Anda di halaman 1dari 11

PENYELESAIAN KASUS WANPRESTASI E-COMMERCE

OLEH GRAB TOKO

Nama : Elena Kristianto


Nim : 2019330050028

Latar Belakang
A. Kronologi Kasus
Kasus Wanprestasi E-Commerce oleh Grab Toko ini bermula dari keluhan sejumlah
konsumen di media sosial setelah membeli barang di Grab Toko yang dimana barang yang
sudah dibayar mengalami keterlambatan pengiriman hingga berhari-hari. Dan salah satu
keluhan ini berasal dari salah satu konsumen dengan username @ChardKurniawan yang
menyatakan bahwa ia telah membeli dua ponsel pintar di Grab Toko berupa Samsung
Galaxy A51 seharga Rp2,34 juta pada 29 Desember 2020 dan Apple iPhone 12 Pro
Graphite seharga Rp12,01 juta pada 3 Januari 2021, akan tetapi barang yang dipesan tidak
kunjung diterimanya.

Lalu kemudian Manajemen Grab Toko yang diwakili Direktur Pelaksana Grab Toko
Yudha Manggala Putra sempat mengirim pengumuman sekaligus permintaan maaf
kepadanya karena pengiriman terkendala dan harus diundur dari 4 Januari menjadi 5
Januari 2021. Yudha sempat menyatakan bahwa keterlambatan pengiriman barang ke
konsumen terjadi karena ada aksi penggelapan dana yang dilakukan oleh investor Grab
Toko. Sehingga pihak perusahaan melaporkan hal ini ke Mabes Polri. Sembari menanti
proses penyelidikan oleh pihak Kepolisian, Yudha menyatakan Grab Toko akan segera
mengembalikan kepercayaan konsumen, dengan cara mengembalikan dana atas transaksi
konsumen di Grab Toko.

Sejalan dengan dugaan penggelapan uang tersebut, PT Bank Central Asia Tbk alias
BCA yang menjadi rekan penyedia jasa sistem pembayaran atas transaksi di Grab Toko
memblokir rekening e-commerce tersebut. Hal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan
operasional perbankan. Walaupun Grab Toko sudah memberikan pernyataan akan
mengembalikan uang para konsumen, akan tetapi para konsumen tetap melakukan
penuntutan dengan alasan setelah membayar barang, mereka tidak mendapatkan kabar
aka nada atau tidaknya barang tersebut dan mereka juga tidak dapat menghubungi
Customer Service dari Grab Toko. Sehingga bareskrim menangkap Yudha karena ia diduga
melakukan penggelapan untuk kemudian menginvestasikannya ke instrumen uang kripto
(cryptocurrency) dengan bantuan dan ia telah diduga telah merugikan 980 orang dengan
nilai kerugian mencapai Rp17 miliar. Setelah diselidiki Yudha sedari awal membangun Grab
Toko untuk penipuan dengan menggunakan hosting dari luar negeri melalui pihak ketiga.
Untuk mengelola bisnisnya di dalam negeri, Yudha menyewa kantor di kawasan Kuningan,
Jakarta Selatan. Sehingga ia telah melanggar ketentuan yang ada di dalam UU ITE, KUHP,
maupun KUHPer, yang akan penulis bahas dalam Tugas ini.

B. Rumusan Masalah

Sesuai kronologis kasus yang telah dijelaskan. Maka, penulis menyimpulkan rumusan
masalah sehubungan dengan tugas ini, yaitu sebagai berikut :

1. Apa yang melatarbelakangi kasus wanprestasi E-Commerce oleh Grab Toko ini?
2. Bagaimana penyelesaian kasus wanprestasi E-Commerce oleh Grab Toko ini jika
ditinjau dari teori Hukum Perikatan?
Konsep penyelesaian masalah

A. Dasar Hukum
1) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik pada Pasal 1 butir 2 disebutkan bahwa “Transaksi Elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya”.
2) Undang - Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada
Pasal 1 ayat 17 disebutkan bahwa “Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang
dibuat melalui Sistem Elektronik”.
3) Undang - Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada
Pasal 17 butir 2 disebutkan bahwa “Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi
dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi
berlangsung”.
4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pada Pasal 1243 diatur mengenai
wanprestasi yang disebutkan bahwa “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena
tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah
dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui waktu yang telah ditentukan”.
5) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 45
ayat 1 disebutkan bahwa “Setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku
usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”.
6) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 45
ayat 3 disebutkan bahwa “Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana
diatur dalam undang-undang”.
7) Undang - Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada
Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa “Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang
sah, yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU
ITE”.
8) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 pada Pasal 1 butir 26 disebutkan bahwa
“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi”.

