Anda di halaman 1dari 7

1.

Bagaimanakah Saudara dapat menjelaskan bahwa sungai yang menuju muara ber-meander (berkelok-kelok) sedangkan
di hulu sungai sungai cenderung berjalur lurus saja?
Kelokan dimulai ketika di aliran yang lurus, terjadi beda kondisi di kedua sisi. Sisi yang satu, alirannya deras. Sisi sebelahnya
tenang. Di sisi yang deras terus mengikis daratan sehingga sungainya bisa melebar. Tapi pada saat bersamaan, sisi yang tenang
terjadi sedimentasi sehingga sungainya menyempit. Satunya memperlebar, satunya merapatkan. Lebar sungai tetap, cuman
pindah tempat. Membentuk kelokan. jalur sungai berkelok kelok lebih tegas biasanya terdapat di daerah badan sungai, hal ini
dikarenakan sifa air yang mengikuti topografi bumi. saat jalurnya berada pada wilayah yang kasar maka sungai akan semakin
berkelok kelok. karena banyaknya dinding penghalang yang menghalangi aliran sungai itu sendiri. Secara teknis jalur sungai
itu terbentuk mengikuti pergerakan air yang selalu mencari permukaan tanah yang lebih rendah atau dalam bahasa teknis
geografi mengikuti kontur permukaan tanah, yang tidak selalu rata dan lurus arahnya. Meander merupakan sebuah sungai
yang memiliki pola berkelok-kelok. Meander dihasilkan dari kombinasi antara erosi dan deposisi. Fenomena ini dapat
ditemukan di sungai bagian tengah hingga hilir. Mengapa demikian?. Karena di daerah tersebut erosi vertikal berganti menjadi
erosi lateral ditambah deposisi di daerah dataran banjir atau floodplain. Ada beberapa fase pembentukkan meander sungai
diantaranya:
Tahap 1 :Dalam kondisi ini, aliran air sungaimasih mengalir dengan arah lurus dan kecepatan rendah. Aliran ini membawa
serta sedimen dan kerikil disepanjang perjalanannya. Aliran sungai kemudian membuat sedimen bergerak dan meng-erosi
lapisan dangkal permukaan dasar sungai dan pinggiran sungai. Hal ini membuat bantingan sedimen di sisi kanan dan kiri
sungai sehingga alur sungai menjadi melebar.
Tahap 2 : Dalam fase ini, aliran sungai mulai mengerosi tepian sungai sehingga menyebabkan adanya pemotongan dinding
sungai bagian luar. Di kelokan bagian dalam, endapan erosi disimpan menjadi point bar sementara di tikungan luar, erosi
sangat tajam ke bagian bawah dan sisi dinding sungai.
Tahap 3 : Erosi terus terjadi di sepanjang tepi luar aliran sungai sebagai hasil dari gejala hidrolik dan abrasi. Hal ini
menciptakan tebing sungai atau river cliff. Sebuah point bar terbentuk di bagian dalam aliran sungai dengan sedimen berupa
pasir, kerikil dan batu-batuan.
Tahap 4 :Meander mulai terbentuk dengan proses yang dinamakan arus helicoidal.
Tahap 5 : Erosi yang berkelanjutan menyebabkan aliran akan berubah dan menyisakan suatu bekas aliran yang
dinamakan oxbow lake atau danau tapal kuda. Danau ini merupakan aliran sungai yang sudah mati karena perubahan arah
aliran sungai.
2. Setelah sekian lama tidak hujan ataupun terjadi musim kemarau maka pengambilan air hujan dari atap rumah (roof-top
harvesting) di menit-menit awal sangat tidak dianjurkan.
