DOSEN TUTOR :
Dr. apt. Wiranti Sri Rahayu, M.Si
NAMA KELOMPOK :
Ketua : Ayu Edilia Pratiwi (2108020165)
Sekretaris : Diah Masrifah (2108020166)
Anggota :1. Riani Saputri (2108020164)
2. Wa Ode Faatima (2108020167)
3. Sari Yuarsella (2108020168)
4. Melati Purnamasari (2108020169)
5. Rosy Pratiwi (2108020170)
6. Nurmila (2108020171)
7. Mustika Amalia (2108020172)
8. Retno Falutfi (2108020173)
9. Daya Ghufron Al Majid (2108020174)
10. Wahyu Ade Setiawan (2108020175)
11. Bella Afni Ganis (2108020176)
12. Nuraini (2108020177)
2022
1. Alur Pengusulan Obat Baru Kedalam Formularium Rumah Sakit.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/200/2020 Tentang Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit :
a. Obat yang dikelola di rumah sakit merupakan obat yang memiliki Nomor Izin Edar (NIE)
b. Mengutamakan penggunaan obat generic
c. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita
d. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
e. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung
f. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines)
yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Pemilihan obat dalam Formularium Nasional didasarkan atas kriteria sebagai berikut
(Permenkes, No 54, 2018) :
1. memiliki khasiat dan keamanan yang baik berdasarkan bukti ilmiah terkini dan sahih
2. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan pasien
3. memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh BPOM
4. obat yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat tetapi belum memiliki
izin edar, termasuk obat piatu (orphan drug) serta yang tidak mempunyai nilai komersial
5. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tinggi
6. bukan obat tradisional dan suplemen makanan
7. apabila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan
dijatuhkan pada obat yang memiliki kriteria berikut:
• Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan bukti ilmiah;
• Sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang diketahui paling menguntungkan;
• Stabilitasnya lebih baik;
• Mudah diperoleh; dan
• Harga terjangkau
8. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :
• Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap
• ombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi daripada
masing-masing komponen
• Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat
untuk Sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi tersebut
• Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio)
• Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
resistensi dan efek merugikan lainnya
a. Meminta usulan obat dari masing-masing Kelompok Staf Medik (KSM) dengan
berdasarkan pada Panduan Praktik Klinis (PPK) dan clinical pathway.
b. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masingmasing KSM berdasarkan standar terapi
atau standar pelayanan medik.
c. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi.
d. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika diperlukan
dapat meminta masukan dari pakar.
e. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF) untuk mendapatkan
umpan balik.
f. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF untuk mendapatkan obat yang
rasional dan cost effective.
g. Menyusun usulan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit.
h. Menyusun usulan kebijakan penggunaan obat.
i. Penetapan Formularium Rumah Sakit oleh direktur.
Organisasi Komite/Tim Farmasi dan Terapi merupakan wadah yang merekomendasikan
kebijakan penggunaan obat kepada direktur/kepala rumah sakit. Rekomendasi yang disusun
oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi selanjutnya disetujui oleh direktur/kepala rumah sakit.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur paling sedikit 2 (dua)
bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam 1 (satu) bulan. Rapat
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar rumah
sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian, atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi. Komite/Tim Farmasi dan Terapi perlu menetapkan aturan
mengenai kuorum untuk memastikan bahwa stakeholder terwakili dalam pertemuan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi, misalnya jumlah anggota minimal yang harus ada untuk
terselenggaranya rapat dan jumlah perwakilan yang harus ada dalam rapat.
