Anda di halaman 1dari 18

PANDANGAN PSIKOLOGI HUMANIS TENTANG BELAJAR

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi pendidikan
Progam Sarjana (S1) Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Universitas Muhammadiyah Bone

Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Rusdi,M.Pd


Oleh:
RISMA ULANDARI
NIM. 22690109137
SALMIANTI DWI SAPUTRI
NIM. 22690109123
SYAHRUL RAMADANA
NIM. 22690109107
FITRA SAPUTRA
NIM.22690109055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BONE

TAHUN AKADEMIK 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah swt yang telah memberikan berbagai

nikmat sampai saat ini. Salawat dan salam tetap tertuju kepada manusia pilihan Allah

swt.,Nabi Muhammad saw. yang telah menuntun manusia, khususnya umat Islam ke

jalan yang diridai oleh Allah.

Penulis telah berhasil menyeleseikan makalah ini, walaupun terdapat banyak

kekurangan, karena kurangnya kemampuan penulis. Kepada semua pihak yang telah

membantu terseleseikannya makalah ini, penulis mengucapkan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya.

Harapan besar penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat umum

dan juga bagi para mahaasiswa ataupun mereka yang berkecimpung dalam bidang

akademik, sehingga dapat lebih giat untuk menciptakan karya-karya yang bermanfaat

bagi masyarakat.

Penulis sangat berharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak

guna lebih sempurnanya makalah ini, sehingga dapat menuai manfaat maksimal

kepada masyarakat.

13 April 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Psikologi Humanis....................................................................3

B. Tokoh Dan Konsep Humanis............................................................................5

C. Implikasi Psikologi Humanis Dalam Pembelajaran..........................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................14

B. Saran.................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat tetapi

belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

peserta didik.Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam

berbagai bentuk , seperti perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku

keterampilan,kecakapannya,kemampuannya, daya reaksinya, dan daya

penerimaannya.Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif,proses mereaksi

terhadap semua situasi yang ada pada peserta didik.

Menurut Arden N. Frandsen dalam Darsono (2001: 192),

mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain

adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya

sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya

keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-

teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan

usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi, adanya

keinginan untuk mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman

sebagai akhir dari pada belajar.

Salah satu teori belajar yaitu humanistik yang menekankan perlunya

sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist)

dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Teori

ini menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan

1
yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan

jawaban yang benar.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja konsep dasar psikologi humanis?

2. Siapakah tokoh dan konsep dalam psikologi humanis?

3. Bagaimana implikasi psikologi humanis dalam pembelajaran?

C. Tujuan

1. Mengetahui dan memahami konsep dasar psikologi humanis.

2. Mengetahui tokoh dan konsep psikologi humanis.

3. Memahami cara mengimplikasikan psikologi humanis dalam pembelajaran

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Psikologi Humanis

Gagasan tentang "psikologi humanistik" datang dari sekelompok

psikolog di bawah kepemimpinan Abraham Maslow pada awal tahun 1960,

yang bekerja untuk membangun sebuah teori alternatif yang layak selain

teori psikoanalisis dan behaviorisme, dua aliran psikologi yang berpengaruh

pada waktu itu (Hamachek, 1990 dalam Fadhilah Suralaga, 2021) Konsep

humanistik mengajarkan manusia memiliki rasa kemanusiaan yang mendalam;

