Anda di halaman 1dari 32
RENCANA AKSI KEGIATAN DIREKTORAT SURVEILANS, KARANTINA KESEHATAN TAHUN 2015-2019 REVISI ke - 2 SATUAN KERJA DIREKTORAT SURVEILANS DAN KARANTINA KESEHATAN TAHUN 2019 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Surveilans, Karantina Kesehatan Tahun 2015-2019 Revisi ini dapat disusun untuk menjadi pedoman bersama dalam mewujudkan outcome Kegiatan Pembinaan Surveilans, dan Karantina Kesehatan Buku ini memuat tujuan, sasaran, arah kebijakan, strategi, indikator, dan target Kegiatan Pembinaan Surveilans, Karantina Kesehatan Tahun 2015-2019 yang menjadi acuan bagi pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Surveilans, dan Karantina Kesehatan di Satuan Kerja Direktorat Surveilans, Karantina Kesehatan. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan akan memberikan panduan dalam penyusunan rencana kerja tahunan dan menjadi salah satu dokumen sumber dalam pelaksanaan penilaian Akuntabilitas Kinerja Satuan Kerja Direktorat Surveitans, Karantina dan Kesehatan. Kami meyakini, bahwa Rencana Aksi Kegiatan ini belum sempurna dana terus akan di update untuk mengakomodir perkembangan kondisi internal dan eksteral Kegiatan Pembinaan Surveilans, Karantina dan Kesehatan di Satuan Kerja Direktorat Surveilans, , Karantina Kesehatan. Oleh karena itu, masukan dari semua pihak untuk perbaikan sangat dibutuhkan, Kepada seluruh penyusun buku ini, kami ucapkan terima Kasih atas segala upayanya, Semoga Rencana Aksi Kegiatan ini dapat mencapai tujuan penyusunannya. Jakarta, Jy, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Sa drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid NIP 196512131991012001 RAK Dit SKK 2015-2019 Revist | DAFTAR ISI Kata Pengantar. Daftar isi... 7 pea 7 Keputusan Direktur Surveilans, Karantina Dan Kesehatan Nomor HK.02.03/D.3/I.5/ 2019 Tentang Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Surveilans, Karantina Dan Kesehatan Tahun 2015-2019 .. Beb | Pendahuluan. 1 |. Latar Belakang... ad II, Kondisi Umum, Potensi dan Permasalahan. pHa: Ill Lingkungan Strategis. 4 A. Lingkungan Strategis Nasional 4 B. Lingkungan Strategis Regional mie C. Lingkungan Strategis Global. 7 Bab Il Tujuan dan Sasaran Strategis.... 9 |. Tujuan.. . 10 Il, Sasaran Strategis... - 10 Bab Ill Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan. 12 |. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Kesehatan dan Ditjen PP dan PL. Il. Arah Kebijakan Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan .. Ill, Strategi Pencapaian Direktorat Surveilans,dan Kerantina Kesehatan 13 V.Kerangka Regulasi. 17 V. Kerangka Kelembagaan : 7 Bab IV Rencana Kinerja Dan Pendanaan Kegiatan.....00nne i 19 |. Target Kinerja. 19 Il. Kerangka Pendanaan... 20 Bab V Pemantauan, Penilaian Dan Pelaporan.... 22 Bab VI Penutup. Lampiran 1 Matriks Target Kinerja.. RAK bit SKK 2015-2019 Revist Menimbang Mengingat KEPUTUSAN DIREKTUR SURVEILANS DAN KARANTINA KESEHATAN NOMOR : HK.02.03/D.3/I15//2019 TENTANG RENCANA AKSI KEGIATAN DIREKTORAT SURVEILANS DAN KARANTINA KESEHATAN TAHUN 2015-2019 Revisi KE -2 DIREKTUR SURVEILANS , KARANTINA DAN KESEHATAN Bahwa sebagai penjabaran dari Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2015- 2019, perlu disusun Rencana Aksi Kegiatan Program Surveilans, Karantina Dan Kesehatan yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina Kesehatan dan Kesehatan Matra; 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 4287); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negare Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 5. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3); 6. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59); 7. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 137), RAK Die 5KK2015-2019 Revisit Menetapkan KESATU KEDUA KETIGA 10. 11. 12. 13, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2010 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tala Kerja Kementerian Kesehatan; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/422/2017 (Renstra Revisi |-2017), tentang Rencana Strategi Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015- 2019; Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Nomor HK.02.03/D1/./2088/ 2015 tentang Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015-2019; MEMUTUSKAN KEPUTUSAN DIREKTUR SURVEILANS,KARANTINA DAN KESEHATAN TENTANG RENCANA AKSI KEGIATAN DIREKTORAT SURVEILANS, KARANTINA DAN KESEHATAN TAHUN 2015-2019, Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan Tahun 2015-2019 merupakan —dokumen perencanaan Kegiatan Pembinaan Surveilans, Karantina dan Kesehatan selama lima tahun yang dilakukan Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan untuk mencapai indikator program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam kurun waktu 5 tahun (2015-2019) Rencana Aksi Kegiatan Surveilans, Karantina dan Kesehatan Tahun 2015-2019 digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan dalam penyususunan perencanaan tahunan (RKAKL). Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan Tahun 2015-2019 digunakan sebagai salah satu pedoman penilaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan Kerja Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan. RAK Dit SKK 2015-2019 Revisi tv KELIMA : Keputusan ini mulei berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan seperiunya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan SSrois drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid NIP 196512131991012001 Keputusan ini disampaikan kepada yth: 1. Direktur Jenderal P2P- 2. Sekretaris Direktorat Jenderal P2P RAK DU SKK2015-2019 Revist BABI PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hak dasar/hak fundamental warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bemegara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 26 huruf H ayat 1 mengamanatkan bahwa "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan”. Untuk mewujudkan hal tersebut, sesuai Undang-undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dinyatakan untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, pembangunan nasional diarahkan untuk mengedepankan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujyan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya. Pembangunan Kesehatan diwujudkan dalam program-program yang merupakan prioritas dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan dengan mempertimbangkan komitmen internasionel, regional dan kebijakan lokal. Pembangunan Kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengen sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat Kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya Kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pembangunan kesehatan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yaitu: (1) meningkatnya status Kesehatan dan gizi masyarakat; (2) meningkatnya pengendalian penyakit menular dan tidak menular; (3) meningkatnya pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan; serta (4) meningkatnya perlindungan finansial, ketersediaan, penyebaran, dan mutu obat serta sumber daya kesehatan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Selanjutnya, Menteri mengamanatkan bahwa Renstra harus dijabarkan dalam Rencana Aksi Program Unit Eselon | Dengan telah ditetapkannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015; Rencana