1. Permohonan harus diajukan secara resmi melalui KSM kepada Komite/Tim Farmasi dan
Terapi menggunakan Formulir 1 (untuk pengajuan obat masuk dalam formularium) atau
Formulir 2 (untuk pengajuan penghapusan obat dalam formularium)
a. Formulir pengajuan obat untuk masuk dalam formularium
2. Permohonan penambahan obat yang akan dimasukkan dalam Formularium Rumah Sakit
yang diajukan setidaknya memuat informasi:
a. Mekanisme farmakologi obat dan indikasi yang diajukan;
b. Alasan mengapa obat yang diajukan lebih baik daripada yang sudah ada di dalam
formularium; dan
c. Bukti ilmiah dari pustaka yang mendukung perlunya obat di masukkan ke dalam
formularium (Kepmenkes RI No. HK.01/MENKES/200/2020 Tentang Pedoman
Penyusunan Formularium Rumah Sakit).
2. Tugas dan peran dari masing-masing anggota KFT yang terlibat dalam pengusulan obat
masuk dalam formularium rumah sakit
Tugas Komite/Tim Farmasi dan Terapi diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, di antaranya
adalah melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam Formularium Rumah
Sakit dan memberikan rekomendasi kepada direktur/kepala rumah sakit mengenai kebijakan
penggunaan obat di rumah sakit. Anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi terdiri dari dokter
yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta
tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.
Anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi terdiri dari dokter, apoteker, dan tenaga
kesehatan lain yang di perlukan. Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang
dokter atau seorang apoteker. Apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah
apoteker, namun apabila diketuai oleh apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.
Tugas
a. Menyusun program kerja yang akan dilakukan yang disetujui oleh direktur
b. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit
c. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam Formularium
Rumah Sakit;
d. Mengembangkan standar terapi
e. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat
f. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional
g. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki
h. Mengkoordinir penatalaksanaan kesalahan penggunaan obat (medication error)
i. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah sakit.
Peran anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi Peranan ketua/sekretaris Komite/Tim
Farmasi dan Terapi bertindak sebagai motor penggerak dalam berbagai macam aktivitas
Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
a. Analisis dan diseminasi informasi ilmiah, klinis, dan farmakoekonomi yang terkait
dengan obat atau kelas terapi yang sedang ditinjau.
b. Evaluasi penggunaan obat dan menganalisis data.
Kegiatan Komite Farmasi dan Terapi khususnya terkait pengendalian penggunaan antibiotik,
melalui:
a. Pemilihan jenis antibiotik yang akan dimasukkan dalam pedoman penggunaan antibiotik,
formularium, dan yang diuji kepekaan
b. Analisis hasil evaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif maupun kualitatif
c. Pembuatan kebijakan penggunaan antibiotik di rumah sakit.
d. Analisis cost effective, Drug Use Evaluation (DUE), dan evaluasi kepatuhan terhadap
pedoman penggunaan antibiotik maupun kebijakan terkait yang telah ditetapkan
e. Analisis dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO)/Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
(ROTD) (Kemenkes, 2020)
3. Penulusaran Artikel Ilmiah Berdasarkan Evidence Based Medicine Untuk
Menyelesaikan Masalah Pada Kasus.
b. Frase Penelusuran
Search Terms
Patient/Population (Infant* OR Neonatal*)
Problem
Intervention (Cardiotocography*)
2. Menilai bukti secara kritis (mengetahui seberapa bagus bukti tersebut dan apa artinya)
Contoh :
Apakah hasil dari penelitian uji diagnosis ini valid?
Apakah ada perbandingan dengan baku · Iya alat screening pemantauan janin selama
emas yang dilakukan secara independen dan proses persalinan tersebut dibanding kan oleh
tersamar? gold standarnya yaitu auskultasi secara
intermitten denyut jantung janin.
Apakah alat diagnosis diuji akurasinya · Penelitian ini dilakukan di ruang bersalin
dalam spektrum pasien yang merta (seperti rumah sakit bersalin nasional di Dublin,
terjadi dalam praktek rutin?) irlandia.
· Pada jurnal dijelaskan bahwa responden
yang akan diteliti yaitu ibu hamil tunggal
dengan usia kehamilan kurang dari 42 minggu,
tidak ada kelainan janin dan komplikasi
kehamilan, suhu tubuh ibu kurang dari 37,5o C
saat masuk dan bersedia menjadi responden.
