Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT

Oleh:

Basofi Amrulah 18710010

Pembimbing :

dr. Tutut Sriwiludjeng T, Sp.THT-KL

SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN-


KEPALA LEHER
RSU DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MOJOKERTO FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2021
LAPORAN KASUS
OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT

Diajukan Untuk Salah Satu Syarat Guna


Mengikuti Ujian Dokter Muda

Oleh :

Basofi Amrulah 18710010

Telah disetujui dan disahkan

pada: Hari : Rabu

Tanggal : 23 Maret 2022

Pembimbing,

dr. Tutut Sriwiludjeng T, Sp. THT-KL


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan laporan kasus
ini dengan judul “Otitis media supuratif akut”.

Laporan Kasus ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna
mengikuti ujian utama SMF Ilmu Penyakit THT sebagai dokter muda di RSU
dr.Wahidin Sudirohusodo. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini bukanlah
tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.

Terselesaikannya Laporan Kasus ini tentunya tak lepas dari dorongan dan
uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis
mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis menuntut
ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. dr. Tutut Sriwiludjeng T, Sp. THT-KL selaku kepala bagian Ilmu Penyakit
THT serta sebagai pembimbing Laporan Kasus di RSU dr.Wahidin
Sudirohusodo yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas ini dengan maksimal.
3. Orang tua penulis serta semua keluarga yang selalu mendukung dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Kasus
ini.
4. Teman-teman pendidikan dokter umum yang telah banyak membantu
menyelesaikan Laporan Kasus ini.
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Kasus ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang
telah membantu penulis guna menyelesaikan Lapsus ini dengan melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya.

Mojokerto, 2 2 Maret 2022

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas pasien

Nama : An.HN
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Berat Utara RT
02/01,Mojokerto Tanggal Pemeriksaan : Rabu, 23-02-2022

1.2 Anamnesis pasien


1.2.1 Keluhan umum : Nyeri telingah kanan
1.2.2 Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke Poli THT dr.
Wahidin Sudiro Husodo dengan keluhan telingah kakan nyeri ,
telingah nyeri di rasakan sejak 3 hari yang lalu sampai sekarang
masih nyeri, nyeri di rasakan terus menerus, berdenging +,tidak di
ada cairan atau sekret yang keluar dari telingah tengah , batuk -,
pilek + , pilek sudah sejak 6 hari yang lalu.
1.2.3 Riwayat penyakit Dahulu
 -
1.2.4 Riwayat penyakit Keluarga
 Tidak ada yang menderita seperti ini
1.2.5 Riwayat pengobatan
 Dikasih tetes telingah ( lupa nama obatnya )
1.2.6 Riwayat kebiasaan dan social
 Di korek korek pakai cotton bud

1.2.7 Pemeriksaan Fisik

 Berat badan : 11 kg
 Kesadaran : Compos Mentis, 456

1
 Vital Sign : Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 60 x/menit

Suhu : 36.5 °C

RR : 18 x/menit

 Kepala Leher : a/i/c/d : -/-/-/-

Konjungtiva hiperemi

(-/-) Edema palpebra (-/-)

 Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular

Pulmo : Gerak napas simetris, retraksi


(-), fremitus raba simetris (+/+), sonor
(+/+) ,

ves +/+, Ronkhi -/-

 Abdomen : Inspeksi : Cembung, jejas

(-) Palpasi : Supel

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+), normal

 Ekstremitas : Inspeksi : Tidak terdapat edema

 Palpasi : Akral hangat , CRT < 2detik

2
1.2.8 Pemerikisaan THT

No Pemeriksaan telinga Telinga kanan Telinga kiri

1 Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-) edema (-)

2 Daun telinga (pinna) Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma batas normal, hematoma
(-
(-
), nyeri tarik aurikula (-)
), nyeri tarik aurikula (-)

3 Liang telinga Serumen (-), hiperemis Serumen (+), hiperemis


(+),
(-), furunkel (-), edema (-),
furunkel (-), edema (-),
otorrhea (-), jamur (-)
otorrhea (-), jamur (-)

4 Membran timpani Retraksi (+), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemis (+), edema (-), hiperemis (-), edema (-),
perforasi (-), refleks perforasi (-), refleks
cahaya (-), cahaya (+),

1.3 Diagnosis

OMSA ( otitis Media supuratif Akut ) stadium Hiperemis

1.4 Penatalaksanaan

R/ Tab Cefixime 20

mg SL q.s

Mf pulv dtd No.X

S 2dd 1 pulv

R/ Tremenza 1 / 3 tab
Metilprednisolone 4mg 1/4 Tab
AMbroxol1/4Tab

3
SL q.s

Mf pulv dtd No.X

4
S3dd Ipulv R/ Iliadin 0,25% TH fl
No : I

S 3 dd gtt II (D/S)

R/ Paracetamol syr fl No.I

S 2dd cth I

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media

berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non

supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain

itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis

media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva. Otitis media

berdasarkan durasi penyakitnya dibagi menjadi, akut (< 3 minggu), subakut (3-12

minggu) dan kronik (> 12 minggu). 1

Otitis media supuratif akut adalah peradangan pada telinga tengah yang

berlangsung kurang dari 3 minggu disertai adanya sekret mukopurulen.