Strategis (Renstra) Kementorian Kesehatan Tahun 2015-2019 Revisi 1 Tahun 2018 melalui Keputusan Menteri_ Kesehatan Nomor —HK.01.07/Menkes/422/2017 menggantikan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 ; serta RAK Die SKK 2015-2019 Revish 4 Rencana Aksi Program (RAP) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015-2019 melalui Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Nomor HK.02.03/D.1/1.1/2088/2015, Direktorat Surveilans Kerantina dan Kesehatan menyusun Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Satuan Kerja Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan Tahun 2015-2019, yang merupakan penjabaran tujuan, sasaran, arah kebijakan, strategi, indikator serta target Kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra dalam Rencana Aksi Program PP dan PL. KONDISI UMUM, POTENSI DAN PERMASALAHAN Gambaran kondisi umum, potensi, dan permasalahan dalam pengendalian penyakit menjadi input dalam menentukan arah kebijakan dan strategi Kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra di Satuan Kerja Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra, ‘Angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), diantaranya adalah Difter, Pertusis, Tetanus, Tuberkulosis, Campak, Poliomieiitis, Hepatitis B, dan Hemofilus Influenza Tipe b (Hib), cenderung mengalami penurunan. Beberapa penyakit tersebut telah menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara, yaitu Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Campak ~Pengendalian Rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Pada tanggal 27 Maret 2014, World Health Organization mengumumkan Sertifikasi Bebas Polio untuk regional Asia Tenggara, yang mencakup 11 negara termasuk Indonesia, di New Delhi, India. Dengan eradikasi polio pada regional tersebut, proporsi wilayah bebas polio di dunia telah mencapai 80%. WHO juga mendeklarasikan bahwa tidak ada lagi kasus endemik polio liar pada tanggal 25 September 2015. Dalam mendukung Eradikasi Polio tersebut, Indonesia ikut serta dalam pelaksanaan Endgame Polio Strategy, yang dideklarasikan oleh World Health Assembly pada bulan Mei tahun 2012. Salah satu tyjuan yang akan dicapai dalam Endgame Polio Strategy adalah introduksi vaksin baru inactivated polio vaccine (IPV), penggantian trivalent Oral Polio Vaccine (tOPV) menjadi bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV), dan penarikan seluruh vvaksin polio oral (OPV). Pada akhir tahun 2018, diharapkan penyakit polio telah berhasil dinapus dari seluruh dunia. Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Regional SEARO yang belum ‘mencapal tahap Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal. Sejumlah 30 dari 34 provinsi dan 479 dari 514 kabupaten di Indonesia yang tersebar di regional 1 (Jawa-Bali), regional 2 (Sumatera), dan regional 3 (Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT) sudah mencapai tahap eliminasi Tetanus Matemal dan Neonatal melalui berbagai keglatan imunisasi rutin, imunisasi massal, serta perselinan bersin dan aman. Namun, Indonesia baru dinyatakan eliminasi apabila regional 4 yang meliputi provinsi Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua telah mencapai target eliminasi. Program eliminasi TMN saat ini terfokus pada regional 4 di 18 kabupaten. Perlu dilakukan imunisasi TT dua putaran dengan cakupan tinggi (>80%) agar Indonesia dapat disertifikasi sebagai negara yang sudah mengeliminasi penyakit TMN pada tahun 2016. RAK DI. SKK 2015-2019 Revish 2 Resolusi Regional Committee pada pertemuan World Health Assembly (WHA) tanggal 28 Mei 2012, mendesak negara-negara anggota untuk mencapai eliminasi campak pada tahun 2015 dan melakukan pengendalian penyakit rubella. Namun, seiring waktu, perkembangan dalam menurunkan angka kematian akibat campak dan cakupan imunisasi yang menyeluruh belum cukup cepat. Melihat hal tersebut, WHO Regional Asia Tenggara menetapkan bahwa Eliminasi Campak dan Pengendalian Rubella/ Congenital Rubella Syndrom (CRS) akan dicapai pada tahun 2020. Upaya Kesehatan untuk mencapai hal tersebut adalah mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di seluruh wilayah dan penguatan surveilans PD3I. Hal inj bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah kantong yang akan mempermudah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Namun, gambaran kondisi saat ini adalah masih terdapat daerah kantong yang cakupan imunisasinya belum memenuhi target selama beberapa tahun untuk beberapa antigen, kinerja surveilans yang mengalami penurunan, serta adanya disparitas capaian antar provinsi. Selain itu, terbatasnya jumlah SDM yang kompeten, tingginya mutasi petugas khususnya di tingkat pelayanan, tidak meratanya komitmen pemangku kebijakan di daerah untuk memprioritaskan program imunisasi, kurang efektifya sistem pengadaan logistik imunisasi, dan sulitnya kondisi geografis di sebagian wilayah juga menjadi faktor penghambat sehingga dapat menimbulkan daerah risiko tinggi terhadap PSI. Dalam rangka menurunkan kejadian Ivar biasa penyakit menular telah dilakuken pengembangan Early Waming and Respons System (EWARS) atau Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), yang merupakan penguatan dari Sistem Kewaspadaan Dini - Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB). Melalui penggunaan EWARS ini diharapkan terjadi peningkatan dalam deteksi dini dan respon terhadap peningkatan trend kasus penyakit, khususnya yang berpotensi menimbulkan KLB. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, seiring dengan meningkatnya perjalanan, perdagangan dan mobilitas penduduk dunia pada era globalisasi, sejumlah penyakit baru bermunculan. Penyakit-penyakit tersebut digolongkan sebagai penyakit infeksi emerging atau emerging infectious disease (E/Ds), yaitu penyakit yang muncul untuk pertama kalinya (new emerging disease), seperti SARS, Avian Influenza, Swine Flu, MERS-CoV, West Nile Virus, dan sebagainya; maupun penyakit yang telah/pernah ada sebelumnya namun meningkat dengan sangat cepat baik dalam jumlah maupun lues sebarannya (re-emerging diseases), seperti Ebola, Pes, Yellow Fever, dan sebagainya. Penyakit-penyakit tersebut berpotensi menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) atau Public Health Emergency of Intemational Concem (PHEIC), MERS CoV, yang merupakan singkatan dari Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (Sindrom Pemapasan Timur Tengah karena Virus Corona), diidentifikasi pertama kali di Arab Saudi pada tahun 2012, kemudian berkembang dan telah dilaporkan di 26 negara hingga seat ini, Berdasarkan data WHO, jumlah kasus MERS CoV sampai dengan tanggal 2 Desember 2015 adalah 1.621 kasus dengan 584 kematian (CFR 36%). Sampai dengan pertemuan IHR Emergency Committee ke-10 pada 2 September 2015, MERS-CoV belum ditetapkan sebagai Kederuratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia/KKMMD. Namun demikian, berdasarkan hasil analisis risiko WHO RAK Di SKK 2015-2019 Revit 3 diketahui bahwa mulai 5 Juni s.d. 27 Agustus 2015 tercatat penambahan kasus di Arab Saudi sebanyak 125 kasus konfirmasi dengan 23 kematian (CFR 18,4%). Pada bulan Maret 2014, WHO melaporkan wabah Ebola terjadi di Guinea, Afrika Barat, yang kemudian berkembang ke beberapa negara di Afrika Barat lainnya. Hingga pada tanggal 8 Agustus 2014, WHO menyatakan ebola sebagai