Dalam penelitian ini 2 orang perawat
memantau keadaan ibu secara atif. Pasien yang
menggunakan cardiotokograpi dan auskultasi
intermitten dikelola dengan perbandingan 1:1,
tugas itu dibuat diruang bersalin, disegel,
buram dan amplop diberi urutan nomor.
Awalnya pengacakan secara berurutan adalah
dari komersial package 10 dan menggunakan
ukuran blok tetap 100. Itu berubah setelah 2621
pasien telah direkrut dan digeneralisasikan oleh
unit perinatologi dengan ukuran block acak
100-250. Peserta yang direkrut oleh bidan
bersedia berpartisipasi, dibuka amplop dan
dialokasikan.
Apakah uji yang dipakai sebagai baku emas Tidak, pada penelitian ini jika salah satu
dilakukan dengan mengabaikan hasil dari kondisi seperti perlambatan denyut jantung
pemeriksaan lain yang sedang diuji janin atau takikardia pada auskultasi dan
akurasinya? ciaran ketuban bercampur mekonium, suhu
ibu >38oC, persalinan lebih dari 8 jam maka
digunakan EFM.
Akankah kemungkinan sakit setelah Iya, bila janin terdiagnosa gawat janin setelah
pemeriksaan mempengaruhi manajemen dan pemeriksaan maka mempengaruhi manajemen
pertolongan anda kepada pasien? (Dapatkah dan pertolongan pada ibu bersalin.
hal ini menggerakkan anda dari nilai Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis
ambang pemeriksaan dan terapi? Apakah kandungan dan spesialis anak untuk
pasien anda merupakan berkeinginan penanganan lebih lanjut.
menjadi partner dalam melakukan
pemeriksaan ini?
Akankah konsekuensi-konsekuensi Efek dari gawat janin tidak hanya dialami bayi
pemeriksaan menolong pasien anda? pada saat lahir, tetapi juga berpengaruh pada
perkembangan bayi. Dengan melakukan
deteksi gawat janin secara rutin akan
membantu pasien2 yang mengalami kelainan
pada masa persalinan.
3. Mengaplikasikan Bukti
Contoh:
Apakah hasil yang valid dari penelitian uji diagnosis ini penting?
Hitungan anda:
Positif a b a+b=
Cardiotocography
Negatif c d c+d=
a+b+c+d=
Total a + c = 46 b + d = 104
4298
Apakah alat diagnosis ini tersedia, dapat Alat diagnosis ini sudah banyak digunakan di
diadakan, tepat, teliti di tempat anda bekerja? pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit
karena mudah dan murah.
Jurnal 2
Jurnal 1
Total biaya Biaya
Jenis Terapi Efektifitas (%) ACER (Rp) ICER
rata-rata terapi
Terapi Amlodipin 5 mg 293073,0 69,23 % 4233,3 1063,5 8640.0
Terapi Kaptopril 12,5 m 280214,9 57,14 % 4904,0 - 4223.6
Terapi Amlodipin 10 mg 215115,4 57,14 % 3764,7 - 10149.9
Terapi Kaptopril 25 mg 243753,8 50,00 % 4875,1 - 4578.3
Kesimpulan:
Kelompok antihipertensi yang memiliki efektivitas paling baik dalam terapi hipertensi dan paling
hemat biaya adalah antihipertensi golongan CCB yaitu amlodipin baik pada dosis tinggi maupun
dosis rendah.
Jurnal 2
Jenis Terapi Rata-rata biaya Rata-rata lama perawatan Nilai ACER
Captopril Rp. 147.905 3,5 42.258,57
Amlodipine Rp. 111.966 3,4 32.931,28
Kesimpulan :
Obat yang memilki efektivitas paling baik dalam terapi pengobatan penyakit hipertensi dengan
biaya relatif lebih murah adalah antihipertensi golongan CCB yaitu amlodipin dengan Nilai
ACER yang didapatkan sebesar 32.931,28.