menghilangkan sifat-sifat egois, otoriter dan individualis; tidak semena-mena

memaksakan lawan bicara memahami, menerima atau masuk dalam

pembicaraan kita. Pandangan perilaku yang muncul dari teori humanistik

berfokus pada bagaimana manusia dipengaruhi oleh arti pribadi dengan

pengalaman mereka dengan penekanan pada kualitas subjektif dari

pengalaman manusia dan makna pribadi. (Fadhilah Suralaga, 2021) Psikologi

Humanistik berkenaan dengan keunikan, individualitas, humanitas dari tiap

pribadi. Di dalam banyak terminologi manusia, humanisme didasarkan pada

pengamatan yang mendasar, walaupun kita mungkin memiliki kesamaan

satu sama lain dalam banyak hal, tapi masing-masing dari kita agak berbeda

dari yang lain. Keunikan kita adalah "diri" kita. Diri adalah konsep paling

utama di dalam psikologi humanistik. Berbeda dengan teori-teori sebelumnya,

humanis menawarkan pandangan perlunya kebebasan dan otonomi. (Fadhilah

Suralaga, 2021) Psikologi humasnistik adalah psikologi yang memusatkan

perhatiannya pada keunikan, individualitas, dan humanitas dari setiap pribadi

3
manusia. Meskipun antar pribadi satu dengan pribadi lainnya mungkin

banyak memiliki kesamaan, namun pasti mereka memiliki ciri khas

tersendiri yang tidak dimiliki orang lain. Hal tersebut dikarenkan setiap

individu memiliki pengalaman pribadi mereka masing-masing. Oleh karena itu,

konsep psikologi humanism mengajarkan manusia untuk memiliki rasa

kemanusiaan, tidak egois, eotoriter, individualis, dan menghargai orang lain

dalam berbagai aspek.

Dalam teori belajar Humanistik, tujuan belajar adalah untuk

memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar

memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses

belajarnya harus berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri

dengan sebaik-baiknya. (Fadhilah Suralaga, 2021) Ellis dan Meriam (1980)

mengatakan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan personal untuk

memilih dan menentukan aktivitas hidupnya. Prinsip-prinsip humanis (dalam

Hamachek, 1990) menekankan pada pentingnya kebutuhan individual

manusia. Beberapa asumsi teori ini antara lain:

a. Secara nature manusia dilahirkan sebagai pribadi yang baik;

b. Setiap individu bebas dan otonom, di mana mereka bisa membuat pilihan-

pilihan sendiri;

c. Setiap individu mempunyai potensi untuk berkembang tanpa batas;

d. Self concept mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan;

e. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan diri;

f. Masing-masing individu mendefinisikan realitas;

4
g. Setiap individu mempunyai tanggung jawab untuk dirinya dan orang lain

Patterson, dan Maslow (dalam Hiemstra & Sisco, 1990 dalam Fadhilah

Suralaga, 2021) mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan adalah

membangun aktualisasi diri. Individu mempunyai potensi untuk berkembang

menurut kapasitasnya, dan berhak menentukan jalan hidupnya, tidak terikat

oleh lingkungan. Oleh karena itu, proses belajar dianggap berhasil jika si

pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses

belajarnya harus berusaha agar secara bertahap ia mampu mencapai aktualisasi

diri dengan sebaik-baiknya. Jadi teori belajar ini berusaha memahami perilaku

belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Dari berbagai pernyataan diatas, tujuan belajar menurut psikologi humanistic

adalah memanusiakan manusia. Manusia dianggap sebagai pribadi yang baik,

bebas, dan otonom. Manusia mampu menentukkan dan memilih arah hidupnya

sendiri. Pendidikan akan dianggap berhasil appabila manusia mempu

mengaktualisasikan dirinya sendiri dan tidak terikat dengan lingkungan

sekitar. Selain mampu mengaktualisasi dirinya sendiri, individu juga harus

mampu memahami lingkungannya dan pertanggung jawab atas dirinya sendiri

dan orang lain

B. Tokoh dan Konsep Humanis

1. Arthur Combs

Combs menekankan pada konsep kebermaknaan (meaning) dalam

belajar. Menurut Combs (dalam Seoemanto, 2006) guru tidak bisa

memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan

kehidupan mereka. Banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi

5
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan

disajikan sebagaimana mestinya. Menurut Combs arti tidaklah menyatu

pada materi pelajaran itu, tetapi bagaimana membawa siswa untuk

memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan

menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs dan kawan-kawan

(dalam Soemanto, 2006) menyatakan untuk memahami tingkah laku

manusia, yang penting adalah bagaimana dunia ini dilihat dari sudut

pandangnya

2. Abraham Maslow

Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa

dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-

kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk.