2.2 Etiologi

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut

penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya

melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain

tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme

penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah

Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%)

dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-

patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),

Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan

organisme gram negatif

6
banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah

sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis

mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang

dijumpai pada anak-anak.1

2.3 Anatomi dan Fisiologi Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan suatu ruang berbentuk kubus dengan :

1. Batas luar : membran timpani

2. Batas depan : tuba Eustachius

3. Batas bawah : vena jugularis

4. Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

5. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

6. Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,

tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium

7
Gambar telinga tengah dilihat dari medial

8
Gambar telinga tengah dilihat dari lateral

Di dalam telinga tengah terdapat :2,3

1. Osikula auditiva

Osikula aditiva atau disebut juga tulang pendengaran terdiri atas Maleus,

Inkus dan stapes. Fungsi ketiga tulang pendengaran ini adalah

menghantarkan gelombang suara berupa getaran dari membran timpani ke

telinga dalam.

9
2. Musculus

Terdapat 2 muskulus di dalam telinga tengah ini yakni muskulus tensor

tympani dan muskulus stapedius.

Muskulus tensor tympani berorigo di pars petrossa os tempora dan tuba

eustachius serta berinsersi di os maleus. Bila muskulus tensor tympani

berkontraksi maka os maleus akan menahan membran timpani sehingga

mengurangi getaran dari membran timpani.

Muskulus stapedius berorigo di dinding posterior telinga tengah dan

berinsersi di os stapes. Kontraksi dari muskulus stapedius akan menahan

getaran pada os stapes sehingga getaran yang diberikan os stapes pada

tingkap oval berkurang hal ini disebut juga stapedius refleks.

10
3. Ad antrum

Merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum

mastoideus.

4. Tuba auditiva

Tuba auditiva atau disebut juga tuba Eustachius adalah saluran yang

menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Tuba auditiva

dibagi menjadi 2 bagian:

 1/3 bagian superior, tersusun oleh tulang.

 2/3 bagian inferior, tersusun oleh kartilago yang berbentuk huruf

U. Fungsi dari Tuba auditiva:

 Fungsi ventilasi yaitu menjaga keseimbangan tekanan udara dalam

telinga terhadap dunia luar melalui proses membuka-menutup tuba,

sebagai contoh saat menelan tuba akan membuka

 Fungsi Drainase, berdasarkan gerakan membuka tuba dan gerakan silia

di mukosa tuba dimana gerakan silia seperti lecutan cambuk yang

bergerak dari arah cavum tympani ke nasofaring sehingga menghambat

11
pergerakan kuman yang akan masuk ke auris media. Juga untuk

mengeluarkan produk atau kotoran dari auris media.

 Fungsi Proteksi, dilakukan oleh jaringan limpoid dan sel goblet dari

mukosa tuba, sel goblet menghasilkan lisosom yang bersifat bakterisid.

Selain itu juga dilakukan oleh silia-silia pada mukosa tuba untuk

menghmabat invasi kuman.

2.4 Epidemiologi

Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba eustachius
yang lebar dan pendek (Bull, 2003). Di Amerika Serikat, 70% anak telah mengalami
OMA setidaknya satu kali sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian otitis media akut adalah
pada anak berusia 3-18 bulan (Donaldson, 2015).

Anak yang telah mengalami enam kali serangan otitis media atau lebih disebut
dengan istilah "cenderung otitis".Suatu penelitian oleh Howie menunjukkan bahwa suatu
episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama kehidupan telah dihubungkan dengan
berlanjutnya insidens episode otitis media akut berulang.Keadaan ini lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak wanita.Insidens kondisi alergi tidak
meningkat pada anak-anak ini.Delapan serotipe S.pneumoniae bertanggung jawab lebih
atas lebih dari 75% episode otitis media akut (Boies, 1997).

2.5 Patogenesis

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan

faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke

dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis

media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.

Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis

media. Bila terjadi sumbatan pada tuba maka fungsi tuba untuk ventilasi, drainase

sekret dan fungsi silia pada mukosa tuba akan terganggu. Bila fungsi ventilasi

terganggu maka akan terjadi tekanan yang negatif di dalam telinga tengah yang

akan

12
menyebabkan efusi cairan. Efusi pada telinga tengah ini merupakan media yang

fertil untuk pertumbuhan dan perkembangan kuman ditambah lagi dengan fungsi

drinase tuba yang terganggu maka akan terjadi akumulasi sekret yang lebih

banyak pada telinga tengah. Silia pada mukosa tuba berguna untuk mencegah

invasi kuman dari saluran nafas (faring) ke telinga tengah. Karena fungsi silia

pada tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga

tengah juga terganggu. Kombinasi dari akumulasi sekret dan invasi kuman ke

telinga tengah maka akan menyebabkan perdangan pada telinga tengah atau

disebut otitis media. Selain melalui tuba eustachius otitis media dapat terjadi

akibat terjadinya invasi kuman dari liang telinga luar ke telinga tengah akibat

perforasi membran timpani.

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi 5

stadium :4,5

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

13
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh

retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif

dalam telinga tengah dengan adanya absorpsi udara. Kadang-kadang

membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh

pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini

sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan virus atau

alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di

membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis dan

edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang

serosa sehingga sukar terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang

berkepanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.

Inflamasi yang terjadi pada telinga tengah dan membran timpani

menyebabkan dilatasi. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang

menyebabkan pasien mengeluh otalgia, telinga rasa penuh, dan demam.

Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan

tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena

peningkatan tekanan di kavum timpani.

14
3. Stadium Supurasi

Stadium ini ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau

bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu, edema

pada mukosa telinga tengah menjadi lebih hebat dan sel epitel superfisial

hancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani

menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang

telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat kesakitan, nadi

dan suhu meningkat, dan rasa nyeri yang bertambah hebat di telinga.

Pasien selalu gaduh dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan

gangguan tuli konduktif. Pada bayi, demam tinggi dapat disertai muntah

dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan

benar akan menimbulkan iskemia membran timpani akibat nekrosis

mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah

yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-

vena kecil menyebabkan tekanan kapiler membran timpani meningkat lalu

menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna

kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani

dengan cara miringotomi. Bedah kecil ini dilakukan dengan cara

menginsisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari

telinga tengah

15
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan

menutup kembali. Apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih

sulit menutup. Membran timpani tidak akan menutup kembali jika

membrannya tidak utuh lagi

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret

berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke

liang telinga luar. Stadium ini disebabkan oleh terlambatnya pemberian

antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak

menjadi tenang, suhu tubuh menurun, dan dapat tidur nyenyak.

16
5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir otitis media akut yang diawali

dengan berkurangnya atau berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai

oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran

timpani menutup kembali dan sekret purulen berkurang dan akhirnya

kering sehingga pendengaran kembali normal. Stadium ini terjadi

walaupun tanpa pengobatan jika membran timpani utuh, daya tahan tubuh

baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi

maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan

stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap dengan sekret

yang keluar terus menerus atau hilang timbul. Otitits media supuratif akut

dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media

serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami

perforasi membran timpani.

2.6 Diagnosis

Diagnosis Otitis media dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan

17
usia pasien. Pada anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga

dan

18
demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada

remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran

dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas adalah panas yang tinggi, anak

gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang

sakit.

Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis

seperti otoskopi, otoskopi pneumatik, timpanometri. Dengan otoskopi dapat

dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang

telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang

telinga.6

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik.

Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat

dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis.

Namun umumnya diagnosis dapat ditegakkan dengan otoskopi biasa. Untuk

mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri.

Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan

rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting

terdapatnya cairan di telinga tengah. Timpanometri juga dapat mengukur tekanan

telinga tengah. Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk

deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien.7

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMSA tergantung pada stadium penyakitnya dan dapat

dilakukan secara medikamentosa dan terapi bedah. Tujuan pengobatan pada otitis

media adalah untuk mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius,

menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan

19
sistemik serta menghindari komplikasi intrakranial dan ekstrakranial yang

mungkin terjadi.

Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba

eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCI efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik

untuk anak < I2 thn dan HCl efedrin l% dalam larutan fisiologik untuk anak yang

berumur >12 thn atau dewasa. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan

memberikan antibiotik.