4. Komponen-Komponen Farmakoekonomi
A. Prespektif Penilaian
Perspektif penilaian merupakan hal penting dalam Kajian Farmakoekonomi,
karena perspektif yang dipilih menentukan komponen biaya yang harus
disertakan. Seperti yang telah disampaikan, penilaian dalam kajian ini dapat
dilakukan dari tiga perspektif yang berbeda, yaitu:
a. Prespektif masyarakat (societal)
Sebagai contoh Kajian Farmakoekonomi yang mengambil perspektif
masyarakat luas adalah penghitungan biaya intervensi kesehatan, seperti
program penurunan konsumsi rokok, untuk memperkirakan potensi
peningkatan produktivitas ekonomi (PDB, produk domestik bruto) atau
penghematan biaya pelayanan kesehatan secara nasional dari intervensi
kesehatan tersebut.
b. Perspektif kelembagaan (institutional)
Contoh kajian farmakoekonomi yang terkait kelembagaan antara lain
penghitungan efektivitas-biaya pengobatan untuk penyusunan
Formularium Rumah Sakit. Contoh lain, di tingkat pusat, penghitungan
AEB untuk penyusunan DOEN dan Formularium Nasional.
c. Prespektif Individu (individual perspective)
Salah satu contoh kajian farmakoekonomi dari perspektif individu adalah
penghitungan biaya perawatan kesehatan untuk mencapai kualitas hidup
tertentu sehingga pasien dapat menilai suatu intervensi kesehatan cukup
bernilai atau tidak dibanding kebutuhan lainnya (termasuk hiburan).
B. Hasil pengobatan (outcome)
Kajian farmakoekonomi senantiasa mempertimbangkan dua sisi, yaitu
biaya (cost) dan hasil pengobatan (outcome). Kenyataannya, dalam kajian yang
mengupas sisi ekonomi dari suatu obat/pengobatan ini, faktor biaya (cost) selalu
dikaitkan dengan efektivitas (effectiveness), utilitas (utility) atau manfaat
(benefit) dari pengobatan (pelayanan) yang diberikan.
Efektivitas merujuk pada kemampuan suatu obat dalam memberikan
peningkatan kesehatan (outcomes) kepada pasien dalam praktek klinik rutin
(penggunaan sehari-hari di dunia nyata, bukan di bawah kondisi optimal
penelitian). Dengan mengaitkan pada aspek ekonomi, yaitu biaya, kajian
farmakoekonomi dapat memberikan besaran efektivitas-biaya (cost-
effectiveness) yang menunjukkan unit moneter (jumlah rupiah yang harus
dibelanjakan) untuk setiap unit indikator kesehatan baik klinis maupun nonklinis
(misalnya, dalam mg/dL penurunan kadar LDL dan/atau kolesterol total dalam
darah) yang terjadi karena penggunaan suatu obat. Semakin kecil unit moneter
yang harus dibayar untuk mendapatkan unit indikator kesehatan (klinis maupun
non-klinis) yang diinginkan, semakin tinggi nilai efektivitas-biaya suatu obat.
Utilitas merujuk pada tambahan usia (dalam tahun) yang dapat dinikmati
dalam keadaan sehat sempurna oleh pasien karena menggunakan suatu obat.
Jumlah tahun tambahan usia (dibanding kalau tidak diberi obat) dapat dihitung
secara kuantitatif, yang jika dikalikan dengan kualitas hidup yang dapat dinikmati
(katakanlah, setara dengan sekian bagian sehat sempurna) akan memberikan unit
yang disebut Quality Adjusted Life Years-QALY atau ‗jumlah tahun yang
disesuaikan‘ (JTKD). Dikaitkan dengan aspek biaya, Kajian Farmakoekonomi ini
akan memberikan unit utilitas-biaya (cost-utility) yang menunjukkan unit moneter
yang harus dikeluarkan untuk setiap JTKD yang diperoleh. Semakin kecil jumlah
rupiah yang harus dibayar untuk mendapatkan tambahan JTKD, semakin tinggi
utilitas-biaya suatu obat.