Kualitas air hujan umumnya sangat tinggi. Air hujan hampir tidak mengandung kontaminan, oleh karena itu air tersebut sangat
bersih dan bebas kandungan mikroorganisme. Namun, ketika air hujan tersebut kontak dengan permukaan tangkapan air hujan
(catchment), tempat pengaliran air hujan (conveyance) dan tangki penampung air hujan, maka air tersebut akan membawa
kontaminan baik fisik, kimia maupun mikrobiologi. Beberapa literatur menunjukkan simpulan yang berbeda mengenai
kualitas PAH dari atap rumah. Kualitas PAH sangat bergantung pada karakteristik wilayah PAH seperti topografi, kondisi
cuaca, tipe wilayah tangkapan air hujan, tingkat pencemaran udara, tipe tangki penampungan dan pengelolaan air hujan. Di
daerah pinggiran kota atau di pedesaan, umumnya air hujan yang ditampung sangat bersih, tetapi di daerah perkotaan dimana
banyak terdapat area industri dan padatnya arus transportasi, kualitas air hujan sangat terpengaruh sehingga mengandung
logam berat dan bahan organik dari emisi gas buang. Selain industri dan transportasi, permukaan bahan penangkap air hujan
juga mempengaruhi kualitas airnya. Dengan pemahaman bagaimana proses kontaminasi air hujan terjadi, dan bagaimana
kontaminan terbawa oleh air hujan, maka pengelolaan air hujan yang memenuhi syarat akan menghasilkan air bersih yang
berkualitas. Di bawah ini beberapa cara sederhana dalam mengolah air hujan menjadi air bersih: (1) permukaan tangkapan air
hujan dan interior tangki penampungan air hujan harus dibersihkan secara berkala; (2) memasang saringan (screen) sebelum
masuk ke pipa tangki penampungan air hujan; (3) membuang beberapa liter air hujan pada beberapa menit pertaman ketika
hujan tiba dengan menggunakan pipa khusus pembuangan; (4) desinfeksi (chlorination) merupakan cara yang umum
digunakan dalam mengurangi kontaminan mikroorganisme. Dosis klorinasi yang digunakan sebaiknya berkisar 0.4–0.5 mg/lt
berupa free chlorine dalam bentuk tablet atau gas; (5) penyaringan air hujan dengan menggunakan saringan pasir lambat (slow
sand filter); (6) pasteurisasi merupakan metode pengolahan dengan menggunakan sinar ultraviolet dan panas dari sinar
matahari. Metode sangat efektif jika suhu pemanasan mencapai 50oC dan air mengandung konsentrasi oksigen yang cukup.
3. fenomena perubahan iklim saat ini dapat menyebabkan perubahan tata kelola air
Untuk mengingat kembali, perubahan Iklim adalah perubahan signifikan yang terjadi pada suhu, curah hujan, dan angin yang
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, bisa dalam satu dekade atau bahkan lebih. Perubahan iklim disebabkan secara
langsung maupun tidak langsung oleh aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global. Aktivitas tersebut
misalnya penebangan dan pembakaran hutan sembarangan, penggunaan bahan bakar fosil dan lain-lain. Perubahan iklim juga
memberikan berbagai dampak buruk terhadap sumber daya bumi, salah satunya sumber daya air. Perubahan iklim akan
mempengaruhi ketersediaan, kualitas dan kuantitas air untuk kebutuhan dasar manusia, mengancam penikmatan efektif hak
asasi manusia atas air dan sanitasi bagi miliaran orang yang berpotensi. Perubahan siklus air juga akan menimbulkan risiko
bagi produksi energi, ketahanan pangan, kesehatan manusia, pembangunan ekonomi, dan pengurangan kemiskinan, sehingga
sangat membahayakan pembangunan berkelanjutan.
Singkatnya perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca yang berlangsung lama. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
konsentrasi karbon dioksida yang mengakibatkan peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi. Pemanasan global
mengganggu siklus alami dan menyebabkan beberapa perubahan jangka panjang dalam iklim lokal dan global. Secara umum,
perubahan iklim global dapat mempegaruhi banyak hal diantaranya siklus hidrologi dan juga berdampak pada sektor energi.