B. Literatur Review / Artikel Hasil Penelitian Terdahulu


Menurut KUH Perdata jual beli termasuk di dalam Buku III tentang Perikatan. Perikatan
oleh Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) itu diartikan sebagai suatu
hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak
pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang
lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pasal 1 butir 17 Undang - Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang
dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya. Penjual atau Pelaku usaha
yang menawarkan barang atau jasa secara elektronik atau online harus menyediakan
informasi yang mengenai syarat - syarat kontrak, produsen dan produk secara lengkap dan
benar. Pada transaksi jual beli melalui internet, para pihak terkait yang ada di dalamnya
melakukan hubungan hukum yang diterapkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak
yang dilakukan secara elektronik.

Hukum transaksi elektronik diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 22 Undang -
Undang Nomor 11 Tahun 2008. Dari 3 ayat pada pasal 17 menjelaskan bahwa lingkup
transaksi elektronik yang bersifat publik maupun privat telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah dan haruslah mengikuti aturan Undang - Undang yang berlaku. Selanjutnya
kelima ayat pada pasal 18 menjelaskan bahwa transaksi elektronik baru mengikat ketika
telah diadakan kontrak elektronik, selanjutnya para pihak diberi kewenangan untuk memilih
lembaga penyelesaian sengketa. Apabila para pihak tidak memilih lembaga penyelesaian
sengketa, maka yang berlaku untuk menangani sengketa di dasarkan pada asas hukum
perdata internasional. Selain Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2008, Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 juga mengatur tentang Transaksi Elektronik. Peraturan
Pemerintah ini sebagai penguat (jo) adanya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Adapun pasal-pasal yang berkaitan dengan transaksi elektronik yaitu pasal 40 sampai
dengan pasal 51.
Wanprestasi sendiri diartikan sebagai tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati
dalam perikatan. Abdul kadir Muhammad, mengatakan bahwa wanprestasi terjadi
dikarenakan adanya keadaan memaksa (overmacht / force mejeur) dan juga karena
kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun lalai. Overmacht adalah suatu
keadaan atau kejadian yang tidak dapat diduga-duga terjadinya, sehingga menghalangi
seorang debitur untuk melakukan prestasinya sebelum ia lalai untuk apa dan keadaan mana
tidak dapat dipersalahkan kepadanya.

Di dalam jual beli online terdapat teori yang digunakan di dalam prakteknya yang
diantaranya ialah Teori Utilitarianisme yang dimana Jeremy Bentham mengatakan bahwa
Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang
dipelopori oleh Adam Smith, dan dalam Teory Utilitis ini, tujuan hukum ialah menjamin
adanya kebahagian sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya, dan kepastian
melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum; Teori
Kontrak Ekspresif yang dimana teori ini mengemukakan bahwa setiap kontrak yang
dinyatakan dengan tegas (ekspresif) oleh para pihak baik dengan tertulis ataupun secara
lisan, sejauh memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak, dianggap sebagai ikatan yang
sempurna bagi para pihak, Pacta sun servenda.

Dan di dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) diatur pula
mengenai wanprestasi yang menyatakan bahwa Penggantian biaya, kerugian dan bunga
karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah
dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui waktu yang telah ditentukan.