Sementara itu, manfaat (benefit) merujuk pada nilai kepuasan yang
diperoleh pasien dari penggunaan suatu obat. Nilai kepuasan ini dinyatakan dalam
besaran moneter setelah dilakukan konversi dengan menggunakan ―nilai rupiah
yang rela dibayarkan untuk mendapat kepuasan tersebut‖ (willingness to pay).
Semakin tinggi willingness to pay relatif terhadap harga riil obat (cost), semakin
layak obat tersebut dipilih
C. Biaya
Dalam kajian farmakoekonomi, biaya selalu menjadi pertimbangan
penting karena adanya keterbatasan sumberdaya, terutama dana. Dalam kajian
yang terkait dengan ilmu ekonomi, biaya (atau biaya peluang, opportunity cost)
didefinisikan sebagai nilai dari peluang yang hilang sebagai akibat dari
penggunaan sumberdaya dalam sebuah kegiatan. Patut dicatat bahwa biaya tidak
selalu melibatkan pertukaran uang. Dalam pandangan pada ahli farmakoekonomi,
biaya kesehatan melingkupi lebih dari sekadar biaya pelayanan kesehatan, tetapi
termasuk pula, misalnya, biaya pelayanan lain dan biaya yang diperlukan oleh
pasien sendiri.
Dalam proses produksi atau pemberian pelayanan kesehatan, biaya dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Biaya rerata dan biaya marjinal
Biaya rerata adalah jumlah biaya per unit hasil yang diperoleh,
sementara biaya marjinal adalah perubahan biaya atas penambahan atau
pengurangan unit hasil yang diperoleh (Bootman et al., 2005). Sebagai
contoh, jika sebuah cara pengobatan baru memungkinkan pasien pulang
dari rumah sakit sehari lebih cepat dibanding cara pengobatan lama
mungkin akan terpikir untuk menghitung biaya rerata rawat inap sebagai
penghematan sumberdaya. Kenyataannya, semua biaya tetap yang
terhitung ke dalam biaya tetap tersebut (misalnya, biaya laboratorium
tidak mengalami perubahan. Yang berubah hanyalah biaya yang terkait
dengan lamanya pasien dirawat (biaya makan, pengobatan, jasa dokter dan
perawat, inilah biaya marjinal, biaya yang betul-betul megalami
perubahan.
b. Biaya tetap dan baiaya variable
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah dengan perubahan
kuantitas atau volume produk atau layanan yang diberikan dalam jangka
pendek (umumnya dalam rentang waktu 1 tahun atau kurang), misalnya
gaji karyawan dan depresiasi aset. Sementara itu, biaya variabel berubah
seiring perubahan hasil yang diperoleh, seperti komisi penjualan dan biaya
penjualan obat
c. Biaya tambahan (ancillary cost)
Biaya tambahan adalah biaya atas pemberian tambahan pelayanan pada
suatu prosedur medis, misalnya jasa laboratorium, skrining sinar-X, dan
anestesi.
d. Biaya Total
Biaya total adalah biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan untuk
memproduksi serangkaian pelayanan kesehatan.
a. Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terkait langsung dengan perawatan
kesehatan, termasuk biaya obat (dan perbekalan kesehatan), biaya
konsultasi dokter, biaya jasa perawat, penggunaan fasilitas rumah sakit
(kamar rawat inap, peralatan), uji laboratorium, biaya pelayanan informal
dan biaya kesehatan lainnya. Dalam biaya langsung, selain biaya medis,
seringkali diperhitungkan pula biaya non-medis seperti biaya ambulan dan
biaya transportasi pasien lainnya.
b. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan hilangnya
produktivitas akibat menderita suatu penyakit, termasuk biaya
transportasi, biaya hilangnya produktivitas, biaya pendamping (anggota
keluarga yang menemani pasien).
c. Biaya nirwujud (intangible cost)
Biaya nirwujud adalah biaya-biaya yang sulit diukur dalam unit moneter,
namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup, misalnya rasa
sakit dan rasa cemas yang diderita pasien dan/atau keluarganya
d. Biaya terhindarkan (averted cost, avoided cost)
Biaya terhindarkan adalah potensi pengeluaran yang dapat dihindarkan
karena penggunaan suatu intervensi kesehatan.