Kedua hal tersebut saling berkaitan dimana saat ini konsumsi energi dunia masih didominasi oleh sumber energi fosil, berupa
minyak bumi, gas dan batubara, yang secara alamiah jumlahnya terbatas. Siklus hidrologi merupakan tahapan-tahapan yang
dilalui air dari atmosfer bumi masuk ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer bumi sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan
air di bumi, dimana input utamanya adalah presipitasi. Di Indonesia sendiri ketersediaan air dipengaruhi oleh bulan basah dan
bulan kering. Pada bulan basah presipitasi di Indonesia yang berupa curah hujan melimpah, dan pada bulan kering sangat
minim, hal ini yang dapat mempengaruhi energi yang dihasilkan PLTMH. Perubahan iklim global sebagai dampak dari
pemanasan global telah mengekibatkan tidak stabilnya atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan
bumi. Adanya pemanasan global disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang banyak dihasilkan oleh industri-
industri. Kaitan Perubahan Iklim dengan Ketersediaan Air Tanah Dalam laporan Penilaian Pertama dari jaringan Riset
Pergantian Iklim Kota menyebutkan bahwa pergantian iklim berpengaruh pada air. Berdasarkan studi – studi literatur yang
telah dilakukan didapatkan keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh ketersediaan air, curah hujan presipitasi dan
evapotranspirasi, oleh karena itu diperlukan data curah hujan sebagai faktor pendukungnya. Salah satu dampaknya di wilayah
pesisir, berkurangnya airtanah disertai kenaikan muka air laut juga telah memicu intrusi air laut ke daratan mencemari sumber-
sumber air untuk keperluan air bersih dan irigasi. Meningkatnya suhu udara juga berkaitan dengan menurunnya presipitasi
dan debit air tanah di West Bank (Mizyed, 2008). Di samping suhu udara, peningkatan jumlah penduduk juga berarti
meningkat pula kebutuhan akan air tanah. Berbasis dari peningkatan nilai evapotranspirasi, merubah pengisian ulang air tanah
dan memotong kebutuhan air yang diperkirakan merupakan dampak dari perubahan iklim terhadap ketersediaan air. Banyak
studi sebelumnya yang mengatakan bahwa perubahan iklim akan meningkatkan temperatur dan berdampak negatif pada
ketersediaan air. Meningkatnya temperatur udara yang disebabkan oleh pemanasan global dalam perubahan iklim
menyebabkan semakin cepatnya penguapan / evaporasi sehingga menyebabkan air tanah semakin cepat berkurang.

4. siklus hidrologi
Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali
lagi ke laut. Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media
lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang
rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Dengan adanya penyinaran matahari, maka
semua air yang ada dipermukaan bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan
penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di
atmosfer dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan (from air to liquid
state). Bila temperatur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet)
terbentuk oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada
kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir air sudah cukup banyak dan akibat berat sendiri
(pengaruh gravitasi) butir-butir air akan berubah menjadi salju dan turun ke bumi. Proses turunnya butiran air ini disebut
dengan hujan atau presipitasi. Bila temperatur udara turun sampai dibawah 0o Celcius, maka butiran air akan berubah menjadi
salju. Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air
mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu.
Retensi dapat berupa retensi alam seperti daerahdaerah cekungan, danau tempat-tempat yang rendah dll., maupun retensi
buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll. Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah
yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan
akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini
biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk.
Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut
sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam
tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap
(evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi,
kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir – butir tanah
dan di dalam retak – retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran
air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar
karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika
hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu. Sebagian air yang
tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan
(surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya
akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrogi.

1) Siklus hidrologi pendek adalah siklus hidrologi yang tidak melalui proses adveksi. Evaporasi -> Kondensasi ->
Hujan/presipitasi (jatuh ke permukaan laut)
Siklus yang pertama adalah siklus hidrologi pendek atau sering dikenal sebagai siklus kecil. Gambar siklus air kecil
merupakan siklus yang paling sedehana karena secara prosesnya hanya mencapai beberapa tahapan saja. Uap air yang
terbentuk melalui evaporasi air laut kemudian akan diturunkan sebagai hujan pada daerah sekitar laut. Siklus ini tergolong
siklus yang pendek karena tidak adanya proses adveksi atau pergerakan uap air oleh angin. Berikut adalah proses
terjadinya siklus hidrologi pendek: 1. Sinar matahari memberikan energi panas pada air laut sehingga menyebabkan air
laut menguap dan kemudian berubah menjadi uap air. 2. Setelah mengalami penguapan, uap air akan mengalami
kondensasi (pengembunan) dan menjadi awan yang mengandung uap air. 3. Awan yang terbentuk kemudian mencapai
titik jenuh sehingga akan menyebabkan terjadinya hujan di permukaan laut. Air hujan yang turun di permukaan laut
kemudian akan mengalami siklus kembali, dimulai dari penguapan air sampai turunnya hujan lagi, hal ini terjadi secara
berkelanjutan dan terus-menerus.