Di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dijelaskan


mengenai akibat hukum dari adanya perbuatan Wanprestasi yang dimana disebutkan
bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut. Jika salah satu pihak melanggar atau melakukan suatu wanprestasi pada
transaksi online tersebut maka dapat ditempuh dengan jalur hukum sesuai dengan yang
diatur dalam padal 36 dan juga pasal 39 Undang – Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang penyelesaian sengketa.
Dan bentuk-bentuk dari wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha atau penjual
dalam transaksi melalui e-commerce ini antara lain : Penjual tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukan Dalam transaksi e-commerce ; Penjual melaksanakan apa yang
dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan seperti tidak menyerahkan barang
yang tidak sesuai dengan isi perjanjian; Penjual Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat yang dimana apabila jika hal ini terjadi hingga prestasi tersebut tidak dapat
digunakan maka dapat digolongkan sebagai tidak melaksanakan apa yang telah
diperjanjikan; Penjual melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.

Tindakan paling awal yang dapat dilakukan apabila terjadi wanprestasi dalam tranksaksi
e-commerce yaitu melalui upaya hukum. Bagi pihak yang menjadi korban wanprestasi dapat
melakukan beberapa cara, yaitu melalui Jalur Litigasi yang merupakan proses untuk
menyelesaikan suatu perkara atau perselisihan hukum di muka pengadilan yang
sebagaimana tercantum di dalam Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik yang berbunyi, “Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
menimbulkan kerugian”. dan Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yang berbunyi, “Setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”; Dan dapat juga melalui Jalur
Non-Litigasi yang merupakan penyelesaian sengketa di luar muka pengadilan yang dapat
berupa arbitrase, mediasi, dan konsiliasi, dan terkait dengan penyelesaian sengketa dengan
menggunakan arbitrase ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatife penyelesaian sengketa dalam Pasal 1 ayat (1) yang
berbunyi “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa”.
Analisa Penyelesaian Masalah

Kesepakatan yang telah terjadi antara pihak penjual dan pihak pembeli dari Grab Toko ini
termasuk ke dalam sebuah perjanjian yang dimana perjanjian sendiri diartikan sebagai suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang mana masing-masing pihak memiliki hak
dan kewajiban yang timbul karena adanya perjanjian tersebut. Dan sumber perikatan yang
terjadi antara pihak penjual dan pihak pembeli Grab Toko ini termasuk ke dalam persetujuan /
perjanjian dalam bentuk tertulis (kontrak) yaitu suatu peristiwa di mana seorang berjanji untuk
melaksanakan suatu hal yang dimana dari peristiwa inilah timbul hubungan hukum antara dua
subjek hukum itu yang disebut dengan perikatan yang dimana dalam kasus ini kontrak tertulis
yang dibuat dalam bentuk elektronik yang dapat disebut sebagai Kontrak Elektronik yang
sebagaimana tercantum dalam ketentuan Undang - Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 1 ayat 17 yang disebutkan bahwa “Kontrak
Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik”. Kontrak
elektronik ini sendiri merupakan alat bukti yang sah sebagaimana tercantum dalam Undang -
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 5 ayat 1
yang disebutkan bahwa “Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang memenuhi
persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU ITE”.

Sesuai dengan ketentuan di dalam UU ITE pihak Penjual atau Pelaku usaha yang
menawarkan barang atau jasa secara elektronik atau online yang dalam hal kasus ini ialah
pihak dari Grab Toko harus menyediakan informasi yang mengenai syarat - syarat kontrak,
produsen dan produk secara lengkap dan benar. Pada transaksi jual beli melalui internet, para
pihak terkait yang ada di dalamnya melakukan hubungan hukum yang diterapkan melalui suatu
bentuk perjanjian atau kontrak yang dilakukan secara elektronik. Berdasarkan Teori Kontrak
Ekspresif yang dimana teori ini mengemukakan bahwa setiap kontrak yang dinyatakan dengan
tegas (ekspresif) oleh para pihak baik dengan tertulis ataupun secara lisan, sejauh memenuhi
syarat-syarat sahnya kontrak, dianggap sebagai ikatan yang sempurna bagi para pihak, Pacta
sun servenda, maka kontrak elektronik yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual dalam
kasus ini telah jelas dan sempurna untuk kedua belah pihak sehingga kedua belah pihak harus
menjalankan prestasi masing-masing sesuai dengan isi perjanjian/kontrak jual beli online
tersebut. Sehingga apabila salah satu pihak melanggar/tidak menjalankan prestasi yang
sebagaimana mestinya sesuai dengan isi perjanjian/kontrak tersebut maka pihak tersebut yang
dalam kasus ini ialah pihak penjual yaitu Grab Toko dapat dikatakan telah melakukan perbuatan
Wanprestasi (ingkar janji).