Selain itu, masih ada beberapa istilah biaya lainnya yang bersifat teknis
terkait dengan perawatan kesehatan. Beberapa biaya yang juga sering
diperhitungkan dalam telaah ekonomi kesehatan tersebut antara lain
a. Biaya perolehan
Biaya perolehan adalah biaya atas pembelian obat, alat kesehatan dan/atau
intervensi kesehatan, baik bagi individu pasien maupun institusi
b. Biaya yang diperkenankan
Biaya yang diperkenankan adalah biaya atas pemberian pelayanan atau
teknologi kesehatan yang masih dapat ditanggung oleh penyelenggara
jaminan kesehatan atau pemerintah pasien maupun institusi
c. Biaya pengeluaran
Biaya pengeluaran sendiri adalah porsi biaya yang harus dibayar oleh
individu pasien dengan uangnya sendiri. Sebagai contoh, iur biaya peserta
asuransi kesehatan
d. Biaya peluang
Biaya peluang adalah biaya yang timbul akibat pengambilan suatu pilihan
yang mengorbankan pilihan lainnya. Bila seorang pasien memutuskan
untuk membeli obat A, dia akan terkena biaya peluang karena tak dapat
menggunakan uangnya untuk hal terbaik lainnya, termasuk pendidikan,
hiburan, dan sebagainya
D. Metode analisis dalam kajian farmakoekonomi
Pada AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter (rupiah)
dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah/indikator kesehatan baik
klinis maupun non klinis (non-moneter). Tidak seperti unit moneter yang
seragam atau mudah dikonversikan, indikator kesehatan sangat beragam—
mulai dari mmHg penurunan tekanan darah diastolik (oleh obat
antihipertensi), banyaknya katarak yang dapat dioperasi dengan sejumlah
biaya tertentu (dengan prosedur yang berbeda), sampai jumlah kematian yang
dapat dicegah (oleh program skrining kanker payudara, vaksinasi meningitis,
dan upaya preventif lainnya).
Diagram Efektivitas-Biaya
ICER =
Jurnal 1
Total biaya Biaya
Jenis Terapi Efektifitas (%) ACER (Rp) ICER
rata-rata terapi
Terapi Amlodipin 5 mg 293073,0 69,23 % 4233,3 1063,5 8640.0
Terapi Kaptopril 12,5 m 280214,9 57,14 % 4904,0 - 4223.6
Terapi Amlodipin 10 mg 215115,4 57,14 % 3764,7 - 10149.9
Terapi Kaptopril 25 mg 243753,8 50,00 % 4875,1 - 4578.3
Jurnal 1
Keteranngan
A = Amlodipin 5 mg
B = Kaptopril 12,5
Diketahui:
Biaya obat amlodipine 5 mg : 293.073 Efektifitas (%) : 69,23
Biaya obat Kaptopril 12,5 mg : 280.214 Efektifitas (%) :57,14
ICER = = 1063,5
Keterangan
A = Amlodipin 10 mg : 215115,4 Efektifitas (%) : 57,14
B = Kaptopril 25 mg : 243753,8 Efektifitas (%) : 50,00
ACER =
a. Amlodipine 5 mg
= 4233,3
b. Kaptopril 12,5 m
4904,0
c. Amlodipin 10 mg
3764,7
d. Kaptopril 25 mg
4875,1
Jurnal 2
Jenis Terapi Rata-rata biaya Rata-rata lama perawatan Nilai ACER
Captopril Rp. 147.905 3,5 42.258,57
Amlodipine Rp. 111.966 3,4 32.931,28
Kesimpulan :
Obat yang memilki efektivitas paling baik dalam terapi pengobatan penyakit hipertensi dengan
biaya relatif lebih murah adalah antihipertensi golongan CCB yaitu amlodipin dengan Nilai
ACER yang didapatkan sebesar 32.931,28.