penyakit yang tergolong darurat kesehatan masyarekat atau Public Health Emergency of Intemational Concem (PHEIC). Adapun jumlah kasus global sejak wabah Ebola merebak pada tahun 2014 sebanyak 28.637 kasus dengan 11.314 kematian. Sampai pada pertemuan Emergency IHR Committee on Ebola Virus Disease ke-7 pada tanggal 1 Oktober 2015, penyakit virus Ebola masih dinyatakan sebagai PHEIC. Namun jika melihat kondisi saat ini, jumlah kasus cenderung menurun dan hanya tersisa di 1 negara terjangkit (Guinea). Seiring dengan perkembangan transportasi dan perdagangan serta tingginya mobilitas penduduk dunia tidak menutup kemungkinan Indonesia mempunyai risiko tertular penyakit-penyakit infeksi emerging tersebut. Tingginya mobilitas warga Negara Indonesia yang mengunjungi Arab Saudi, baik sebagai TKI, ataupun melaksanakan ibadah haji dan umrah setiap tahunnya akan meningkatkan risiko terhadap tertulamya MERS CoV. Indonesia sebagai negara anggota World Health Organization (WHO) telah menyepakati untuk melaksanakan ketentuan Intemational Health Regulations (IHR) 2005, dan dituntut, harus memiliki kemampuan dalam deteksi dini dan respon cepat terhadap munculnya penyakitkejadian yang berpotensi menyebabkan kedaruratan Kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia tersebut. Pelabuhan, bandara, dan Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN) sebagai pintu masuk negara maupun wilayah harus mampu melaksanakan upaya merespon terhadap adanya kedaruratan Kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (PHEIC). Upaya kekarantinaan dilakukan dengan tujuan mencegah dan menangkal masuk dan keluarnya penyakit-penyakit dan atau masalah kesehatan yang menjadi kedaruratan Kesehatan masyarakat secara internasional, termasuk penyakit infeksi emerging. Salah satunya adalah melakukan kesiapsiagaan dan deteksi dini baik di pintu masuk negara maupun di wilayah. Selain itu, kondisi geografis di Indonesia yang rawan bencana merupakan bagian dari risiko Kesehatan. Risiko Kesehatan pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, dapat berupa kematian, kesakitan, kecatatan, jiwa yang terancam, hilangnya rasa aman, dan pengungsian. Untuk itu diperlukan pengaturan kesehatan pada situasi khusus tersebut demi mewujudkan upaya Kesehatan secara cepat, tepat, menyeluruh dan terkoordinasi guna menurunkan potensi risiko kesehatan. Upaya kesehatan pada situasi tersebut di atas (situasi matra) bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam menurunkan risiko serta memelihara kesehatan masyarakat agar tetap sehat dan mandi LINGKUNGAN STRATEGIS. ‘A. Lingkungan Strategis Nasional Perkembangan Penduduk. Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035, pertumbuhan penduduk Indonesia ditandai dengan adanya window ‘opportunity, yaitu jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding jumlah RAK Dit SKK 2025-2019 Revist 4 sia tidak produktif. Rasio beban ketergantungan (dependency ratio) pada tahun 2015-2035 pun menunjukkan hal yang positi, dimana beban ekonomi bagi penduduk usia produktif (usia kerja) yang menanggung penduduk umur tidak produktit menjadi berkurang. Jumiah penduduk Indonesia pada tahun 2015 adalah 255.461.700 orang dan akan meningkat menjadi 268.074.600 orang pada tahun 2019, dengan laju pertumbuhan sebesar 1,19% pertahun. Jumiah wanita usia subur (usia 15-49 tahun) akan meningkat dari tahun 2015 yang diperkirakan sebanyak 69,2 juta menjadi 71,1 juta pada tahun 2019. Dari jumlah tersebut, diperkirakan ada 5 juta ibu hamil setiap tahun. Disparitas Status Kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi ‘Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah pedesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, persentase imunisasi dasar lengkap di perkotaan lebih tinggi (64.5%) daripada di perdesaan (53,7%). Universal Child Immunization (UCI) desa yang Kini mencapai 82,7% periu ditingkatkan hingga mencapai 92% di tahun 2019. Dari data rutin cakupan imunisasi dasar lengkap, persentase lebih tinggi terdapat di wilayah bagian barat dibanding wilayah timur. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). GERMAS adalah suatu tindakan yang sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas masyarakat dan mengurangi beban biaya kesehatan. Dalam rangka mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dilakukan melalui peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan, pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan edukasi hidup sehat. Kondisi Geografis. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan sebagian masyarakatnya yang tinggal di pesisir pantal mengandalkan mata pencahariannya sebagai penyelam tradisional. Berdasarkan kegiatan surveilans kesehatan penyelaman tahun 2015, terkumpul data dasar Kesehatan penyelaman yang dilaksanakan di 15 provinsi (22 kab/kota) yaitu Aceh (1 kab/kota), Bangka Belitung (1 kab/kota), Bengkulu (1 kab/kota), Kep. Riau (1 kab/kota), Lampung (1 kab/kota), Jawa Barat (3 kab/kota), Jawa Tengah (4 kab/kota), Jawa Timur (1 kabikota), Sulawesi Selatan (1 kab/kota), Sulawesi Tengah (3 kab/kota), Gorontalo (1 kab/kota), Kalimantan Selatan (1 kabikota), Kalimantan Timur (1 kab/kota), NTB (1 kab/kota), dan NTT (1 kab/kota). Dari hasil yang telah dikumpulkan di 22 lokasi penyelaman diperoleh gambaran masalah kesehatan yang terjadi pada para penyelam antara lain kelompok umur RAK Dit SKK 2015-2019 Revish - § penyelam paling besar adalah kelompok umur 16 s.d 45 tahun, dimana kelompok mur tersebut merupakan kelompok umur produktif, dengan latar belakang pendidikan tingkat SD bahkan masih ada penyelam yang tidak lulus SD atau tidak sekolah sehingga tingkat pengetahuannya rendah, jadi kemungkinan pengetahuan tentang penyelaman juga kurang. Untuk mencegah supaya tidak timbul masalah kesehatan akibat penyelaman, upaya kesehatan penyelaman harus benar-benar dilaksanakan, terutama pengendalian faktor risiko terjadinya penyakit akibat penyelaman antara lain dengan mengadakan sosialisasi dan penyuluhan bagi penyelam tradisional Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Menurut peta jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional ditargetkan pada tahun 2019 semua penduduk Indonesia telah tercakup dalam JKN (Universal Health Coverage-UHC). Diberlakukannya JKN ini jelas menuntut dilakukannya peningkatan akses dan mut pelayanan kesehatan, baik pada fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun fasiitas Kesehatan tingkat lanjutan, serta perbalkan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Untuk mengendalikan beban anggaran negara yang diperiukan dalam JKN memerlukan dukungan dari upaya kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif agar masyarakat tetap sehat dan tidak mudah jatuh sakit. Perkembangan kepesertaan JKN temyata cukup baik. Sampai awal September 2014, jumiah peserta telah mencapai 127.763.851 orang (105,1% dari target). Penambahan peserta yang cepat ini tidak dlimbangi dengan peningkatan jumlah {asilitas kesehatan, sehingga terjadi antrian panjang yang bila tidak segera diatasi, kualitas pelayanan bisa turun. Kesetaraan Gender. Kualitas SOM perempuan harus tetap perlu ditingkatkan, terutama dalam hal: (1) perempuan akan menjadi mitra kerja aktif bagi laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politi; dan (2) perempuan turut mempengaruhi kualitas generasi penerus arena fungsi reproduksi perempuan berperan dalam mengembangkan SDM di masa mendatang. Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) Indonesia telah meningkat dari 63,94 pada tahun 2004 menjadi 68,52 pada tahun 2012. Peningkatan IPG tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh peningkatan dari beberapa indikator komponen IPG, yaitu Kesehatan, pendidikan, dan kelayakan hidup. Berlakunya Undang-Undang Tentang Desa. Pada bulan Januari 2014 telah disahkan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Sejak itu, maka setiap desa dari 77.848 desa yang ada, akan mendapat dana alokasi yang cukup besar setiap tahun. Dengan simulasi APBN 2015 misalnya, ke desa akan mengalir rata-rata Rp 1 Miliar. Kucuran dana sebesar ini akan sangat besar artinya bagi pemberdayaan masyarakat desa. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pengembangan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) akan lebih mungkin diupayakan di tingkat rumah tangga di desa, karena cukup tersedianya sarana- sarana yang menjadi faktor pemungkinnya (enabling factors) Menguatnya Peran Provinsi. Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 tahun 2014 sebagai pengganti UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Provinsi selain berstatus sebagai daerah juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Standar AK Dit SKK 2015-2019 Reviss 6 Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan yang telah diatur oleh Menteri Kesehatan, maka UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru ini telah memberikan peran yang cukup kuat bagi provinsi untuk mengendalikan daerah-daerah kabupaten dan kota di wilayahnya. Pengawasan pelaksanaan SPM bidang Kesehatan dapat diserahkan sepenuhnya kepada provinsi oleh Kementerian Kesehatan, karena provinsi telah diberi kewenangan Untuk memberikan sanksi bagi Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelaksanaan SPM. Berlakunya Peraturan Tentang Sistem Informasi Kesehatan. Pada tahun 2014 juga diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tentang Sistem Informasi Kesehatan (SIK). PP ini mensyaratkan agar data kesehatan terbuka untuk diakses oleh unit kerja instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang mengelola SIK sesuai dengan kewenangan masing-masing. . Lingkungan Strategis Regional Saat mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016. Pemberiakuan ASEAN Community yang mencakup total populasi lebih dari 560 juta jiwa, akan memberikan peluang (akses paser) sekaligus tantangan tersendiri bagi indonesia. Implementasi ASEAN Economic Community mencakup liberalisasi perdagangan bareng dan jasa serta investasi sektor kesehatan. Perlu dilakukan upaya meningkatkan daya saing (competitiveness) dari fasilitas-fasiltas pelayanan kesehatan dalam negeri. Pembenahan fasiltas-fasilitas Pelayanan kesehatan yang ada, baik dari segi sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarananya, maupun dari segi manajemennya perlu digalakkan. Akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-lain) harus dilakukan secara serius, terencana, dan dalam tempo yang tidak terlalu lama. Hal ini berkaitan dengan perjanjian pengakuan bersama (Mutual Recognition Agreement - MRA) tentang jenis-jenis profesi yang menjadi cakupan dari mobilitas. Dalam MRA tersebut, selain insinyur, akuntan, dan lain-lain, juga tercakup tenaga medisidokter, dokter gigi, dan perawat. Tidak tertutup kemungkinan di masa mendatang, akan dicakupi pula jenis-jenis tenaga kesehatan lain, Betapa pun, daya saing tenaga Kesehatan dalam negeri juga harus ditingkatkan. Institusi-institusi pendidikan tenaga Kesehatan harus ditingkatkan kualitasnya melalui pembenahan dan akreditasi. . Lingkungan Strategis Global Dengan akan berakhinya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindaken untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang Kesehatan fakta menunjukkan bahwa individu yang sehat memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya. RAK Die SKK 2015-2019 Revish 7 ‘Agenda Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Security AgendalGHSA) dicanangkan di Washington DC dan Gedung PBB Genewa secara bersamaan pada tanggal 13 Februari 2014. Pertemuan GHSA pertama dilaksanakan pada tanggal 5- 6 Mei 2014 diHelsinki, Finlandia. Pada awalnya, inisiatif GHSA digagas oleh ‘Amerika Serikat dan negara-negara maju dengan melibatkan multi-stakeholders dan multi-sektoral. Selain itu juga didukung badan-badan dunia dibawah PBB diantaranya World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organisation (FAO), dan World Organization for Animal Health (OIE). Di Helsinki, GHSA membahas rancangan GHSA Action Packages and Commitments yang diharapkan dapat dijadikan rujukan bersama di tingkat global dalam mengatasi ancaman penyebaran penyakit infeksi. Komitmen ini antara lain juga dimaksudkan untuk memperkuat implementasi International Health Regulation- IHR yang telah dicanangkan WHO sebelumnya. ‘Agenda Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Security Agenda/GHSA) juga sebagai bentuk Komitmen dunia yang telah mengalami dan belajar banyak dalam menghadapi musibah wabah penyakit menular berbahaya seperti wabah Ebola yang telah melanda beberapa negara Afrika, Middle East Respiratory Syndrome (MERS-Cov) di beberapa negara Timur Tengah, flu H7N9 khsususnya di Tiongkok, flu babi di Meksiko, flu burung yang melanda di berbagai negara, dan wabah flu Spanyol tahun 1918. Rangkaian kejadian tersebut seakan menegaskan bahwa wabah penyakit menular berbahaya tidak hanya mengancam negara yang bersangkutan, namun juga mengancam kesehatan masyarakat negara lainnya termasuk dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya. Indonesia sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyepakati untuk melaksanakan ketentuan international Health Regulations (IHR) 2005, dan dituntut harus memiliki kemampuan dalam pencegahan, deteksi dini dan respon cepat tethadap munculnya penyakivkejadian yang berpotensi_menyebabkan kedaruratan Kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emerging of international Concern/PHEIC). Dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk pencegahan, deteksi dini dan respon cepat, maka diperlukan Global Health Security Agenda (GHSA) untuk penguatan implementasi IHR 2005. Dalam pelaksanaannya, Indonesia menjadi anggola Steering Group GHSA yang sekaligus Ketua Troika GHSA tahun 2016, sehingga diperlukan Kelompok Kerja GHSA. RAK Die SKK 2015-2019 Revist BAB II TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS Sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Aksi Program PP dan PL Tahun 2015-2019 bahwa tidak ada misi Direktorat Jenderal PP dan PL. Rencana Aksi Program PP dan PL mendukung pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang sesuai dengan visi dan misi Presiden Republik Indonesia, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong’. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu: 4. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum, 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Dalam melaksanakan Kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Malta, Direktorat Survellans Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra sejalan dengan visi misi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah memiliki agenda yang dijabarkan dalam NAWACITA, yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4, Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 5, Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional RAK DR:SKK2015-2019 Revisl 9 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ‘ekonomi domestik. 8, Melakukan revolusi karakter bangsa 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia, Penjabaran NAWACITA dalam penyelenggaraan Kegiatan Pembinean Surveilans, imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kinerja Kegiatan Pembinaan Survellans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra berbasis masyarakat dan penguatan peran daerah dalam bingkai program nasional yang terpadu dan terintegrasi 2, Mengurangi dan/atau mencegah potensi risiko penyebaran penyakit dan meminimalisasi dampak buruk akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang baru timbul (new emerging diseases), penyakit yang timbul kembali (re-emerging diseases), peningkatan survellans, karantina kesehatan, dan kesehatan matra Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, dirumuskan tujuan sebagai berikut: 1. meningkatnya status kesehatan masyarakat; dan 2. meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehaten. A. TUJUAN Tujuan penyelenggaraan Program P2P sejalan dengan Renstra Kementerian Kesehatan, yaitu_ menurunnya insidens, prevalens, dan kematian akibat penyakit menular dan enyakit tidak menular, serta meningkatnya kualitas Kesehatan jiwa. Adapun tujuan penyelenggaraan Kegiatan Pembinaan Surveilans dan Karantina Kesehatan adalah menurunnya angka kesakitan akibat penyakit infeksi emerging, peningkatan surveillance dan karantina kesehatan SASARAN STRATEGIS Sesaran Strategis yang akan dicapai Kegiatan Pembinaan Surveilans dan Karantina Kesehatan merupakan gabungan sasaran strategis Kegiatan yang menjadi sasaran RPJMN 2015-2019 dan Renstra Kemenkes 2015-2019. Sasaran strategis tersebut adalah menurunkan angka kesakitan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, peningkatan surveilans dan Kekarantinaan Kesehatab yang akan dicapai pada kurun waktu 2015-2019, yang ditandai dengan: 1. Bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap sebesar 93% 2. Anak Usia 12-24 bulan yang mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan 70% RAK Die SKK2015-2019 Revisi 10 3. Kabupaten/Kota yang melakukan pemantauan kasus penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB) dan melakukan respon penanggulangan terhadap sinyal KLB untuk mencegah terjadinya KLB. 90% 4, Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging 400 Kab/Kota 5.Kabupaten/kota di pintu masuk negara yang mempunyai kebijakan kesi siagaen dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabeh 106 KabiKota RAK Due. SKK 2015-2019 Revist 11 BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI! DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN KESEHATAN DAN DITJEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Arah kebijakan Kementerian Kesehatan mengacu pada tiga hal penting yakni: 1. Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care) 2. Penerapan Pendekatan Keberlanjutan Pelayanan (Continuum of Care) 3. Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas, terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem Kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan, Arah Kebijakan Ditjon PP dan PL untuk mendukung arah kebijakan Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut 1, Peningkatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan penyakit 2. Peningkatan perlindungan kelompok berisiko 3. Penatalaksanaan epideriologi kasus dan pemutusan rantai penularan 4, Pencegahan dan penanggulangan KLBiwabah termasuk yang berdimensi internasional 5. Peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk pencegahan dan pengendalian penyakit 6. Pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat 7. Pelayanan kesehatan jiwa 8. Peningkatan keterpaduan program promotif dan preventif dim pengendalian penyakit & penyehatan lingkungan Arah Kebijakan tersebut didukung melalui 10 strategi yaitu : 1. Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal 2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi 3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi dan inovasi program 4. Meningkatkan_kompetensi sumber daya manusia di bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 5. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan RAK Dit SKK 2015-2019 Revist 12 Memperkuat manajemen logistik Meningkatkan Surveilans dan aplikasi teknologi pendukung (SKDR) Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pendampingan teknis Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan program }0. Meningkatkan pengembangan teknologi preventif. aoanoe ARAH KEBIJAKAN DIREKTORAT SURVEILANS, KARANTINA DAN KESEHATAN Arah kebijakan Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan keterpaduan program promotif & prevent. 2. Pencegahan dan penanggulangan KLB/wabah, termasuk yang berdimensi internasionaliglobal. 3. Penguatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan penyakit terintegrasi di pintu masuk dan wilayah, 4. Penguatan upaya berbasis masyarakat. Penguatan dan implementasi Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK), 6. Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia Kesehatan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas sesuai dengan kewenangannya. Penguatan sinergitas antara pusat dan daerah. Peningkatan upaya kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu. 9. Dukungan pendanaan, baik melalui APBN dan APBD, sesuai dengan kewenangan dan ketentuan yang berlaku. 10. Memberikan perhatian Khusus untuk kelompok masyarakat risiko tinggi wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB), dan daerah-daerah sulit secara geografis, seperti daerah bermasalah kesehatan (DBK) maupun daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK). STRATEG! PENCAPAIAN DIREKTORAT SURVEILANS, KARANTINA DAN KESEHATAN Berdasarkan arah kebijakan dalam kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra di Satuan Kerja Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra, dikembangkan strategi sebagai berikut: Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program. Mengembangkan (investasi) sumber daya manusia. Jejaring kerja. Memperkuat logistik dan distribusi manajemen. Surveilans dan aplikasi teknologi informasi N@aeeons RAK De SKK 2015-2019 Revi 13 8. Melaksanakan monitoring, evaluasi, supervisi dan bimbingan teknis, 9. Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan. Strategi Pembinzan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra dalam Rencana Aksi Kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra Satuan Kerja Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra dilaksanakan melalui pokok-pokok kegiatan sebagai berikut: A. Penyelenggaraan Surveilans 1. Penyusunan, review, dan pengembangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) surveitans penyakit berpotensi KLB. 2. Peningkatan kapasitas SDM surveilans penyakit berpotensi KLB dan/atau di bidang epidemiologi melalui pelatihan dan orientasiNworkshop. 