat. Dari review artikel toponimi desa daerah tapal kuda, kebanyakan penamaan
diambil dari suatu kebiasaan penggunaan bahasa yang digunakan oleh warga lokal,
kebudayaan, adat istiadat, cerita, legenda, mitos, sejarah, hasil panen, proses berdirinya,
unsur alam, unsur benda, doa atau harapan, keadaan daerah setempat, pengulangan kata,
lambang suatu desa, serta keadaan desa tersebut. Hal tersebut lumrah terjadi, dari penamaan
tersebut kita menerima nama-nama tersebut, seperti nama Banyuwangi, Singojuruh, dan
Rogojampi, Arak-Arak, Wringin. Jika ditelaah secara logika, mungkin terkesan aneh dan
tidak masuk akal, namun tidak dapat dipungkiri manusia bertindak sesuai dengan kebiasaan
yang mereka lihat dan mereka rasakan. Begitupula dengan penamaan desa-desa yang berada
di Indonesia, masing-masing memiliki keunikannya tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Mursidi, Dhalia Soetopo. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI
Banyuwangi

Penamaan Desa Dan Dusun Di Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso (Kajian


Etimologi Dan Semantik)

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (Ed.), Sejarah

Nasional Indonesia ll, Jakarta, Balai Pustaka, 1984

Sudaryanto. 2015.. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University.

https://id.wikipedia.org/wiki/Linguistik

Tarigan, H. G. (2015). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:


Angkasa.

Anderson, R. C. 1972. Language Skills in Elementary Education. NewYork:Macmillan


Publishing Co, Inc.

Anda mungkin juga menyukai