2) Siklus hidrologi sedang adalah siklus hidrologi yang umum terjadi di Indonesia. Siklus hidrologi ini menghasilkan hujan
di daratan karena proses adveksi membawa awan yang terbentuk ke atas daratan. Evaporasi -> Kondensasi -> Presipitasi
di daratan -> Laut
Berikutnya adalah gambar siklus air sedang. Sesuai namanya siklus ini mempunyai proses dan tahapan yang cukup
panjang atau “sedang” dibandingkan siklus hidrologi pendek. Siklus sedang ini umum terjadi di wilayah Indonesia. Uap
air yang terbentuk dari proses penguapan air sungai,danau,laut atau sumber air lainnya. Kemudian mengalami kondensasi
yang terkonsentrasi membentuk awan, karena proses adveksi, awan yang terbentuk dibawa oleh angin kemudian bergerak
menuju wilayah di dekat laut. Berikut penjelasan proses terjadinya siklus sedang : 1. Uap air terbentuk, akibat proses
penguapan yang disebabkan karena pemanasan dari sinar matahari. 2. Setelah proses evaporasi, uap air akan terbawa
angin sehingga mampu bergerak menuju daratan. 3. Uap air akan membentuk awan dan berubah menjadi hujan. 4. Air
hujan akan turun dipermukaan kemudian mengalami run off menuju sungai dan mengalir kembali ke laut.
3) Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi di daerah beriklim subtropis atau daerah
pegunungan. Dalam siklus hidrologi ini, awan tidak langsung diubah menjadi air, melainkan terlebih dahulu turun sebagai
salju dan membentuk gletser. Evaporasi -> Sublimasi -> Kondensasi -> Prepitasi (salju) -> Gletser -> Aliran Sungai ->
Lautan.
Siklus panjang adalah siklus air yang biasanya terjadi pada daerah yang beriklim sub tropis empat musim seperti musim
panas, musim semi, musim gugur dan musim dingin. Gambar siklus air panjang dalam prosesnya sama seperti siklus
sedang. Akan tetapi perbedaannya terletak pada jangkauan daerah siklus panjang yang lebih luas dibandingkan siklus
sedang. Dalam prosesnya, awan yang terbentuk dalam siklus panjang tidak langsung diubah menjadi air hujan, melainkan
membentuk hujan salju dan terbentuknya gletser. Berikut proses terjadinya siklus panjang, 1. Sinar matahari
menyebabkan air laut menguap menjadi uap air karena proses pemanasan. 2. Uap air akan mengalami proses sublimasi.
3. Proses sublimasi inilah yang menyebabkan uap air berubah bentuk menjadi awan yang mengandung Kristal-kristal es.
4. Kemudian awan akan bergerak terbawa angin menuju darat. 5. Awan akan mengalami presipitasi turunnya hujan dalam
bentuk salju. 6. Salju yang menumpuk kemudian akan membentuk gletser. 7. Glester inilah yang bakan mencair menjadi
air kemudian mengalami run off mengalir kepermukaan tanah dan menuju sungai. 8. Air yang mengalir ke sungai akan
diteruskan menuju laut.