3. Pengembangan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) berbasis web ‘melalui kegiatan a. Replikasi dan implementasi EWARS (Early Waming Alert and Response System); b. Pengembangan real time alert warning surveillance system yang terhubung langsung dengan konfimasi hasil laboratorium nasional_ maupun subnasional; ©. Penyusunan buletin kewaspadaan dini secara rutin berkala d. Pengadaan media KIE kewaspadaan dini 4, Pengembangan surveilans berbasis kejadian (event-based surveillance) melalui kegiatan a. Mendirikan Posko KLB; Pengembangan dan optimalisasi sistem pelaporan cepat (SMS gateway); Verifikasi rumor; Investigasi dan penanggulangan KLB; Surveilans aktif, termasuk di Rumah Sakit; Surveilans sentinel Congenital Rubella Syndrome (CRS), 5. Pengembangen surveilans berbasis kasus melalui: a. Surveilans campak berbasis data individu (Case Based Measles ‘Surveillance/CBMS), seeaog 6. Pemenuhan sarana, prasarana, dan logistik penanggulengan KLB dan Bencana/situasi khusus, 7. Penguatan jejaring kerja lintas program, lintas sektor, regional, dan global 8. Bimbingan teknis, asistensi, monitoring dan evaluasi 9. Penyelidikan Epidemiologi 10. Advokasi sosialisasi dan koordinasi jejarung surveilans RAK Die SKK 2015-2019 Revisl 14 B. Penyelenggaraan Imunisasi 1. Pelaksanaan Gerakan Akselerasi imunisasi Nasional (GAIN) UCI melalui a. Penguatan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan memetakan wilayah berdasarkan cakupan dan analisa masalah; b, Pemberdayaan masyarakat melalui TOGA, TOMA, aparat desa dan kader; c. Pemerataan jangkauan terhadap semua desalkelurahan yang sulit atau tidak terjangkau pelayanan, dengan strategi Sustainable Outreach Services (SOS), Drop Out Follow Up (DOFU), dan Reach Every Community (REC). 2. Pemenuhan regulasi dan aspek legal untuk perencanaan dan pelaksanaan program imunisasi 3. Pemenuhan kebutuhan jumlah, jenis, dan kualitas SDM melalui pelatihan Imunisasi baik dalam negeri maupun luar negeri. 4. Penyediaan sarana, prasana, dan logistik imunisasi (vaksin, alat suntik/Automatic Disable Syringe (ADS), safety box, alat pengendali: mutu vaksin) sesuai standar berdasarkan target dan sasaran imunisasi. 5. Penguatan manajemen rantai vaksin, melalui pelatinan dan supervisi dengan metode Effective Vaccine Management (EVM), mulai dari distribusi penyimpanan, dan perawatan alat pemantau suhu vaksin. 6. Peningkatan manajemen pengelolaan program Imunisasi melalui kegiatan: Perencanaan, review, dan evaluasi; ‘Audit kasus Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI); Koordinasi Teknis dengan Komite/Tim Ahli; ‘Supervisi Supporti; Data Quality Self-assesment (DQS); Asistensi dan bimbingan teknis, rp eange 7. Pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan imunisasi berbasis web. 8. Peningkatan dan penguatan jejaring LP/LS melalui advokasi, sosialisasi, koordinasi dan peningkatan peran serta organisasi profesi, LSM, ataupun Civil Society Organization (CSO) dalam pelaksanaan sosialisasi program Imunisasi 9. Introduksi vaksin baru ke dalam program imunisasi nasional 10.Penguatan terhadap komitmen global, yaitu status negara bebas polio, eliminasi tetanus maternal neonatal, serta eliminasi campak dan pengendalian rubella, melalui kegiatan: Pelaksanaan PIN Polio; Penggantian tOPV menjadi bOPV; Survey entibodi Polio; Validasi MNTE: Pelaksanaan Crash Program Campak, Pelaksanaan kampanye Campak Rubella. Peeaoge RAK DIE SKK 2015-2019 Revist 15 C, Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan 1 2 Penyusunan dan revisi aspek legal kekarantinaan kesehatan. Penguatan sistem surveilans epidemiologi di pintu masuk negara dan wilayah melalui a. Pemeliharaan dan peremajaan website Karantina Kesehatan; b. Pengembangan sistem pelaporan berbasis web (SIMKespel): ¢. Surveilans KKM terintegrasi di pintu masuk dan wilayah; d. Penilaian, pemetaan, dan analisis faktor risiko berpotensi KKM di wilayah kabupaten/kota Peningkatan kapasitas inti dalam rangka cegah tangkal kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) atau Public Health Emergency of International Concer (PHEIC) di pintu masuk negara melalui; ‘a. Peningkatan kapasitas petugas teknis kekarantinaan kesehatan melalui Pendidikan dan pelatihan karantina kesehatan; b, Penyediaan sarana, prasarana, logistik, dan media sosialiasi kekarantinaan kesehatan dalam rangka deteksi ini, diagnosis cepat, dan penanggulangan kedaruratan Kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah. Implementasi IHR (2005) melalui: a. Advokasi/sosialisasi implementasi IHR (2005); b. Penguatan fungsi dan penilaian hasil terhadap National Focal Point (NFP) IHR (2005); ©. Sertifikasi di 14 Point of Entry (PoE); d. Assesment core capacities IHR (2005) di pintu masuk dan wilayah. Penyusunan dokumen kebijakan penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di wilayah melalui: Sosialisasi rencana kontijensi penanggulangan KKM; Workshop penanggulangan KKM; Penyusunan rencana kontijensi penanggulangan KKM; Table Top/Simulasi Penanggulangan KKM; Reviu dokumen Rencana Kontijensi; Penerbitan dokumen kekarantinaan kesehatan. rp ange Penguatan jejaring kerja dan kemitraan melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi program karantina kesehatan dengan LS/LP. Bimbingan teknis, asistensi, monitoring dan evaluasi. Pengadaan media KIE karantina kesehatan pelabuhan, Bandar Udara dan PLBDN RAK Dit SKK 2015-2019 Revisl 16 Penyelenggaraan Penyakit Infeksi Emerging 1. Penyusunan, review, dan pengembangan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) terkait Penyelonggaraan Penyakit Infoksi emerging. 2, Peningkatan kapasitas petugas melalui pelatihar/orientasiworkshop. 3. Penguatan jejaring kerja dan kemitraan melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi program kesehatan matra dengan lintas program, lintas sektor, dan swasta. 4, Pemenuhan sarana, prasarana, dan logistik penanggulangan bencana dan situasi khusus. Advokasi dan sosialisasi Bimbingan teknis, asistensi, monitoring dan evaluasi. Surveilans PE berbasis kejadian Penyelidikan Epidemiologi Pengadaan media KIE penyakit emerging disease ©@rnoa KERANGKA REGULASI Agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan dengan baik maka perlu didukung dengan regulasi yang memadai. Perubahan dan penyusunan regulasi disesuaikan dengan tantangan global, regional dan nasional. Kerangka regulasi diarahkan untuk: 1) penyediaan regulasi dari turunan Undang-Undang yang terkait dengan kesehatan; 2) meningkatkan pemerataan sumber daya manusia kesehatan; 3) pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan; 4) peningkatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan berwawasan kesehatan; 5) penguatan kemandirian obat dan alat kesehatan; 6) penyelenggaraan jaminan Kesehatan nasional yang lebih bermutu; 7) penguatan peran pemerintah di era desentralisasi; dan 8) peningkatan pembiayaan kesehatan Kerangka regulasi yang aken disusun antara lain adalah perumusen peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri yang terkait, termasuk dalam Fangka menciptakan sinkronisasi, integrasi penyelenggaraan pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah. Dalam kurun waktu 5 tahun mendatang target regulasi yang akan diselesaikan terkait Kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra sebanyak 20 rancangan regulasi yang akan diselesaikan dalam kurun waktu 5 tahun, KERANGKA KELEMBAGAAN Desain organisasi yang dibentuk memperhatikan mandat konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan, perkembangan dan tantangan lingkungan strategis di bidang pembangunan Kesehatan, Sistem Kesehatan Nasional, pergeseran dalam wacana pengelolaan kepemerintahan (governance issues). kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, serta prinsip reformasi birokrasi (penataan kelembagaan yang efeltif dan efisien). 