Anda di halaman 1dari 7

No.

Nomor Putusan Hasil Putusan Pertimbangan Hukum Putusan

1. 77/Pdt.G/2013/PN.Smda Eksepsi Gugatan Prematur - Dalam Pasal 250 UU Pelayaran disebutkan bahwa fungsi

ditolak. Mahkamah Pelayaran adalah untuk melaksanakan

pemeriksaan lanjutan atas kecelakaan kapal dan menegakkan

kode etik profesi dan kompetensi nakhoda dan/atau perwira

kapal setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh

Syahbandar.

- Sedangkan tugas Mahkamah Pelayaran menurut Pasal 253

adalah meneliti sebab-sebab kecelakaan kapal dan

menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian

dalam penerapkan standar profesi kepelautan yang

dilakukan oleh nakhoda dan/atau perwira kapal atas

terjadinya kecelakaan kapal dan merekomendasikan kepada

Menteri mengenai pengenaan sanksi administrative atas


kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Nakhoda dan

atau perwira kapal.

- Bahwa dengan memperhatikan ketentuan perundang-

undangan tersebut diatas, maka pemeriksaan lanjutan dan

penentuan kesalahan atau kelalaian dalam kecelakaan kapal

oleh Mahkamah Pelayaran adalah untuk kepentingan

menegakkan kode etik profesi dan kompetensi nakhoda

dan/atau perwira kapal dan sebagai rekomendasi bagi

Menteri untuk menjatuhkan saksi administratif.

- Penentuan kesalahan/kelalaiaan dan rekomendasi

Mahkamah Pelayaran tersebut bukan merupakan syarat

mutlak untuk mengajukan gugatan atas dasar perbuatan

melawan hukum.

2. 415/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Utr Eksepsi Gugatan Prematur - Mahkamah Pelayaran bukan suatu lembaga peradilan,

ditolak. eksistensinya tidak berada di bawah lingkup Mahkamah

Agung Republik Indonesia, melainkan berada di bawah


Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, hal ini

sebagaimana diatur pada Pasal 250 Ayat (1) Undang-Undang

No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran (UU No. 17/2008) dan

Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Republik

Indonesia No. PM 76 Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata

Kerja Mahkamah Pelayaran (PERMEN No. 76/2017).

- Bahwa tugas dari Mahkamah Pelayaran adalah memeriksa

penyebab terjadinya kecelakaan kapal dan akan memberikan

sanksi yang bersifat administratif kepada Nakhoda dan atau

perwira kapal lainnya yang memiliki sertifikasi keahlian

pelaut, tugas Mahkamah Pelayaran sebagaimana dimaksud

diatur dalam Pasal 3 PERMEN No. 76/2017. Sanksi yang

diberikan Mahkamah Pelayaran bersifat administratif, hal ini

dikarenakan Mahkamah Pelayaran hanya terbatas melakukan

pemeriksaan ada atau tidaknya kode etik yang dilanggar oleh

Nakhoda dan atau perwira kapal lainnya, sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 251 UU No. 17/2008.


- Menimbang, bahwa atas eksepsi tersebut di atas, setelah

dipelajari oleh Majelis Hakim dihubungkan dengan gugatan

Penggugat, Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam

perkara a quo, Penggugat mengajukan gugatan sehubungan

dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat

II selaku Nakhoda dari Kapal MV. Umbul Mas milik dari

Tergugat I yang telah menabrak dermaga/private jetty dan

objek pertanggungan milik Tertanggung dari Penggugat yang

terletak di Pelabuhan Buatan, Kabupaten Siak, Provinsi Riau,

dimana hal tersebut mengakibatkan objek

pertanggunganberupa Hitachi Quay Crane Code No.: CC-

01;S/N: Hitachi:E/N : 3057-C Unit No. 3A69985: Year: 1969

rusak / hancur sebagian. Insiden tersebut mengakibatkan

kerusakan pada objek pertanggungan milik tertanggung dari

Penggugat, sehingga menimbulkan financial loss (total nilai

klaim) seluruhnya sebesar Rp.39.800.000.000,- (tiga puluh

sembilan miliar delapan ratus juta Rupiah), dengan demikian


Majelis Hakim berpendapat bahwa belum adanya

pemeriksaan dan putusan dari Mahkamah Pelayaran

terhadap kasus ini, tidak menghalangi atau membatasi hak

Penggugat untuk mengajukan tuntutan atau gugatan ganti

rugi terhadap Tergugat I selaku pemilik Kapal MV. Umbul

Mas dan Tergugat II selaku Nakhoda Kapal MV. Umbul Mas

yang telah menimbulkan kerugian, karena masing-masing

kasus pembuktiannya berbeda.

3. 2215 K/Pdt/2005 Eksepsi Gugatan Prematur - Bahwa adalah keliru pendapat Pengadilan Tinggi Jakarta

ditolak. yang telah memberikan pertimbangan bahwa sengketa

antara Penggugat untuk Kasasi dengan Tergugat I dan

Tergugat II untuk Kasasi berdasarkan Pasal 20 UU

Pelayaran haruslah diperiksa melalui Mahkamah

Pelayaran.

- Karena gugatan Penggugat dalam Kasasi bukanlah termasuk

dalam sengketa pelayaran. Karena gugatan Penggugat dalam


Kasasi bukanlah termasuk dalam sengketa pelayaran akan

tetapi sengketa perdata berdasarkan suatu perjanjian yang

disepakati oleh Penggugat untuk Kasasi dengan Tergugat I

dan Tergugat II untuk Kasasi sehingga terhadap perjanjian

tersebut Tergugat I dan Tergugat II untuk Kasasi haruslah

bertanggung- jawab untuk menjaga keselamatan barang

muatan sampai dengan diterimanya kembali barang milik

Penggugat untuk Kasasi.

- Bahwa gugatan Penggugat untuk Kasasi tidaklah termasuk

dalam sengketa Pelayaran akan sebagaimana diatur dalam

Pasal 20 UU Pelayaran, akan tetapi gugatan Penggugat untuk

Kasasi adalah gugatan murni Perdata berdasarkan ikatan

perjanjian yang berakibat suatu kerugian karena tidak

terlaksananya perjanjian, sehingga tidaklah tepat apabila

sengketa itu diselesaikan melalui Mahkamah Pelayaran.

Karena Pasal 20 UU Pelayaran hanya sebatas memeriksa

secaras teknis apabila terjadi kasus kecelakaan kapal dan


memberikan sanksi administratif sehingga dengan demikian

maka tuntutan keperdataan oleh Penggugat dapat

digantungkan kepada hasil Penggugat pemeriksaan oleh

Mahkamah Pelayaran.

Anda mungkin juga menyukai