1993). Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan

yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan

kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti

makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan. Apabila

kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan keamanan seperti

kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana.

Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti

dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk

menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi

kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh

pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi

sebagaipengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri,

6
yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.

Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang

tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada

terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhanuntuk

mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu.

Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap

orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti,

yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.

Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni

dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan

kelengkapan.

3. Carl Rogers

Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang

humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar

tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan

(Rumini,dkk. 1993). Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hasrat untuk Belajar (the desire to learn) Menurut Rogers, manusia

mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan

tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk

mengeksplorasi lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini

merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik.

b. Belajar yang Berarti Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila

apa yang dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya,

7
anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari mempunyai arti

baginya.

c. Belajar Tanpa Ancaman (learning without threat) Belajar mudah dilakukan

dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam

lingkungan yang bebas ancaman.

d. Belajar atas Inisiatif Sendiri (self-initiated learning) Belajar akan paling

bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan

melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah

belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan

kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to

learn how to learn).

e. Belajar dan Perubahan Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau

murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis.

Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah

sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini

perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Apa yang dipelajari di

masa lalu tidak dapat membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik

di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan demikian, yang

dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan

yang sedang berubah dan akan terus berubah.

4. Aldous Huxley

Huxley (Roberts, 1975) Menekankan adanya pendidikan non-

verbal yang juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan nonverbal

bukan berwujud pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari,

8
melainkan hal-hal yang bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan

menumbuhkan kesadaran seseorang. Proses pendidikan nonverbal

seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai tingkat tinggi.

5. David Mills dan Stanley Scher

David Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep

pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan

afeksi atau perasaan murid dalam belajar. Pendekatan terpadu atau

confluent approach merupakan sintesa dari Psikologi Humanistik –

khususnya Terapi Gestalt- dan pendidikan, yang melibatkan integrasi

elemen-elemen afektif dan kognitif dalam proses belajar. Elemen kognitif

menunjuk pada berpikir, kemampuan verbal, logika, analisa, rasio dan 9

cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada perasaan,

caracara memahami yang melibatkan gambaran visual-spasial, fantasi,

persepsi keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain..

Tujuan umum dari pendekatan ini adalah mengembangkan

kesadaran murid-murid terhadap dirinya sendiri dan dunia sekitarnya,

serta meningkatkan kemampuan untuk menggunakan kesadaran ini dalam

menghadapi lingkungan dengan berbagai cara, menerima petunjuk-

petunjuk internal dan menerima tanggung jawab bagi setiap pilihan

mereka. Fungsi guru dalam pendekatan terpadu adalah untuk lebih

membebaskan murid dari ketergantungan kepada guru, dengan tujuan

akhir mengembangkan responsibilitas murid untuk belajar sendiri. Guru

hanya membantu mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang masuk

9
akal bagi pikiran mereka, dan jika perlu guru bisa menolak memberikan

bantuan untuk halhal yang bisa ditangani oleh murid sendiri.

C. Implikasi Psikologi Humanis dalam Pembelajaran

1. Aplikasi Teori Humanistik Carl Rogers dalam Pendidikan

Aplikasi teori humanistik Carl Rogers dalam pembelajaran, guru

lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan

pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam

proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi,

membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat

mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas. Guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang

mengerti terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran berdasarkan teori

humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran

yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan

analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini

adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan

terjadi perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap atas kemauan sendiri.

(Sanusi, 2009)

2. Aplikasi Teori Belajar Carl Rogers terhadap pembelajaran Guru dan siswa

Guru yang baik menurut teori ini adalah Guru yang memiliki rasa

humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan

siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu

menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah

guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar,

10
suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan,

bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

Teori belajar humanistik Rogers juga menitikberatkan pada metode

student-centered, dengan menggunakan "komunikasi antar pribadi" yaitu

berpusat pada peserta didik dengan mengembangkan potensi-potensi yang

dimiliki peserta didik untuk dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi

dalam suatu kehidupan. Yang terpenting dari teori Rogers adalah

proses suasana (emotional approach) dalam pembelajaran bukan hasil

dari belajar.