9 Rest 17 Kerangka kelembagaan terdiri dari: 1) sinkronisasi nomenklatur kelembagaan dengan program Kementerian Kesehatan; 2) penguatan kebijakan kesehatan untuk mendukung NSPK dan pengarusutamaan pembangunan berwawasan kesehatan; 3) penguatan pemantauan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi pembangunan Kesehatan; 4) penguatan bisnis internal Kementerian Kesehatan yang meliputi pembenahan SDM Kesehatan, pembenahan manajemen, regulasi dan informasi kesehatan; 5) penguatan peningkatan akses dan mutu pelayanan Kesehatan; 6) penguatan sinergitas pembangunan Kesehatan; 7) penguatan program prioritas pembangunan kesehatan; dan 8) penapisan teknologi Kesehatan. Kerangka kelembagaan untuk mendukung Kegiatan Pembinaan Surveilans, dan Kekarantinaan Kesehatan disusun sesuai dengan Kebijakan Pemerintah dan Kementerian Kesehatan, dimana Direktorat Surveilans, dan kekarantinaan kesehatan akan berperan aktif terhadap upaya upaya perbaikan yang akan dilakukan untuk memastikan kerangka kelembagaan sesuai dengan tantangan dan kebutuhan Direktorat Surveilans, dan Kekarantinaan Kesehatan RAK DIL SKK 2015-2019 Revist 18 BAB IV RENCANA KINERJA DAN PENDANAAN KEGIATAN Memperhatikan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, tujuan, arah kebijakan, dan strategi Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan sebagaimana diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka disusunlah target kinerja dan kerangka pendanaan Kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantine dan Kesehatan Tahun 2015- 2019. A. TARGET KINERJA Target kinerja merupakan penilaian dari pencapaian program yang diukur secara berkala dan dievaluasi pada akhir tahun 2019. Sasaran kinerja dihitung secara kumulatif selama lima tahun dan berakhir pada tahun 2019. Untuk memperoleh gambaran pencapaian sasaran strategis Kegiatan Pembinaan Surveilans, Karantina dan Kesehatan sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015- 2019 ditetapkan indikator sebagai berikut: 1, Presentase anak usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap 93% Indikator tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan imunisasi dasar lengkap pada anak usia 0-11 bulan. Sasaran indikator tersebut adalah bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap. Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah bayi yang mendapat satu kali imunisasi campak dalam kurun waktu satu tahun dibagi dengan jumlah seluruh bayi selama kurun waktu yang sama dikali 100%. 2. Persentase Anak Usia 12-24 bulan yang mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan 70% Indikator tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan pada anak usia 12-24 bulan dalam kurun waktu satu tahun Sasaran indikator tersebut adalah anak usia 12-24 bulan yang mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan. Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah anak usia 12-24 bulan yang mendapat imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan dibagi dengan jumiah seluruh anak sia 12-24 bulan selama kurun waktu yang sama dikali 100%. 3, Persentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewaspadaan dini kejadian Ivar biasa (KLB) di kabupaten/kota 90 % Indikator tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan respon atas sinyal kewaspadaan dini pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam kurun waktu satu tahun. Pada pelaksanaannya, kabupatenikota dan/atau puskesmas melakuken respon terhadap sinyal kewaspadaan dini dalam SKDR yang muncul setiap minggu. RAK Die SKK 2015-2019 Revsl 19 Sasaran indikator tersebut adalah kabupatenkota yang melakukan pemantauan kasus penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB) dan melakukan respon Penanggulangan terhadap sinyal KLB untuk mencegah terjadinya KLB. Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah sinyal kewaspadaan dini yang direspon oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dibagi jumiah sinyal Kewaspadaan dini yang muncul pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas di kab/kota tersebut di atas pada kurun waktu yang sama dikali 100%. 4, Jumlah kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging 400 Kab/Kota Indikator tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan kabupaten/kota dalam melakukan pemantauan situasi penyakit infeksi emerging secara berkala dan kesiapan TGC dalam melakukan respon penanggulangan penyakit infeksi emerging dalam waktu <24 Jam. Sasaran indikator tersebut adalah kabupaten/kota yang melakukan pemantauan situasi penyakitinfeksi emerging dan memiliki TGC. Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah kabupaten/kota yang melakukan pemantauan situasi penyakit infeksi emerging secara berkala dan ‘memiliki TGC yang siap untuk melakukan respon penanggulangan penyakit infeksi ‘emerging dalam waktu <24 jam, 5. Jumlah kabikota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah 106 Kab/Kota. Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Kabupaten/Kota yang memiliki pintu masuk internasional dalam hal ini pelabuhan, bandar udara dan PLBDN dalam melakukan kesiapsiagaan tethadap potensi kedaruratan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit, bahan kimia, radio nuklir dan keamanan pangan. Upaya kesiapsiagaan tersebut termasuk menyusun dokumen kebijakan bersama lintas program dan lintas sektor terkait (satuan kerja perangkat daerah) untuk penanggulangan kedaruratan Kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah. B, KERANGKA PENDANAAN Kerangka pendanaan Kementerian Kesehatan meliputi peningkatan pendanaan dan efektiitas pendanaan. Peningkatan pendanaan kesehatan dilakukan melalui eningkatan proporsi anggaran Kesehatan secara signifikan sehingga mencapai 5% dari APBN pada tahun 2019. Peningkatan pendanaan kesehatan juga melalui dukungan dana dari Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat serta sumber dari tariffpaiak maupun cukai. Guna meningkatkan efektiftas pendanaan pembangunan kesehatan maka perlu mengefektifkan peran dan kewenangan Pusat-Daerah, sinergitas pelaksanaan pembangunan Kesehatan Pusat-Daerah dan pengelolaan DAK yang lebih tepat sasaran. Dalam upaya meningkatkan efektivitas pembiayaan Kesehatan maka pendanaan kesehatan diutamakan untuk penguatan Kesehatan pada masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, kepulauan dan porbatasan, penguatan sub-sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional untuk mendukung upaya penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi, RAK De SKK 2015-2019 Revisi 20 Balita, peningkatan gizi masyarakat dan pengendalian penyakit dan serta penyehatan lingkungan. Untuk mendukung upaya Kesehatan di daerah, Kementerian Kesehatan memberikan porsi anggaran lebih besar bagi daerah melalui dana Dekonstrasi dan Dana Alokasi Khusus (DAK), baik DAK fisik maupun DAK non fisik (melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan/BOK), dan kegiatan lain yang diperuntukkan bagi daerah. Secara bertahap, alokasi anggaran untuk dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota akan diarahkan dan dilakukan melalui mekanisme DAK tersebut, Pendanaan Kegiatan Pembinaan Surveilans, Karantina dan Kesehatan diarahkan untuk ‘memenuhi kebutuhan pembiayaan (anggaran) untuk mencapai target indikator Kegiatan Pembinaan Surveilans, Karantina dan Kesehatan yang ditetapkan. Pengalokasian anggaran program dilakukan pada tingkat pusat, daerah, dan UPT dengan memperhatikan kewajiban dan kewenangan masing-masing serta mempethatikan asas efektivitas dan efisiensi penganggaran. ‘Sumber pendanaan Kegiatan Pembinaan Surveilans, Karantina dan Kesehatan dalam kurun waktu 5 tahun mendatang masih tertumpu pada APBN (rupiah murni), disertai dengan optimalisasi pemanfaatan anggaran bersumber PNBP di UPT. Pendanaan bersumber Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) akan dilakukan_secara selektif dan dilakukan hanya untuk mencapai target indikator program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Kegiatan dengan pembiayaan bersumber hibah yang saat ini sedang berlangsung dan akan berakhir sebelum tahun 2019 saat ini akan dievaluasi hasiInya Untuk menjadi input berlanjut atau tidaknya kegiatan bersumber hibah. RAK Dit SKK 2015-2019 Revist - 21 BABV PEMANTAUAN, PENILAIAN DAN PELAPORAN Pemantauan dimaksudkan untuk mensinkronkan kembali keseluruhan proses kegiatan agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan dengan perbaikan segera agar dapat dicegah kemungkinan adanya penyimpangan ataupun ketidaksesuaian yang berpotensi mengurangi bahkan menimbulkan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Untuk itu, pemantauan diarahkan guna mengidentifikasi jangkauan pelayanan, kualitas pengelolaan, permasalahan yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya. Penilaian Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan bertujuan untuk menilai Keberhasilan penyelenggaraan kegiatan dengan melihat capaian indikator kinerja. Penilaian dimaksudkan untuk memberikan bobot atau nilai terhadap hasil yang dicapai dalam keseluruhan pentahapan kegiatan, untuk proses pengambilan keputusan apakah suatu kegiatan diteruskan, dikurangi, dikembangkan atau diperkuat. Untuk itu. penilaian diarahkan guna mengkaji efektivitas dan efisensi pengelolaan kegiatan. Penilaian kinerja Kegiatan Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan di Satuan Kerja Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan dilaksanakan berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan. RAK Die SKK 2015-2019 Revish BAB VI PENUTUP Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Survellans dan Karantina Kesehatan ini sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian penyelenggaraan kegiatan Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Dengan demikian, Satuan Kerja Direktorat Surveilans, dan Karantina Kesehatan mempunyai target kinerja yang telah ditetapkan dan akan dievaluasi pada pertengahan (2017) dan akhir periode 6 tahun (2019) sesuai ketentuan yang berlaku. Jika dikemudian hari diperiukan adanya perubahan pada Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Surveilans, Karantina dan Kesehatan Tahun 2015-2019, maka akan dilakukan penyempurnaan sebagaimana mestinya. RAK Dit SKK 2015-2019 Revisl 23 LAMPIRAN 1. Matrik Target Kinerja ‘melakukan pemantauan ‘kasus penyaket Derpotens! kejacianluar basa dan melekuken respon penanggulangan teradap snyal KLE untuk mencegah teradinya KL. ppenanggulangan terhadap owaspadaan sinya kewaspadaan dnl kejadan Tar bigsa (KLB) untae rmencogah tjacrya KLB 4 KabupatenKota lerhadap sinyalkewaspadaan dint ejadan lust biasa (KLE) untuk rmencegahteredrya KIB abupatenkota yal Persertase respon alas sinyal Kewsspadsan dni pada ‘Sistem Kewaspadaan Dini can Respon | (SKDR) Puskesmas oleh Dinas” Kesshatan Kabupatanota an'stau puskesmas dalam. kurun waktu ‘sau tahun. Pada polaksanaannya, —__kabupatovkota Garvatau puskesmas melekukan spon terhadap siryal kewaspadaan Catatan: Sinyal kowaepadaan dint ‘morupakan tardaiperingatan adanya perinigkatanjumiah kasus yang sama ‘tau molebh nt ambang” batas | penyalit yang "altantutan’ dalam 5p peningkatan asus lam ‘maauk ke dalam | krtria KLE KLB yang ‘drespon oleh Dinkes Kabupatertketa anata puskasmas dalam karun waktu sata fehundibagi junish sinyal Kewaspadaan” din yang _muncul aa Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas di Kabikota fersebut datas pada keurun-waktu yang sama. dl Kal 100% Procrawe | SASARAN Ty Tost INoIKATOR DEFINS! OPERASIONAL Ea eS 2015 | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 | sureian —} Bay uaeo= 17 an —| Parceriase ara ua OTT | Poste anak sia 11 ban arg | Joriah bay 0-11 Baan vara | arn lox aw | ome [eae oow Karenina | yero mendapat Calanyorg mondepet | mendapel fries! das lratap | menoal muse! dear lendkap Kecoin | Pruitt lenglap | imc tucrehtap | taps dose Hap © pd usa ©? | dca wlayan pd ra wars far dos 806, 8 dot oto tts | 1 ttun bog” conan mah Gan’ 1 sous Irv" 3 cis GET | corn bey yng betahan Nop | fi, sana de Mt clane kn | (ing fn cts wayah | L i wae tahun pada fun wala yang sama ‘Anak usia 12-24 bulan | Persentase anak usia | Persentase anak usia 12-24 bulan | Jumlah anak usia 12-24 bulan | 35% | 40% | 45% | 55% | 70% Yang. mendapatan | ¥2.24"" bulan yang | yang_mendapat munis! DPT- | yang mendepatimuniest DPT- | |munisas| OPT-HE-HIB | mencepatken imunisasi | HB-Hib lanjutan, dalam kurun | HB-Hib lanjutan dibagi jumlah erjutan DPT-HB-Hib lanjutan waktu satu tahun. seluruh anak usia 12-24 bulan Sela karun walt yong sama dial 100% anata are —| PTs Teo —_—~ [TOSS THPOA_PONSNGSURAGSN | Juan sever KovoaTeaN GAT] aex [Tom |e [aoe [Oe RAK Dit SKI 2015-2019 Revisi Py PROGRANIK EGIATAN, ‘SASARAN (CARA PERHITUNGAN InoikaToR DEFINI OPERASIONAL Seicapannrancer — baoag Sn ‘anmaton haa yong | SmvanKabaparonxna | RIN Kabapaaneaia yng man | Janek —Kabupatoaoa— yar} — xo a atipaton 4a yang sua Kabat waatenaan pereasaner” en | men molicealan percent 0 onesihancan "| eostcanskon Fengordalon’ oryaat "il | don pengercion poe blot ee Sree dal "hmish (one | emerSng aca arden (gia fla emerging | pongeraaien Pe sSooui)KebuptonKole Indo | abet) Kabupaten vena fron ore 2 mii 1 ait, ei 13 at, 2 Matunttan pengarsatan | 2: Netauan’” peapamatan Mingvucr darotte Beniten |” nguucrt "dares renee anil sto beta 2. Mone NSE ponngoungan | 3, eri wise Part nos Emerge porangpulangan Peni wrt ‘BrBayaan| _ herorEmeng perogongan Paya | 4. Nem pemtayoan iri EnerSng danas 8 | * prtrapuangan Bonet Kabaetenie eng kamen | eich Emgng sent Imam messanckar”pencgahan | RD. Sorpengentan. pny eel | KabuptorKota_yang_atakan snoring ares momitgin1 dan, | ramp matsarhan penropten dun fenpordlon poe el Smecging herve ments pan son 3 ‘abate /Kola yore | Arab Kaba arg | Kawa degen planer banca | amano erga pas [ae [a6 [orm | wR | OR Nenpayelicsicher’ | mampunyatsoser: | tanden BON yergmoraal | asses! gar foupeugnan dom | Folpaogan dam | Kila racial, been ruin | mempunyl Kear penaropiangan | penarggsagan Spanien aan top eur | Rosapsgnan dtm folercuantectaan | Redarecansesebtan | Kerornatessuan gr Son ben | peneannen Kesaatan moet | manyutal yong ‘chr tener bon Kecertan Manyara yang Soto an | Euler wach Keaapsiaion dalam penargqvangan | beaten wala og Snih ear rete yang er Inaction! tan 10% RAK Dit SKK 2015-2019 Revi 6

Anda mungkin juga menyukai