Jurnal 2
Keteranngan
A = Amlodipin (diusulkan)
B = Kaptopril (obat lama)
Diketahui:
Biaya obat amlodipine : 111.966 Efektifitas (%) : 3,4
Biaya obat Kaptopril : 147.905 Efektifitas (%) :3,5
ICER = = Rp 359,390/QLAYs
Keterangan
Biaya obat Amlodipin : 111.966 Efektifitas (%) : 3,4
Biaya obat Kaptopril : 147.905 Efektifitas (%) : 3,5
ACER =
a. Amlodipine
= Rp. 32.931/QLAYs
b. Kaptopril
Rp. 42.258,75/QLAYs
6. Interpretasikan Hasil Cost Effectiveness Analisis Pada Kasus
a. Mahasiswa mampu mengetahui alur pengusulan dan penambahan obat baru kedalam
formularium Rumah Sakit
Wahyu:
Kriteria penambahan obat rs:
Memiliki izin edar, generic, obat yang lebih efektif dan aman dengan pertimbangan
Nuraini:
c. Mahasiswa mampu mengetahui penelusuran artikel ilmiah berdasarkan EBM pada kasus
Langkah :
(Presentasi masing-masing hasil pencaria dan penelusuran Artikel ilmiah)
Nurmila :
Biaya langsung : biaya perlatan, obat, konsultasi
Biaya tidak langsung : hilangnya produktifitas terhadap penyakit (transportasi,
pendampingan selama sakit, nirwujud yang sulit di ukur yang apat diukur dalam bentuk
kualitas hidup)
Biaya perolehan : pembelian obat, alat-alat kesehatan atau intervensi keshatan
Biaya pengeluran sendiri : iuran untuk jaminan kesehatan (BPJS)
Biaya terhindarkan : dapat di hindarkan karena ada intervensi
Wa ode:
CMA membandingkan generik yang berlogo dan ber merek
CEA membandingkan 2 atau lebih terapi dengan membandingkan unit alenia yang
sama
CUA membandingkan biaya dengan kualitas hidup
CBAmembandingkan manfaat dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan
Bella :
Coi : memperkirakan biaya yang disebabkan oleh suatu penyakit di suatu populasi
Cea : analisis untuk membandingkan biaya dan hasil, dari 2 atau lebih
Jurnal 1
Keteranngan
A = Amlodipin 5 mg
B = Kaptopril 12,5
Diketahui:
Biaya obat amlodipine 5 mg : 293.073 Efektifitas (%) : 69,23
Biaya obat Kaptopril 12,5 mg : 280.214 Efektifitas (%) :57,14
ICER = = 1063,5
Keterangan
A = Amlodipin 10 mg : 215115,4 Efektifitas (%) : 57,14
B = Kaptopril 25 mg : 243753,8 Efektifitas (%) : 50,00
ACER =
a. Amlodipine 5 mg
= 4233,3
b. Kaptopril 12,5 m
4904,0
c. Amlodipin 10 mg
3764,7
d. Kaptopril 25 mg
4875,1
Jurnal 2
Keteranngan
A = Amlodipin (diusulkan)
B = Kaptopril (obat lama)
Diketahui:
Biaya obat amlodipine : 111.966 Efektifitas (%) : 3,4
Biaya obat Kaptopril : 147.905 Efektifitas (%) :3,5
ICER = = Rp 359,390/QLAYs
Keterangan
Biaya obat Amlodipin : 111.966 Efektifitas (%) : 3,4
Biaya obat Kaptopril : 147.905 Efektifitas (%) : 3,5
ACER =
a. Amlodipine
= Rp. 32.931/QLAYs
b. Kaptopril
Rp. 42.258,75/QLAYs
f. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil dari cost effectiveness pada kasus
Judul Jurnal Kesimpulan Interpretasi
Analisis Efektivitas Kelompok antihipertensi yang Amlodipine dengan efektifitas paling
Biaya Penggunaan memiliki efektivitas paling tinggi dan dengan biaya rendah maka
Amlodipin baik dalam terapi hipertensi dapat digolongkan pada kolom G
Dibandingkan dan paling hemat biaya adalah (dominan) yang artinya pasti terpilih
Kaptopril Pada Pasien antihipertensi golongan CCB sehingga tak perlu dilakukan AEB
Hipertensi Di Rsud yaitu amlodipin baik pada (Analisis efektifitas biaya).