Kasus Wanprestasi E-Commerce oleh Grab Toko ini dapat dikategorikan sebagai
perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual yang dimana dalam kasus ini pihak
pembeli (buyer) yang dirugikan. Wanprestasi sendiri diartikan sebagai tidak memenuhi
kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan. Wanprestasi yang telah dilakukan oleh pihak
penjual dalam hal ini ialah pihak dari Grab Toko ini termasuk dalam bentuk Penjual
melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat yang dimana pihak dari Grab Toko ini tidak
kunjung memberikan barang yang diperjanjikan kepada pihak pembeli terlalu lama dari tanggal
yang diperjanjikan.

Menurut Abdul Kadir Muhammad wanprestasi dapat terjadi dikarenakan adanya


keadaan memaksa (overmacht / force mejeur) dan juga karena kesalahan, baik karena
kesengajaan maupun karena kelalaian. Sebenarnya, pihak penjual yang telah melakukan
wanprestasi mampu melakukan pembelaan dengan alasan tidak terpenuhinya prestasi yang
seharusnya dilakukan oleh pihak penjual dikarenakan suatu keadaan yang memaksa
(overmacht) akan tetapi, dalam kasus ini kondisi dari pihak penjual yaitu Grab Toko tidak dapat
dikategorikan sebagai overmacht melainkan sebagai kelalaian / kesengajaan dari pihak Grab
Toko sendiri dikarenakan setelah dilakukan penyelidikan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak
Grab Toko ini diakibatkan oleh adanya aksi penggelapan dana yang dilakukan oleh pihak Grab
Toko sendiri yaitu Direktur Pelaksana Grab Toko Yudha Manggala Putra.

Dan di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dijelaskan
mengenai akibat hukum dari adanya perbuatan Wanprestasi yang dimana disebutkan bahwa
tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dan jika
salah satu pihak melanggar atau melakukan suatu wanprestasi pada transaksi online tersebut
maka dapat ditempuh dengan jalur hukum sesuai dengan yang diatur dalam pasal 36 dan juga
pasal 39 Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang penyelesaian sengketa,
yaitu dapat ditempuh melalui jalur litigasi / pengadilan maupun jalur non-litigasi yang di dalam
kasus ini pihak dari Grab Toko ingin menyelesaikan sengketa melalui jalur non-litigasi yaitu
dengan memberikan kompensasi/penggantian kerugian serta pengembalian uang kepada pihak
pembeli yang telah dirugikan, akan tetapi pihak pembeli lebih memilih untuk menyelesaikannya
melalui jalur litigasi / jalur pengadilan sehingga pihak pembeli yang merasa dirugikan
melakukan pelaporan kepada pihak yang berwenang hal yang dilakukan oleh pihak pembeli ini
telah sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pada Pasal 45 ayat 1 yang disebutkan bahwa “Setiap konsumen yang dirugikan bisa
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum”, yang lalu setelahnya didapati bahwa terdapat oknum dari pihak Grab Toko yang
melakukan penggelapan dana sehingga barang tidak sampai ke tangan pembeli. Dikarenakan
masih terdapat banyak celah dalam penerapan jual beli online / e-commerce ini yang
menimbulkan kerugian bagi pembeli maupun penjual maka diperlukanlah kajian lebih lanjut
dalam perbaikan sistem hukum terkait e-commerce ini, yang menurut Lawrence M. Friedman
fungsi hukum ini memiliki 4 fungsi yaitu mendistribusikan dan menjaga alokasi nilai-nilai yang
benar menurut masyarakat, penyelesaian sengketa, sosial kontrol berupa pemberlakuan
peraturan mengenai perilaku yang benar, dan menciptakan norma-norma itu sendiri, bahan-
bahan mentah bagi kontrol sosial, yang dimana dalam kasus ini sistem hukum ini diperlukan
sebagai penyelesaian sengketa.
Penutup