Pada stadium hiperemis, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan

analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus sebaiknya dilakukan

miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah antibiotik berspektrum luas seperti

penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi

dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin

IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal

selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin

4x40 mg/KgBB/hari atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. Pengobatan stadium

supurasi selain antibiotik. pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila

membran timpani masih utuh. Selain itu analgesik juga perlu diberikan agar nyeri

dapat berkurang dan juga diberikan penurun panas untuk mengatasi demamnya.

Pada stadium supurasi, selain antibiotik, idealnya harus dilakukan

miringotomi, bila membrane masih utuh, sehingga rupture membrane tympani

dapat dihindari.

Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari

serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi menutup

kembali dalam waktu 7-10 hari.

20
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,

sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi

resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui

perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya

edema mukosa telingah tengah. Pada keadaan demikian, antibiotik dapat

dilanjutkan sampai 3 minggu.8

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA

rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan

adenoidektomi.

1. Miringotomi

Miringotomi iakah tindakan insisi pada pars tensa membran timpai.

supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.

Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu

dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi

miringostomi dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA

seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem

saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third- line pada pasien yang

mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode

OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan

terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi

second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

2. Timpanosintesis

Timpanosintesis menupakan pungsi pada membran timpani, dengan

analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan

Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan,

21
terdapat

22
komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun

tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti

otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan

dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized

trial yang telah dijalankan.

3. Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media

dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan

miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak

memuaskan, Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak permah

didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali

jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

2.8 Komplikasi

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga


tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya.Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang
juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi.Bila sawar ini
runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan
terkena(Soepardi, 2007).

Pada otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya
melalui osteotromboflebitis atau hematogen. Penyebaran melalui
osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1) komplikasi terjadi pada
awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua sampai hari kesepuluh, (2) gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan
pada gejala meningitis lokal, (3) pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga
tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah
berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika. 7,8

23
1. Mastoiditis Akut
Terjadi empiema di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerah
epitimpanum.Sering diikuti dengan abses di belakang daun telinga (abses
subperiostel mastoid).Perlu segera di lakukan evakuasi empiema lewat pendekatan
mastoidektomi simpel

2. Komplikasi Intrakranial
Mastoiditis akut kalau tidak dapat segera diatasi dapat meluas ke dalam
intrakranial (meningitis dan abses otak)

3. Paresis nervus fasialis


Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis
fasialis.Akumulasi pus di dalam kavum timpani dapat menimbulkan kompresi
pada nervus fasialis.Pada OMA operasi dekompresi kanalis fasialis tidak
diperlukan.Perlu diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya,
serta menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila
dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan
elektrodiagnostik (misalnya elektromiografi), barulah dipikirkan untuk melakukan
dekompresi

2.9 Prognosis

Prognosis pada OMA baik bila diberikan terapi yang adekuat (antibiotic yang

tepat dan dosis cukup). Selain dari itu bila belum terjadi komplikasi maka

prognosisnya lebih baik.

24
BAB III
KESIMPULAN

1. Telah dilaporkan pasien N.n. A 17 tahun dengan diagnosa otitis media akut

stadium Hiperemis yang diterapi dengan ciprofloxacin, Tremenza dan iliadin.

2. Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

3. Faktor etiologi dan predisposisi adalah Infeksi saluran napas atas oleh bakteri

piogenik yang berulang dan disfungsi tuba eustachii.

4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan fisik Mae

hiperimis, dengan otoskop didapatkan membrane timpani intak, , hiperemis

(+), reflek cahaya (-) Retraksi (+)

5. Edukasi mencegah penyakit aktif kembali. Pasien tidak disarankan mengorek-

ngorek telinga, menjaga agar tidak masuk air sewaktu mandi, dilarang

berenang dan berobat bila ada penyakit infeksi pernapasan terutama ISPA.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:

http://www.emedicine.medscape.com.

2. Kong K, Coates HLC. Natural history, definitions, risk factors and burden of

otitis media. MJA.2009;191(9):S39-42.

3. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In Soepardi EA, Iakandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD, Editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7 ed. Jakarta: FKUI;2012.

4. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA: Biological

Science Textbook. 2012

5. Hunt CE, Lesko SM, Vezina RM, McCoy R, Corwin MJ, Mandell F, et al.

Infant sleep position and associated healh outcomes. Arch Pediatr Adolesc

Med. 2003;157:469-74.

6. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head

and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014

7. Ramakrishnan K. Diagnosis and treatment of otitis media.Ann Fann Physician

76(11): 2007

8. Schilder AGM. Management of acute otitis media without antibiotics. In:

Alper CM, Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors.

Advanced

26

Anda mungkin juga menyukai