Menurut Wartawarga (2009), Teori Roger dalam bidang

pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu

realitas di dalam fasilitator belajar, penghargaan, penerimaan, dan

kepercayaan, serta pengertian yang empati.

a. Realitas di dalam fasilitator belajar merupakan sikap dasar yang penting.

Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri

sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa

ada sesuatu yang ditutup-tutupi.

b. Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan menghargai pendapat,

perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu

dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan

muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.

c. Pengertian yang empati, untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar

inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati

akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang

11
sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau

mengevaluasi.

Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan

bukan guru.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar

guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan

Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk

menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan, dan

umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:

a. Merespon perasaan siswa

b. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah

dirancang

c. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa

d. Menghargai siswa

e. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan

f. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk

memantapkan kebutuhan segera dari siswa)

g. Tersenyum pada siswa

3. Contoh Aplikasi Teori Belajar Humanistik Carl Rogers

Contoh Aplikasi Teori belajar Carl Rogers diterapkan pada

Pembelajaran di Sekolah Alam Jakarta. Jika dikaji dengan Teori

Belajar Carl Rogers, berikut penerapan teori belajar pada sekolah alam:

a. Keinginan untuk belajar. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan

keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian,

12
peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas maupun guru

yang terlalu mengatur.

b. Belajar secara signifikan. Proses belajar ditujukan bukan untuk

mengejar nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam

kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika berpikir yang

baik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Anak memperoleh

sekaligus pengetahuan beserta penerapannya dalam kehidupan

pribadinya maupun bermasyarakat. Sehingga sumber daya manusia

yang dihasilkan bukanlah orang-orang yang mampu berteori tetapi juga

mampu mengaplikasikannya.

c. Belajar tanpa ancaman. Belajar di alam terbuka, secara naluriah

akan menimbulkan suasana fun tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan.

Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak-anak bahwa

learning is fun, dan sekolah menjadi identik dengan kegembiraan

sehingga inti pokok pembelajaran dapat diserap dengan baik.

d. Belajar atas inisiatif sendiri. Anak-anak belajar tidak hanya selama jam

belajar sekolah. Mereka dapat belajar dari apapun dan kapanpun. Dengan

sistem belajar dalam sekolah alam yang telah membiasakan mereka untuk

belajar secara aktif dan mandiri, membuat mereka menemukan, memilih,

dan mencari tahu sendiri apa yang ingin diketahuinya.

e. Belajar yang berubah sehingga mereka diharapkan akan mampu

beradaptasi dengan situasi lingkungan yang selalu dinamis.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori belajar humanis adalah teori dalam pembelajaran yang

mengedepankan bagaimana cara memanusiakan-manusia dan mengusahakan

agar peserta didik mampu mengembangkan potensinya dengan baik.Tokoh-

tokoh dalam teori ini seperti Arthur Combs, Abraham Maslow, Carl Rogers,

Aldous Huxley. dan David Mills and Stanley Scher.Aplikasi dari teori ini

yaitu siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh

pendapat orang lain, dan mengatur dirinya sendiri dengan bertanggungjawab

tanpa mengurangi hak-hak orang lainatau melanggar aturan, norma, disiplin,

atau etika yang berlaku, serta guru hanya berperan sebagai fasilitator.

B. Saran

Sebagai seorang pendidik kita hendaknya dapat mengetahui dan

memahami teori belajar dari berbagai pandangan termasuk pandangan dari kaum

humanis tetang belajar sebagai pengetahuan bagi kita dan dapat menjadi

bekal kita kelak saat mengajar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Atrisna, S. (n.d.). Implikasi Teori Belajar Carl Rogers dalam Pendidikan. 6-7.

Rahmahana, Ratna Syifa’a. (2008). Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam

Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 99–114.

Suralaga, F. (n.d.). Psikologi Pendidikan. (Solicha, Ed., & 1. 119, Trans.) PT

Rajawali Pers

15

Anda mungkin juga menyukai