 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap kasus wanprestasi e-commerce oleh Grab Toko yang
telah dilakukan, maka penulis membuat beberapa kesimpulan, yaitu :

1) Kesepakatan yang telah terjadi antara pihak penjual dan pihak pembeli dari Grab Toko
ini termasuk ke dalam sebuah perjanjian yang dimana perjanjian sendiri diartikan
sebagai suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang mana masing-masing
pihak memiliki hak dan kewajiban yang timbul karena adanya perjanjian tersebut.
2) Sumber perikatan yang terjadi antara pihak penjual dan pihak pembeli Grab Toko ini
termasuk ke dalam persetujuan / perjanjian dalam bentuk tertulis (kontrak elektronik).
3) Kontrak Elektronik ini diatur dalam ketentuan dalam Pasal 1 ayat 17 Undang - Undang
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4) Kontrak elektronik ini sendiri merupakan alat bukti yang sah sebagaimana tercantum
dalam Undang - Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
pada Pasal 5 ayat 1.
5) Berdasarkan Teori Kontrak Ekspresif kontrak elektronik yang terjadi antara pihak
pembeli dan penjual dalam kasus ini telah jelas dan sempurna untuk kedua belah pihak
sehingga kedua belah pihak harus menjalankan prestasi masing-masing sesuai dengan
isi perjanjian/kontrak jual beli online tersebut dan bagi pihak yang melanggar/tidak
menjalankan prestasi yang sebagaimana mestinya sesuai dengan isi perjanjian/kontrak
tersebut maka pihak tersebut yang dalam kasus ini ialah pihak penjual yaitu Grab Toko
dapat dikatakan telah melakukan perbuatan Wanprestasi (ingkar janji).
6) Wanprestasi yang telah dilakukan oleh pihak penjual dalam hal ini ialah pihak dari Grab
Toko ini termasuk dalam bentuk Penjual melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat yang dimana pihak dari Grab Toko ini tidak kunjung memberikan barang yang
diperjanjikan kepada pihak pembeli terlalu lama dari tanggal yang diperjanjikan.
7) Kondisi dari pihak penjual yaitu Grab Toko tidak dapat dikategorikan sebagai overmacht
melainkan sebagai kelalaian / kesengajaan dari pihak Grab Toko sendiri dikarenakan
setelah dilakukan penyelidikan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak Grab Toko ini
diakibatkan oleh adanya aksi penggelapan dana yang dilakukan oleh pihak Grab Toko
sendiri yaitu Direktur Pelaksana Grab Toko Yudha Manggala Putra.
8) Berdadarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), pihak yang
melakukan wanprestasi yang dalam hal ini ialah pihak Grab Toko wajib untuk membayar
ganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan yang dalam kasus ini ialah pihak pembeli
dari Grab Toko.
9) Penyelesaian sengketa wanprestasi e-commerce antara pihak Grab Toko dan pihak
pembeli dapat diselesaikan melalui jalur litigasi maupun jalur non-litigasi sesuai dengan
ketentuan pada Pasal 36 dan Pasal 39 Undang – Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik tentang penyelesaian sengketa.
10) Pihak dari Grab Toko ingin menyelesaikan sengketa melalui jalur non-litigasi yaitu
dengan memberikan kompensasi/penggantian kerugian serta pengembalian uang
kepada pihak pembeli yang telah dirugikan, akan tetapi pihak pembeli lebih memilih
untuk menyelesaikannya melalui jalur litigasi / jalur pengadilan sehingga pihak pembeli
yang merasa dirugikan melakukan pelaporan kepada pihak yang berwenang yang
dimana hal yang dilakukan oleh pihak pembeli ini telah sesuai dengan ketentuan pada
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 45
ayat 1.

Saran

Hendaknya Lembaga yang berwenang untuk membuat peraturan / sistem hukum yang dalam
hal ini ialah Lembaga Legislatif dapat melakukan pembaharuan sistem hukum terkait e-
commerce yang masih terdapat celah yang dapat merugikan pihak penjual maupun pembeli
terutama konsumen.

Anda mungkin juga menyukai