5. Desalinasi air laut
Desalinasi air laut benar-benar masa depan produksi air minum untuk masyarakat pesisir dan negara-negara kepulauan saat
ini kekurangan air. Ini sudah banyak digunakan di beberapa negara. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat adalah
tiga produsen air minum desalinasi teratas berdasarkan kapasitas di dunia diikuti oleh Australia, Cina, dan Kuwait. Negara-
negara ini mendapat manfaat dari sistem desalinasi karena mereka memiliki iklim yang sangat kering dengan sedikit sumber
air tawar, atau mereka membutuhkan perluasan sumber daya air di atas sumber air yang ada. Tujuan akhir dari proses
desalinasi adalah menghilangkan garam yang ada di air laut yang terkonsentrasi pada sekitar 3-3.5%. Ada juga konstituen
lain di air laut yang perlu ditangani juga, seperti warna, silika, dan mikroorganisme. Untuk melakukan ini, proses dimulai
dengan menggambar air laut melalui pompa intake dari sumur pantai atau dari pipa intake yang terkubur di dasar laut. Air ini
masuk ke tangki atau baskom penyamaan. Dari proses ini, air mengalami pretreatment. Pretreatment biasanya terdiri dari satu
atau lebih unit filtrasi yang menghilangkan partikel yang lebih besar dari nanometer 1. Proses pretreatment ini sangat penting,
untuk mengurangi risiko fouling membran RO. Dalam operasi RO, tekanan diterapkan untuk mengatasi tekanan osmotik.
Oleh karena itu, air mengalir melalui membran ke suatu daerah dengan konsentrasi garam yang lebih rendah, meninggalkan
garam untuk mengalir ke dalam larutan pekat (air garam). Air bersih yang dihasilkan dimasukkan melalui proses pasca
perawatan yang mencakup remineralisasi dan desinfeksi residu. Akhirnya, konsentrat air garam yang dihasilkan dengan hati-
hati dibuang kembali ke lautan dengan cara dispersif. Proses pembuangan ini dirancang dan dirancang untuk secara signifikan
mengurangi dampak negatif pada ekosistem laut lokal. Dengan menggunakan sistem pengolahan RO desalinasi air laut,
masyarakat pesisir dan negara kepulauan dapat mencapai air bersih dan aman. Jadi mengapa beberapa negara menggunakan
teknologi perawatan canggih ini, sementara yang lain tidak
Pro
Sistem modular :Sistem modular dirancang agar kompak dan mudah untuk dipindahkan dan dipasang untuk mengurangi biaya
modal. Mereka bagus untuk aplikasi air minum kota atau komersial (seperti hotel) di mana ruang mungkin terbatas, tetapi
mereka perlu menyediakan untuk sejumlah besar orang.
Perluasan sumber air minum : Kekuatan pendorong di balik desalinasi. Menjadi berpikiran lebih berkelanjutan tentang
keadaan sumber air kita saat ini adalah penting, tetapi alternatif juga penting jika tersedia. Laut merupakan alternatif yang
sangat besar. Dengan lautan dunia sebagai sumber yang layak untuk air minum, itu akan memperluas sumber daya manusia
yang paling berharga dengan margin yang eksponensial. Perlu diingat bahwa lautan mencakup sekitar 95 +% dari semua air
di Bumi.
Hasil yang lebih tinggi : Satu-satunya pengobatan desalinasi yang saat ini digunakan adalah dari variasi termal. Ini bekerja
dengan cara yang sama seperti siklus air, menguapkan air menjadi uap dan ketika kondensasi memberikan air bersih.
Pendekatan ini sangat efektif untuk menghilangkan partikel yang tidak diinginkan, tetapi mengumpulkan dan mengembunkan
uap tidak efisien dan menghasilkan hasil air murni yang jauh lebih rendah daripada RO. Untuk volume keluaran air yang
sama, proses termal akan membutuhkan air laut hampir tiga kali lipat.
Air yang sangat murni : Setelah reverse osmosis, airnya begitu murni sehingga kita harus mengembalikan mineral ke
dalamnya. Proses menghilangkan mineral air yang dibutuhkan manusia serta selera yang kita kenal. Oleh karena itu, proses
pasca remineralisasi menangani hal ini dan mengatur pH.
Kekurangan
diperlukan perawatan ulang : Membran reverse osmosis sangat sensitif. Jadi, kecuali beberapa bahan membran yang lebih
tahan dikembangkan, pra-perlakukan adalah persyaratan penting. Tanpa itu, membran bisa menjadi praktis tidak berguna,
mengurangi hasil atau menghasilkan air yang tidak murni. Air laut pretreated yang tidak tepat dapat menyimpan partikel di
membran. Kontaminan ini mempengaruhi aliran dan tekanan membran yang tepat yang meningkatkan biaya operasi.
Penggunaan energi yang lebih tinggi : Sistem reverse osmosis adalah proses aliran konstan sehingga cairan terus-menerus
dipompa dan tekanan terus diterapkan ke pembuluh membran silinder. Tekanan yang dibutuhkan dapat mendekati hingga
1000 psi (batang 69) di beberapa sistem. Namun, energi tekanan osmotik yang disimpan dalam larutan konsentrat sebenarnya
dapat dipulihkan untuk mengurangi biaya energi secara keseluruhan. Teknologi yang umum digunakan adalah penukar
tekanan putar. Air laut masuk ditekan oleh piston di dalam saluran di dalam penukar yang ditekan oleh aliran tolak konsentrat
tekanan tinggi dari unit RO. Penggunaan kembali energi kinetik dari air asin ini dapat mengurangi biaya energi secara efisien.
Dapat Mahal untuk Negara Berkembang : Terlepas dari penghematan energi apa pun, banyak negara di dunia tidak memiliki
kemampuan atau sumber daya untuk membangun dan mengoperasikan proyek desalinasi. Air minum yang dihasilkan dari
proses desalinasi air laut biasanya lebih mahal daripada air tanah yang diolah, air payau atau sumber air permukaan.

Penguapan adalah proses berubahnya bentuk zat cair (air) menjadi gas (uap air) dan masuk ke atmosfer. Di dalam hidrologi,
penguapan dibagi menjadi dua, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi (Ep) adalah penguapan yang terjadi dari permukaan
air (seperti laut, danau, sungai), permukaan tanah (genangan di atas tanah dan penguapan dari permukaan air tanah yang dekat
dengan permukaan tanah), dan permukaan tanaman (intersepsi). Intersepsi adalah penguapan yang berasal dari air hujan yang
berada pada permukaan daun, ranting dan badan tanaman. Transpirasi (Et) adalah penguapan melalui tanaman, dimana air
tanah diserap oleh akar tanaman yang kemudian dialirkan melalui batang sampai ke permukaan daun dan menguap menuju
atmosfer. Oleh karena sulitnya membedakan antara penguapan dari badan air, tanah dan tanaman, maka biasanya evaporasi
dan transpirasi dicakup menjadi satu yaitu evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah penguapan yang terjadi di permukaan
lahan, yang meliputi permukaan tanah dan tanaman yang tumbuh di permukaan lahan tersebut. Apabila ketersediaan air
(lengas tanah) tak terbatas, maka evapotranspirasi yang terjadi disebut evapotranspirasi potensial (ETP). Akan tetapi pada
umumnya ketersediaan air di permukaan tidak tak terbatas, sehingga evapotranspirasi terjadi dengan laju lebih kecil dari
evapotranspirasi potensial. Evapotanspirasi yang terjadi sebenarnya di suatu daerah disebut evapotranspirasi nyata.

Infiltrasi adalah proses masuknya air hujan ke dalam tanah. Air hujan yang masuk ke dalam tanah masuk melalui proses
infiltrasi, kemudian masuk ke dalam lapisan tidak kenyang air (zone of aeration), dan selanjutnya mengalir dalam arah lateral
sebagai aliran antara (interflow) menuju sungai, serta mengalir secara vertikal dan dikenal dengan perkolasi (percolation)
menuju air tanah atau bergerak ke permukaan sebagai evapotranspirasi. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah
dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih
rendah. Gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Gaya kapiler pada tanah kering lebih besar daripada tanah
basah. Selain itu gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah dengan lapisan lebih halus seperti lempung daripada tanah berbutir
kasar seperti pasir. Apabila tanah dalam kondisi kering ketika infiltrasi terjadi, kapasitas infiltrasi tinggi karena kedua gaya
kapiler dan gravitasi bekerja bersamasama menarik air ke dalam tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler berkurang
yang menyebabkan laju infiltrasi menurun. Akhirnya kapasitas Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mampu menjelaskan
infiltrasi Tujuan Instruksional Khusus: 1. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi 2.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengukuran infiltrasi Infiltrasi 57 infiltrasi mencapai suatu nilai konstan, yang dipengaruhi
terutama oleh gravitasi dan laju perkolasi.

Model streeter phelps


A. Disolved Oxygen ( Oksigen Terlarut ) Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung
pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut (DO) merupakan gas yang tercampur dengan air sedemikian
rupa sehingga bagian yang terkecil berukuran molekuler. Adanya oksigen terlarut dalam air berasal dari udara dan dari proses
fotosintesa tumbuhtumbuhan air kelarutan oksigen dalam air, tergantung pada temperatur, tekanan atmosfer, dan kandungan
mineral dalam air. Kadar oksigen terlarut di perairan dipengaruhi oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi, dan oksidasi.
B. Metoda Streeter-Phelps Pemodelan sungai diperkenalkan oleh Streeter dan Phelps pada tahun 1925 dimana pemodelan ini
terlihat dalam dalam Davis dan Cornwell (1991) dan Kiely (1998) mereka menggunakan kurva lendutan yang DO diawali
dengan menetapkan sumber-sumber oksigen yang menyebabkan reaerasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan
konsentrasi oksigen. Pemodelan Streeter-Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu : a. Proses pengurangan oksigen
terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasi bahan organik yang ada di dalam air. b. Proses
peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebakan turbulensi yang terjadi pada aliran sungai.

Streeter-Phelps mengembangkan persaman akibat perubahan pasokan oksigen terlarut (DO). Perubahan ini terdiri atas proses
pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan organik dalam air
(dekomposisi bahan organik) serta proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan oleh turbulensi aliran
sungai.6 Perubahan konsentrasi oksigen terlarut tersebut juga dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan purifikasi
alami (self-purification) Sungai.
Konsentrasi DO pada suatu perairan bersifat tidak tetap atau berubah-ubah yang dikontrol oleh proses fisika, kimia dan biologi
yang terjadi di perairan. Masuknya limpasan (run-offs) dan penggunaan oksigen terlarut untuk mendekomposisi bahan
organik menurunkan oksigen terlarut di perairan.22 Di sisi lain, faktor temperatur, geometri dan hidrodinamika sungai dapat
mempengaruhi penambanan oksigen ke perairan (reaerasi).23 Perubahan DO dapat digunakan untuk menggambarkan
kemampuan sungai dalam membersihkan diri atau self purification dari pencemar organik.
Pencemar organik yang ada di sungai mengandung sumber energi bagi mikroorganisme heterotropik. Selama proses ini,
mikroorganisme tersebut menggunakan oskigen untuk mendekomposisi bahan organik. Gambar 3 menunjukkan besar laju
deoksigenasinya. Laju deoksigenasi menunjukkan kecepatan reduksi oksigen terlarut pada suatu perairan akibat penggunaan
oleh mikroba mendegradasi bahan organik.25 Laju deoksigenasi dipengaruhi oleh konstanta deoksigenasi (KD) dan BOD
ultimat. Angka konstanta laju doeksigenasi (KD) menunjukkan besarnya laju penguraian bahan organik oleh mikroorganisme
aerob di perairan dalam satuan waktu.26 Berdasarkan persamaan Hydroscience (1971), besarnya KD di perairan bergantung
pada kedalaman sungai (H). Kedalaman sungai mempengaruhi kehidupan mikroba karena semakin dalam sungai semakin
rendah suplai oksigen terlarut dan sedikit mikroba yang dapat bertahan hidup pada kondisi tersebut.
Laju reoksigenasi menunjukkan kecepatan pertukaran gas oksigen ke badan air akibat faktor hidraulik sungai. Laju
reoksigenasi dipengaruhi oleh konstanta reoksigenasi (KR) dan defisit oksigen terlarut pada perairan. Angka konstanta
kecepatan reoksigenasi (KR) menunjukkan besarnya laju transfer oksigen dari atmosfer ke dalam perairan. Nilai konstanta
reoksigenasi (KR) ditentukan menggunakan persamaan O'Connor-Dobbins (1958).20 Berdasarkan persamaan empiris
tersebut, besarnya KR di perairan tergantung dari kombinasi antara nilai kecepatan (v) dan kedalaman air (H). Sehingga
semakin deras dan dangkal suatu perairan semakin besar angka konstanta kecepatan reoksigenasi (KR) dan sebaliknya.
Perubahan konsentrasi oksigen terlarut pada perairan dipengaruhi oleh proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi)
akibat aktivitas mikroba dalam mendekomposisi bahan organik dalam air serta proses peningkatan oksigen terlarut
(reoksigenasi) yang disebabkan oleh turbulensi aliran sungai.6 Kedua parameter ini kemudian dimodelkan oleh Streeter and
Phelps (1925) yang mengembangkan hubungan antara penurunan sumber pencemar organik dan oksigen terlarut pada
sungai.28 Pemodelan Streeter-Phelps (1925) menginisiasi perubahan defisit oksigen pada suatu perairan akibat dari konsumsi
oksigen oleh mikroba dan penambahan oksigen akibat turbulensi. Pengurangan oksigen (oxygen sag) dalam air sungai setiap
waktunya selama terjadinya proses pemurnian alami (self purification) adalah perbedaan antara nilai kadar DO saturasi dan
kadar DO aktual pada waktu tersebut. Pemodelan kualitas air Streeter-Phelps dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
kompleks. Pemodelan ini hanya menginisiasi kondisi pada titik yang sudah mengalami pencampuran bahan pencemar, dengan
mengukur konsentrasi pencemar dan kondisi hidraulik sungai pada titik tersebut. Namun proses deoksigenasi dan reoksigenasi
di sepanjang sungai selalu berbeda dengan model bergantung pada tambahan pencemar dan hidraulik sungai. Aplikasi
pemodelan Streeter- Phelps harus lebih dicermati karena ketepatan model ini sangat bergantung pada berbagai parameter dan
koefisien lingkungan yang ditentukan dari banyak pengamatan/pengukuran lapangan dan banyak laboratorium.
2. storet
Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu akan menyebabkan air tidak dapat
sesuai dengan peruntukannya. Penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu disesuaikan dengan
menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air), sehingga dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang diterima
oleh air. Kualitas air yang baik akan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut dengan kadar
(konsentrasi) maksimum yang diperbolehkan. Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh contoh air tersebut disebut baik
atau tidak dinilai dengan Metode Storet. Penentuan status mutu air dengan metode storet ini dimaksudkan sebagai acuan
dalam melakukan pemantauan kualitas air tanah dengan tujuan untuk mengetahui mutu (kualitas) suatu sistem akuatik. Hasil
analisis kimia percontoh air kemudian dibandingkan dengan baku mutu yang sesuai dengan pemanfaatan air.
Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Secara prinsip
metode ini membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air sesuai dengan peruntukannya (KEPMEN-LH,
2003). Hasil perbandingan dari masing-masing parameter tersebut diberi nilai (scoring), sehingga nilai (score) keseluruhan
parameter menjadi suatu indeks yang menyatakan tingkat kualitas air. baku mutu yang digunakan adalah baku mutu untuk
peruntukan biota air (perikanan). Apabila berdasarkan studi rona awal diketahui bahwa parameter tertentu melebihi baku
mutu tetapi merupakan kondisi alami setempat, maka nilai kondisi alami tersebut yang dijadikan acuan. Penilaian tingkat
kualitas air dengan pendekatan metode STORET ini, memang tidak ditetapkan berapa parameter dan parameter apa saja yang
harus digunakan. Selama parameter kualitas air yang ada dapat dibandingkan dengan baku mutunya (ada baku mutunya),
maka dapat ditentukan indeks tingkat kualitasnya dengan metode STORET.

Pemodelan kualitas air dilakukan untuk mensimulasikan kualitas air secara fisik, kimia dan biologis. Pada penggunaan
Program Qual2Kw dapat diketahui 2 sumber pencemaran yaitu pencemaran yang berasal dari point sources dan non point
sources. Diharapkan dengan adanya metode Qual2Kw dapat dijadikan acuan dalam mengidentifikasi kualitas air dengan
sistem komputerisasi.

Anda mungkin juga menyukai