Majene dosis tinggi maupun dosis ACER menunjukkan biaya rata-rata
rendah. yang yang dibutuhkan untuk
mendapatkan satu outcome terapi. Dari
hasil perhitungan nilai ACER tersebut
dapat kita lihat bahwa nilai ACER
captopril sebesar Rp 42.258,57/QLAYs
dengan outcome terapi 3,5% dan nilai
ACER amlodipin yaitu Rp
32.931,28/QLAYs dengan outcome
terapi 3,4%. Dari hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa obat amlodipin lebih
cost-effective dibandingkan dengan
obat captopril, karena nilai ACER dari
amlodipin lebih rendah dibandingkan
dengan nilai ACER obat captopril.
Semakin kecil nilai ACER maka
semakin cost-effective obat tersebut.
Dengan perhitungan ACER dipilih
alternatif dengan biaya lebih rendah
untuk setiap outcome yang diperoleh.
ICER merupakan besarnya biaya
tambahan yang diperlukan atau biaya
tambahan yang akan dikeluarkan untuk
memperoleh 1% penurunan tekanan
darah. ICER yang diperoleh sebesar Rp.
359,390/QLAYs
Analisis Efektivitas Obat yang memilki efektivitas Amlodipine dengan efektifitas paling
Biaya Terapi Penyakit paling baik dalam terapi tinggi dan dengan biaya rendah maka
Hipertensi Dengan pengobatan penyakit hipertensi dapat digolongkan pada kolom G
Perbandingan Terapi dengan biaya relatif lebih (dominan) yang artinya pasti terpilih
Obat Amlodipin Dan murah adalah antihipertensi sehingga tak perlu dilakukan AEB
Captopril Di Rumah golongan CCB yaitu amlodipin (Analisis efektifitas biaya).
Sakit Wirabuana Palu dengan Nilai ACER yang Nilai ACER dari amlodipim adalah
didapatkan sebesar 32.931,28. 32.931,28/QLAYs dan lebih kecil
dibandingkan nilai ACER captopril
(42.258,57) maka dapat dikatakan
Amlodipin lebih Cost Effectiveness di
banding dengan Captopril.
Rekomendasi : Amlodipin diusulkan
sebagai obat baru di formularium
Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2013. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI
Rusli. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Farmasi Rumah Sakit Dan Klinik, Cetakan Pertama.
Jakarta: Pusdik Sdm Kesehatan
Maulana, Andi. 2021, Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Amlodipin Dibandingkan Kaptopril
Pada Pasien Hipertensi Di Rsud Majene. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 6(2), Oktober 2021, 262-
271 P-Issn: 2502-647x; E-Issn: 2503-1902
Wirawan, Wayan. 2020. Analisis Efektivitas Biaya Terapi Penyakit Hipertensi Dengan Perbandingan
Terapi Obat Amlodipin Dan Captopril Di Rumah Sakit Wirabuana Palu. Farmasi 2020;5(1): 1-6
E-Issn : 2657-0408.