PENGEMBANGAN ILMU IMUNISASI DARI SEGI FILSAFAT POLITIK
Berdasarkan dari hasil Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR Rl bersama
Kementerian Kesehatan, Badan Pengelola Obat dan Makanan, PT. Biofarma, lkatan Dokter Anak Indonesia dan Bareskrim Polri, dibentuk Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu (Satgas). Pentingnya imunisasi ini bagi perlindungan kesehatan masyarakat. Pemerintah memberikan imunisasi dasar wajib tanpa dipungut biaya. Pengadaannya sendiri melalui program imunisasi, dengan alokasi anggaran yang memadai untuk memenuhi penyediaan vaksin bagi seluruh sasaran imunisasi; yaitu 4.869.932 bayi (0-11 bulan); 4.772.462 bayi dibawah 3 tahun (batita) dan 13.972.182 anak Sekolah Dasar (kelas 1,2 dan 3). Pembelian vaksin oleh Pemerintah menggunakan e-katalog untuk memastikan transparansi, ketepatan dan akuntabilitas pada penggunaan anggaran negara. Program imunisasi pemerintah mewajibkan pelaporan pemakaian vaksin secara berjenjang karena diperlukan nilai cakupan sebagai laporan ke WHO. Upaya preventif merupakan faktor kunci dalam pencapaian pembangunan kesehatan oleh Kementerian Kesehatan. Pemerintah memprioritaskan upaya promotif agar masyarakat mengetahui dan sadar akan pentingnya kesehatan. Pengetahuan kesehatan khususnya pencegahan penyakit sangat diperlukan karena saat ini anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagian besar digunakan untuk membiayai aspek kuratif. Penyediaan vaksin yang digunakan untuk program imunisasi Pemerintah dibeli dari PT Biofarma. Indonesia patut berbangga karena PT. Biofarma, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara, telah mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri untuk vaksin. Sebagai produsen vaksin terbesar keempat di seluruh dunia, PT Biofarma mengekspor berbagai jenis vaksin yang diproduksinya ke 130 negara di dunia. Namun, PT Biofarma belum bisa memproduksi DPT aseluller PENGEMBANGAN ILMU IMUNISASI DARI SEGI HUKUM
Peredaran dan penggunaan imunisasi di Indonesia dilindungi oleh hukum yang berlaku.
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273) b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3841) c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5882) d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) f. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 966) h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755) i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508) j. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/355/2016 tentang Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu